• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Nanopartikel Zeolit

Penelitian inimenggunakan zeolit alam dari Bayah yang berupa tipe zeolit mordenit dan klinoptilolit dengan rasio Si:Al yaitu 5:1.Zeolit Bayah merupakan zeolit alam yang masih terdapat banyak pengotor, sehingga perlu dilakukan pengondisian untuk menghilangkan pengotor. Salah satunya dengan perlakuan aktivasi menggunakan asam HCl 3 M. Proses aktivasi dengan menggunakan asam dealuminasi dan dekationisasi yaitu keluarnya Al dan ion-ion anorganik dalam zeolit sehingga akan bertambah luas permukaan zeolit karena berkurangnya ion-ion anorganik yang menutupi pori, selain itu dapat meningkatkan perbandingan rasio Si:Al (Ertan dan Ozkan 2005) seperti pada reaksi di bawah.

Zeolit + HCl(aq) zeolit + AlCl3(aq)

Selanjutnya dilakukan pembuatan nanopartikel zeolit dengan cara top down

dengan penggilingan menggunakan alat planetary ball milling (PBM) secara basah menggunakan metanol dan ammonium serium sulfat 5% sebagai grinding agent. Hasil yang diperoleh dari ukuran zeolit dengan ukuran rerata 386.7 nm. Hasil ini lebih besar dari penelitian Wijayanti (2014) yang memperoleh ukuran rerata 97.5 nm. Setelah proses penggilingan harus diperhatikan bahwa partikel-partikel kecil tersebut dapat teraglomerasi sehingga perlu dilakukan ultransonikasi dan segera mungkin untuk dilakukan pengukuran ukuran partikel (dengan PSA). Ukuran nanopartikel yang diperoleh cukup besar disebabkan partikel-partikel setelah pengeringan mudah teraglomerasi sehingga ukurannya semakin besar (Abdullah 2008).Penggilingan menggunakan PBM dapat menghasilkan panas, panas tersebut dapat merusak struktur zeolit, sehingga perlu dilakukan karakterisasi kristanilitas dan struktur zeolit.

Penumbuhan Sel D. radiodurans dan Lisis Ekstrak Protein

D. radiodurans ditumbuhkan dalam media LB cair selama ± 18 jam dengan bantuan shaker (aerob) pada suhu ruang. Dilakukan beberapa variasi perlakuan induksi penyinaran UV pada saat penumbuhan sel D. radiodurans dan waktu ultrasonikasi untuk melisis sel sehingga diperoleh ekstrak protein. Pada Gambar 2 menjelaskan bahwa waktu induksi penyinaran UV dalam mempengaruhi konsentrasi protein diperoleh yang optimum yaitu 3 menit. D.

8

radioduransmerupakan mikroba yang mampu bertahan dalam lingkungan ekstrim seperti sinar radiasi UV, pemanasan, pengeringan dehidrasi dan lingkungan asam. Gen eksogen (irrE) yang terdapat dalam D. radiodurans yang bertanggung jawab pada regulasi ekspresi gen recA dan pprA yaitu gen yang memiliki kemampuan bertahan dalam kondisi lingkungan ekstrim (Earl et al. 2002). D. radiophilus yang juga dapat bertahan dalam lingkungan ekstrim dan menghasilkan SOD. Mn-SOD yang dihasilkan oleh D. radiophilus akan meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan lingkungan seperti penyinaran UV, namun apabila radiasi sinar UV terlalu berlebih maka Mn-SOD yang dihasilkan yang menurun (Yun dan Lee 2003). Oleh karena itu produksi Mn-SOD dalam sel bakteri D. radiodurans

dan juga aktivitasnya dapat diinduksi dengan lingkungan yang ekstrim seperti induksi penyinaran UV. Pada induksi penyinaran UV selama 5 menit dapat menghancurkan sel D. radiodurans sehingga pertumbuhan sel akan menurun, dikarenakan penyinaran UV yang berlebihan.

Gambar 2 Perlakuan induksi penyinaran UV dan waktu sonikasi terhadap kosentrasi protein

Waktu ultrasonikasi untuk memperoleh protein dari sel yang optimum, yaitu 2 menit dengan konsentrasi protein 1774.89 ppm. Pada perlakuan waktu ultrasonikasi 0 menit tidak diperoleh protein yang tinggi dikarenakan protein Mn-SOD merupakan enzim intraselular sehingga perlu menggunakan ultrasonikasi. Sedangkan pada perlakuan waktu ultrasonikasi 4 menit konsentrasi protein menjadi turun, hal ini disebabkan protein dalam sel dapat terdenaturasi, sehingga konsentrasi dari ekstrak protein menjadi turun. Umumnya sel bakteri diekstrak dengan metode ultrasonikasi selama 30-60 detik, sedangkan untuk jamur (dinding sel tebal) selama 2-10 menit (Ghosh R 2006). Dinding sel D. radiodurans

memiliki dinding sel yang tebal yang menyebabkan waktu ultasonikasi lebih lama (Trivadila 2011).

