• Tidak ada hasil yang ditemukan

TICV Isolat Indonesia

Penyakit klorosis saat ini sudah ditemukan di Indonesia. Pertama kali ditemukan di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat (Hartono & Wijonarko 2007). Berdasarkan hasil survei Fitriasari (2010), penyakit klorosis telah ditemukan menyerang areal pertanaman tomat di daerah Bogor, Cianjur, dan Garut dengan persentase kejadian penyakit yang berbeda-beda.

Koleksi dan pengumpulan tanaman bergejala klorosis yang dilakukan di daerah Cipanas-Cianjur dan Cikajang-Garut Jawa Barat berhasil mendapatkan tanaman tomat yang terinfeksi TICV. Varietas tanaman tomat yang ditanam antara lain: Synta, Marta, dan Warani. Menurut pengamatan di lapangan, semua varietas yang ditanam oleh petani di Cikajang-Garut dan Cipanas dapat menunjukkan gejala klorosis akibat infeksi TICV. Hal ini menunjukkan bahwa varietas yang ditanam diwilayah tersebut rentan terhadap TICV. Selain varietas yang ditanam rentan, sistem pertanaman yang dilakukan oleh petani adalah monokultur, sehingga menyebabkan tingkat serangan TICV yang tinggi, karena sumber inokulumnya selalu ada.

Adanya serangga vektor TICV T. vaporariorum memperluas penyebaran virus ini dari satu tanaman ke tanaman yang lain.Populasi T. vaporariorum sangat tinggi pada musim kemarau sehingga penyebaran virus terjadi secara meluas dan merata pada pertanaman tomat, hal ini sesuai dengan penelitian Fitriasari (2010).

Korelasi antara penyebaran penyakit klorosis dengan populasi kutukebul

T. vaporariorum juga telah dibuktikan dalam penelitian Navas-Castillo et al. (2000) yang menyatakan bahwa tingkat kejadian penyakit klorosis di lapangan berkorelasi positif dengan tingkat populasi kutukebul. Budidaya tanaman tomat di Indonesia selalu mendapatkan cekaman infeksi TICV karena varietas tanaman yang ditanam rentan, sehingga petani terancam menanggung kerugian.

Gejala penyakit klorosis di lapangan ditunjukkan adanya warna kuning pada bagian tulang daun (interveinal yellowing) yang dimulai pada daun

24

terbawah, kemudian berkembang cepat secara merata ke daun-daun bagian atasnya (Gambar 4 A dan D). Pada serangan klorosis yang parah akan menyebabkan daun menjadi rapuh dan berubah warna menjadi ungu keabu-abuan (bronzing) (Gambar 4 E) dan lama kelamaan daun mengalami nekrotik (Gambar 4 B dan F). Hal ini menyebabkan proses fotosintesis terganggu sehingga ukuran buah mengecil dan mengakibatkan penurunan produksi (Gambar 4 C) (Wisler et al. 1998).

Walaupun gejala klorosis yang disebabkan TICV ini sangat khas pada tanaman tomat, namun pada kondisi lingkungan tertentu gejala klorosis mirip dengan gejala kekurangan unsur hara tertentu (Duffus et al. 1994). Selain sering dikacaukan dengan gejala kekurangan unsur hara tertentu, gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat di lapangan, juga dapat sama dengan gejala yang disebabkan oleh virus lain yang sering berasosiasi dengan TICV di lapangan. Virus ini adalah

Tomato chlorosis virus (ToCV) yang juga merupakan anggota dari genus

Crinivirus. Pada pengamatan di lapangan, ToCV juga telah ditemukan, akan tetapi gejala penyakit klorosis yang disebabkan oleh TICV maupun ToCV dilapangan tidak dapat dibedakan. Sehingga untuk memastikan penyebab penyakit klorosis pada tomat di lapangan dilakukan deteksi RT-PCR dengan primer yang spesifik. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang kemudian mengakibatkan kesalahan dalam tindakan pengendalian, maka diperlukan metode deteksi yang akurat.

Gambar 4 Gejala penyakit klorosis di lapangan, A dan D: interveinal yellowing, B dan F: nekrotik, C: produksi buah menurun, dan E: bronzing.

