• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari serangkaian penelitian besar dalam rangka menghasilkan varietas kedelai toleran naungan berat spesifik lokasi Jambi yang dilaksanakan mulai dari bulan April 2009 sampai Agustus 2009 (Gambar 1). Curah hujan pada bulan Mei adalah 192.2 mm/bulan, Juni 149.1 mm/bulan, Juli 77 mm/bulan dan Agustus 117.7 mm/bulan, dengan rata-rata curah hujan selama penelitian adalah 134 mm/bulan, rata-rata hari hujan 11 hari/bulan. Rata-rata kelembaban udara adalah 85.27% dan rata-rata suhu udara adalah 26.83 oC (Badan Meteorologi dan Geofisika Jambi, 2009). Penyiraman dilakukan selama masa pertumbuhan kedelai karena curah hujan yang rendah.

Gambar 1. Kondisi Naungan Tanaman Karet TBM (kiri) dan Kondisi Umum Pertanaman Kedelai Pada Saat 11 MST (kanan).

Tanah pada penelitian ini termasuk masam dengan pH 4.47 dan kandungan Al-dd 0.78 (me/100g tanah), sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan kedelai adalah 5.8-7.0 (Purwono dan Purnamawati, 2007). Pengapuran untuk meningkatkan pH tanah dilakukan dengan menggunakan dolomit sebelum tanam dengan masa inkubasi selama dua minggu, tetapi diduga masa inkubasi dolomit pendek sehingga kurang dapat memperbaiki tanah.

Pemberian inokulum Rhizobium japonicum dilakukan pada saat tanam dengan tujuan untuk meningkatkan fiksasi nitrogen (N2) melalui pembentukan bintil akar. Menurut Yutono (1985), bintil akar terbentuk melalui serangkaian proses yang

diawali dengan kehadiran suatu strain Rhizobium sp pada bulu akar tanaman leguminose dilanjutkan dengan penyusupan sel Rhizobium ke dalam sel bulu akar dan penyusupan lebih lanjut ke sel jaringan akar yang lebih dalam. Interaksi antara sel

Rhizobium dengan sel jaringan akar akan membentuk bintil-bintil akar.

Pemberian inokulum Rhizobium sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah mikroorganisme dalam tanah, pH tanah, struktur atau jenis tanah, kandungan bahan kimia tertentu dalam tanah dan suhu. Tingkat kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap efektifitas inokulum dalam menginfeksi tanaman inang dan pertumbuhan nodul terhambat. Beberapa jenis Rhizobium tahan terhadap keasaman tanah pada batas tertentu (pH 4.0-4.5), namun pH yang optimal berada pada kisaran pH netral. (Sugiharto et al., 2000; Sumarno, 2005)

Tanaman Kedelai mengalami kerebahan pada fase pengisian dan pemasakan biji akibat hujan yang disertai angin sehingga dilakukan pengajiran. Kerebahan juga diakibatkan oleh perakaran kedelai yang kurang dalam akibat pengolahan tanah yang kurang dalam sehingga akar tidak dapat terbentuk dengan kokoh dan dalam. Pertumbuhan kedelai juga mengalami etiolasi karena di tanam pada kondisi ternaungi sehingga perakaran kedelai tidak mampu menopang pertumbuhannya.

Hama yang menyerang pertanaman kedelai selama penelitian ini adalah ulat penggulung daun (Lamprosema indicata) yang menyerang pada saat fase vegetatif sampai awal fase generatif. Belalang (Valanga nigricornis) menyerang pertanaman kedelai selama musim tanam dengan memakan daun kedelai. Kepik penghisap polong (Riptortus linearis) menyerang pertanaman kedelai pada saat fase generatif yang menyebabkan polong hampa. Hama penggerek polong (Etiella zinckenela) menyerang pada saat fase generatif. Pengendalian hama dilakukan dengan cara penyemprotan menggunakan deltametrin 25 EC untuk mengendalikan hama ulat penggulung daun, belalang dan kepik penghisap polong. Hama penggerek polong dikendalikan dengan cara menyemprotkan karbofuran 3G (Gambar 2).

