Pengaruh PGPR terhadap Biologi A. craccivora
Pertumbuhan populasi serangga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang berpengaruh yaitu lingkungan dan makanan. Faktor lingkungan yang berpengaruh, salah satunya suhu. Berdasarkan pengukuran suhu harian dalam penelitian, berkisar antara 24-35 oC. Menurut Cornack et al. (2004) suhu optimum bagi pertumbuhan populasi Aphis spp. berkisar antara 25-30 oC dan keperidiannya menurun saat suhu diatas 35 oC .
Hasil perbanyakan A. craccivora, sebagian diambil untuk diidentifikasi. Identifikasi morfologi berpedoman pada buku Aphids on the World’s Crops: an Identification and Information Guide oleh Blackman & Eastop (2000). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa imago kutu daun tersebut merupakan spesies dari Aphis craccivora Koch, ordo Hemiptera, famili Aphididae.
Panjang tubuh A. craccivora berukuran antara 1.5-2 mm dan tubuhnya berwarna hitam. Antena terdiri dari enam ruas, ruas kesatu, kedua, dan keenam berwarna hitam. Pada bagian dorsal abdomennya terdapat bercak gelap. Pada bagian abdomen, terdapat sepasang kornikel berukuran 0.38 mm, berwarna hitam berbentuk silinder yang mengecil di bagian ujungnya. Kauda berwarna hitam dan mengecil di bagian ujung. Pada kauda, terdapat 5-8 rambut yang tersusun 2-5 rambut pada satu sisi dan 3 rambut di sisi lainnya. Lempeng genital berwarna hitam dan mempunyai 12-16 helai rambut. Femur berwarna coklat muda, sepertiga ujungnya berwarna hitam. Femur tungkai belakang lebih gelap daripada tungkai depan dan tengah. Tibia berwarna coklat dan ujungnya berwarna hitam. Tarsus berwarna hitam.
Perkembangan A. craccivora terdiri dari nimfa dan imago. A. craccivora mengalami 4 instar, perubahan tiap instar ditandai dengan pergantian kulit. Setiap imago A. craccivora memiliki lama stadia instar yang berbeda, tergantung dari banyaknya nutrisi yang diperoleh.
Pemberian perlakuan PGPR berpengaruh nyata terhadap lama stadia nimfa instar 2 A. craccivora (Tabel 1). Pengaruh tidak langsung dari perlakuan PGPR terhadap aphid menyebabkan lama stadia menjadi panjang (Jones et al. 2012). Perlakuan PGPR tidak berpengaruh nyata terhadap lama stadia A. craccivora instar 1, instar 3, dan instar 4 dibandingkan dengan kontrol. Menurut Agustini (2013) pada saat aphid instar 1 berada dalam tahap pencarian tempat tinggal dan belum aktif mencari makanan karena nutrisi yang diperoleh dari induknya masih mampu mencukupi kebutuhan hidupnya selama instar 1. Pada saat aphid instar 2, berada dalam masa adaptasi penghisapan cairan tanaman sehingga perlakuan PGPR berpengaruh nyata. Pada saat aphid instar 3 dan 4, telah beradaptasi terhadap lingkungan dan makanannya sehingga perlakuan PGPR tidak berpengaruh nyata.
Siklus hidup A. craccivora tanpa aplikasi PGPR (kontrol) berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Darsono (1991) menyatakan bahwa rata-rata siklus hidup A. craccivora 5.2 hari pada suhu 24.4 oC sampai 29.0 oC. Perbedaan hasil penelitian ini dengan Darsono (1991) dapat disebabkan oleh pengaruh suhu lingkungan yang berbeda. Siklus hidup akan semakin singkat dengan meningkatnya suhu sampai batas tertentu. Peningkatan suhu mempercepat
9 metabolisme serangga, sehingga pertumbuhannya lebih cepat (Nelly et al. 2009). Selain itu, perbedaan varietas tanaman kacang panjang yang digunakan berbeda. penelitian ini menggunakan varietas Bonaro, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan varietas lokal yang dibeli dari petani.
Tabel 1 Biologi A. craccivora pada tanaman kacang panjang dengan perlakuan tanpa aplikasi PGPR (kontrol) dan aplikasi PGPR
Stadia Kontrol (hari) PGPR (hari)
(x ± SE) (x ± SE)
Instar 1 1.115 ± 0.064a 1.250 ± 0.090a
Instar 2 1.154 ± 0.072a 1.625 ± 0.118b
Instar 3 1.000 ± 0.000a 1.083 ± 0.058a
Instar 4 1.038 ± 0.038a 1.083 ± 0.058a
Siklus hidup 4.308 ± 0.092a 5.042 ± 0.095b
Praoviposisi 0.500 ± 0.100a 0.500 ± 0.104a
Lama hidup 15.420 ± 1.130a 12.630 ± 1.140a
Keperidian 104.420 ± 9.290a 69.460 ± 6.880b
Keterangan:
Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%;
x : rata-rata, SE: standar error.