Gejala penyakit yang disebabkan oleh TICV maupun ToCV tidak dapat dibedakan (Dovas et al. 2002). Namun, jika dilakukan deteksi melalui deteksi molekuler dengan menggunakan metode RT-PCR, maka akan diperoleh hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian, setelah dilakukan amplifikasi, ternyata panjang fragmen DNA TICV lebih panjang daripada panjang fragmen DNA ToCV (Gambar 5). Deteksi RT-PCR menggunakan primer spesifik ToCV berhasil mendapatkan fragmen DNA ToCV yang berukuran 700 bp dan dengan primer spesifik TICV berhasil mendapatkan fragmen DNA TICV yang berukuran 792 bp (Gambar 5). Teknik RT-PCR merupakan modifikasi dari teknik PCR. Metode RT-PCR merupakan metode yang sangat sensitif karena dapat mendeteksi virus pada konsentrasi rendah (Ram et al. 2005).

A B C

26

Gambar 5 Deteksi RT-PCR TICV dan ToCV dengan primer spesifik pada tanaman tomat yang bergejala klorosis. Lajur M = 1kb DNA ladder (Fermentas), lajur 3 dan 6 = ToCV berukuran 700 bp, lajur 8 = TICV berukuran 792 bp.

Karakterisasi Gen CP-TICV Amplifikasi Gen CP-TICV

Gen CP-TICV isolat Cipanas (lajur 3 dan 4) dan Cikajang (lajur 2) berhasil diamplifikasi menggunakan sepasang primer spesifik TICV. Produk PCR berukuran 792 bp yang disajikan dalam Gambar 7, sesuai dengan hasil penelitian Orillio & Navas-Castillo (2009). Fragmen gen CP-TICV isolat Cipanas hasil PCR selanjutnya digunakan dalam perunutan nukleotida dan asam amino, serta digunakan untuk kloning dan ekspresi gen .

750 bp 1000 bp 792 bp M 1 2 3 4 5 6 5 M 1 2 3 4 6 7 8 792 bp 700 bp 5 M 1 2 3 4 6 7 8 792 bp 700 bp

Gambar 6 Amplifikasi Gen CP-TICV berhasil mendapatkan fragmen DNA yang berukuran sekitar 792 bp menggunakan pasangan primer spesifik terhadap daun tomat yang sakit dari Cipanas (lajur 3 dan 4)), dan Cikajang (lajur 2 dan 4). Lajur 1 adalah 1 kb DNA ladder (Fermentas).

Metode deteksi virus yang akurat dan banyak dikembangkan saat ini adalah berdasarkan pendekatan molekuler. Teknik PCR merupakan cara cepat untuk mengamplifikasi DNA secara invitro. Identifikasi virus dengan teknik PCR didasarkan pada sifat primer yang spesifik (Sambrook et al. 1989).

Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV

Hasil perunutan menunjukkan kualitas yang sangat baik dan tidak ada

sequencing error berdasarkan analisis alignment two sequences

(http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/). Analisis kekerabatan TICV isolat Indonesia yang dibandingkan dengan empat sikuen gen CP-TICV pada Genbank

(http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/) menunjukkan hubungan tingkat kesamaan yang tinggi (99-100%) (Tabel 1). Isolat TICV Indonesia memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan isolat lainnya dari beberapa negara. Isolat TICV Indonesia memiliki kesamaan dan dapat dikatakan merupakan strain yang sama dengan isolat Spanyol (100%). Jika dibandingkan dengan tiga isolat lainnya yaitu isolat Amerika Utara, Perancis dan California tingkat kesamaan juga masih sangat tinggi (99%). Fauquet et al. (2005) menyatakan bahwa apabila terdapat persamaan runutan nukleotida dari gen CP antara satu virus dengan virus yang lain dengan nilai lebih dari 90%, maka virus-virus tersebut merupakan spesies virus yang sama. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa isolat virus yang menyerang sejumlah pertanaman tomat di beberapa negara termasuk Indonesia adalah spesies yang sama. Homologi yang tinggi menunjukkan bahwa runutan CP-TICV isolat Indonesia dan negara lain masih conserved dan terdapat kemungkinan bahwa isolat-isolat TICV dari berbagai negara mempunyai epitope yang relatif homogen, sehingga antiserum yang dihasilkan akan dapat mendeteksi seluruh isolat tersebut.

