• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa perlakuan campuran kotoran sapi dengan beberapa jenis limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji kayu) memberikan pengaruh terhadap tekanan gas (psi) yang dihasilkan, hari mulai menghasilkan gas (hari), warna nyala api, lama nyala api (detik) dan ratio C/N akhir. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji beda campuran kotoran sapi dengan beberapa limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji kayu) terhadap biogas yang dihasilkan. Perlakuan Parameter Tekanan (psi) Mulai Hasilkan Gas (Hari) Warna Nyala Api Lama Nyala Api (Detik) Ratio C/N Akhir A 0.0365 8 Biru 518 6.56 B 0.0628 9 Biru Kemerahan 344 10.54 C 0.0346 18 Biru Kemerahan 253 15.89 Keterangan :

A. Campuran kotoran sapi dan eceng gondok B. Campuran kotoran sapi dan jerami padi C. Campuran kotoran sapi dan serbuk gergaji kayu

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada tekanan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan B yaitu sebesar 0.06281 psi dan yang terendah pada perlakuan C

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009

yaitu sebesar 0.0346 psi. Hari mulai menghasilkan gas tercepat diperoleh pada perlakuan A yaitu 8 hari dan terlama pada perlakuan C yaitu selama 18 hari. Warna api biru dihasilkan oleh perlakuan A dan warna api biru kemerahan dihasilkan oleh perlakuan B dan C. Lama nyala api tertinggi diperoleh pada perlakuan A yaitu sebesar 518 detik dan terendah pada perlakuan C yaitu sebesar 253 detik. Ratio C/N akhir tertinggi diperoleh pada perlakuan C yaitu sebesar 15.89 dan terendah pada perlakuan A yaitu sebesar 6.56.

Untuk masing-masing parameter dianalisis secara statistik dan di uji dengan uji LSR (Least Significant Range) dapat dilihat pada uraian berikut.

Tekanan Gas

Dari hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4), dapat dilihat bahwa perlakuan campuran kotoran sapi terhadap beberapa limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji kayu) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tekanan gas yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range

(LSR) menunjukkan pengaruh jenis limbah pertanian terhadap tekanan gas yang

dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Uji LSR Pengujian Jenis Limbah Pertanian Terhadap Tekanan Gas (psi)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi 0.05 0.01 0.05 0.01 - - - C 0.0346 b B 2 0.0030 0.0045 A 0.0365 b B 3 0.0031 0.0047 B 0.0628 a A

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1 %

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan B memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A dan C sedangkan perlakuan A memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap C. Tekanan gas tertinggi

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009 0 0.02 0.04 0.06 0.08 A B C Perlakuan T ekan an ( p si )

diperoleh pada perlakuan B yaitu 0.0628 psi dan terendah pada perlakuan C yaitu 0.0346 psi.

Hubungan jenis limbah pertanian dengan tekanan gas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa tekanan gas tertinggi diperoleh pada perlakuan B. Hal ini disebabkan karena jerami padi merupakan limbah pertanian yang teksturnya mudah terurai dan lebih cepat menghasilkan gas, dari pada perlakuan C yaitu serbuk gergaji kayu yang tekstur limbah nya bertekstur kasar dan sukar untuk dicerna.

Gambar 2. Histogram pengaruh perlakuan terhadap tekanan biogas (psi).

Jerami padi

Eceng gondok Serbuk gergaji kayu

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009 0.0000 0.0200 0.0400 0.0600 0.0800 0.1000 0.1200 0 10 20 30 40 50

Lama Fermentasi (Hari)

T ekan an ( p si ) eceng gondok Jerami padi Serbuk gergaji kayu Keterangan :

Bila dibandingkan dengan perlakuan B dan perlakuan C, maka tekanan gas yang diperoleh perlakuan A lebih rendah. Hal ini bukan karena eceng gondok sulit terurai melainkan disebabkan karena komposisi pada perlakuan A lebih banyak eceng gondok dibandingkan kotoran sapi karena pada penelitian ini untuk mencapai Ratio C/N 30 di perlukan eceng gondok sebanyak 3,84 kg dan kotoran sapi sebanyak 0.96 kg, kotoran sapi merupakan sumber metana terbesar, jadi dengan jumlah nya yang sedikit pada perlakuan A menyebabkan tekanan gas yang dihasilkan pun sedikit pula.

Fluktuasi produksi biogas harian (Lampiran 7) dari tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009 0 4 8 12 16 20 A B C Perlakuan H ar i m u lai h asi lkan g as

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa produksi biogas pada umumnya telah ada pada seminggu fermentasi sampai hari kesepuluh. Tekanan tertinggi pada 20 hari setelah fermentasi sampai hari 35. Produksi biogas secara umum mengalami penurunan pada sepuluh hari terakhir, hal ini disebabkan pada saat itu, sebahagian besar telah mengalami penguraian sehingga bahan makanan untuk bakteri metan tidak mencukupi kebutuhan bakteri untuk berkembang biak dan menghasilkan biogas.

