• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Bahan Baku

Karakterisasi dilakukan terhadap akar wangi yang telah kering meliputi kadar air dan kadar minyak yang dilakukan sebelum proses penyulingan. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air dan kandungan minyak yang terdapat dalam bahan sebelum proses penyulingan. Hasil karakterisasi bahan baku akar wangi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar air dan kadar minyak bahan baku akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt)

Sebelum pengeringan, kadar air akar wangi 42.5%. Akar wangi dikeringkan selama ± 6 jam menggunakan tenaga matahari, kadar air bahan baru mencapai 19 %. Nilai tersebut belum memenuhi syarat untuk disuling. Menurut Guenther (1947) kandungan air yang tinggi pada bahan akan mengakibatkan penyulingan menjadi tidak sempurna. Oleh karena itu pengeringan dilanjutkan kembali selama ± 3 jam, kadar air yang dihasilkan berkisar antara 8.30% - 10.75%. Nilai ini menunjukkan bahwa akar wangi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan kadar air akar wangi yang umum digunakan masyarakat dengan kondisi kering panen atau sebesar 42%, sedangkan yang memakai bahan baku akar wangi kering jemur hingga kadar air 15% hanya sebagian kecil agroindustri saja (Indrawanto 2006).

Penggunaan akar wangi Pada berbagai perlakuan

Kadar Air (% bb) Kadar Minyak (% bb)

Tekanan uap konstan (bar):

1 10.00 3.80

2 8.42 3.47

3 8.33 3.07

Laju alir uap air konstan (l/jam/kg bahan):

1 10.75 3.10

1.5 10.00 3.00

2 9.38 3.22

Laju alir uap bertahap (l/jam/kg bahan) :

Rusli (1985) juga menyatakan bahwa minyak yang dihasilkan dari akar tanpa dikeringkan terlebih dahulu menghasilkan rendemen yang lebih rendah daripada akar yang telah dikeringkan. Pada kondisi akar wangi kering angin hanya menghasilkan rendemen sebesar 0.42% (Indrawanto 2006). Sedangkan rendemen akar wangi kering jemur sebesar 1.6%-2.1% (Rusli 1985) dan 1.0%-1.12% (Suryatmi 2006).

Nilai hasil analisa kadar minyak pada Tabel 4 menunjukkan persentase kadar minyak rata-rata yang terkandung di dalam akar wangi yang digunakan pada penelitian ini sebesar 3.28%. Perbedaan karakteristik bahan baku minyak atsiri sangat tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman sebelum dipanen, tempat tumbuh, dan penyimpanan bahan baku itu sendiri (Sutedjo 1990, dalam Wibowo et al. 2008).

Penelitian Pendahuluan

Kinerja Proses Penyulingan

Suhu dalam ketel suling meningkat secara bertahap mulai dari saat uap dimasukkan, semakin tinggi tekanan semakin tinggi pula suhu yang dihasilkan. Suhu rata-rata ketel suling adalah 99.40 ºC pada tekanan 1 bar, 119.85 ºC (2 bar) dan pada tekanan 3 barsuhu mencapai 132.55 ºC. Dengan adanya uap panas yang masuk kedalam ketel suling akan menghasilkan uap campuran yang terdiri dari uap air dan uap minyak atsiri. Campuran uap tersebut mengalir melalui pipa menuju kondensor dan uap tersebut mengalami proses pengembunan dalam kondensor. Distilat keluar dari kondensor menuju pemisah minyak (separator)

dan minyak akan terpisah dari air. Kondisi operasi dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5 terlihat semakin tinggi tekanan uap yang digunakan semakin besar laju alir air pendingin yang digunakan, hal ini berhubungan dengan energi panas yang dilepaskan semakin besar pada tekanan uap yang tinggi. Pada laju alir air pendingin yang besar energi yang diserap air pendingin menurun dan efisiensi kondensorpun menurun (Tabel 7), namun efisiensi kondensor masih sangat tinggi. Suhu destilat rata-rata yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini adalah 28.09 sampai 28.49 ºC dengan suhu air keluar kondensor 48.11 sampai 55.53 ºC, dengan demikian dapat dikatakan kondensor cukup baik. Suhu destilat diusahakan

