• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Domba Komposit Sumatera dan Persilangan Barbados terhadap Iklim Mikro Kandang dan Pakan

Daya bertahan atau adaptasi domba memiliki kelebihan dibandingkan dengan ternak lainnya, yaitu memiliki jangkauan perbedaan keadaan iklim yang luas (tropis, sub-tropis, dan gurun) terhadap ketersediaan pakan dan kemampuan bereproduksi. Domba lokal Indonesia dikenal mampu bertahan pada lingkungan ekstrim tropis, contohnya domba sumatera, domba garut, domba jonggol, domba kisar, domba donggala, domba rote, dan domba sumbawa. Domba lokal sumatera yang disilangkan dengan domba St. Croix dan barbados menghasilkan domba komposit sumatera. Domba lokal sumatera yang disilangkan dengan domba barbados menghasilkan domba barbados cross atau domba barbados persilangan. Dua bangsa domba ini merupakan materi ternak yang digunakan pada penelitian untuk dilihat adaptasinya terhadap cekaman panas oleh iklim mikro (suhu, kelembaban, dan THI) kandang dan pemberian ransum yang disuplementasi CRM dan cassapon.

Hasil tanggap atau respons fisiologis pada domba KS dan BC adalah normal dan nyaman (laju respirasi, laju denyut jantung, suhu rektal, dan suhu kulit) pada waktu pagi dan siang hari (Tabel 9, 10, dan 11). Pengaruh suhu kandang yang berada pada thermoneutral zone yang dicerminkan pada hasil THI yang rendah menyebabkan kandang berada pada kondisi nyaman (Gambar 8 dan 9). Sementara itu, hasil konsumsi energi dan kecernaan energi dari perbedaan ransum yang diberikan belum terdapat pola yang terstruktur terhadap status fisiologis yang dihasilkan. Pemberian ransum yang disuplai onggok, CRM dan cassapon tidak mempengaruhi kondisi fisiologis domba KS dan BC pada kondisi lingkungan yang nyaman.

Adaptasi yang baik terhadap lingkungan akan menghasilkan produktivitas, pertumbuhan, dan perkembangan domba yang baik. Untuk melihat nilai pertumbuhan dapat ditinjau dari nilai komposisi tubuh domba pada umur fisiologisnya. Teknik urea space atau ruang urea yang digunakan untuk menduga komposisi tubuh (air, protein, dan lemak) pada periode pertumbuhan pascasapih domba betina KS dan BC. Hasil komposisi tubuh antara domba perlakuan tidak

dipengaruhi oleh perbedaan ransum yang disuplementasi onggok, CRM, dan cassapon (P>0.05). Komposisi tubuh domba KS dan BC berada pada pola pertumbuhan yang normal. Urutan rataan proporsi komposisi tubuh adalah air tubuh (58.51% BB0.75), lemak tubuh (20.76% BB0.75), dan protein tubuh (15.03% BB0.75). Lemak tubuh sangat baik dan dibutuhkan untuk pertumbuhan hormonal, pertumbuhan bobot badan, dan melindungi tubuh dari cekaman panas lingkungan. Sementara itu, protein tubuh bertindak untuk regenerasi sel, pertumbuhan otot, saraf dan lain-lain. Pertumbuhan pascasapih merupakan pertumbuhan yang krusial karena 75% pertumbuhan domba terjadi pada waktu ini sebelum mencapai titik infleksi dan pertumbuhan mendekati konstan.

Laju Respirasi

Indikasi terjadinya stres panas pada domba salah satunya dapat dilihat melalui laju respirasi yang dihasilkan, selain melalui metode perhitungan aliran gas oksigen yang dihirup oleh domba dengan menggunakan chamber atau head box. Laju respirasi digunakan sebagai indikator stres panas karena berhubungan dengan pengurangan gas CO2 pada jaringan tubuh dan masuknya O2 sebagai

pembakaran pakan yang akan menghasilkan panas (Marai et al. 2007). Hasil laju respirasi yang didapat kemudian dibandingkan dengan laju respirasi normal yang umum pada domba (26-32 respirasi/menit Frandson 1992; 15-40 respirasi/menit Hecker 1983) dan keterkaitannya dengan zona nyaman lingkungan atau

Thermoneutral zone dengan kriteria suhu yaitu: 22-31°C (Yousef 1985), dan berada pada Indeks Suhu dan Kelembaban (ISK/THI) di luar cekaman panas.

