• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa insektisida deltametrin dapat bertahan sekitar tiga hari pada tingkat kematian 95% (Tabel 2). Diperoleh informasi bahwa lamanya efektifitas residu insektisida di tubuh kerbau dalam membunuh nyamuk lebih rendah, hanya sekitar tiga hari untuk tingkat kematian 95%.

Tabel 2. Rata -Rata Angka Kematian (%) Nyamuk Anopheles vagus Setelah Berkontak dengan Residu Deltametrin 500WP pada

Kerbau dengan Dosis 400 mg/m2 Selama Satu Jam Waktu Kontak (Hari) Angka Kematian (Perlakuan) Angka Kematian (Kontrol) 1 100 6.67 2 98.33 10 3 95.00 6.67 4 93.33 6.67 5 86.70 0 6 81.67 0

Hal ini berbeda dengan riset sebelumnya yang dilaksanakan oleh Rowland et al. (2001). Pada penelitian tersebut deltametrin yang dibalurkan pada sapi dan domba dapat bertahan mencapai empat minggu.

Kemungkinan hal ini terjadi karena jenis kerbau di desa Cikarawang, Bogor adalah kerbau pekerja yang digunakan untuk membajak sawah, sehingga perlu dimandikan setiap hari. Saat dimandikan bulu pada badan kerbau harus digosok untuk menghilangkan lumpur yang melekat. Hal ini mengakibatkan residu insektisida yang melekat pada bulu dan badan kerbau lebih cepat hilang.

Kemungkinan lain yang menjadi penyebab adalah formulasi insektisida yang digunakan. Seperti diketahui insektisida yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk wettable powder (WP) berupa bubuk kering yang akan tersuspensi bila dicampur dengan air. Residu deltametrin yang menjadi bahan aktif insektisida tersebut tidak bertahan lama melekat di tubuh kerbau. Zat aktif tersebut akan cepat larut dalam air ketika kerbau dimandikan. Yang bertahan lama hanya tepung putih

(powder) yang menempel di tubuh kerbau sehingga sering terlihat seperti bercak putih.

Berbeda dengan formulasi insektisida berbentuk EC (Emulsifiable Concentrate) seperti yang dilaksanakan pada riset Rowland et al. (2001). Formulasi insektisida tersebut dapat bertahan lebih lama di tubuh ternak karena adanya zat emulsi – biasanya dari minyak- yang melarutkan bahan aktif insektisida. Zat pengemulsi dengan insektisida yang telah larut didalamnya mempunyai daya rekat kuat sehingga dapat bertahan lama menempel pada bulu dan kulit hewan ternak (Wirawan 2005).

Selain itu, hasil tersebut dipengaruhi juga oleh sifat daya kerja insektisida. Dalam riset ini digunakan deltametrin bersifat kontak dengan residu insektisida melekat pada permukaan bahan atau benda.. Insektisida seperti ini umumnya digunakan untuk penyemprotan di dalam ruangan (spraying indoor) serta pencelupan kelambu. Insektisida lainnya bersifat sistemik yang bisa masuk ke bagian dalam benda atau ke dalam sel makhluk hidup, sehingga bisa bertahan lama.

Kemungkinan hasil Bioesai tersebut akan berbeda bila digunakan insektisida bersifat sistemik yang meresap ke dalam tubuh kerbau, sehingga bisa bertahan lebih lama. Namun untuk membandingkan hasil keduanya dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles

Identifikasi Spesies Nyamuk Anopheles

Nyamuk Anopheles yang diperoleh selama penelitian telah diidentifikasi. Nyamuk tersebut terdiri dari delapan spesies yaitu A. vagus, A. aconitus, A. indefinitus, A. barbirostris, A. nigerimus, A tesselatus, A. kochi dan A. annularis dengan jumlah keseluruhan 876 ekor nyamuk (Tabel 3). Riset sebelumnya oleh Andiyatu (2005) menemukan enam spesies Anophelesyaitu A. vagus, A. aconitus, A. indefinitus, A. barbirostris, A. nigerimus dan A. kochi di lokasi yang sama. Empat spesies Anopheles yang ditemukan dari hasil penelitian di Cikarawang telah dinyatakan sebagai vektor malaria yaitu A. aconitus, A. barbirostris, A tesselatus dan A. kochi (Abednego dan Suroso 1997). A. aconitus merupakan vektor utama di P. Jawa sedangkan A. barbirostris merupakan ve ktor utama di P. Sulawesi dan NTT. Sementara itu A. tesselatus dan A. kochi merupakan vektor malaria sekunder di P. Sumatera.