Lamanya stadia A. craccivora instar 2 pada perlakuan PGPR berkorelasi positif dengan siklus hidup A. craccivora. Perlakuan PGPR berpengaruh terhadap siklus hidup A. craccivora secara signifikan. Siklus hidup A. craccivora pada perlakuan PGPR memiliki perkembangan hidup yang lebih lambat dibandingkan kontrol. Hal ini dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam pemanfaatan musuh alami. Siklus hidup A. craccivora yang lama menyebabkan musuh alami memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan mangsanya. Lambatnya siklus hidup juga mempengaruhi waktu berlipat ganda A. craccivora. Lambatnya siklus hidup A. craccivora pada perlakuan PGPR berbanding lurus dengan terhambatnya waktu reproduksi. Waktu reproduksi yang terhambat dapat menurunkan laju reproduksi. Laju reproduksi merupakan salah satu faktor yang menentukan A. craccivora untuk memperbanyak koloninya. Populasi A. craccivora yang tinggi dapat meningkatkan kerusakan tanaman. Perlakuan PGPR berdampak negatif terhadap siklus hidup A. craccivora. Menurut Li et al. (2005) menyatakan bahwa terhambatnya waktu reproduksi dapat meningkatkan mortalitas serangga.
Praoviposisi A. craccivora pada perlakuan PGPR tidak berpengaruh secara signifikan, tetapi praoviposisinya sedikit lebih lama daripada kontrol. Praoviposisi A. craccivora yang terhambat disebabkan adanya peningkatan kerapatan dan panjang trikoma daun kacang panjang perlakuan PGPR. Menurut Sulistyadi et al. (2012) menyatakan bahwa semakin rapat dan panjang trikoma daun menyebabkan waktu praoviposisi serangga semakin lama sehingga nimfa yang baru lahir sulit untuk beradaptasi.
Lama hidup A. craccivora pada perlakuan PGPR lebih rendah dibandingkan kontrol. Lama hidup A. craccivora dipengaruhi oleh banyaknya nutrisi yang diperoleh untuk kelangsungan hidupnya. Ketahanan tanaman yang meningkat pada perlakuan PGPR menyebabkan A. craccivora sulit mendapatkan nutrisi,
10
sehingga mortalitas A. craccivora lebih tinggi dibandingkan kontrol. Penelitian ini sebanding dengan penelitian Agustini (2013) menyatakan bahwa pengaruh perlakuan PGPR menyebabkan nafsu makan A. glicines menjadi berkurang sehingga lama hidupnya menjadi singkat. Hubungan antagonis antara tanaman dan aphiddengan perlakuan PGPR dapat meningkatkan seleksi aphid(Jones et al. 2012). Perlakuan PGPR menyebabkan kematian A. craccivora menjadi cepat.
Lama hidup A. craccivora yang singkat akan berpengaruh terhadap keperidiannya. A. craccivora tidak melahirkan saat menjelang kematian. Keperidian A. craccivora pada perlakuan PGPR berpengaruh secara signifikan. Keperidian A. craccivora pada perlakuan PGPR jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kontrol (Tabel 1). Berdasarkan penelitian sebelumnya, PGPR memberikan pengaruh terhadap keperidian nematoda. Menurut Amin et al. (2014) menyatakan bahwa keperidian M. incognita dengan perlakuan PGPR sebesar 112 telur/individu, sedangkan kontrol sebesar 640 telur/individu. Penelitian lain mengenai keperidian yaitu keperidian tungau betina (Tetranychus urticae) pada tanaman ketimun dengan perlakuan PGPR jumlahnya lebih rendah daripada kontrol (Tomczyk 2006). Reproduksi serangga dipengaruhi oleh kandungan protein yang diperolehnya. Hal ini diduga protein yang diserap oleh A. craccivora setelah perlakuan PGPR belum mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya. Menurut Syahputra et al. (2002) protein yang diserap oleh Croccidolomia pavonana dalam jumlah yang rendah mampu menurunkan keperidian, mempersingkat lama hidup dan memperpanjang praoviposisi.
Perlakuan PGPR menyebabkan A. craccivora kekurangan nutrisi, sehingga kemampuan reproduksinya menjadi berkurang. Menurunnya kemampuan reproduksi dapat menyebabkan populasi A. craccivora rendah. Faktor makanan dapat digunakan untuk menekan populasi A. craccivora. Menurut Kuswanto dan Budi (2007) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah nimfa yang dilahirkan oleh setiap imago A. craccivora dapat meningkatkan populasinya secara cepat, terutama dipengaruhi oleh faktor makanan yang tidak terbatas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biologi A. craccivora pada tanaman kacang panjang perlakuan PGPR berbeda dengan tanaman tanpa aplikasi PGPR (kontrol).