Laju respirasi untuk semua domba perlakuan adalah normal. Nilai laju respirasi pada Tabel 9 merupakan indikator bahwa domba percobaan terbebas dari cekaman panas (<155-200 respirasi/menit) dengan suhu lingkungan kandang 22- 27°C (Gambar 9) berada pada zona nyaman (22-31°C) dengan nilai THI<82 (Gambar 8) pada waktu pagi dan siang hari. Suhu, RH, dan THI lingkungan kandang penelitian sangat baik untuk tumbuh dan kembang domba. Ketika berada pada zona nyaman, domba akan mengeluarkan dan menyerap panas secara

Tabel 9 Laju respirasi domba KS dan BC pada pagi dan siang hari

Waktu Bangsa Jenis Ransum Rataan

A B C D Pagi (respirasi/mnt) KS 27.67±0.47 24.00±3.77 28.00±0.94 31.33±0.94 27.75±3.16a BC 26.33±0.47 23.33±0.00 26.33±0.47 24.67±0.94 25.17±1.41b Rataan 27.00±0.86a 23.67±2.21b 27.17±1.14a 28.00±3.92a Siang (respirasi/mnt) KS 27.33±8.48 24.67±5.66 27.00±0.47 28.00±3.77 26.75±4.32b BC 30.67±3.77 30.33±3.29 32.67±0.00 34.33±4.24 32.00±3.02a Rataan 29.00±5.69 27.50±5.00 29.83±3.28 31.17±4.91

Keterangan : Nilai dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (P<0.05) untuk pengaruh bangsa domba KS dan BC. Nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P<0.05) untuk pengaruh ransum perlakuan. Perlakuan A = kontrol (konsentrat 16% protein + rumput gajah); B = K + 5% onggok dalam konsentrat; C = K + 2% CRM dalam konsentrat; dan D = K + 5% cassapon dalam konsentrat.

Nilai laju respirasi domba KS pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan domba BC dan sebaliknya di waktu siang hari laju respirasi domba KS lebih rendah pada Tabel 9 (P<0.05). Tingginya laju respirasi domba KS di pagi hari diduga berkaitan dengan proses makan yang cepat dan tinggi konsumsi nutrien (Tabel 15). Hal ini sesuai dengan pengamatan Bluet et al. (2001) bahwa tingginya konsumsi nutrien akan mempengaruhi laju respirasi pada domba. Di waktu siang, domba KS lebih banyak istirahat dibandingkan dengan domba BC yang masih mengkonsumsi rumput. Suhu di siang hari akan lebih banyak mempengaruhi cekaman panas yang terjadi pada domba. Oleh karena itu, domba BC memiliki nilai laju respirasi yang tinggi karena aktivitas konsumsi pakan dan paparan suhu kandang di siang hari. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai laju respirasi tersebut masih dalam wilayah yang normal. Laju respirasi domba garut betina yang dipelihara pada suhu 21.00-25.80°C dengan kelembaban 83-95% (pagi hari) adalah 32.00±4.32 respirasi/menit dan pada siang hari dengan suhu 26.00-36.00°C dengan kelembaban 52-86% adalah 64.00±7.09 respirasi/menit (Suherman 2009). Data fisiologis domba betina garut tersebut merupakan salah satu contoh terjadinya cekaman panas karena memiliki rataan laju respirasi di atas normal dan memiliki nilai ISK (THI) yang tinggi, yaitu 77.87-93.81. Sebaliknya, domba KS dan BC yang dipelihara memiliki nilai ISK yang termasuk ke dalam kategori tidak tercekam panas (nyaman) pada suhu nyaman (thermoneutral zone) dan mempunyai nilai laju respirasi yang normal. Kestabilan nilai laju respirasi ini merupakan suatu indikasi domba dapat

beradaptasi dengan baik pada perlakuan ransum yang diberikan dan lingkungan yang terjadi.