Pemilihan Elektroda Pasta Karbon (EPK)

Elektroda kerja menggunakan elektroda pasta karbon (EPK) termodifikasi ferosen dibuat dengan campuran komposisi 55 mg grafit, 35µL paraffin dan

9

ferosen, kemudia elektroda dikarakterisasi respon arusnya dengan menggunakan K3[Fe(CN)6] 1mM dengan bantuan elektroda pembanding Ag/AgClyang memiliki nilai potensial yang telah diketahui konstan dan elektroda pendukung Pt/TiO yang berfungsi untuk memperkecil kesalahan dari tahanan sel dalam mengontrol potensial elektroda kerja. Elektoda Pt/TiO tersebut digunakan untuk meminimalkan kesalahan yang diakibatkan oleh adanya lapisan produk reaksi yang ada pada elektroda. Lapisan ini akan mengakibatkan adanya hambatan tambahan pada sel elektrokimia. Sehingga elektoda standard dan elektroda kerja dapat melakukan pengukuran dengan hambatan sel yang minimal (Ekananda 2007).

Elektroda pasta karbon yang mempunyai respon arus yang konstan dan terbaik yang akan dipilih untuk pengukuran selanjutnya menggunakan ekstrak protein. Hasil pengamatan respon arus sebesar ± 6 µA dengan tegangan 0.3–0.4V, penelitian yang dilakukan Weniarti (2011) menggunakan EPK menunjukkan tegangan yang sama yaitu 0.3V. Pengukuran elektroda dengan K3[Fe(CN)6] menggunakan sistem voltametri yang melibatkan reaksi reduksi dan oksidasi seperti reaksi dibawah ini :

Reaksi reduksi [Fe(CN)6]3- + e- [Fe(CN)6] 4-Reaksi oksidasi [Fe(CN)6]4- [Fe(CN)6]3- + e

-0 ,-0 0 ,2 0 ,4 0 ,6 0 ,8 1 ,0 -8 ,0 u -6 ,0 u -4 ,0 u -2 ,0 u 0 ,0 2 ,0 u 4 ,0 u 6 ,0 u I ( µ A ) E ( V )

Gambar 3Voltamogram siklik pada pengukuran larutan K3[Fe(CN)6] 1mM

Imobilisasi Ekstrak Protein D. radiodurans

Imobilisasi pada permukaan penyangga padat bertujuan untuk menjaga aktivitas katalitiknya. Salah satu metode imobilisasi yaitu pada fase padat (CMC-G-Z) dengan ikat silang menggunakan glutaraldehid.

Imobilisasi ekstrak protein dengan menggunakan CMC-G-Z dan glutaraldehid bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan aktivitas dari ekstrak protein. Proses imobilisasi yang dilakukan yaitu dengan ikat silang antara glutaraldehid dengan ekstrak protein pada fase padat CMC-G-Z. Setelah proses imobilisai elektroda pasta karbon dilapisi oleh membran dialisis yang berfungsi sebagai perantara difusi substrat masuk menuju ekstrak protein dan untuk lebih menjaga ekstrak protein keluar dari sistem imobilisasi.

10

Membran dialisis yang digunakan adalah Thermo ScienctificSnake Skin Dialysis Tubing, 10K MWCO (Molecular Weight Cut Off) sehingga ekstrakprotein yang mengandung enzim SOD akan tertahan karena memiliki bobot molekul lebih dari 10 kDa. Namun pori-pori membran dialisis dapat melewatkan substrat radikal superoksida dan berinteraksi dengan enzim SOD.

Voltamogram dari imobilisasi ekstrak protein dapat dilihat pada Gambar 4. Aktivitas ekstrak protein dapat diketahui dengan adanya puncak anoda pada tegangan 0.4V setelah ditambahkan Xantina dan Xantina oksidase pada larutan sel elektrokimia. Perubahan arus yang lebih tinggi dihasilkan dari imobilisasi ekstrak protein dengan menggunakan ikat silang glutaraldehid sedangkan tanpa glutaraldehid dihasilkan arus yang lebih rendah. Peningkatan arus dengan glutaraldehid dapat menjelaskan bahwa agen ikat silang dapat mengikat ekstrak protein secara optimal sehingga aktivias dari ekstrak protein untuk bereaksi dengan substrat lebih tinggi (Kocabay et al. 2012).