Nyamuk A. vagus mendominasi hasil penangkapan, sekitar 84,82% dari hasil tangkapan keseluruhan. Jenis spesies nyamuk Anopheles lainnya yang cukup signifikan adalah A. indefinitus (17,27%). Hasil tangkapan jenis spesies Anopheles lainnya berkisar 0,21% - 3%. Dominasi A. vagus terhadap jenis Anopheles lainnya di desa Cikarawang juga dilaporkan Sigit dan Kesumawati (1998) serta Andiyatu (2004). Hasil serupa juga diperoleh Boesri (2001) di Kecamatan Borubodur, Magelang Jawa Tengah.

Dominasi A. vagus terhadap spesies lainnya perlu dicermati. Walaupun A. vagus belum secara resmi ditetapkan sebagai vektor malaria oleh Depkes RI, namun oleh Lembaga Riset Angkatan Laut Amerika Serikat (NAMRU) telah mengkonfirmasikan sebagai vektor malaria melalui Elisa Test (US – NAMRU 2 dalam Sulaiman 2004).

Khusus A. aconitus, walaupun persentasenya tidak dominan (2,34%) juga perlu diberi perhatia n khusus, karena termasuk salah satu vektor utama malaria di Pulau Jawa. Hal ini di dukung oleh faktor lokasi penelitian yang merupakan habitat yang sesuai untuk perkembang-biakan yaitu persawahan yang bertingkat-tingkat. Faktor lainnya yang mendukung adalah musim tanam yang tidak serempak dan sepanjang tahunditemukan padi dalam berbagai umur (Barodji et al.2001).

Tabel 3. Jenis Spesies Nyamuk Anopheles yangTertangkap Selama Penelitian Metode Penangkapan

UOD UOL Total

Spesies Anopheles

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

A. vagus 262 82.39 481 86.201 743 84.817 A. indefinitus 37 7.8891 44 9.3817 81 17.271 A. aconitus 6 1.2793 5 1.0661 11 2.3454 A. kochi 3 0.6397 8 1.7058 11 2.3454 A. nigerrimus 4 0.8529 8 1.7058 12 2.5586 A. barbirostris 5 1.0661 10 2.1322 15 3.1983 A. tesselatus 1 0.2132 0 0 1 0.2132 A. annularis 0 0 2 0.4264 2 0.4264 Total 318 100 558 100 876 100

Populasi A. aconitus yang sedikit ditemukan selama penelitian, kemungkinan karena waktu penelitian (September – Desember 2004) yang tidak bersamaan dengan

puncak kepadatannya. Padahal puncak kepadatan spesies nyamuk ini sekitar bulan Februari – April dan Juli – Agustus (Joshi et al. 1977 dan Barodji. 2002).

Kemungkinan lainnya adalah populasi nyamuk A. aconitus di lokasi penelitian yang rendah, dibanding daerah lainnya. Di Daerah Banjarnegara, Yogyakarta dan Semarang misalnya A. aconitus hampir selalu didapati di kandang kerbau dalam jumlah besar (Sigit dan Kesumawati 1988)

Perilaku Menggigit Nyamuk Anopheles

Dengan metode penangkapan nyamuk Anopheles umpan orang dalam rumah (indoor) dan umpan orang luar rumah (outdoor) dapat diketahui perilaku menggigitnya. Perilaku tersebut dapat berupa endofagik (kecenderungan memperoleh darah di dalam rumah) atau eksofagik (lebih menyukai memperoleh darah di luar rumah).

Tabel 4. Persentase Spesies Nyamuk Anopheles yang TertangkapBerdasarkan Metode Penangkapan

Metode Penangkapan Spesies Anopheles UOD (%) UOL (%) A. vagus 35.26 64.74 A. indefinitus 45.68 54.32 A. aconitus 54.55 45.45 A. kochi 27.27 72.73 A. nigerrimus 33.33 66.67 A. barbirostris 33.33 66.67 A. tesselatus 100.00 0.00 A. annularis 0.00 100

Hasil pengamatan (Tabel 4) menunjukkan, dari delapan jenis spesies Anopheles yang berhasil diidentifikasi, enam spesies diantaranya bersifat eksofagik. Hanya A. aconitus dan A. tesselatus yang bersifat endofagik. Sementara A. vagus, A. indefinitus, A. kochi, A. nigerrimus, A. barbirostris dan A. annularis lebih menyukai memperoleh darah manusia di luar rumah.