Tambahan perbandingan respons respirasi terhadap suhu lingkungan adalah pada studi Martawidjaya et al. (1999) yang menggunakan domba Garut, St. Croix dan Moulton Charollais betina lepas sapih dipelihara pada suhu pagi 22.8°C, siang 32.7°C dan sore 29.6°C (rataan 28.3°C) memiliki rataan laju respirasi pagi 47.25 respirasi/menit, siang 95.92 respirasi/menit dan sore hari 86.78 respirasi/menit. Hal ini menunjukan suhu lingkungan yang tidak nyaman dan paparan cekaman panas yang tinggi.

Domba KS dan BC merespons perbedaan perlakuan ransum yang diberikan dengan laju respirasi yang serupa (P>0.05). Konsumsi BK (Tabel 15) dan kecernaan BK (Tabel 16) antara domba dengan ransum yang berbeda tidak nyata sehingga laju respirasi domba terlihat seragam. Kandungan energi ransum (Tabel 16) yang tinggi pada ransum yang disuplai CRM (C), ransum yang disuplai cassapon (D) dan ransum yang disuplai onggok (B) dibandingkan dengan ransum kontrol (A) tidak mampu dicerna oleh pencernaan domba secara linear. Hasil kecernaan energi terbaik pada ransum kontrol (A) dan berbanding terbalik dengan konsumsi nutrien. Sehingga, nilai laju respirasi yang disajikan pada Tabel 9 tampak tidak berbeda antar perlakuan jenis ransum.

Laju Denyut Jantung

Laju denyut jantung antara domba perlakuan untuk semua kategori waktu tidak berbeda (P>0.05) dan berada pada wilayah yang normal (60-120 detak/menit

Duke’s 1995). Laju denyut jantung memiliki motif berbanding terbalik dengan

laju respirasi terhadap ransum perlakuan. Jika laju respirasi tinggi maka laju denyut jantung rendah. Hal ini dapat dilihat pada domba dengan pemberian ransum yang disuplementasi onggok pada Tabel 9 yang memiliki laju respirasi rendah dan laju denyut jantung yang tinggi (Tabel 10) di waktu pagi dan siang hari. Laju denyut jantung lebih tinggi ketika setelah melakukan aktivitas makan dibandingkan sewaktu istirahat di siang hari. Hal ini serupa dengan studi Barkai et al. (2002) yang melakukan penelitian denyut jantung domba awassi dan silangannya, laju denyut jantung signifikan ketika setelah makan 98 detak/menit

Tabel 10 Laju denyut jantung domba KS dan BC pada pagi dan siang hari

Waktu Bangsa Jenis Ransum Rataan

A B C D Pagi (detak/mnt) KS 85.33±18.85 90.67±9.43 93.33±13.19 84.00±13.19 88.33±11.39 BC 100.67±4.71 100.00±9.43 94.67±15.08 99.33±2.83 98.67±7.47 Rataan 93.00±14.29 95.33±9.40 94.00±11.60 91.67±11.79 Siang (detak/mnt) KS 94.67±1.88 98.00±2.83 102.00±8.48 91.33±23.57 96.50±10.45 BC 95.33±10.37 104.00±0.00 94.00±2.83 98.67±0.00 98.00±5.79 Rataan 95.00±6.10 101.00±3.83 98.00±6.93 95.00±14.25

Keterangan : Nilai dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (P<0.05) untuk pengaruh bangsa domba KS dan BC. Nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P<0.05) untuk pengaruh ransum perlakuan. Perlakuan A = kontrol (konsentrat 16% protein + rumput gajah); B = K + 5% onggok dalam konsentrat; C = K + 2% CRM dalam konsentrat; dan D = K + 5% cassapon dalam konsentrat.

dan sewaktu istirahat 108 detak/menit. Kecernaan energi yang didapat pada studi dan hubunganya dengan laju denyut jantung tidak memiliki pola yang terstruktur. Namun, laju denyut jantung berada dalam wilayah normal pada berbagai perlakuan ransum yang diberikan dan kemampuan adaptasi fisiologis domba yang baik.