Gambar 4 Voltamogram aktivitas ekstrak protein D. radiodurans () EPK- CMC-G-Z-Protein dan () EPK-CMC-G-Z-Glutaraldehid-Protein

Optimasi Biosensor

Optimasi dilakukan dengan menggunakan response surface method. Perlakuan yang diuji terhadap arus yaitu pH, konsentrasi protein, konsentrasi glutaraldehid, dan konsentrasi zeolit dapat disebut sebagai factor pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan hasil optimasi untuk faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap arus yaitu konsentrasi protein dan pH dengan nilai p < 0.05. Koefisien yang menunjukkan nilai positif berarti semakin besar nilai faktor akan semakin besar nilai arus yang dihasilkan. Perlakuan pH dan konsentrasi protein menunjukkan nilai p < 0.05 yang berarti dapat mempengaruhi nilai arus secara signifikan, dan nilai koefisien yang negatif yang berarti semakin kecil nilai pH atau konsentrasi protein dapat menaikkan nilai arus. Sedangkan nilai koefisien

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 -4,0u -2,0u 0,0 2,0u 4,0u 6,0u 8,0u 10,0u 12,0u 14,0u 16,0u 18,0u 20,0u I ( µ A ) E (V)

11

glutaraldehid diperoleh positif yang berarti dengan penambahan konsentrasi glutaraldehid dapat menaikkan nilai arus yang dihasilkan.

Tabel 2Analisis pengaruh faktor terhadap arus

Faktor Koefisien Nilai p

Konsentrasi protein -3.59629 0.001 Konsentrasi zeolite -0.29084 0.107

Glutaraldehida 0.04164 0.813

pH -0.89256 0.000

R-Sq = 96.85%; R-Sq(pred) = 82.82%; R-Sq(adj) = 93.45%

Optimasi dilakukan dengan beberapa variasi konsentrasi protein, konsentrasi glutaraldehid, konsentrasi zeolit dan pH menggunakan response surface method pada software MINITAB 16.Optimasi diuji terhadap substrat xantina 0.7 mM. Pengaruh konsenstrasi glutaradehid sebagai agen pengikat silang dengan konsentrasi 0, 0.005 dan 0.01M pada Gambar 5(a) menghasilkan kondisi optimum yaitu 0.005 M. Ketika konsentrasi glutaraldehid lebih tinggi maka akan terjadi pengurangan arus karena akan terjadi pengikatan terhadap sisi aktif pada ekstrak protein menyebabkan reaksi dengan substrat tidak terbentuk, dan pori-pori permukaan elektroda akan menjadi lebih rapat yang dapat menyebabkan difusi substrat lebih sulit. Peningkatan konsentrasi glutaradehid menyebabkan deaktivasi dari molekul enzim dan bentuk gel akan rapat karena kelebihan agen pengikat silang (Kocabay et al 2012, Emregul et al 2013). Glutaraldehid juga akan membentuk steric hindrance menyebabkan masalah pada difusi substrat (Akyilmaz & Dinçkaya 2005). Pada saat kosentrasi glutaraldehida lebih kecil pada sistem imobilisasi, ektrak protein hanya akan terjerap ke dalam fase pada polimer CMC-gelatin-zeolit, penjerapan ini bersifat fisik sehingga kondisi dari ekstrak protein menghasilkan arus lebih kecil. Pendekatan dengan enzim murni SOD, ekstrak protein yang digunakan menyerupai kondisi enzim murni walaupun ekstrak protein yang digunakan masih banyak pengotor atau protein-protein lainya.

Variabel optimasi pH dimulai dari 7-9 yang mengahasilkan pH optimum yaitu 7 dengan konsentrasi protein berkisar 1075 µg/ml pada Gambar 5(b). Kondisi pH optimum sangat penting dikarenakan enzim sensitif terhadap pH. Hasil pengujian Wijayanti (2014) menggunakan ekstrak protein D.radiodurans

yang diimobilisasi pada nanopartikel zeolit menghasilkan pH optimum 9. Perbedaan pH optimum sangat dipengaruhi oleh factor imobilisasi, matriks imobilisasi mempengaruhi dari sisi aktif enzim berubah posisi. Enzim murni SOD yang diimobilisasi pada CMC-gelatin dengan ikat silang glutaraldehid menghasilkan kondisi pH optimum 7 (Kocabay et al 2012).