serendah mungkin, karena suhu destilat mempengaruhi mutu (warna) minyak hasil penyulingan. Suhu destilat sangat ditentukan oleh kemampuan kondensor untuk mendinginkan uap yang dihasilkan dari proses penyulingan. Menurut Guenther (1947), kondensor dikatakan baik jika suhu destilat yang dihasilkan sekitar 30 ºC dan suhu air yang keluar dari kondensor maksimal 80 ºC.

Tabel 5. Kondisi operasi penyulingan dengan tekanan konstan Distilat

Tekanan Uap (bar )

Suhu ketel

(ºC) Laju alir uap air (l/jam/kg bahan) Suhu distilat rata-rata (ºC) Laju air pendingin rata-rata (l/jam) Suhu air keluar kondensor rata-rata (ºC) 1 99.40 2.66 28.49 75.93 51.97 2 119.85 2.89 28.44 207.58 55.53 3 132.55 2.44 28.09 304.70 48.11

Volume dan Recovery Minyak Akar Wangi pada Penyulingan dengan Tekanan Konstan

Semakin tinggi tekanan uap semakin tinggi konsumsi energi dan akan mempengaruhi volume dan recovery minyak yang dihasilkan. Semakin tinggi

energi yang digunakan semakin tiggi volume dan recovery minyak yang diperoleh. Tingginnya energi disebabkan karena kenaikan suhu yang semakin tinggi dalam ketel, suhu tinggi akan berpenetrasi kedalam bahan secara lebih efektif dan mempercepat proses difusi. Volume dan recovery minyak yang

dihasilkan untuk penyulingan selama 9 jam pada tekanan konstan dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan konsumsi energi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Pengaruh tekanan uap terhadap volume dan recovery minyak

Tekanan Uap (bar) Volume Minyak (ml) Recovery Minyak (%) 1 96.50 78.31 2 101.30 88.88 3 125.15 90.37

Recovery minyak akar wangi pada penyulingan dengan menggunakan

sejumlah minyak yang belum tersuling. Minyak akar wangi yang terdapat dalam bahan masih dapat diperoleh dengan menambahkan waktu penyulingan. Dengan demikian pengugunaan tekanan 1 bar tidak efektif, sedangkan penyulingan dengan menggunakan tekanan 2 dan 3 bar sangat efektif menghasilkan recovery minyak yaitu sebesar 88.88% dan 90.37%. Menurut Guenther (1990), semakin tinggi tekanan yang digunakan maka akan meningkatkan jumlah minyak yang dihasilkan, peningkatan tekanan diakibatkan oleh adanya kenaikan suhu. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat proses difusi.

Efisiensi Peralatan Penyulingan

Dari hasil perhitungan efisiensi peralatan penyulingan akar wangi dengan menggunakan tekanan 1, 2 dan 3 bar turut-turut ; efisiensi ketel suling (distilator) rata-rata adalah 96.26 %; 96.77%; 99.13%, efisiensi kondensor rata-rata adalah 97.51%; 81.89%; 89.87%. Hasil perhitungan energi dan efisiensi peralatan dapat dilihat pada Tabel 7, perhitungan efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Semakin besar tekanan yang digunakan semakin besar efisiensi ketel suling sehingga mengahsilkan recovery minyak yang cukup tinggi. Efisiensi kondensor menurun seiring dengan peningkatan tekanan, proses kondensasi uap campuran minyak sangat baik, ini terlihat dari efisiensi kondensor yang tinggi. Tabel 7. Hasil perhitungan efisiensi peralatan dan energi spesifik pada penyulingan

minyak akar wangi dengan tekanan konstan.