Domba garut, St. Croix dan moulton charollais betina lepas sapih dipelihara pada suhu pagi 22.8°C, siang 32.7°C dan sore 29.6°C (rataan 28.3°C) memiliki rataan laju denyut jantung pagi 77.18 detak/menit, siang 109.38 detak/menit dan sore 101.44 detak/menit (Martawidjaya et al. 1999). Studi suhu lingkungan kandang yang digunakan penelitian kami lebih rendah dibandingkan dengan Martawidjaya et al. (1999) sehingga menghasilkan laju denyut jantung dengan nilai yang lebih rendah.

Suhu Rektal dan Suhu Kulit

Suhu rektal dapat digunakan sebagai ukuran representatif dari suhu tubuh yang merupakan hasil paparan dari suhu dan kelembaban lingkungan. Suhu rektal normal dan nyaman untuk domba adalah 38.3-39.9°C pada zona thermoneutral zone (Marai et al. 2007). Suhu rektal antara domba perlakuan untuk semua kategori waktu tidak berbeda nyata (P>0.05). Suhu rektal antarperlakuan terlihat lebih beragam untuk semua kategori waktu. Suhu rektal untuk semua perlakuan dalam kategori normal pada thermoneutral zone ialah 38.2-39.39°C.

Tabel 11 Suhu rektal dan suhu kulit domba KS dan BC pada pagi dan siang hari

Peubah Bangsa Jenis Ransum Rataan

A B C D Suhu rektal Pagi (°C) KS 38.66±0.62 38.65±0.27 38.56±0.56 38.32±0.56 38.55±0.42 BC 38.63±0.13 38.88±0.65 38.85±0.61 39.02±0.19 38.85±0.38 Rataan 38.65±0.37 38.76±0.43 38.71±0.51 38.67±0.53 Siang (°C) KS 39.42±0.12 39.20±0.09 38.85±0.26 39.31±0.02 39.19±0.25 BC 39.10±0.47 39.43±0.00 39.17±0.28 39.47±0.23 39.29±0.28 Rataan 39.26±0.33 39.32±0.14 39.01±0.29 39.39±0.16 Suhu kulit Pagi (°C) KS 32.77±0.15 33.33±0.21 33.38±0.63 34.29±0.72 33.44±0.69 BC 31.68±0.15 33.38±0.38 33.45±0.05 33.57±0.36 33.02±0.86 Rataan 32.23±0.64b 33.35±0.25a 33.41±0.36a 33.93±0.62a Siang (°C) KS 34.44±0.86 35.25±0.09 35.57±0.36 36.22±0.15 35.37±0.77 BC 35.54±0.04 35.49±0.09 36.01±0.28 35.87±0.27 35.73±0.28 Rataan 34.99±0.80c 35.37±0.16bc 35.79±0.36ab 36.05±0.27a

Keterangan : Nilai dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (P<0.05) untuk pengaruh bangsa domba KS dan BC. Nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P<0.05) untuk pengaruh ransum perlakuan. Perlakuan A = kontrol (konsentrat 16% protein + rumput gajah); B = K + 5% onggok dalam konsentrat; C = K + 2% CRM dalam konsentrat; dan D = K + 5% cassapon dalam konsentrat.

Rataan suhu rektal domba garut, St. Croix dan moulton charollais betina lepas sapih dipelihara pada suhu kandang pagi 22.8°C, siang 32.7°C, dan sore 29.6°C (rataan 28.3°C) diperoleh suhu rektal pagi 39.01°C, siang 39.87°C dan sore 39.82°C. Suhu rektal yang telah disebutkan merupakan suhu rektal pada nilai THI yang tinggi sehingga mendapat cekaman panas yang berat. Suhu rektal pada domba KS dan BC pada studi kami yang disajikan pada Tabel 11 merupakan representatif suhu tubuh normal domba yang berada pada kondisi lingkungan yang nyaman sehingga panas tubuh domba dapat dialirkan secara normal berupa

sensible heat loss melalui konduksi, konveksi, dan radiasi.