Dari hasil pengamatan lanjutan terhadap produksi biogas. Setelah gas dikeluarkan dan di uji nyala apinya pada hari ke-40, kemudian dilakukan pengamatan kembali dan diperoleh bahwa tiap-tiap perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C masih menghasilkan gas kembali sampai hari ke-50, akan tetapi tekanan yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan sembiring (2004) yang menyatakan bahwa biogas mengalami penurunan produksi biogas setelah fermentasi 30 hari.

Mulai Menghasilkan Gas (Hari)

Setelah melakukan pengamatan diperoleh perlakuan A pada awal fermentasi mulai menghasilkan gas yang pertama pada hari ke-8 dan yang paling lama adalah perlakuan C yaitu pada hari ke-18 sementara perlakuan B pada hari ke-9. Hubungan beberapa jenis limbah pertanian dengan hari mulai menghasilkan gas dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa mulai menghasilkan gas tercepat diperoleh pada perlakuan A yaitu 8 hari dan yang terlama diperoleh pada perlakuan C yaitu 18 hari. Produksi biogas pada umumnya telah ada pada seminggu setelah fermentasi sampai hari kesepuluh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadi (1981), bahwa produksi biogas terbentuk sekitar 10 hari, hal ini disebabkan karena jumlah bahan baku yang masih tersedia, sehingga bakteri sangat aktif memproduksi gas.

Bila dibandingkan dengan perlakuan C, perlakuan A lebih cepat mengalami penguraian. Hal ini disebabkan karena eceng gondok mengandung kadar air yang besar di dalam tubuhnya yaitu sekitar 90%, hal ini merupakan keuntungan dalam memanfaatkan sebagai sumber biogas melalui proses fermentasi karena bahan yang memiliki kadar air tinggi lebih muda untuk dicerna, sehingga campuran perlakuan A lebih cepat menghasilkan gas.

Begitu juga dengan perlakuan B, jerami padi merupakan bahan oganik yang mudah dicerna. Menurut Sianturi (1990), bahan yang mudah dicerna banyak mengandung selulosa seperti jerami padi atau gandum, dan sebagainya. Sedangkan perlakuan C, serbuk gergaji kayu merupakan bahan yang banyak mengandung lignin (kayu) sukar untuk dicerna. Sehingga membutuhkan waktu

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009

yang lebih lama dalam menghasilkan gas. Bahan yang memiliki kadar air yang tinggi lebih muda untuk dicerna.

Warna Nyala Api

Pada hari ke 40 saat membuang gas, gas dibakar dengan menggunakan

lighter gas. Dari hasil penelitian dapat dilihat nyala api dari gas yang dihasilkan

dari tiap-tiap perlakuan. Nyala api yang dihasilkan tidak berbau dan terdapat perbedaan warna dari tiap-tiap perlakuan . Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini

Tabel 10. Warna nyala api

Perlakuan Warna Nyala Api

A

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009

C

Keterangan :

A. Campuran kotoran sapi dan eceng gondok B. Campuran kotoran sapi dan jerami padi

C. Campuran kotoran sapi dan serbuk gergaji kayu

Dari Tabel 9 Secara visual dapat dilihat terdapat perbedaan dari warna nyala api yang dihasilkan. Perlakuan A diperoleh warna nyala api biru, perlakuan B dan perlakuan C diperoleh warna nyala api biru kemerahan. Hal ini berarti gas yang tedapat pada tiap-tiap perlakuan tersebut mengandung metan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harahap (1978) yang menyatakan bahwa gas metan (CH4) adalah komponen penting dan utama dari biogas karena memiliki kadar kalor yang cukup tinggi, dan jika gas yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerob ini dapat terbakar, berarti sedikitnya mengandung 45% gas metan.

Dari hasil penelitian, gas yang dihasilkan mempunyai sifat tidak berbau dan tidak bewarna serta mempunyai daya nyala yang cukup tinggi terutama dari perlakuan B, hal ini sesuai dengan pernyataan wikipedia (2005) yang menyatakan sifat-sifat umum biogas antara lain :

a. Gas nya tidak berwarna b. Tidak berbau

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009 300 400 500 600 yal a A p i ( D et ik)

Karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi biogas mampu dijadikan sumber energi dalam beberapa kegiatan sehari-hari. Mulai dari memasak, pengeringan, penerangan, menggerakkan mesin hingga pekerjaan yang membutuhkan pemanasan (pengelasan).