Lamprosema indicata Riptortus linearis Etiella zinckenela Valanga nigricornis

bercak biji ungu Paku-pakuan Micania micranta Asystasia sp

Cyperus cyperioides Paspalum sp Borreria alata

Gambar 2. Hama, Penyakit dan Gulma Selama Penelitian.

Penyakit yang menyerang pertanaman kedelai adalah bercak biji ungu. Menurut Semangun (1991) penyakit bercak biji ungu disebabkan oleh jamur

Cercospora kikuchi. Pengendalian penyakit ini sebaiknya menggunakan

benih kedelai yang bebas dari penyakit bercak biji ungu (Gambar 2).

Gulma yang mengganggu selama masa tanam kedelai adalah Borreria

alata, Asystasia coromandeliana, Micania micranta, Paku-pakuan, Cyperus cyperioides, Paspalum sp yang berkompetisi dalam penyerapan hara dan

cahaya. Gulma yang mengganggu selama pertanaman kedelai sama dengan gulma yang ada sebelumnya pada pertamanan karet. Pengendalian gulma dilakukan secara manual (Gambar 2).

Pemanenan dilakukan pada saat 80% daun tanaman telah gugur dan polong berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan sebanyak tujuh kali sesuai dengan kondisi lapang yaitu pada saat kondisi lapang tidak hujan. Panen

dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2009, 11 Agustus 2009, 13 Agustus 2009, 15 Agustus 2009, 16 Agustus 2009, 17 Agustus 2009 dan 18 Agustus 2009.

Pertumbuhan Tanaman

Pengamatan terhadap pertumbuhan galur-galur kedelai dalam keadaan ternaungi oleh karet TBM dari mulai fase vegetatif sampai fase generatif. Pertumbuhan tanaman yang diamati meliputi: karakter daya berkecambah, fase vegetatif, fase generatif, fase berbunga, fase berpolong dan biji, dan fase pemasakan biji.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Rekapitulasi Daya Berkecambah (DB), Fase Vegetatif dan Generatif Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan di Bawah Tegakan Karet Rakyat TBM.

GALUR DB (%) Fase Vegetatif (Hari) Fase Generatif (Hari)

CG-22-10 50.31 39.33 58.67 GC-22-10 61.67 40.00 58.00 PG-57-1 51.48 39.33 60.00 SC-1-8 23.27 33.00 63.67 SC-21-5 28.40 35.67 64.00 SC-39-1 35.64 37.00 61.00 SC-54-1 39.60 33.00 64.67 SC-68-2 38.15 35.00 61.00 SP-30-4 35.06 39.33 61.33 SC-56-3 57.22 33.00 58.67 CENENG 58.23 34.67 64.33 PANGRANGO 46.36 35.33 63.67 TANGGAMUS 35.49 35.67 63.33 SIBAYAK 31.60 33.00 67.00 Rataan Galur 42.08 36.47 61.10 Rataan Pembanding 42.92 34.67 64.58

Ket : Pembanding : Ceneng, Pangrango, Tanggamus dan Sibayak.

Daya berkecambah galur-galur kedelai yang diuji di bawah tegakan berkisar antara 23.27%-61.67% dengan rata-rata 42.08%. Galur CG-22-10, GC-22-10, PG-57-1 dan SC-68-2 memiliki rataan daya berkecambah lebih tinggi daripada rata-rata daya berkecambah varietas pembanding. Galur SC-1-8 memiliki rataan daya berkecambah terendah yaitu 23.27%, sedangkan galur dengan rataan daya berkecambah tertinggi adalah galur GC-22-10 yaitu 61.67% (Tabel 4). Galur kedelai di bawah tegakan memiliki daya berkecambah yang rendah karena kurang dari 85% yang diduga akibat kekeringan selama fase perkecambahan.