Kulit pada domba merupakan bagian tubuh yang penting untuk terjadinya pertukaran panas antara bagian permukaan tubuh dengan lingkungan. Paparan suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan peningkatan suhu kulit. Suhu kulit yang diukur adalah suhu di atas permukaan kulit di bawah wol. Suhu kulit untuk waktu siang hari terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan pagi hari. Suhu kulit domba yang diberi ransum dengan suplementasi cassapon memiliki suhu yang tertinggi untuk semua kategori waktu (P<0.05). Suhu kulit sangat erat hubungannya dengan suhu lingkungan dan suhu tubuh. Paparan suhu lingkungan akan langsung direspons oleh wol dan kulit domba. Suhu kulit domba penelitian

memiliki pola yang sama dengan Marai et al. (2007) dan Singh et al. (1980) yaitu 34.2-35.2 pada suhu lingkungan 21-24°C.

Kadar N-Urea Darah dan Ammonia terhadap Cekaman Panas

Kadar N urea dan ammonia dalam darah merupakan salah satu parameter untuk meninjau cekaman panas yang terjadi dilingkungan terhadap suhu tubuh. Studi Marai & Haeeb (2010) pada kerbau, Ayat dan Marai (1997) pada kelinci, dan Ronchi et al. (1995) pada sapi perah FH yang dipelihara pada musim panas dan dingin menghasilkan perbedaan kadar N urea darah. Kadar N urea darah pada musim panas akan lebih rendah dibandingkan dengan pada musim dingin. Penurunan kadar N urea darah ketika mengalami cekaman atau stres panas diduga disebabkan oleh reabsorbsi yang berlebih pada kadar N urea dari darah ke rumen sebagai suatu kompensasi dari penurunan N ammonia di rumen karena penurunan konsumsi bahan kering dan penurunan kecernaan nitrogen (El-Fouly et al. 1978; Yousef 1990).

Kadar N-urea darah dan N-ammonia pada semua domba percobaan (Tabel 12) tidak berbeda nyata dan normal pada semua jenis ransum yang diberikan (P>0.05). Kadar N-urea darah normal pada domba adalah 35-50 mg/dl. Kadar N urea darah pada Tabel 12 akan berbanding lurus dengan peningkatan suhu kulit pada Tabel 11. Suhu kulit pada domba KS yang diberi ransum dengan suplementasi campuran cassapon pada pagi dan siang hari secara deskriptif tertinggi yang diikuti dengan penurunan kadar N urea darah, begitu juga pada domba BC yang diberi ransum dengan suplementasi campuran CRM . Parameter N-urea darah merupakan suatu penegasan aspek fisiologis terhadap cekaman panas yang terjadi di lingkungan. Sementara itu, aspek laju respirasi yang tinggi pada domba KS yang diberi ransum dengan suplementasi campuran cassapon (Tabel 9) juga diikuti dengan penurunan kadar N-urea darah dan ammonia pada domba perlakuan yang sama (Tabel 12). Walaupun hubungan antara kadar N-urea darah dan ammonia dengan laju respirasi domba BC tidak terpola seperti domba KS.