Boiler Ketel Suling Kondensor

Tekanan Uap (bar) Energi Steam (MJ) QD (MJ) ηD (%) QL (MJ) ηK (%) Energi Spesifik MJ/Kg minyak akar wangi 1 227.42 218.90 96.25 213.46 97.51 2 356.64 2 228.15 220.77 96.77 180.78 81.89 2 469.19 3 495.77 491.45 99.13 441.69 89.87 4 582.00

Konsumsi energi untuk satu kali penyu-lingan dengan menggunakan tekanan 1, 2 dan 3 bar berkisar antara 2 356.64 - 4 582.00 MJ/kg minyak akar wangi. Konsumsi energi untuk satu kali penyulingan pada skala IKM dengan lama penyulingan 24 jam adalah 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi di konversi dari 450 liter minyak tanah dan konsumsi energi dengan lama penyulingan 10-12 jam adalah 1 784.956 MJ/kg akar wangi (250 liter).

Membandingkan konsumsi energi hasil penelitian dengan penyulingan skala IKM dengan lama penyulingan 24 jam maka penyulingan dengan tekanan 1 dan 2 bar dapat menghemat energi sebesar 11.98% dan 7.78% sedangkan pada tekanan 3 bar penghematan energi tidak dapat dilakukan namun rendemen yang dihasilkan sangat tinggi yaitu 3.17% dari skala IKM yaitu 1.2% dan menghemat waktu 11 jam. Penghematan energipun tidak dapat dilakukan bila bandingkan dengan penyulingan selama 10-12 jam, namun dari segi mutu, rendemen, dan waktu, penyulingan dengan tekanan 1, 2 dan 3 bar lebih unggul terutama warna tidak gelap dan tidak berbau gosong seperti yang dihasilkan pada penyulingan skala IKM.

Penelitian Utama

Kinerja Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air Secara Bertahap

Pada penelitian utama kondisi operasi tiap perlakuan berbeda dengan perlakuan tekanan konstan, perbedaan terlihat dari laju alir uap air dan suhu ketel sedangkan kondisi yang lainnya seperti suhu distilat, suhu air pendingin dan laju air pendingin tetap dipertahankan. Pada penelitian ini penggunaan laju alir uap air disesuakan dengan perlakuan. Laju alir uap air dapat diatur disebabkan adanya

pressure reducing valve (PRV). Untuk mendapatkan laju alir uap air sesuai

kebutuhan yaitu dengan cara membuka valve yang terletak pada pipa penghubung ketel-kondensor.

Peningkatan tekanan mengakibatkan suhu proses tinggi dan berimplikasi pada tingginya suhu dalam ketel suling. Pada tekanan 3 bar suhu ketel pada semua perlakuan mencapai 135 ºC (Tabel 8). Dengan tingginya suhu maka proses difusi berjalan lebih cepat sehingga minyak dapat terekstrak lebih mudah. Semakin besar laju alir uap air, semakin besar pemakaian uap air (Tabel 9) sehingga semakin cepat uap air bergerak menembus tumpukan bahan yang padat. Uap dapat berpenetrasi ke dalam bahan secara merata, hal ini ditandai dengan tidak terdapat area bahan yang masih kering setelah proses penyulingan. Menurut Guenther (1947) uap dengan laju alir tinggi menyebabkan perbedaaan tekanan dalam ketel suling sehingga uap mencegah stagnasi bagian yang padat dari bahan dalam ketel.

Tabel 8. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap suhu ketel suling Suhu Ketel Suling (ºC) Laju alir uap air

(l/j/kg bahan) 2 bar 2.5 bar 3 bar

Laju alir uap air konstan :

1 125.71 129.87 135.61

1.5 122.13 127.54 135.19

2 122.42 129.18 135.07

Laju alir uap air bertahap:

(1, 1.5, 2) 123.27 130.18 135.25

Pengaruh Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air terhadap Laju Keluar Minyak dan Recovery Minyak

Peningkatan Tekanan Uap Bertahap dan Laju Alir Uap Air Konstan Sample minyak diambil berdasarkan fraksi, fraksi 1 (F1) adalah pada tekanan 2 bar, fraksi 2 (F2) pada tekanan 2.5 bar dan fraksi 3 (F3) pada tekanan 3 bar. Volume minyak tersuling dapat dilihat pada Gambar 5.

Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa penggunaan laju alir uap air 2 liter/jam/kg bahan pada F1 menghasilkan minyak yang tertinggi. Hal ini disebabkan uap dapat berpenetrasi kedalam bahan secara merata sehingga proses ekstraksi berjalan sempurna. Pada tekanan 2.5 bar, penggunaan laju alir uap air yang sama masih menghasilkan jumlah minyak yang banyak. Namun saat tekanan dinaikkan menjadi 3 bar, minyak yang dihasilkan sangat sedikit. Hal ini diduga minyak yang terkandung dalam bahan telah semakin berkurang dan hampir habis.

Gambar 5. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan (F1= tekanan 2 bar, jam ke 0- 2; F2 = tekanan 2 bar, jam ke 3 – 5; F3 = tekanan 3 bar, jam ke 6 – 9)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 F1 F2 F3 Fraksi V o lu m e M in y a k ( m l)

Laju uap 1 l/jam/kg bahan Laju uap 1,5 l/jam/kg bahan Laju uap 2 l/jam/bahan

Proses perajangan bahan sebelum diolah sangat membantu terjadinya proses difusi minyak. Bahan tersebut dapat dimasukkan dengan merata kedalam ketel suling dan uap menembus lebih merata, kerapatan bahan sangat mempengaruhi kemampuan uap berpenetrasi ke dalam bahan. Kerapatan pengisian bahan yang tidak merata menyebabkan terjadinya jalur uap (rat hole).

Jalur uap tersebut dapat menyebabkan loss uap sehingga uap air tidak dapat

mengikat minyak dari jaringan/kantung minyak tanaman. Pada Gambar 6 terlihat bahwa, semakin tinggi laju uap air semakin besar tingkat recovery minyak.

0 20 40 60 80 100 1 2 2

Laju alir uap air (l/j/k g bahan)

R ec o ve ry M in y a k (% ) 1.5

Gambar 6. Recovery minyak akar wangi pada tekanan bertahap dan laju

alir uap air konstan.

Penggunaan laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan menghasilkan recovery

minyak 90.42%, dengan demikian sebagian besar minyak dari potensi minyak yang ada telah terekstrak sedangkan perlakuan lainya dengan lama penyulingan yang sama belum dapat mengekstrak minyak dengan sempurna, recovery minyak

yang diperoleh pada laju alir uap air 1 dan 1.5 l/jam/kg bahan adalah 73.03% dan 83.05 %.

Peningkatan Tekanan dan laju Alir Uap Air Bertahap

Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa volume minyak tersuling pada fraksi 1 (F1) masih sedikit dan pada fraksi 2 (F2) meningkat dan mulai menurun sedikit dan pada fraksi ke-3. Hal ini berbeda dengan penyulingan pada peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan, volume minyak tersuling pada fraksi 1 sangat tinggi dan menurun hingga akhir proses. Dengan demikian penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air

bertahap tidak efektif karena volume minyak tersuling hingga akhir proses masih banyak, sehingga masih membutuhkan penambahan waktu proses untuk mengekstrak minyak dengan sempurna. .

Gambar 7. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan tekanan dan laju alir uap air bertahap (F1= tekanan 2 bar, jam ke 0- 2; F2 = tekanan 2 bar, jam ke 3 – 5; F3 = tekanan 3 bar, jam ke 6 – 9).