Pada pengaruh konstrasi zeolit dihasilkan kondisi optimum yaitu pada konsentrasi 5 mg/ml ditunjukkan pada Gambar 5(c), hal ini dikarenakan zeolit yang ditambahkan masih belum berbentuk nanopartikel sehingga sulit untuk membentuk sistem koloid dan keseragaman zeolit pada sistem menjadi lebih tidak seragam. Namun zeolit yang berukuran nanopartikel sebagai pengimobilisasi ekstrak protein D. radiorans dapat meningkatkan arus (Wijayanti 2014). Zeolit sudah banyak digunakan sebagai matriks dalam sistem imobilisasi enzim, karena zeolit mampu meningkatkan sifat katalitik dari enzim berdasarkan interaksi

12

hidrofobik atau hidrofilik, elektrostatik dan ikatan hidrogen. Kemampuan zeolit dalam meningkatkan respon biosensor dipengaruhi oleh ratio Si/Al. Kirdeciler et al. (2011) telah melakukan penelitian menggunakan zeolit sintetik sebagai matriks imobilisasi dalam biosensor urea, pengaruh ratio Si/Al dapat mengubah respon biosensor yaitu semakin tinggi ratio Si/Al maka akan semakin tinggi respon dari biosensor.

Berdasarkan Gambar 5. pada setiap kontur yang menunjukkan konsentrasi optimum untuk ekstrak protein D. radiodurans yaitu 1075 µg/ml. Penjelasan yang dapat diusulkan pada hasil ini bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak protein maka keadaan enzim akan semakin jenuh di dalam pori matriks, yang membatasisubstrat dan enzim (Emregul et al. 2005). Ekstrak protein dari D. radiodurans mengandung banyak protein selain SOD, protein lain itu dalam ekstrak protein dapat menyebabkan semakin sulit substrat untuk bereaksi dengan enzim SOD (Trivadila 2011; Iswantini et al. 2013).

00

Gambar 5 (a) Pengaruh konsentrasi glutaraldehid dengan konsentrasi protein, (b)pengaruh pH dengan konsentrasi protein,(c) pengaruh konsentrasi zeolit dengan konsentrasi protein terhadap perubahan arus puncak

(a) (b)

13

Stabilitas Elektroda Biosensor

Pada penelitian ini stabilitas elektroda diuji dengan menggunakan 1 elektroda yang di uji dengan waktu pertama dan seterusnya. Stabilitas elektroda dapat dihitung berdasarkan perbandiangn arus pada setiap waktu (periode) dengan arus awal pengukuran. Pada Gambar 6 stabilitas biosensor ekstrak protein diimobilisasi menggunakan agen pengikat silang glutaraldehid menghasilkan stabilitas elektroda lebih lama 2 kali lipat dibandingkan dengan tanpa glutaraldehid dengan sisa aktivitas 65%.

Glutaraldehid mengikat ekstrak protein sehingga posisi sisi aktif tidak berubah-ubah, hal ini menyebabkan kinerja ekstrak protein terhadap substrat menjadi lebih optimal. Pada penelitian sebelumnya stabilitas ekstrak protein dari

D. radiodurans yang diimobilisasi dengan nanopartikel zeolit mampu bertahan 8 jam dengan sisa aktivitas hingga 58,93% (Wijayanti 2014).Berdasarkan hasil grafik pada Gambar 8 dapat diamati bahwa memang terjadi penurunan arus antara dengan glutaraldehid dan tanpa glutaraldehid, disebabkan sifat dari enzim yang bereaksi dengan substrat menggunakan prinsip gembok kunci (key-lock). Saat sisi aktif permukaan enzim sudah terpakai maka akan menurunkan aktifitas enzim, namun proses imobilisasi mampu menyediakan sisi permukaan aktif enzim lebih efektif sehingga penurunan lebih bertahan lama dan sisa aktivitas berkurang lebih sedikit.

Gambar 6Stabilitas elektroda biosensor

Stabilitas ekstrak protein tidak hanya dipengaruhi oleh proses imobilisasi tetapi juga dipengaruhi oleh keberadan protein lain yang terdapat dalam ekstrak protein yaitu protease. Protease merupakan enzim yang dapat mendenaturasikan protein, sehingga dikhawatirkan adanya protease dapat merusak enzim superoksida dismutase di dalam ekstrak kasar protein. Hal ini yang menyebabkan masih rendahnya stabilitas ekstrak protein dibandingkan dengan penggunaan enzim murni SOD (Campanella et al. 2001; Kocabay et al. 2012). Penggunaan matriks CMC-gelatin-zeolit memberikan fungsi sebagai membran pembatas untuk

14

ekstrak protein yang mengandung SOD akan masuk ke dalam matriks sedangkan protease memiliki bobot molekul lebih besar akan tertahan.