Tabel 12 Kadar N-urea pada darah dan kadar N-NH3 pada rumen

Peubah Bangsa Jenis Ransum Rataan

A B C D N urea darah (mg/dl) KS 44.09±7.81 46.32±5.54 44.09±0.50 36.70±0.00 42.76±5.30 BC 49.17±4.28 38.57±6.42 36.61±1.89 46.23±8.94 42.65±7.17 Rataan 46.59±5.95 42.45±6.63 40.31±4.42 41.47±7.55 N-NH3 (mM) KS 9.44±2.34 8.34±0.92 8.43±0.79 6.94±0.52 8.29±1.39 BC 6.70±2.47 6.75±2.96 6.91±1.77 6.15±0.06 6.63±1.63 Rataan 8.07±2.52 7.55±2.01 7.67±1.42 6.54±0.55

Keterangan: Nilai menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05). Perlakuan A = kontrol (konsentrat 16% protein + rumput gajah); B = K + 5% onggok dalam konsentrat; C = K + 2% CRM dalam konsentrat; dan D = K + 5% Cassapon dalam konsentrat

Suhu dan Cekaman Panas yang Terjadi di Lingkungan Kandang

Kandang domba penelitian di Balitnak, Ciawi Bogor termasuk ke dalam wilayah dataran sedang dengan ketinggian 415 meter dpl. Interaksi yang terbentuk antara suhu, kelembaban, radiasi matahari, dan kecepatan angin menyebabkan suasana yang nyaman. Hal ini dapat dilihat dari nilai suhu lingkungan kandang dan interaksinya dengan kelembaban berupa THI pada Gambar 8 dan 9 yang memiliki nilai rendah dan berada pada thermoneutral zone.

THI di pagi hari lebih rendah dibandingkan dengan THI di waktu siang karena di pagi hari suhu lebih rendah (Gambar 8 dan 9) dan konstruksi bangunan kandang yang baik serta dilengkapi dengan insulator panas. THI merupakan gambaran cekaman panas yang terjadi di lingkungan. THI untuk sapi perah dan

Gambar 8 THI lingkugan kandang pada waktu pagi dan siang hari

Siang Pagi 90 86 82 78 74 70 Waktu T H I

THI >86 cekaman panas berat

THI <82 tidak terdapat cekaman panas 84<THI <86 cekaman panas sedang

mbar 7 THI lingkungan kandang pada waktu pagi dan siang hari

Gambar 9 Suhu lingkungan kandang berdasarkan waktu

sapi pedaging lebih rendah dibandingkan untuk domba. Domba memiliki wilayah yang luas dalam menerima suhu lingkungan. THI domba pada pagi hari 70.52- 77.10 dan siang 74.44-77.50. Menurut Silanikove (2000) peningkatan THI juga diikuti dengan peningkatan parameter fisiologis seperti suhu rektal. Hal ini juga terjadi pada penelitian ini bahwa peningkatan THI di siang hari nyata meningkatkan parameter fisiologis yang diukur (suhu rektal, suhu kulit, laju respirasi, dan denyut jantung).

Suhu lingkungan yang nyaman untuk domba menurut Yousef (1985) adalah 25-31°C. Lingkungan kandang penelitian memiliki nilai rataan 24.79°C yang tercakup pada wilayah nyaman untuk pemeliharaan domba. Silanikove (2000) menyarankan untuk daerah tropis dan musim panas memiliki suhu lingkungan 24°C dan dengan kisaran THI 70 karena sesuai untuk terjadinya tingkah laku yang nyaman. Adaptasi fisiologis domba KS dan BC terhadap iklim mikro kandang tidak terlalu berat, sehingga pengaruh perbedaan ransum pada hal konsumsi dan kecernaan BK dan energi dapat ditinjau.

Komposisi Tubuh Domba KS dan BC

Ruang urea (urea space) merupakan salah satu cara estimasi nilai potong karkas tanpa ternak harus dipotong. Domba yang digunakan pada bangsa KS dan

17:00 16:00 15:00 14:00 13:00 12:00 11:00 10:00 9:00 8:00 7:00 6:00 27 26 25 24 23 22 21 20 Waktu S u h u ( C ) Suhu Lingkungan °

BC merupakan domba betina lepas sapih sehingga terlihat kandungan air tubuh domba lebih dominan diikuti dengan lemak dan protein. Persentase air, lemak, dan protein tubuh tidak berbeda pada perlakuan ransum yang diberikan. Urutan pertumbuhan adalah air, lemak, dan protein (Tabel 13).

