• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Bungkil Biji Jarak Pagar Hasil Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Bungkil Biji Jarak Pagar Hasil Fermentasi

Kandungan nutrien dan antinutrien BBJP sebelum dan sesudah fermentasi ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi BBJP Sebelum dan Sesudah Fermentasi

Komponen * Sebelum Fermentasi Setelah fermentasi

Bahan Kering (%) 88,82 95,24 Abu (%) 5,83 5,95 Protein (%) 18,40 19,78 Lemak (%) 20,62 16,96 Serat Kasar (%) 32,81 31,81 Beta-N (%) 4,36 21,60 Ca (%) 1,00 0,68 P (%) 0,99 0,35

Gross Energi (kkal/kg) 3893 3.984

Forboleter (µg/g)** 24,33 15,28 Tanin (%)** 0,13 0,01 Saponin (%)** 1,04 0,39 Antitripsin 6,17 1,85 Asam Fitat (%) ** 9,19 8,45 Aktivitas Tripsin inhibitor (%) ** 23,75 7,61

Sumber : Sumiati et al. (2008b)

* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB ** Hasil Analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

Fermentasi BBJP menggunakan Rhizopus oligosporus dapat menaikan bahan kering, protein dan BETN serta menurunkan zat antinutrisi yang ada pada BBJP yaitu, lemak kasar, forbolester, asam fitat dan antitripsin. Bahan BBJP juga dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein pengganti bungkil kedelai.

Jamur tempe merupakan merupakan jamur yang tergolong filum zygomycota, berkembangbiak dengan konjugasi gamet positif dan negatif membentuk zygosporangia melalui plasmogami dan karyagami, maupun berkembangbiak secara aseksual dengan spora. Daur hidup dimulai dengan pertumbuhan spora menjadi benang hifa yang bercabang membentuk miselium dan sporangium yang berisi spora. R. Oligodporus berlangsung melalui dua tahap yaitu pembengkakan dan penonjolan

22

 

keluar tabung kecambah. Kondisi optimal perkecambahan adalah pada suhu 42 ºC dan pH 4,0 (Dinda, 2008). R. oligosporus dapat meningkatkan nilai protein kedelai dengan cara mensintesis enzim protease selama proses fermentasi (Anshori,1989). Selain itu R. oligosporus juga mensintesis enzim lipase, poligalakturonase, endoseslulase, xilanase, arabinase, fitase dan rhizopus karboksil proteinase (Nout dan Rombouts, 1990).

R.oligosporus menghasilkan enzim fitase yang merupakan salah satu enzim yang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofostat. Enzim fitase merupakan salah satu enzim yang dapat membebaskan fospor organik dan suatu senyawa fosfat. Asam fitat merupakan zat anti gizi, menunjukkan sifat rakhitogenik yaitu sifat membentuk garam yang tidak larut jika berikatan dengan kalsium atau mineral lain, sehingga mineral-mineral tersebut tidak dapat diserap oleh dinding usus (Sopyan, 2003).

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kualitas Telur Ayam

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJPF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi berat telur ayam penelitian. Hasil ini disebabkan kunsumsi ransum yang tidak berbeda nyata. Pada perlakuan R0 ayam mengkonsumsi ransum sebanyak 79,15 g/e/hari, dengan berat telur 54,65±2,12 g dan R1 mengkonsumsi ransum sebanyak 72,90 g/e/hari, dengan berat telur 55,03±0,45 g, konsusi ransum R2 sebanyak 71,57 g/e/hari, dengan berat telur 52,83±3,23 g, dan R3 sebayak 71,20 g/e/hari dengan berat telur 53,04±2,47 g dan R4 70,35 g/e/hari dengan berat telur 53,14±2,42 g menghasilkan kualitas telur yang tidak berbeda nyata secara statistik. Berat telur pada penelitian tersebut dikategorikan ke dalam berat telur sedang yaitu antar 51-55 g (Standard Nasional Indonesia, 1995). Data Kualitas telur hasil penelitian dan konsumsi ransum selama penelitian disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Berat Kuning Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi berat kuning telur ayam penelitian. Kuning telur pada

23

 

penelitian ini antara 12,10-14,20 g/butir atau 22%-24% dari berat telur. Dilihat dari persentase kuning telur, pemberian BBJPF 7,5% sedikit menghambat biosintesis kuning telur, diduga sintesis lemak untuk pembentukan kuning telur terhambat. Menurut Amrullah (2003), telur-telur yang dihasilkan pada awal periode produksi memiliki persentase bobot kuning telur sebesar 22%-25% dari bobot total telur. Kuning telur disusun terutama oleh lemak dan protein, membentuk lipoprotein yang dua pertiga bagiannya adalah fraksi berkepadatan rendah dan diketahui disintesis oleh hati dengan kerja dari estrogen. Ukuran kuning telur lebih erat hubungannya dengan waktu yang diperlukan ova untuk masak (North dan Bell, 1990).