Menurut Harnowo (2000), kekeringan merupakan contoh kondisi lingkungan tumbuh yang tidak menguntungkan bagi perkecambahan maupun pertumbuhan kedelai. Subandi et al., (2007) melaporkan bahwa benih kedelai yang bermutu memiliki daya berkecambah minimal 85%, jika benih berdaya kecambah rendah maka menyebabkan produktivitas akan turun.

Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul ke permukaan tanah (Ve) yaitu pemunculan kotiledon sampai saat mulai berbunga (R1). Stadia perkecambahan dicirikan dengan munculnya kotiledon, sedangkan penanda pertumbuhan stadia vegetatif selanjutnya dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang utama. Stadia pertumbuhan generatif dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji dan pemasakan biji.

Fase vegetatif galur-galur kedelai di bawah tegakan berkisar antara 33.00-40.00 hari dengan rataan galur 36.47 hari. Galur SC-1-8, SC-54-1 dan SC-56-3 memiliki rataan fase vegetatif lebih pendek daripada rata-rata fase vegatatif varietas pembanding (Tabel 4). Fase generataif galur-galur kedelai di bawah tegakan berkisar antara 58.00-64.67 hari dengan rataan galur 61.10 hari. Galur-galur kedelai memiliki rataan fase generatif lebih pendek daripada rata-rata fase generatif varietas pembanding kecuali pada galur SC-54-1 yang memiliki rataan fase generatif lebih dalam daripada rata-rata fase generatif varietas pembanding (Tabel 4). Hidayat (1985) menyatakan bahwa lamanya periode vegetatif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara umum periode vegetatif sebagian besar kultivar berkisar antara 4-5 minggu.

Fase berbunga dihitung sejak tanaman mulai berbunga (R1) sampai tanaman berbunga penuh (R2) (Adie dan krisnawati, 2007). Lamanya fase berbunga galur kedelai di bawah tegakan berkisar antara 2.67-8.00 hari dengan rataan galur 5.17 hari. Galur GC-22-10 dan PG-57-1 memiliki rataan fase berbunga tercepat di antara galur-galur yang diuji yaitu 2.67 hari, sedangkan galur SC-1-8, SC-54-1 dan SC-56-3 memiliki rataan fase berbunga terlama yatu 8.00 hari. Galur CG-22-10, GC-22-10, PG-57-1, SC-21-5, SC-39-1, SC-68-2 dan SP-30-4 memiliki fase berbunga lebih pendek daripada rata-rata fase berbunga varietas pembanding (Tabel 5).

Pembentukan bunga sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan lamanya penyinaran. Suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak maka merangsang pembentukan bunga (Adie dan Krisnawati, 2007).

Tabel 5. Nilai Rata-Rata Lama Fase Berbunga, Lama Fase Berpolong dan Berbiji, dan Lama Fase Pemasakan Biji Kedelai Toleran Naungan di Bawah Tegakan Karet Rakyat TBM.

GALUR Fase Berbunga

(Hari)

Fase Berpolong dan Berbiji (Hari)

Fase Pemasakan Biji (Hari) CG-22-10 3.33 14.33 10.00 GC-22-10 2.67 13.67 11.00 PG-57-1 2.67 13.33 11.67 SC-1-8 8.00 13.33 14.67 SC-21-5 5.33 13.33 14.00 SC-39-1 4.00 13.00 16.67 SC-54-1 8.00 14.00 17.00 SC-68-2 6.00 13.33 15.00 SP-30-4 3.67 11.33 7.00 SC-56-3 8.00 14.00 9.33 CENENG 6.33 13.00 4.33 PANGRANGO 6.00 14.67 10.00 TANGGAMUS 6.33 13.67 12.67 SIBAYAK 8.00 13.67 19.00 Rataan Umum 5.60 13.48 12.31 Rataan Galur 5.17 13.37 12.63 Rataan Pembanding 6.67 13.75 11.50

Ket : Fase Berbunga= Mulai berbunga (R1) sampai Berbunga Penuh (R2); Fase Berpolong dan Berbiji= Mulai berpolong (R3) sampai Berbiji Penuh (R6); Fase Pemasakan Biji= Polong mulai masak (R7) sampai 80% polong masak penuh (R8); Pembanding: Ceneng, Pangrango, Tanggamus, Sibayak.