Hasil alignment menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan runutan nukleotida dengan isolat Spanyol (Gambar 7). Alignment nukleotida

28

menunjukkan tidak terjadi mutasi pada isolat TICV Indonesia jika dibandingkan dengan isolat Spanyol. Perbedaan runutan hanya terjadi dengan tiga isolat lainnya (Amerika Utara, Perancis, dan Caifornia) (Gambar 7). Terjemahan sikuen nukleotida ke asam amino antara semua sikuen menunjukkan bahwa TICV Indonesia hanya mempunyai perbedaan dua asam amino (posisi ke-10 dan ke-69) dengan TICV asal California (kesamaan 99.2%) sedangkan dengan isolat lainnya tidak terjadi perbedaan (kesamaan 100%) (Gambar 8) dan (Tabel 2). Dengan demikian terjadi mutasi tak bermakna pada isolat USA Amerika Utara dan Isolat Perancis karena mutasi nukleotida yang terjadi pada triplet kodon tidak menyebabkan perubahan pada asam amino.

Tabel 1 Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara berdasarkan perunutan nukleotida

Asal Isolat No Aksesi

Tingkat Kesamaan (%)

Indonesia Amerika

Utara Spanyol Perancis California

Indonesia - - Amerika Utara FJ542306 99 - Spanyol FJ542305 100 99 - Perancis EU625351 99 99 99 - California FJ815441 99 99 99 99 - TICVIndonesia 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTGAACTCT TICVSpanyol 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTGAACTCT TICVAmerut 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTAAACTCT TICVPerancis 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTATGATGAAACTAACACCAGTCGTGTAAACTCT

TICVCalifornia 1 ATGGAAAACTTATCTGGTAATGCAAACTTTGATGAAACTAACACCAGTCGTGTAAACTCT

TICVIndonesia 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVSpanyol 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVAmerut 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVPerancis 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVCalifornia 61 GATGGAATTGGAAGTCACATGGAGCATGATGATGATGACAGGTCAGTCAACGGACCTCCA TICVIndonesia 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVSpanyol 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVAmerut 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVPerancis 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVCalifornia 121 AGTGATGAGATAAACAATCATACTACGAGATCTGTTCATGGTAGAGATCACACGTCAGGT TICVIndonesia 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAAGTCAGTAGACCG TICVSpanyol 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAAGTCAGTAGACCG TICVAmerut 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAGGTCAGTAGACCG TICVPerancis 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAATAGAATTATGGTCAAGGTCAGTAGACCG TICVCalifornia 181 AATATAGGAGATTACTCAAAAGCTGACTTGAGTAGAATTATGGTCAAGGTCAGTAGACCG TICVIndonesia 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVSpanyol 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVAmerut 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVPerancis 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVCalifornia 241 GATGCTATGAGTGAATCCGATAGTAACTTGTATAAAGAGGTGATTGTTGAATATCTGAAA TICVIndonesia 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVSpanyol 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA

TICVAmerut 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVPerancis 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVCalifornia 301 AACAATTGTACTGGAGGTGCGGAACCGGATAAAGTTTTAGTGGTTGCATTTTTTGTTGCA TICVIndonesia 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVSpanyol 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVAmerut 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVPerancis 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVCalifornia 361 CTATGTCAGTATGCTCTCAACTCTGGCACTTCGGTTAAAGCAATAAGTGACAGGACTGTG TICVIndonesia 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVSpanyol 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVAmerut 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVPerancis 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVCalifornia 421 GATTTGAGTTTTGGGTATGACAATCAAAAATATACAGTTAAAGCGGGACATTTTTTATCA TICVIndonesia 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVSpanyol 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVAmerut 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVPerancis 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGATTCATGCGATCTAGT TICVCalifornia 481 TATGCTCAATCTAGAACGTCAGGTCACCCAAACGCTCTAAGGAGGTTCATGCGATCTAGT TICVIndonesia 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVSpanyol 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVAmerut 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVPerancis 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVCalifornia 541 CTGGAAACAGTTAAACAACTACAAGATGTTGGGCTGATATATTCTAATGGAGTCGTGGCC TICVIndonesia 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVSpanyol 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVAmerut 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVPerancis 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVCalifornia 601 GCGAAACATGGGGTTGTGAAAGAATTCAGAAACAGCTATGCAGACTTTGACACTGGTCAT TICVIndonesia 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVSpanyol 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVAmerut 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVPerancis 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVCalifornia 661 CTAGACAGAATGTCTAACGACGATCTGGCTGCGTTGATGTTAGCTAAATGTCATGCATTG TICVIndonesia 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVSpanyol 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVAmerut 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVPerancis 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVCalifornia 721 AAGAAATCCGAAGGTAATAGTAGAACTATATACAATACGGTGCAATTGGCTGATATGAAA TICVIndonesia 781 CACCCATGCTAA TICVSpanyol 781 CACCCATGCTAA TICVAmerut 781 CACCCATGCTAA TICVPerancis 781 CACCCATGCTAA TICVCalifornia 781 CACCCATGCTAA

Gambar 7 Hasil Alignment nukleotida antara gen CP-TICV- Indonesia dengan TICV yang terdapat pada Genbank. Basa dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, basa dengan latar belakang warna berbeda menunjukkan ketidaksamaan runutan. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program Clustal W.