Analisis Energi Proses Penyulingan Analisis Energi Berdasarkan Sub Sistem Alat

a. Ketel Uap (Boiler)

Boiler merupakan sumber energi panas berupa uap (steam). Pada tahap awal air dipanaskan dalam boiler hingga mencapai suhu 100 ºC selanjutnya air berubah fase menjadi uap. Pada pemanasan air, saat air mencapai suhu 100 ºC, proses kenaikan suhu akan berhenti dan terjadi perubahan fasa air dari cair menjadi gas. Energi yang dibutuhkan untuk mengubah fasa inilah yang disebut sebagai panas laten suatu zat (http://elearning. gunadarma. ac.id/docmodul/fisika_ ilmu_panas/bab4-panas_ dan_ perubahan_fasa.pdf, 2009). Proses pembentukkan uap dalam boiler dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan : A – B = Fasa cair B – C = Fasa cair dan

uap (titik didih) C – D = Fasa uap A º A B C D T(ºC) Q

Total energi yang dibutuhkan untuk pembentukan uap air (steam) di boiler

dapat dihitung dengan persamaan (6), dari hasil perhitungan (Lampiran 3 ) didapatkan total energi yang dibutuhkan untuk pembentukan uap air (energi

steam) yang terbesar adalah pada perlakuan laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan.

Rata-rata produksi steam dan energi steam dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Produksi steam dan energi steam pada sistem penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap

Energi (MJ) Laju alir uap air air

(l/j/kg bahan)

Massa air (liter)

Massa uap air

(liter) Q

B Loss pipa uap Laju alir uap air air konstan :

1 67.74 48.725 127.50 1.24

1.5 81.30 59.805 152.75 1.18

2 100.73 83.035 213.10 1.46

Laju alir uap air air bertahap :

(1,1.5,2) 84.29 66.385 172.41 1.34

Berdasarkan Tabel 9, penggunaan air semakin besar seiring dengan besarnya laju uap air yang digunakan dan semakin besar pula energi yang dibutuhkan untuk memproduksi steam. Peningkatan tekanan akan menambah panas lebih banyak dan akan menaikkan suhu dalam boiler sampai mencapai

170ºC. Kenaikan tekanan meningkatkan entalphi air dan suhu jenuh. Air akan berubah menjadi steam pada suhu tersebut dan membutuhkan panas laten yang besar sehingga menghasilkan energi yang besar.

Selama penyulingan 9 jam terdapat kehilangan energi secara konveksi pada pipa uap untuk laju alir uap air 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan berturut-turut adalah 1.24 MJ, 1.18 MJ, dan 1.46 MJ, untuk peningkatan tekanan dan laju alir uap air bertahap adalah 1.34 MJ. Perhitungan kehilangan energi dengan pendekatan konveksi dapat dilihat Lampiran 2, sedangkan profil kehilangan kalor ke lingkungan setiap jam pada penyulingan ini seperti pada Gambar 9. Kehilangan energi dapat diminimalkan karena pipa uap di isolasi dengan bahan isolator yang baik yaitu lembaran asbetos.

Gambar 9. Grafik kehilangan energi pada pipa penghubung boiler ke ketel suling (pipa uap).

b. Ketel Suling (Distillator)

Kapasitas ketel suling adalah 90.5 liter, namun pada pelaksanaan penelitian ini bahan diisi sebanyak 3 kg sampai 4 kg dengan kepadatan bahan 0.09 kg/liter. Pengisian bahan dalam ketel suling tidak sampai pada kapasitas maksimal volume ketel. Hal ini bertujuan agar pengisian bahan lebih merata dan tidak terlalu padat sehingga uap dapat berpenetrasi dengan sempurna, hal ini juga ditunjang oleh laju alir uap air. Laju alir uap air yang besar dapat mempersingkat waktu penyulingan, pada laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan dapat mengektrak minyak sebesar 90% dengaan lama penyulingan 9 jam.

Adanya pressure reducing valve (PRV) dapat menagatur laju alir uap air dan

tekanan tetap stabil sampai akhir penyulingan sehingga kondisi proses penyulingan dapat dipertahankan pada kondisi optimal dan akan berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi proses penyulingan. Keseluruhan uap yang diproduksi oleh boiler digunakan sebagai pemanas pada stasiun penyulingan maka perlu dipasang pengukur laju destilasi, efisien tidaknya energi yang dibutuhkan sangatlah tergantung kebutuhan uap yakni steam ratio kg uap/liter yang digunakan terutama pada proses distilasi. (http://staff.ui.edu/internal/131668156/material/02-