Fase berpolong dan berbiji dimulai sejak tanaman mulai berpolong (R3) sampai tanaman terbentuk biji penuh tetapi masih hijau (R6). Periode pengisian biji merupakan periode paling kritis dalam masa pertumbuhan repoduktif. Apabila terdapat gangguan dalam periode ini akan berakibat berkurangnya hasil. Kekeringan pada fase generatif menyebabkan polong gugur dan biji tidak berkembang secara sempurna karena terganggunya pasokan asimilat dari jaringan fotosintetik. Hal ini dapat menyebabkan jumlah polong isi, jumlah biji, dan berat biji berkurang secara nyata dibandingkan dengan tanaman yang mendapat pengairan optimal (Hidayat 1985; Suyamto dan Adisarwanto 2006). Irianto et al.

(2005) melaporkan bahwa pada saat periode pembentukan polong dan pengisian polong apabila terjadi kekeringan dapat menurunkan hasil rata-rata 63%.

Cekaman kekeringan terjadi karena kehilangan air melalui transpirasi lebih besar dibanding penyerapan oleh akar, yang disebabkan oleh ketersediaan air dalam tanah tidak cukup atau tidak dapat diserap dengan baik oleh tanaman. Kekeringan secara umum mengakibatkan dehidrasi, menurunkan tekanan turgor sel, merangsang penutupan stomata, dan menghambat difusi uap air dan CO2,

sehingga aktivitas fotosintesis tanaman terhambat. Peranan pembuluh floem dan xylem melemah dan translokasi asimilat berkurang, sehingga laju pertumbuhan dan hasil tanaman berkurang (Harsono et al., 2007).

Fase berpolong dan berbiji galur-galur kedelai di bawah naungan berkisar antara 11.33-14.33 hari dengan rataan galur 13.37 hari. Galur SP-30-4 memiliki rataan fase berpolong dan berbiji tercepat di antara galur yang diuji yaitu 11.33 hari, sedangkan CG-22-10 memiliki rataan fase berpolong dan berbiji terlama dinatara galur yang diuji yaitu 14.33 hari.

Fase pemasakan biji galur-galur kedelai di bawah naungan berkisar antara 7.00-17.00 hari dengan rataan galur 12.63 hari. Galur SP-30-4 memiliki rataan fase pemasakan biji tercepat di antara galur yang diuji yaitu 7.00 hari, sedangkan SC-54-1 memiliki fase pemasakan biji terlama di antara galur yang diuji yaitu 17.00 hari (Tabel 5).

Keragaan Karekter Agronomi

Pengamatan keragaan karakter agronomi galur kedelai toleran naungan meliputi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong hampa, jumlah polong total, bobot per tanaman, bobot per petak, bobot 100 butir dan persen polong isi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai tengah yang sangat nyata pada karakter umur berbunga dan bobot 100 butir di antara galur-galur yang diuji. Nilai tengah galur yang berbeda nyata pada karakter umur panen di antara galur-galur yang diuji, nilai tengah galur yang tidak berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif,

jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong hampa, jumlah polong total, bobot/tanaman, bobot/petak dan persen polong isi (Tabel 6).

Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam pada Keragaan Karakter Agronomi Kedelai Toleran Naungan.