Tabel 7. Kualitas Telur Penelitian

Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Bobot Telur (g/butir) 54,65±2,12 55,03±0,45 52,83±3,23 53,04±2,47 53,14±2,42 Bobot Kuning Telur (g/butir) 13,20±0,85 14,20±3,80 12,52±0,72 12,85±0,88 12,59±0,49 % Bobot Kuning Telur 24,20±8,08 22,56±0,91 23,90±0,32 23,94±1,22 23,85±1,90 Bobot Putih Telur (g/butir) 34,55±1,79 34,87±2,66 34,60±2,38 34,50±0,74 34,04±2,74 % Bobot Putih Telur 63,22,±2,53 65,46±4,30 64,34±1,59 64,60±4,24 63,90±2,43 Bobot Kerabang Telur (g/butir) 6,11±0,31 5,77±0,17 5,67±0,26 5,91±0,16 5,56±0,27 % Bobot Kerabang telur 11,19±0,21 10,06±0,26 10,82±0,30 11,24±0,72 10,53±0,78 Tebal kerabang Telur(mm) 1,37±0,06 1,32±0,05 1,33±0,14 1,31±0,04 1,35±0,05 Score kuning Telur 10,59±1,28 11,57±0,49 11,21±1,05 11,18±0,33 9,30±0,75 HU 77,12±2,35 84,94±3,99 87,81±2,03 86,17±2,53 84,40±3,91

Keterangan: R0= ransum tanpa BBJP fermentasi, R1= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi, R2= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi + 200 g selulase/ton, R3= ransum mengandung 7,5% fermentasi BBJP + 200 g fitase/ton, dan R4= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi + 200g selulase/ton + 200 g fitase/ton. 1) aktifitas enzim selulase 8.000 unit/g, 2) aktivitas enzim fitase 10.000 unit/g.

24

 

Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Petelur Umur 18-24 Minggu

Peubah Umur (minggu) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Konsumsi (g/ekor/hari) 18 67,26 62,73 65,29 57,11 61,63 19 75,52 64,29 68,19 66,49 60,03 20 81,18 73,73 72,99 71,53 71,10 21 71,91 74,78 68,22 70,76 71,35 22 87,45 90,15 79,83 82,98 80,79 23 87,29 70,32 71,48 77,90 73,21 24 83,42 74,32 74,96 71,61 74,32 Rataan 79,15 72,90 71,57 71,20 70,35 Sumber : Sumiati et al. (2008b)

Berat Putih Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi berat putih telur ayam penelitian. Putih telur pada penelitian ini antara 63%-64%. Putih telur terdiri dari 4 fraksi : lapisan chalaziferous (lapisan kental dalam), lapisan kental encer dalam (inner thin layer), lapisan kental luar (firm gel-like layer) dan lapisan encer luar (outer thin layer). Putih telur biasanya berwarna sedikit kehijauan yang disebabkan oleh riboflavin (vitamin B2).  

Persentase total bobot putih telur dipengauhi oleh strain, umur ayam dan umur simpan telur. Rata-rata persentase bobot putih telur yaitu 56%-61%, sedangkan komponen utama putih telur adalah protein (Stadelman dan Cotteril, 1977). Menurut Yuwanta (2010), putih telur mengandung antitripsin (ovomucoid), aktivitas antibiotin (avidin) dan antibiotik (lisosom).

Putih telurtersusun atas sebagian besar air. Komponen utama bahan organik dalam putih telur adalah protein. Komponen lain yaitu karbohidrat dan mineral, sedangkan lipida sangat sedikit bahkan dapat dianggap tidak ada (Standard Nasional Indonesia, 1995).

Berat Kerabang Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim

25

 

selulase tidak mempengaruhi berat kerabang telur ayam penelitian. Persentase bobot kerabang telur hasil penelitian berkisar antara 10,46%-11,24% dengan rataan sebesar 10,61%. Menurut Bell dan Weaver (2002), persentase kerabang telur sekitar 10%-12% dari bobot telur. Menurut Yamamoto et al. (1997), kerabang telur terdiri dari lapisan kristal vertikal, lapisan palisade dan lapisan mamilari. Komponen kerabang telur ayam terdiri dari 95% zat anorganik, 3,3% protein dan 1,6% air. Zat anorganik utama adalah kalsium karbonat dan lainya yaitu fosfor, megnesium, besi dan belerang. Lapisan kristal terdiri dari kalsium dan megnesium karbonat. Menurut Wahju (1997), kerabang telur sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat, sehingga kalsium merupakan faktor yang menentukan pembentukkan kerabang telur.

Warna Kuning Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% yang disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase meningkatkan skor kuning telur ayam penelitian. Warna kuning telur berasal dari pigmen karoten dalam ransum dan setiap ayam memiliki kemampunan yang berbeda untuk mengubah pigmen karoten tersebut menjadi kuning telur (North dan Bell, 1990).

Haugh Unit

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi Haugh Unit telur ayam penelitian. Nilai HU merupakan satuan kualitas telur yang ditentukan berdasarkan hubungan logaritma pengukuran tinggi albumen dalam milimeter dan berat telur dalam gram (Wahju, 1997). Nilai HU tinggi diperoleh pada telur dengan albumin yang kental karena penentuan mutu telur dipengaruhi oleh derajat kekentalan dan struktur gel albumin. Nilai HU yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 77,12-87,81 dengan rataan sebesar 83,60 berarti telur yang dihasilkan termasuk kualitas AA (United State Departemen of Agriculture, 1999).

Analisis Usaha

Biaya pakan setiap perlakuan adalah sebagai berikut. R0= Rp 4.600,-/kg, RI=Rp 4.400,-/kg, R2=Rp 4.425,-/kg, R3=Rp 4.425,-/kg dan R4= Rp 4.450,-/kg.

26

 

Dari segi ekonomi, pakan RI dengan penambahan BBJPF 7,5% lebih ekonomis dibanding pakan perlakuan yang lain, menghemat biaya sampai Rp 200,-/kg dibandingkan pakan jadi dan bisa diterapkan ke peternak. Hal ini akan sangat membantu peternak dalam menekan biaya pakan.

27

 

Dokumen terkait