30

Tabel 2 Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara berdasarkan perunutan asam amino

Asal Isolat No Aksesi Tingkat kesamaan (%) Indonesia Spanyol Amerika

Utara Perancis California

Indonesia - - Spanyol FJ542306 100 - Amerika Utara FJ542305 100 100 - Perancis EU625351 100 100 100 - California FJ815441 99,2 99,2 99,2 99,2 - TICVindonesia 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG TICVSpanyol 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG TICVAmerut 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG TICVPerancis 1 MENLSGNANYDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG TICVCalifornia 1 MENLSGNANFDETNTSRVNSDGIGSHMEHDDDDRSVNGPPSDEINNHTTRSVHGRDHTSG TICVindonesia 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVSpanyol 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVAmerut 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA TICVPerancis 61 NIGDYSKADLNRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA

TICVCalifornia 61 NIGDYSKADLSRIMVKVSRPDAMSESDSNLYKEVIVEYLKNNCTGGAEPDKVLVVAFFVA

TICVindonesia 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVSpanyol 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVAmerut 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVPerancis 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVCalifornia 121 LCQYALNSGTSVKAISDRTVDLSFGYDNQKYTVKAGHFLSYAQSRTSGHPNALRRFMRSS TICVindonesia 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVSpanyol 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVAmerut 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVPerancis 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVCalifornia 181 LETVKQLQDVGLIYSNGVVAAKHGVVKEFRNSYADFDTGHLDRMSNDDLAALMLAKCHAL TICVindonesia 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVSpanyol 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVAmerut 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVPerancis 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC TICVCalifornia 241 KKSEGNSRTIYNTVQLADMKHPC

Gambar 8 Hasil Alignment asam amino antara CP-TICV- Indonesia dengan TICV yang terdapat pada Genbank. Asam amino dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, asam amino dengan latar belakang warna berbeda menunjukkan ketidaksamaan runutan. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program Clustal W.

(A) TICVSP5131 TICVCA TICVCP TICVCA4 TICVINA 0.0002 (B)

Gambar 9 Pohon filogenetika berdasarkan runutan nukleotida (A) dan asam amino (B) gen CP-TICV isolat Indonesia. Dianalisis berdasarkan metode neighbor-joining menggunakan software Mega 4 dalam paket program PHYLIP. Garis pada bagian bawah melambangkan perubahan nukleotida per situs.

Hasil analisis filogenetika berdasarkan runutan nukleotida memperlihatkan

TICV isolat Indonesia sangat dekat dengan isolat Spanyol dan mengelompok dalam satu kelompok utama dengan tiga isolat lainnya (Amerika Utara, Perancis, dan Caifornia) (Gambar 9 A dan B). Tidak terdapat perbedaan pengelompokkan antara hasil runutan asam amino. Perbedaan terjauh dalam kelompok terjadi antara isolat Indonesia dan isolat California yang menegaskan kesamaan hasil antara tingkat kesamaan (Tabel 2) dan alignment nukleotida dan asam amino (Gambar 7 dan 8).

TICV Spanyol

TICV USA (Amerika Utara) TICV Perancis

TICV USA (California) TICV Indonesia

32

Ekspresi Gen CP-TICV pada E. Coli

Konfirmasi Transforman

Plasmid rekombinan pET21b-CP yang membawa gen CP-TICV berhasil dikonstruksi dengan menyisipkan gen tersebut pada situs pemotongan

BamHI/HindIII. Hasil pemotongan plasmid rekombinan pET21b-CP dengan

BamHI/HindIII menghasilkan 2 band berukuran 5400 bp dan 792 bp yang masing-masing adalah vektor dan gen CP TICV (Gambar 10). Gen CP-TICV disisipkan pada vektor ekspresi pET-21b diantara start kodon segera setelah T7 promotor dan 6xhis-tag sebelum stop kodon. Fusi 6xhis ke dalam protein target berfungsi untuk proses purifikasi dan deteksi protein rekombinan yang diekspresikan. Klon E.coli strain BL21(DE3)pLySs yang positif membawa plasmid rekombinan telah berhasil diseleksi dengan PCR (Gambar 10). Satu band tunggal dengan ukuran 792 bp berhasil diamplifikasi dari koloni tunggal klon rekombinan dengan primer TICV–CP F-BamHI no ATG dan TICV–CP R-

HindIII.