Peubah KT galur KT galat F-Hit Pr > F

Umur berbunga (HST) 3.50 0.67 5.24** 0.0002

Umur Panen (HST) 14.92 6.36 2.34* 0.0312

Tinggi tanaman saat panen 0.0097 0.005 1.88tn ht 0.0821 Jumlah cabang produktif 1.13 0.77 1.46tn 0.1985 Jumlah buku produktif 13.3 10.95 1.21tn 0.3238 Jumlah polong bernas 22.6 15.53 1.46tn 0.2007 Jumlah polong hampa 17.73 31.14 0.57tn 0.8559 Jumlah polong total 0.56 0.55 1.01tn ht 0.4676

Bobot/tanaman (g) 0.49 0.33 1.47tn 0.1956

Bobot/petak (g) 6.37 8.99 0.71tn ht 0.7388

Bobot 100 butir (g) 5.24 0.94 5.58** 0.0001

Persen polong isi (%) 111.44 153.43 0.73tn 0.7225

Ket: * = berbeda nyata pada taraf 5% pada uji F; **= berbeda sangat nyata pada taraf 1% pada uji F; tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5% pada uji F; ht= hasil transformasi; HST= Hari Setelah Tanam.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Hasil uji lanjut kontras ortogonal pada karakter umur berbunga (Tabel 7) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada galur GC-22-10, PG-57-1, SC-21-5 dengan pembanding toleran naungan. Galur GC-22-10 dan PG-57-1 berbeda sangat nyata dan memiliki umur berbunga lebih dalam daripada pembanding toleran naungan, sedangkan galur SC-21-5 berbeda sangat nyata dan memiliki umur berbunga lebih pendek daripada pembanding toleran naungan.

Hasil uji kontras ortogonal terhadap karakter umur berbunga (Tabel 8) menunjukkan bahwa galur SC-39-1, SC-54-1, SC-68-2, SP-30-4 dan SC-56-3 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata lebih pendek daripada pembanding toleran lahan kering. Galur CG-22-10 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata lebih dalam daripada pembanding toleran lahan kering, sedangkan galur SC-1-8 menunjukkan perbedaan yang nyata lebih pendek pada pembanding toleran lahan kering.

Tabel 7. Uji Kontras Ortogonal Karakter Umur Berbunga Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Naungan.

Kontras (a vs b) Rataan

Galur (a)

Rataan

Pembanding (b)

Pr>F CG-22-10 VS Pembanding Toleran Naungan 43.00 41.83 0.2587tn GC-22-10 VS Pembanding Toleran Naungan 43.67 41.83 0.0019** PG-57-1 VS Pembanding Toleran Naungan 42.67 41.83 0.0001** SC-1-8 VS Pembanding Toleran Naungan 41.00 41.83 0.0951tn SC-21-5 VS Pembanding Toleran Naungan 41.33 41.83 0.0077** SC-39-1 VS Pembanding Toleran Naungan 41.00 41.83 1.0000tn SC-54-1 VS Pembanding Toleran Naungan 41.00 41.83 0.5687tn SC-68-2 VS Pembanding Toleran Naungan 41.00 41.83 1.0000 tn SP-30-4 VS Pembanding Toleran Naungan 44.00 41.83 1.0000 tn SC-56-3 VS Pembanding Toleran Naungan 41.00 41.83 1.0000 tn Ket: Pembanding Toleran Naungan= Ceneng dan Pangrango; * = berbeda nyata pada taraf 5%

pada uji kontras ortogonal; **= berbeda sangat nyata pada taraf 1% pada uji kontras ortogonal; tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5% pada uji kontras ortogonal.

Tabel 8. Uji Kontras Ortogonal Karakter Umur Berbunga Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Lahan Kering.

Kontras (a vs b) Rataan

Galur (a)

Rataan

Pembanding (b)

Pr>F CG-22-10 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 43.00 41.83 0.0077** GC-22-10 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 43.67 41.83 0.5687 tn PG-57-1 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 42.67 41.83 0.5687 tn SC-1-8 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 41.00 41.83 0.0291* SC-21-5 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 41.33 41.83 0.2587 tn SC-39-1 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 41.00 41.83 0.0004** SC-54-1 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 41.00 41.83 0.0019** SC-68-2 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 41.00 41.83 0.0004** SP-30-4 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 44.00 41.83 0.0004** SC-56-3 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 41.00 41.83 0.0004** Ket: Pembanding Toleran Lahan Kering =Tanggamus dan Sibayak; * = berbeda nyata pada taraf

5% pada uji kontras ortogonal; **= berbeda sangat nyata pada taraf 1% pada uji kontras ortogonal; tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5% pada uji kontras ortogonal.