Kandungan lemak yang tinggi dan protein yang proporsional sangat menguntungkan bagi pertumbuhan domba lepas sapih. Domba yang menerima ransum yang disuplementasi CRM dapat tumbuh lebih dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, kandungan lemak yang tinggi dapat mengurangi cekaman stres panas pada iklim tropis (Sudarman & Ito 2000). Hal ini menguntungkan bagi domba yang diberi ransum dengan suplementasi campuran CRM dan domba yang diberi ransum dengan suplementasi campuran cassapon dengan status fisiologis yang tidak berbeda antarperlakuanya dengan domba perlakuan kontrol dan domba yang diberi ransum dengan suplementasi campuran onggok. Persentase ruang urea antara domba bangsa KS dan BC terlihat tidak berbeda untuk semua peubah (air, lemak dan protein tubuh).

Tabel 13 Komposisi tubuh pada domba KS dan BC

Peubah Bangsa Ransum Rataan

A B C D BB (kg) KS 25.80±00 28.00±1.13 25.10±0.14 25.40±3.39 26.08±1.82 BC 23.50±2.97 23.00±0.57 25.20±1.14 22.10±1.27 23.45±1.81 Rataan 24.65±2.17 25.50±2.98 25.15±0.82 23.75±2.83 AT (% BB) KS 58.54±0.25 58.36±0.21 58.43±0.09 58.78±0.75 58.53±0.35 BC 58.54±0.16 58.49±0.05 58.37±0.06 58.61±0.10 58.51±0.12 Rataan 58.54±0.17 58.43±0.15 58.40±0.08 58.69±0.45 LT (% BB) KS 20.73±0.33 20.95±0.29 20.87±0.13 20.41±0.99 20.74±0.47 BC 20.72±0.21 20.79±0.07 20.95±0.08 20.63±0.13 20.77±0.16 Rataan 20.73±0.23 20.87±0.19 20.91± 0.09 20.52± 0.59 LT (kg) KS 5.35±0.09 5.86±0.32 5.24±0.06 5.20±0.94 5.41±0.47 BC 4.87±0.57 4.78±0.10 5.28±0.32 4.56±0.29 4.87±0.39 Rataan 5.11± 0.43 5.32±0.66 5.26±0.19 4.88±0.68 PT (% BB) KS 15.04±0.07 14.99±0.06 15.01±0.03 15.11±0.19 15.04±0.07 BC 15.04±0.04 15.03±0.01 14.99±0.02 15.06±0.03 15.04±0.04 Rataan 15.04±0.05 15.01± 0.04 15.00±0.02 15.08±0.12 PT (kg) KS 3.88±0.02 4.19±0.15 3.77±0.01 3.83±0.46 3.92±0.25 BC 3.54±0.46 3.46±0.09 3.77±0.21 3.33±0.18 3.52±0.27 Rataan 3.71±0.33 3.83± 0.44 3.77± 0.12 3.58±0.41

Keterangan : Nilai menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05); BB = Bobot Badan; AT = Air tubuh; LT = Lemak Tubuh; dan PT = Protein Tubuh. Perlakuan A = kontrol (konsentrat 16% protein + rumput gajah); B = K + 5% onggok dalam konsentrat; C = K + 2% CRM dalam konsentrat; dan D = K + 5% cassapon dalam konsentrat.

Hasil komposisi tubuh antara domba perlakuan tidak dipengaruhi oleh perbedaan ransum yang disuplementasi onggok, CRM dan cassapon (P>0.05). Komposisi tubuh domba KS dan BC berada pada pola pertumbuhan yang normal. Urutan rataan proporsi komposisi tubuh adalah air tubuh (58.51% BB0.75), lemak tubuh (20.76% BB0.75), dan protein tubuh (15.03% BB0.75). Lemak tubuh sangat baik dan dibutuhkan untuk perkembangan hormonal, pertumbuhan bobot badan, dan melindungi tubuh dari cekaman panas lingkungan. Sementara itu, protein tubuh bertindak untuk regenerasi sel, pertumbuhan otot, saraf dll. Pertumbuhan pasca sapih merupakan pertumbuhan yang krusial karena 75% pertumbuhan domba terjadi di waktu ini.