A B

Gambar 10 Hasil elektroforesis pada 1% gel agarose dari (A) pemotongan plasmid rekombinan pET21b-CP dengan enzim restriksi BamHI dan

HindIII. Lajur 1 : 1 kb DNA ladder (Gibco), lajur 2 : pET21b-CP yang tidak dipotong, lajur 3 : pET-21 CP yang dipotong dan (B) hasil PCR terhadap koloni tunggal E. coli rekombinan yang membawa plasmid pET21b-CP. Lajur 1-5 : koloni PCR pET-21b-CP dengan primer spesifik TICV–CP F-BamHI no ATG dan TICV–CP R-HindIII, lajur 6 : 1 kb DNA ladder (Gibco).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi antara lain: jenis plasmid yang digunakan, suhu, jumlah dan ukuran DNA, lama perlakuan, adanya enzim nuclease pada sel inang, lama dan cara pemberian kejutan panas, derajat panas, kekuatan ion, konformasi dan konsentrasi DNA (Glick & Pasternak 2003). 3000 bp 5000 bp 5400 bp 1 2 3 1 2 3 4 5 6 1000 500 bp 792 bp

Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli strain BL21(DE3)pLysS

Ekspresi gen merupakan proses transformasi informasi genetik melalui transkripsi dan translasi, untuk pembentukan protein (Jusuf 2009). Sistem pengekspresian pET berada dibawah kendali promoter T7 dari bakteriofage yang sangat kuat. Hal ini berarti hanya dalam waktu yang singkat saja dapat dihasilkan jumlah kopi protein yang banyak. Aktivitas operon lac dapat diinduksi dengan adanya laktosa dalam media tumbuh. Dalam transformasi, induksi operon lac dilakukan oleh IPTG. IPTG berperan sebagai induser sistem kloning yang terlibat dalam ekspresi lacZ pada plasmid pET-21-CP (Hogg 2005).

Menurut Jusuf (2009), kehadiran laktosa pada media tumbuh akan mendorong terjadinya ekspresi operon laktosa atau sintesis ß-galaktosidase. Kehadiran laktosa mampu melepaskan protein regulator dari promoter agar terjadi ekspresi gen lacZ untuk menghasilkan ß-galaktosidase. Dalam sistem regulasi ini laktosa diambil oleh bakteri dapat berinteraksi dengan protein regulator dan asosiasi yang akan mengubah konfigurasi molekul protein regulator. Perubahan konfigurasi pada protein represor menyebabkan protein tersebut menjadi tidak mampu berasosiasi dengan operator. Dengan tidak adanya inhibitor pada promoter maka transkriptase menjadi tidak terhalang untuk melakukan inisiasi transkripsi, dan terjadi ekspresi gen-gen pada operon laktosa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi gen CP-TICV antara lain: waktu inkubasi, konsentrasi IPTG, dan suhu inkubasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu inkubasi yang optimum untuk ekspresi CP-TICV adalah semalam (overnight). Konsentrasi IPTG 1mM merupakan konsentrasi yang optimum untuk ekspresi CP-TICV, sedangkan suhu inkubasi yang optimum adalah 37 °C (Gambar 11).

Pertumbuhan bakteri yang cepat dalam media ekspresi tidak selalu berkorelasi dengan ekspresi gen yang optimum. Optimasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil ekspresi yang bagus (over expression).

34

Gambar 11 Optimasi ekspresi protein CP TICV pada beberapa suhu ( 20 °C (A), 30 °C (B), dan 37 °C (C) dengan konsentrasi IPTG 1 mM dan waktu inkubasi semalam. Un : tidak diinduksi, In : diinduksi dengan IPTG, MW : berat molekul protein (kDa) (Fermentas).