AuditEnergi Rekomnedasi.ppt., 2009)

Berdasarkan Tabel 10, semakin tinggi laju uap semakin besar energi yang digunakan untuk mengekstrak minyak. Perhitungan nilai efisiensi ini didasarkan

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Waktu Penyulingan (jam)

K e h il a n g a n E n e rg i ( M J )

menguapkan minyak. Energi input ketel berupa energi steam yang dialirkan dari

boiler. Pada Gambar 10 terlihat energi yang masuk ketel suling dapat dimanfaatkan secara optimal untuk proses penyulingan. Nilai efisiensi ketel suling dari uji coba penyulingan ini berkisar antara 96.15% sampai 99.74%. Efisiensi ketel yang tinggi disebabkan proses pindah panas pada ketel sangat baik artinya uap dapat mentransmisikan panas dengan baik ke seluruh bahan sehingga energi dapat berdifusi dengan bahan secara sempurna.

Tabel 10. Hasil perhitungan energi yang dimanfaatkan untuk mengekstrak minyak (QD) dan nilai efisiensi ketel suling

Energi (MJ) Laju alir uap air air

(l/j/kg bahan)

QD Loss (MJ)

Efisiensi ketel suling (%)

Laju alir uap air konstan :

1 122.64 3.89 96.15

1.5 150.12 3.67 98.28

2 212.55 4.32 99.74

Laju alir uap air bertahap

(1,1.5,2) 165.9 4.56 96.23

Didalam ketel terjadi kondensasi saat penyulingan. Kondensasi di ketel terjadi disebabkan uap air besuhu tinggi kehilangan sebagian energi untuk berdifusi dengan bahan, sehingga sebagian uap air tidak dapat mempertahankan fase uapnya berubah menjadi air. Terkondensasinya sebagian uap dalam ketel mengakibatkan adanya kehilangan panas. Air yang terkondensasi diketel cukup besar namun hal ini tidak menyebabkan efisiensi rendah karena air tersebut dikeluarkan secara berkala setiap jam. Menurut Guenther (1947) air yang terkondensasi diketel harus dibuang karena uap akan berpenetrasi terlebih dahulu melalui lapisan air dan menyebabkan uap basah yang dapat membasahi bahan dan menggumpalkannya. Bahan menjadi lembab dan melekat, sehingga jumlah uap yang dibutukan lebih banyak, penyulingan lebih lama dan biasanya menghasilkan rendemen yang rendah. Air yang terkondensasi dalam sisitim penyulingan minyak akar wangi berkisar antara 15.09 liter sampai 17.317 liter.

51 99.74 96.15 98.02 - 50 100 150 200 250 1 1.5 2

Laju Alir Uap Air (l/jam/kg bahan)

E n e rg i (M J ) 0 20 40 60 80 100 E fi s ie n s i K e te l (% ) QB = Energi Steam

QD = Energi yg dim anfaatkan di ketel suling Efisiensi Kete Suling

0

Gambar 10. Perbandingan energi yang masuk ke ketel suling (QB) dengan energi yang dimanfaatkan oleh ketel suling (QD).

Selama proses penyuling kehilangan panas dapat dapat diminimalkan antara lain dengan penahan panas (glasswool) pada dinding ketel, membuang air yang terkondensai dalam ketel secara berkala. Kehilangan energi pada laju alir uap air air 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan adalah 3.89 MJ, 3.67 MJ dan 4.32 MJ serta 4.56 MJ pada laju alir uap air air bertahap. Histogram perbandingan kehilangan energi dapat dilihat pada Gambar 11.