Pengaruh Bangsa Domba terhadap Peubah yang diamati

Domba bangsa komposit sumatera (KS) memiliki konsumsi nutrien (BK, BO, PK, SK, NDF, GE) yang lebih unggul dibandingkan dengan domba barbados cross (BC) (P<0.05). Selanjutnya, pengaruh bangsa domba tidak tampak terhadap peubah selain konsumsi nutrien, yaitu: PBBH, ekosistem rumen, FCR, bakteri, status fisiologis, kecernaan dan nilai komposisi tubuh (P>0.05). Perbedaan jenis bangsa domba komposit sumatera dan persilangan barbados menghasilkan pengaruh emisi gas metana enterik yang sama (P>0.05). Perbedaan produksi gas metana yang tidak signifikan antara bangsa domba KS dan BC dapat dijelaskan oleh rendahnya nilai heritabilitas tentang produksi gas metana ternak. Penurunan sifat atau nilai heritabilitas produksi gas metana ternak adalah 0.29 (Budle et al. 2010). Domba komposit sumatera merupakan domba komposit hasil bentukan antara domba lokal sumatera, barbados, dan st. croix oleh karena itu masih terdapat hubungan genetika antara domba persilangan barbados dan komposit sumatera.

Bangsa domba KS merupakan domba komposit yang terbentuk dari domba St. Croix, domba sumatera dan domba barbados. Domba KS diharapkan memiliki performa produksi yang lebih baik dari bangsa domba pembentuknya dan mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan tropis panas. Keunggulan domba KS terlihat dari hasil studi pada konsumsi nutrien pakan dibandingkan dengan domba BC. Pemberian ransum dengan suplementasi onggok, CRM, dan cassapon belum dapat mempengaruhi kecernaan domba pada rumen, hanya sebatas mampu

merombak (degradibility) ransum. Hasil gas fermentasi, PBBH, ekosistem rumen, komposisi tubuh dan kecernaan nutrien tidak signifikan antara bangsa domba.

Domba KS dan domba BC merupakan bangsa domba yang telah lama beradaptasi di lingkungan tropis. Pengaruh lingkungan kandang di Balitnak Ciawi sebagai cerminan cekaman panas menghasilkan respons fisiologis yang normal pada kedua bangsa domba ini dan berada pada kondisi nyaman (thermoneutral zone). Selain itu, pengaruh pemberian perlakuan ransum yang berhubungan dengan metabolisme tidak nyata terhadap respons fisiologis kedua bangsa domba yang diamati. Hal ini dapat dijelaskan bahwa domba KS dan BC sudah dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan tropis panas dan ketersediaan pakan seperti halnya domba lokal Indonesia (domba ekor tipis, domba ekor gemuk, domba garut, dan domba jonggol).

PBBH dan Produksi Gas Metana

Mekanisme pengaruh pertambahan bobot badan harian (PBBH) secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh peningkatan efesiensi energi domba akibat turunya gas metana enterik dalam rumen. Peningkatan kecernaan nutrien baik bahan kering maupun energi sebagai kompensasinya akan meningkatkan PBBH pada ternak sehingga proporsi energi yang terbuang menjadi gas metana berkurang. Pengurangan produksi gas metana dapat juga terjadi karena proses defaunasi oleh kandungan saponin terhadap protozoa sehingga bakteri metanogen yang bersimbiosis berkurang.

Pertambahan Bobot Badan dan Rasio Konversi Pakan

Pertambahan bobot badan harian tidak nyata pengaruhnya pada domba perlakuan yang disajikan pada Tabel 14 (P>0.05). Suplementasi CRM terlihat bekerja walaupun tidak berbeda nyata secara deskriptif (Gambar 10). Studi sebelumnya (Thalib et al. 2010) melaporkan bahwa perlakuan CRM

Dokumen terkait