Lama Nyala Api

Dari hasil daftar sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa pengaruh campuran kotoran sapi terhadap beberapa jenis limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji kayu) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap lama nyala api yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan Least Significant Range

(LSR) menunjukkan pengaruh tiap-tiap perlakuan yang dapat dilihat pada

Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR Pengujian Jenis Limbah Pertanian terhadap Lama Nyala Api

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi 0.05 0.01 0.05 0.01 - - - C 253 c C 2 23.2676 35.2377 B 344 b B 3 24.0746 37.0534 A 518 a A

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 11 dapat di lihat bahwa semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata satu sama lain. Lama nyala api tertinggi diperoleh pada perlakuan A yaitu sebesar 518 detik dan yang terendah yaitu

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009

perlakuan C sebesar 253 detik. Grafik hubungan pengaruh perlakuan terhadap lama nyala api dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa adanya perbedaan lama nyala api yang dihasilkan. Lama nyala api yang paling lama diperoleh pada perlakuan A, tetapi daya nyala api yang dihasilkan kecil dan tidak mampu jika digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Bila dibandingkan dengan perlakuan C, diperoleh lama nyala api yang cepat habis dan menghasilkan daya nyala api yang kecil juga.

Akan tetapi pada perlakuan B, diperoleh nyala api yang cukup besar dan stabil sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi.

Ratio C/N Akhir

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan C/N antara kotoran sapi dengan tiap-tiap jenis limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji kayu) bedasarkan C/N 30. Secara umum, ratio C/N dari tiap-tiap perlakuan mengalami penurunan setelah mengalami proses fermentasi.

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009 0.00 4.00 8.00 12.00 16.00 20.00 A B C Perlakuan C/ N Ak h ir

Dari hasil daftar sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa pengaruh campuran kotoran sapi terhadap beberapa limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji kayu) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap ratio C/N akhir. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh tiap-tiap perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Uji LSR Pengujian Jenis Limbah Pertanian terhadap Ratio C/N Akhir

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - A 6.56 c C

2 2.487 3.766 B 10.54 b B

3 2.573 3.960 C 15.89 a A

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata satu sama lain. Ratio C/N akhir tertinggi diperoleh pada perlakuan C yaitu 15.89 dan terendah pada perlakuan A yaitu 6.56. Grafik hubungan tiap-tiap perlakuan terhadap ratio C/N akhir dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Histogram pengaruh perlakuan terhadap Ratio C/N Akhir Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa terjadi nya penurunan ratio C/N dari tiap-tiap perlakuan. Penurunan ratio C/N yang lebih besar nampak pada perlakuan A, disebabkan perombakan bahan fermentasi lebih cepat dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya yaitu perlakuan A dan perlakuan B.

Perlakuan C memiliki ratio C/N akhir yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan A dan B karena perombakan bahan-bahan organik yang terfermentasi lebih lambat karena sifat bahan serbuk gergaji kayu yang sukar dirombak dan sering terjadi penggumpalan pada lapisan atas bahan. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa perlakuan C lebih cepat memadat dan bila bahan memadat maka kerja bakteri akan terhambat dan pemanfaatan unsur C dan N dalam bahan juga lambat.

Unsur karbon dan bahan organik merupakan makanan pokok bagi bakteri anaerob. Dari hasil penelitian di peroleh nilai imbangan C/N akhir dari tiap-tiap campuran kotoran sapi dengan beberapa jenis limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji kayu) nilainya semakin kecil setelah mengalami proses fermentasi selama 40 hari. Hal ini disebabkan oleh unsur karbon dan bahan organik lainnya terurai. Menurut Wulandari (2006), unsur carbon (C) sebagai energinya dan nitrogen (N) akan digunakan bakteri sebagai bahkan untuk membangun struktur sel tubuhnya. Itulah sebabnya mengapa ratio C/N semakin menurun.

Pada 20 hari pertama bakteri fermentasi tumbuh dan menyediakan makanan bagi bakteri asetogenik dan bakteri asetogenik menyediakan bahan makanan untuk bakteri methanogenesis. Setelah hari ke-30 pertumbuhan bakteri

Indri Vesalina Harahap : Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas Yang Dihasilkan, 2007.

USU Repository © 2009

mengalami penurunan ini dapat disebabkan karena persediaan makanan bagi bakteri fermentasi dan asetogenik semakin menyusut. Akan tetapi tersedia cukup makanan bagi bakteri methanogenesis, dimana bakteri ini menggunakan asam asetat yang dihasilkan pada tahap asidifikasi untuk kelangsungan hidupnya.

Menurut Paimin (2001), pengadukan bertujuan untuk mencegah terjadinya penggumpalan dan timbulnya lapisan kerak pada permukaan cairan pada digester. Pada penelitian yang dilakukan dengan pengadukan 2 hari sekali agar tidak terdapat kerak pada permukaan campuran. Jika terjadi kerak pada permukaan maka bakteri methanogenik akan mengalami kesukaran dalam perombakan bahan organik lebih lanjut dapat disimpulkan bila memadat dan menggerak maka kerja bakteri akan terhambat atau pemanfaatan unsur C unsur N akan semakin lambat begitu juga pertumbuhan bakteri akan terhambat dan produksi biogas akan terhenti.

Dokumen terkait