Kehilangan energi panas tidak dapat dihindari walaupun telah diberi isolator, kehilangan energi panas hanya dapat diminimalkan. Gambar 11 menunjukkan bahwa dinding ketel diberi isolator masih terdapat kehilangan energi panas namun kecil jika dibandingkan dengan yang tidak diinsulasi. Kehilangan energi tertinggi adalah pada dinding ketel yang tidak diinsulai dapat disebabkan karena letaknya berdekatan dengan pipa penghubung ketel ke kondensor dimana terdapat uap campuran minyak dan uap air meninggalkan ketel ke kondensor dan adanya pergerakan uap keatas walaupun luas permukaan diniding tersebut cukup kecil namun suhu yang terukur pada dinding tersebut cukup tinggi. 2 2.5 rg i (M J )

a)

b)

Gambar 11. Kehilangan energi pada ketel suling selama proses penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan (a), dan laju alir uap air bertahap (b). Pada penyulingan secara bertahap ini tekanan uap dinaikkan bertahap sampai 2 kali, pada saat tekanan akan dinaikkan proses penyulingan dihentikan sebentar untuk mengeluarkan distilat pada fraksi tersebut sampai tidak terlihat lagi adanya distilat (campuran air dan minyak), air yang terkondensasi di ketel juga dikeluarkan. Akibat dihentikan dan dijalankan proses penyulingan ini dapat menyebabkan fluktuasi tekanan dalam ketel uap, fluktuasi tekanan ini akan menguntungkan karena aliran uap tersebut dapat memperlonggar susunan bahan sehingga uap dapat masuk kebagian yang lebih padat. Menurut Guenther (1947), pemanasan ketel yang tidak teratur dan peningkatan penggunaan uap dapat menyebabkan fluktuasi tekanan dalam ketel uap, uap yang bertekanan tinggi cenderung mengalir dengan pengaruh menyentak didalam ketel suling dan dapat mengakibatkan perubahan tekanan dalam ketel, menurutnya hal ini sangat menguntungkan uap dapat berpenetrasi kedalam bahan yang lebih padat.

Laju Alir Uap air (l/jam/kg bahan)

Laju Alir Uap air (l/jam/kg bahan) Laju Alir Uap air (l/jam/kg bahan)

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Bertahap

Laju Uap (l/jam/kg bahan)

K e h il a n g a n E n e rg i (M J )

Tutup Ketel Dinding ketel diinsulasi Dinding Ketel Tanpa isolator Dasar Ketel

Pipa penghubung Ketel-kondensor

d. Kondensor

Efisiensi kondensor dapat diasumsikan dengan kemampuan kondensor dalam menftransfer energi kedalam air pendingin. Air pendingin ini dapat berfungsi sebagai recoveri panas. Untuk input energi kondensor didapatkan dari output energi rata-rata ketel suling. Suhu uap yang masuk kondensor diketahui

dari tekanan ketel kemudian dihitung dengan bantuan tabel steam. Dari

perhitungan ini (Lampiran 3) didapatkan efisiensi rata-rata kondensor berkisar antara 55.41% sampai 64.88%. Perbandingan energi yang masuk ke kondensor dan diserap air pendingin dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan proses pindah panas terjadi pada kondensor cukup baik, energi yang masuk ke kondensor sebagian besar dapat diserap oleh air pendingin. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh laju alir uap air (laju distilat), Tabel 11 menunjukkan bahwa semakin besar laju alir uap air semakin rendah efisiensi kondensor, karena laju alir uap air yang besar akan melepaskan enegi panas yang besar pula.

Tabel 11. Pengaruh peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap terhadap kinerja dan efisiensi kondensor

Suhu (ºC) Laju Uap air

(l/j/kg bahan) Distilat Air keluar kondensor

Laju alir air pendingin (l/jam) QL (MJ) Efisiensi kondensor (%) Laju Uap air konstan :

1 30.03 53.46 126.74 79.57 64.88

1.5 26.46 64.14 76.9 90.01 59.96

2 27.08 69.85 74 117.77 55.41

Laju Uap air bertahap :

(1,1.5,2) 26.71 63.74 82.05 98.31 59.2

Kemampuan air pendingin untuk menyerap panas menurun ketika suhu air pendingin meningkat. Hal ini berhubungan dengan laju alir air pendingin yang digunakan, laju alir yang cepat dapat menyerap panas dengan baik bila

Dokumen terkait