Umur berbunga galur-galur kedelai toleran naungan berkisar antara 41.00 HST–44.00 HST. Galur SC-1-8, SC-39-1, SC-54-1, SC-68-2, dan SC-56-3 memiliki nilai umur berbunga tercepat yaitu 41 HST di antara galur-galur yang diuji sedangkan galur SP-30-4 memiliki umur berbunga terlama yaitu 44.00 HST di antara galur-galur yang diuji. Umur berbunga penelitian ini lebih cepat daripada penelitian Wardoyo (2009) kedelai yang ditanam pada lahan terbuka memiliki umur berbunga antara 41-51 HST. Menurut Arsyad et al. (2007) kedelai memiliki umur berbunga 40-45 hari dianggap sesuai untuk lahan kurang subur.

Tabel 9. Uji Kontras Ortogonal Karakter Umur Panen Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Naungan.

Kontras (a vs b) Rataan

Galur (a)

Rataan

Pembanding (b)

Pr>F CG-22-10 VS Pembanding Toleran Naungan 98.00 99.00 0.5798 tn GC-22-10 VS Pembanding Toleran Naungan 98.00 99.00 1.0000 tn PG-57-1 VS Pembanding Toleran Naungan 99.33 99.00 1.0000 tn SC-1-8 VS Pembanding Toleran Naungan 96.67 99.00 0.5798 tn SC-21-5 VS Pembanding Toleran Naungan 99.67 99.00 0.4614 tn SC-39-1 VS Pembanding Toleran Naungan 98.00 99.00 0.4614 tn SC-54-1 VS Pembanding Toleran Naungan 97.67 99.00 0.3586 tn SC-68-2 VS Pembanding Toleran Naungan 96.00 99.00 1.0000 tn SP-30-4 VS Pembanding Toleran Naungan 100.67 99.00 0.8532 tn SC-56-3 VS Pembanding Toleran Naungan 91.67 99.00 0.0015** Ket: Pembanding Toleran Naungan= Ceneng dan Pangrango; * = berbeda nyata pada taraf 5%

pada uji kontras ortogonal; **= berbeda sangat nyata pada taraf 1% pada uji kontras ortogonal; tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5% pada uji kontras ortogonal.

Tabel 10. Uji Kontras Ortogonal Karakter Umur Panen Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Lahan Kering.

Kontras (a vs b) Rataan

Galur (a)

Rataan

Pembanding (b)

Pr>F CG-22-10 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 98.00 99.50 0.6442 tn GC-22-10 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 98.00 99.50 0.3134 tn PG-57-1 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 99.33 99.50 0.3134 tn SC-1-8 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 96.67 99.50 0.6442 tn SC-21-5 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 99.67 99.50 0.7814 tn SC-39-1 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 98.00 99.50 0.0875 tn SC-54-1 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 97.67 99.50 0.9263 tn SC-68-2 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 96.00 99.50 0.3134 tn SP-30-4 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 100.67 99.50 0.2353 tn SC-56-3 VS Pembanding Toleran Lahan Kering 91.67 99.50 0.0001** Ket: Pembanding Toleran Lahan Kering = Tanggamus dan Sibayak; * = berbeda nyata pada taraf

5% pada uji kontras ortogonal; **= berbeda sangat nyata pada taraf 1% pada uji kontras ortogonal; tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5% pada uji kontras ortogonal.

Hasil uji lanjut kontras ortogonal Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukkan bahwa galur SC-56-3 berbeda sangat nyata lebih genjah pada karakter umur panen daripada pembanding toleran naungan dan pembanding toleran lahan kering. Umur panen galur-galur kedelai toleran naungan berkisar antara 91.67-100.67 HST. Galur SC-56-3 (91.67 HST) memiliki umur panen tergenjah di antara galur-galur yang diuji, sedangkan Galur SP-30-4 (100.67 HST) memiliki umur panen terdalam di antara galur-galur yang diuji.