Perilaku menggigit nyamuk Anopheles yang cenderung bersifat eksofagik tersebut hampir serupa dengan hasil yang di dapatkan Jastal (2005) di Desa Tonga,

Donggala, Sulawesi Tengah. Dari delapan spesies Anopheles yang ditemukan, semuanya cenderung bersifat eksofagik. yaitu

A. barbirostris, A. tesselatus, A. kochi, A. nigerrimus, A. vagus, A. maculatus, A. barbumrosis dan A. punctulatus . Dalam riset ini A. tesselatus bersifat eksofagik, berbeda dengan penelitian di desa Cikarawang, spesies tersebut bersifat endofagik.

Penelitian lainnya yang dilakukan Hassan (2001) di Kampong Bongor, Malaysia juga diperoleh hasil yang menunjukkan perilaku nyamuk Anopheles bersifat eksofagik. Dari sembilan pesies nyamuk yang diperoleh hanya A. barbirostris yang bersifat endofagik. Delapan spesies lainnya cenderung bersifat eksofagik.

Efek Insektisida Terhadap Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Keberadaan populasi nyamuk Anopheles diamati dalam dua tahap yaitu pra perlakuan dan pasca perlakuan dengan paparan insektisida pada kerbau. Tahap pertama merupakan kontrol dari perlakuan pada tahap berikutnya.

Populasi A. vagus pada tahap awal sangat dominan. Angka gigitan pada manusia dari spesies nyamuk tersebut berkisar 91,33 ekor nyamuk setiap pengamatan pra perlakuan.

Pengamatan berikutnya pada pasca perlakuan menunjukkan terjadinya penurunan populasi Anopheles vagus (Gambar 6 dan Tabel 5). Pada pengamatan pertama (Ho), walaupun sempat terjadi peningkatan angka gigitan nyamuk pada awal

paparan sebesar 1,34, namun pada pengamatan berikutnya mengalami penurunan secara signifikan sampai pemaparan hari ke 15 (H+4) dengan nilai sebesar 0,47

Gambar 6. Fluktuasi Hasil Angka Gigigtan Nyamuk Anopheles pada Manusia Keterangan: H-9 – H -3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Angka Gigitan Nyamuk Anopheles

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 H-9 H-6 H-3 Ho H+3 H+6 H+9 H+12 H+15 H+18 H+21 H+24 Hari Pengamatan vagus tesselatus nigerimus barbirostris kochi indefinitus annularis aconitus

Angka gigitan (MBR) A. vagus pada paparan hari ke 18 sampai hari ke 27 (H+15 – H+24) masih mengalami penurunan, namun perubahannya tidak sebesar paparan sebelumnya. Penurunan angka gigitan A. vagus pada paparan tersebut hanya berkisar 0,40 – 0,31.

Hasil tersebut menunjukkan adanya efek paparan insektisida yang cukup signifikan pada A. vagus. Sedangkan untuk spesies Anopheles lainnya tidak dapat menggambarkan hasil yang signifikan karena populasi nyamuk tertangkap hanya sedikit.

Penurunan angka gigitan nyamuk A. vagus dari paparan hari pertama sampai hari ke 15 (Ho - H+12) menunjukkan residu insektisida sangat efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk A. vagus. Pada paparan di hari 18 sampai hari 27 (H+15 – H+24), kemampuan residu insektisida tersebut sudah mulai berkurang. Penurunan angka gigitan nyamuk A. vagus pada periode tersebut tidak sebesar pada periode paparan sebelumnya.

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kemampuan adaptasi A. vagus terhadap insektisida tersebut yang dapat mengarah kepada resistensi. Seperti diketahui paparan insektisida yang berulang kali bisa menyebabkan terjadinya toleransi (Winarno 2004).