Penentuan Parameter Analitik Elektroda

Pengaruh konsenstrasi xantina terhadap aktivitas ekstrak protein yang terimobilisasi dan tidak terimobilisasi, maka dilakukan pengukuran aktivitas dengan variasi konsenstrasi xantina dengan kisaran 0.1-1.0 mM pada kondisi optimum. Gambar 7 menunjukan hubungan konsentrasi xantina dengan aktivitas ekstrak protein yang diikat silang dengan glutaraldehid dan tanpa glutaraldehid.

Reaksi yang dikatalisis oleh enzim dengan berbagai konsenstrasi substrat mengalami 2 fase yaitu fase pertama jika konsentrasi substrat masih rendah, sisi aktif enzim tidak semuanya terikat pada substrat dan fase kedua jika konsentrasi substrat meningkat maka sisi aktif enzim akan terikat keseluruhan. Fase pertama pada konsenstrasi dibawah 0.8 mM, pada aktivitas optimum telah terjadi fase kedua yang selajutnya terjadi penurunan dikarenakan semua sisi aktif ekstrak protein telah terikat pada substrat. Aktivitas ekstrak protein pada EPK-CMC-G-Z-glutaraldehid lebih tinggi terhadap konsentrasi xantina dibandingkan dengan CMC-G-Z, hal ini disebabkan pada saat ekstrak protein diikat silang glutaraldehid bagian sisi aktif akan terjaga tetap pada elektroda pasta karbon dan dapat bekerja secara penuh terhadap substrat, sedangkan bagian sisi aktif ekstrak protein yang tanpa glutaraldehid akan tidak terjaga pada elektroda pasta karbon. Hasil pengukuran pada penelitian Trivadila (2011) bahwa maksimum aktivitas ekstrak protein D. radioduransyang langsung diteteskan pada EPK memberikan hasil konsentrasi substrat xantina 0.60 mM.

Gambar 7Hubungan aktivitas ekstrak protein dengan konsentrasi xantina Biosensor ekstrak protein D. radiodurans yang diimobilisasi pada CMC-G-Z dengan ikat silang glutaraldehid menghasilkan linieritas pengukuran sebesar 0.1 – 0.8 mM dan nilai r2 = 0.9905, dan tanpa glutaraldehid sebesar 0.1 – 0.8 mM dengan nilai r2 = 0.9861 seperti pada Gambar 8. Limit deteksi dan limit kuantisasi yang dihasilkan dengan adanya glutaraldehid yaitu 77.84 M dan 259.50 M sedangkan tanpa glutaraldehid yaitu 94.39 M dan 283.16 M.

15

Gambar 8Linieritas biosensor superoksida

Perbedaan linieritas ekstrak protein dengan imobilisasi CMC-gelatin-zeolit diikat silang glutaraldehid memberikan rentang linieritas lebih lebar dan arus lebih tinggi daripada tanpa glutaraldehid. Hal ini menunjukkan bahwa dengan terimobilisasinya ekstrak protein dapat meningkatkan aktivitas dari ekstrak protein. Pada table 3 penggunaan Clostridium difficile sebagai pengahasil Mn-SOD dengan menggunakan elektroda gelas karbon menghasilkan rentang pengukuran 135.2 – 1160 M dan limit deteksi 91.1 M (Ye et al. 2014). Kandungan dari mikroba yang lebih kompleks sehingga difusi antara protein yang diinginkan dengan substrat akan lebih lama dan sulit untuk membentuk reaksi katalitik (Mulchandani dan Rogers 1998). Perbedaan jenis elektroda tergantung dari sifat penghantar arus listrik yang digunakan juga dapat mempengaruhi hasil dari rentang pengukuran dan parameter analitik lainnya (Thandavan et al. 2013; Emregul et al. 2013). Limit deteksi memang lebih besar daripada Wijayanti (2014), namun untuk pengujian kapasitas antioksidan masih dapat digunakan.

Tabel 3Perbandingan parameter analitik biosensor bebasis mikroba

Parameter Analitik Penelitian ini Ye et al (2014) Wijayanti (2014) Rentang pengukuran 0.1- 0.8 mM 0.135-1.160 mM 0.001-0.007 mM

Linieritas 0.9905 - 0.9919

Limit deteksi 77.84 M 91.10 M 0.50 M Limit kuantisasi 259.50 M - - Stabilitas Elektroda 24 Jam (67%) - 8 Jam (59%)

16

Dokumen terkait