Arsyad et al. (2007) menyatakan bahwa kedelai pada lahan kurang subur memiliki umur panen 90-95 hari dianggap sudah sesuai. Umur panen galur–galur yang di tanam pada penelitian ini termasuk berumur dalam karena lebih dari 90 hari. Menurut Arsyad (2000) varietas yang berumur pendek atau genjah berkisar antara 70-80 hari, varietas yang berumur tengah atau sedang berkisar antara 81-90 hari, sedangkan umur panen lebih dari 90 hari termasuk umur dalam.

Tinggi Tanaman Saat Panen

Galur–galur kedelai yang ditanam di bawah tegakan karet TBM memiliki tinggi tanaman berkisar antara 42,33 – 61.83 cm dengan rataan galur 50.99 cm. Galur CG-22-10, PG-57-1, SC-54-1 dan SC-68-2 memiliki tinggi tanaman lebih tinggi daripada rataan pembanding. Pangrango (58.10 cm) memiliki nilai tengah tertinggi di antara pembanding pada karakter tinggi tanaman. Galur SC-54-1 (58.13 cm) dan SC-68-2 (61.83 cm) memiliki nilai tengan lebih tinggi daripada pembanding Pangrango, sedangkan galur-galur lainnya memiliki nilai tengah yang lebih rendah daripada pembanding Pangrango (Tabel 11). Menurut Arsyad et al. (2007) varietas kedelai untuk lahan kurang subur tinggi tanaman yang ideal adalah 80-100 cm.

Pengamatan terhadap karakter tinggi tanaman secara umum pada galur-galur kedelai toleran naungan ini menunjukkan banyak galur-galur yang memiliki tinggi tanaman yang lebih pendek daripada tetuanya yang sudah di lepas. Banyak tanaman yang kerdil yang diduga akibat dari curah hujan yang rendah sehingga tanaman mengalami kekeringan. Trikoesoemaningtyas (2008) melaporkan bahwa tinggi tanaman kedelai di bawah tegakan karet lebih pendek berkisar antara 25.69-59.85 cm. Hal ini bukan disebabkan karena pengaruh naungan tetapi disebabkan oleh cekaman kekeringan dan lahan di bawah tegakan karet termasuk lahan bertanah masam.

Tabel 11. Keragaan Karakter-Karakter Komponen Hasil Galur-Galur kedelai Toleran Naungan di Bawah Tegakan Karet TBM.

Galur TTSP (cm) JCP JBP JPB JPH JPT %-PI CG-22-10 57.03 4.07 11.93 12.33 9.80 22.13 54.77 GC-22-10 48.03 4.77 14.53 12.90 14.57 27.47 49.74 PG-57-1 58.10 3.40 15.10 13.80 14.13 27.93 49.29 SC-1-8 42.33 3.50 11.90 9.33 14.37 23.70 39.59 SC-21-5 49.80 3.80 14.67 11.10 15.93 27.03 43.06 SC-39-1 44.03 2.80 12.80 11.37 16.40 27.77 42.02 SC-54-1 58.13 3.73 11.93 13.37 11.97 25.33 52.60 SC-68-2 61.83 3.67 14.30 15.57 13.27 28.83 54.25 SP-30-4 44.77 3.80 12.47 8.40 10.53 18.93 42.26 SC-56-3 45.80 3.17 8.43 8.33 8.67 17.00 49.57 Ceneng 44.30 2.53 9.77 6.97 11.93 18.90 36.43 Pangrango 58.10 4.20 15.53 11.47 14.23 25.70 43.97 Tanggamus 52.30 4.53 14.97 13.60 16.60 30.20 44.96 Sibayak 55.77 3.40 14.00 16.13 12.93 29.07 55.74 Rataan Umum 51.45 3.67 13.02 11.76 13.24 25.00 47.02 Rataan Galur 50.99 3.67 12.81 11.65 12.96 24.61 47.72 Rataan Pembanding 52.62 3.67 13.57 12.04 13.92 25.97 45.28 Ket: TTSP = Tinggi Tanaman Saat Panen (cm); JCP = Jumlah Cabang Produktif; JBP = Jumlah