E. coli adalah salah satu inang yang digunakan untuk mengekspresikan protein rekombinan. E. coli paling baik digunakan untuk ekspresi protein intraseluler yang relatif kecil dan tidak memerlukan modifikasi pascatranslasi (posttranslational modification). Protein diekspresikan dengan bantuan vektor plasmid untuk ekspresi, yang dapat diinduksi dengan pemberian IPTG (yang akan melepas represi promoter) untuk menghasilkan ekspresi dalam jumlah tinggi sebelum kemudian dipurifikasi. Melekatkan protein tertentu pada molekul lain, misalnya ß-galaktosidase kadang-kadang dapat lebih menstabilkan protein, yang jika tidak dilekatkan mungkin akan terdegradasi dalam E.coli. Salah satu keuntungan sistem ekspresi pada E. coli adalah mudah untuk melakukan manipulasi DNA rekombinan dan proses seleksi dan ekspresi nya cepat. Kerugiannya adalah ketidakmampuan untuk melakukan prosesing kompleks seperti glikosilasi, dan ada beberapa protein yang bersifat toksik pada inang, selain itu protein besar biasanya tidak diproduksi atau tidak terlipat (folding) dengan efisien (Novagen 2003).

Protein rekombinan yang terekspresi ditranslokasikan ke dalam membran periplasma (Novagen 2003). Ekstraksi protein dalam membran periplasma dilakukan dengan buffer fosfat yang mengandung urea. Hasil analisis dengan SDS-PAGE menunjukkan over ekpresi gen CP-TICV dalam sistem ekspresi pET21b(+) (Gambar 11 C dan 12). Pita protein berukuran 29 kDa yang diduga

In Un In Un MW

A B C

sebagai CP TICV terdeteksi pada klon yang diinduksi dengan IPTG dibanding klon yang tidak diinduksi. Hal ini menunjukkan bahwa gen CP TICV telah berhasil diekspresikan dalam pET21b(+) dengan E. coli strain BL21(DE3)pLySs.

Gambar 12 Analisis SDS-PAGE ekspresi CP-TICV pada bakteri E. coli strain BL21(DE3)pLysS yang mengandung pET-21b-CP pada pelet dan supernatan baik yang diinduksi (In) semalam dengan IPTG 1mM pada suhu 37 °C , dan tidak diinduksi (Un), MW: berat molekul protein (kDa) (Fermentas).

Purifikasi CP-TICV dengan NiNTA Spin Column

Purifikasi protein rekombinan dilakukan dengan NiNTA spin column yang mengandung his-trap di dalam resinnya. Protein CP-TICV rekombinan yang mengandung 6xhistag pada ujung N runutan asam aminonya dapat diikat oleh his- trap, sedangkan protein lainnya akan terlepas. Setelah melalui proses pencucian, protein rekombinan dalam his-trap dilepaskan dengan menggunakan buffer E (8M urea, 0.1 M NaH2PO4, 0. 01 Tris-Cl pH 4.5) sehingga didapatkan protein

rekombinan murni yang berukuran sekitar 29 kDa (Gambar 15).

Urutan DNA yang menetapkan serangkaian enam sampai sembilan residu histidin (His) sering digunakan dalam vektor untuk produksi protein rekombinan. Hasilnya adalah ekspresi protein rekombinan dengan 6xHis atau poli His-tag yang digabung pada N atau C terminal. Ekspresi protein His-tag dapat dimurnikan dan dideteksi dengan mudah karena benang atau ikatan residu histidin mengikat untuk beberapa tipe atau jenis ion logam seperti Ni, Cu, dan Co di bawah kondisi bufer tertentu. Selain itu anti His-tag antibodi tersedia secara komersial untuk

In Un In Un MW 45 35 25 14.4 In Un In Un Pelet Supernatan

36

digunakan dalam metode pengujian yang melibatkan protein His-tag (Thermo 2011).

Gambar 13 Analisis sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis

(SDS-PAGE) protein-protein yang diekstraksi dari E. coli

BL21(DE3)pLySs tanpa diinduksi (Un), diinduksi IPTG (In), setelah proses

flow through dalam purifikasi menggunakan NiNTA spin column, setelah dicuci dengan buffer C (W), hasil elusi (E), dan MW: Marker protein (Fermentas). Un In FT W E MW 25 45 14.4 35 29 kDa

KESIMPULAN

Deteksi penyakit klorosis yang disebabkan oleh TICV dengan teknik RT- PCR menggunakan primer spesifik telah berhasil dilakukan. Gen CP-TICV isolat Indonesia (Cipanas) berhasil dikarakterisasi dan diketahui berukuran 792 bp serta mempunyai nilai homologi tinggi (99-100%) dengan TICV isolat dari negara lain. Ekspresi gen CP-TICV berhasil dilakukan pada E. coli dengan menginduksinya menggunakan IPTG 1 mM dan protein CP-TICV (berukuran 29 kDa) berhasil dipurifikasi dengan NiNTA spin column.

Dokumen terkait