Tabel 5. Pengamatan Populasi A. vagus Pra dan Pasca Perlakuan Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Hari Penga matan Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR H -9 31 0.3825 60 0.750 91 1.1375 H -6 34 0.425 58 0.725 92 1.15 H -3 30 0.375 61 0.7625 91 1.3375 Ho 38 0.475 69 0.8625 107 1.2625 H+3 38 0.475 63 0.7875 101 0.675 H+6 30 0.375 24 0.3 54 0.6375 H+9 14 0.175 37 0.4625 51 0.6375 H+12 13 0.12875 25 0.3125 38 0.475 H+15 5 0.06 25 27 0.375 32 0.4 H+18 14 0.175 19 0.2375 33 0.4125 H+21 9 0.1125 21 0.2750 30 0.375 H+24 6 0.0750 17 0.2125 23 0.2875 Keterangan:

H-9 – H -3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Perlakuan dengan pemaparan insektisida pada kerbau juga dapat menjaga populasi A. vagus yang telah mengalami penurunan pada keadaan relatif stabil (equilibrum position). Seperti terlihat pada pengamatan hari H+15 – H+24 (Gambar 6). Dengan demikian angka gigitan nyamuk A. vagus pada periode tersebut tidak mengalami penurunan secara signifikan.

Kemungkinan penurunan tersebut dapat juga dipengaruhi oleh mekanisme pengendalian alami populasi suatu spesies. Menurut Tarumengkeng (1994) mekanisme tersebut terbagi dalam dua aliran yaitu biotik dan iklim. Aliran pertama menganggap musuh alami seperti parasitoid menjadi faktor pengendali dominan. Sedangkan aliran kedua menganggap faktor fisik seperti suhu lingkungan dan kelembaban menjadi faktor utama pengendali populasi.

Tabel 6. Pengamatan Populasi A. aconitus Pra dan Pasca Perlakuan Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Hari Penga matan Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR H -9 0 0 3 0.0375 3 0.0375 H -6 0 0 0 0 0 0 H -3 1 0.0125 0 0 10 0.0125 Ho 0 0 0 0 0 0 H+3 0 0 0 0 0 0 H+6 1 0.0125 0 0 1 0.0125 H+9 0 0 0 0 0 0 H+12 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H+15 0 0 0 0 0 0 H+18 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H+21 2 0.0250 0 0 2 0.0250 H+24 2 0.0250 0 0 2 0.0250 Keterangan:

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan

Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

pasca perlakuan tidak menunjukkan penurunan secara siginifikan melalui angka gigitan pada manusia. Pada spesies Anopheles tertentu memang terjadi penurunan

angka gigitan pada manusia namun dalam jumlah terbatas.

Seperti halnya yang terjadi pada A. aconitus, perbandingan angka menggigit antara pengamatan pra perlakuan dengan pasca perlakuan tidak menunjukkan pola penurunan yang berarti. Hal ini terjadi karena jumlah yang tertangkap sangat sedikit, hanya sekitar 2,3% dari keseluruhan populasi nyamuk Anopheles.

Angka gigitan A.aconitus pasca perlakuan berkisar 0,025 – 0,0125 tidak berbeda jauh dibandingkan kisaran gigitan nyamuk pra perlakuan sebesar 0,0125 – 0,0375. Sedangkan populasi rata-rata 1,33 ekor nyamuk per pengamatan pra perlakuan menur un menjadi 0,78 ekor nyamuk per pengamatan pasca perlakuan (Tabel 6).

Sedangkan spesies nyamuk A. indefinitus tidak terjadi penurunan yang signifikan kepadatan populasi pasca perlakuan dibandingkan dengan pra perlakuan. Hal ini terjadi karena rata-rata jumlah nyamuk yang menggigit meningkat dari enam ekor nyamuk pada pra perlakuan menjadi tujuh nyamuk pada pasca perlakuan (Tabel 7).

Tabel 7. Pengamatan Populasi A. indefinitus Pra dan Pasca Perlakuan

Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Hari Penga matan Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR H -9 1 0.0125 3 0.375 4 0.05 H -6 5 0.0625 5 0.0625 10 0.1250 H -3 3 0.375 1 0.0125 4 0.05 Ho 7 0.0875 1 0.0125 8 0.1 H+3 3 0.0375 3 0.0375 6 0.075 H+6 4 0.05 8 0.1 12 0.15 H+9 1 0.0125 9 0.112 10 0.125 H+12 2 0.025 2 0.025 4 0.05 H+15 0 0 5 0.0625 5 0.0625 H+18 0 0 6 0.0750 6 0.075 H+21 5 0.0625 1 0.0125 6 0.075 H+24 6 0.0750 0 0 6 0.075 Keterangan:

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Dokumen terkait