Buku Produktif; JPB =Jumlah Polong Bernas; JPH = Jumlah Polong Hampa; JPT = Jumlah Polong Total; %-PI = Persen Polong Isi; Pembanding: Ceneng, Pangrango, Tanggamus, Sibayak.

Jumlah Cabang Produktif dan Jumlah Buku Produktif

Jumlah cabang produktif adalah jumlah cabang dari galur kedelai yang menghasilkan polong. Penelitian ini jumlah cabang produktif berkisar antara 2.80–4.77 cabang produktif dengan rataan galur 3.67 cabang produktif (Tabel 11).

Galur CG-22-10, GC-22-10, SC-21-5, SC-54-1 dan SP-30-4 memiliki jumlah cabang produktif lebih banyak daripada rataan varietas pembanding. Rataan tertinggi untuk pembanding adalah Tanggamus (4.53). Galur GC-22-10 (4.77) memiliki rataan jumlah cabang produktif lebih tinggi daripada pembanding Tanggamus dan lebih banyak di antara galur-galur yang diuji. Galur-galur yang lain memiliki rataan lebih rendah dari pembanding Tanggamus (Tabel 11).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian wardoyo (2009) yang di tanam di lahan terbuka pada karakter jumlah cabang produktif memiliki nilai tengah 3.3 dengan kisaran 2.6 – 4.1. Tipe kedelai lahan kurang subur menurut Arsyad et al. (2007) memiliki jumlah cabang yang banyak berkisar antara 5-6 cabang.

Jumlah buku produktif adalah jumlah dari buku yang menghasilkan polong. Rataan jumlah buku produktif pada galur yang diuji berkisar antara 8.43–15.10. Galur GC-22-10, PG-57-1, SC-21-5 dan SC-68-2 memiliki rataan jumlah buku produktif lebih banyak daripada rata-rata varietas pembanding (Tabel 11). Galur PG-57-1 (15.10) memliki rataan jumlah buku produktif paling banyak di antara galur-galur yang diuji dan lebih banyak daripada pembanding Tanggamus (14.97) tetapi lebih rendah daripada pembanding Pangrango (15.53) (Tabel 11). Jumlah buku produktif pada penelitian ini lebih rendah daripada penelitian Wardoyo (2009) yang di tanam pada lahan terbuka memiliki rataan jumlah buku produktif 20.6 dengan kisaran 16.3-27.1.

Hasil penelitian Handayani (2003) menyatakan bahwa karakter jumlah cabang produktif dan jumlah buku produktif terkait erat dengan sifat toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Pemberian naungan dapat menurunkan jumlah cabang produktif dan jumlah buku sehingga akan berpengaruh teradap hasil. Wirnas (2007) melaporkan bahwa alel yang paling berperan meningkatkan jumlah cabang produktif dan buku produktif adalah alel dominan.

Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Hampa, Jumlah Polong Bernas dan Persen Polong Isi

Jumlah polong total pada galur kedelai toleran naungan memiliki nilai tengah berkisar antara 17.00–28.83 dengan rataan galur 24.61, sedangkan pembanding memiliki rataan 25.97. Pembanding tertinggi adalah Tanggamus (29.07). Galur GC 22-10 (27.47), PG-57-1 (27.93), SC-21-5 (27.03), SC-39-1 (27.77), SC-68-2 (28.83) memiliki rataan jumlah polong total lebih tinggi daripada pembanding Pangrango, tetapi lebih rendah daripada pembanding Tanggamus. Galur SC-68-2 memiliki rataan tertinggi untuk karakter jumlah polong total di antara galur-galur yang diuji (Tabel 11).

Dokumen terkait