Pengaruh PGPR terhadap Statistik Demografi A. craccivora
Statistik demografi diperlukan untuk menduga pertumbuhan populasi suatu organisme. Pertumbuhan populasi dapat dihitung berdasarkan peluang hidup (lx) dan rata-rata jumlah keturunan yang dihasilkan imago betina (mx). Peningkatan mortalitas A. craccivora terjadi setelah melewati fase nimfa instar 4 (Gambar 4). Peluang hidup A. craccivora pada tanaman kontrol lebih besar daripada perlakuan PGPR. A. craccivora pada tanaman kacang panjang tanpa aplikasi PGPR (kontrol) mengalami mortalitas saat umur 33.5 hari, sedangkan pada tanaman perlakuan PGPR mortalitasnya saat umur 26.5 hari. Hal ini karena PGPR menginduksi ketahanan tanaman sehingga mempercepat mortalitas A. craccivora.
Tipe bertahan hidup A. craccivora menunjukkan kurva tipe 2 pada tanaman kontrol dan kurva tipe 1 untuk perlakuan PGPR. Menurut Price (1997) kurva tipe 1 adalah kematian populasi organisme yang rendah pada umur muda dan dalam jumlah besar pada umur tua, tipe 2 adalah kematian populasi suatu individu yang konstan, dan tipe 3 adalah tingginya kematian populasi suatu individu yang terjadi saat umur muda. Lamanya waktu proses tersebut memiliki peranan penting dalam
11 perkembangan suatu populasi. Populasi yang memiliki angka kematian individu tinggi saat dewasa akan memiliki struktur yang berbeda dari populasi dengan tingkat kematian tinggi saat pradewasa. Kematian individu saat pradewasa yang tinggi akan memiliki populasi yang lebih rendah pada generasi berikutnya dibandingkan kematian yang tinggi saat dewasa. Kematian individu yang tinggi saat dewasa akan menimbulkan kerusakan tanaman yang lebih besar daripada kematian individu yang tinggi saat pradewasa.
Gambar 4 Peluang hidup dan keperidian harian A. craccivora pada tanaman kacang panjang dengan perlakuan tanpa aplikasi PGPR (kontrol) (a) dan aplikasi PGPR (b)
Rataan jumlah nimfa yang dilahirkan oleh setiap imago A. craccivora setiap harinya pada tanaman perlakuan PGPR berbeda dengan kontrol (Gambar 4). Keperidian harian tertinggi pada tanaman kontrol dapat mencapai 13 nimfa, sedangkan perlakuan PGPR hanya 11 nimfa. Puncak keperidian A. craccivora pada tanaman kontrol sebanyak 5 kali, sedangkan tanaman perlakuan PGPR hanya 3 kali. A. craccivora tidak menghasilkan nimfa pada tanaman kontrol saat umur 28.5-29.5 hari karena memerlukan waktu untuk memenuhi nutrisinya supaya dapat melakukan reproduksi kembali. Bentuk kurva keperidian A. craccivora pada tanaman perlakuan PGPR menggambarkan keperidian yang rendah daripada kontrol. Perlakuan PGPR dapat menurunkan keperidian harian A. craccivora sehingga tanaman dapat menghasilkan produksi secara optimal.
Pelu an g h id u p ( lx ) R ataa n k ep er id ian h ar ian ( m x ) Umur (hari)
12
Data peluang hidup (lx) dan rataan keperidian harian (mx) digunakan untuk menghitung statistik tabel kehidupan. Nilai GRR A. craccivora pada tanaman kontrol lebih besar daripada perlakuan PGPR (Tabel 2). Jumlah individu betina yang dilahirkan oleh setiap imago betina (Ro) A. craccivora menurun setelah perlakuan PGPR. Nilai Ro pada tanaman kontrol menunjukkan bahwa generasi berikutnya A. craccivora akan meningkat sebanyak 89.838 ± 1.165 kali dari generasi sebelumnya, sedangkan nilai Ro pada tanaman perlakuan PGPR hanya meningkat sebanyak 53.509 ± 1.057 kali. Nilai GRR dan Ro yang tinggi pada tanaman kontrol memperlihatkan tingkat kesesuaian hidup A. craccivora terhadap tanaman inang. Perlakuan PGPR memberikan dampak negatif terhadap A. craccivora karena menurunkan laju reproduksinya. Penurunan laju reproduksi dapat menyebabkan populasi serangga berkurang pada generasi berikutnya. Populasi serangga hama dapat dikendalikan dengan membatasi jumlah makanan yang tersedia.
Tabel 2 Statistik demografi A. craccivora pada tanaman kacang panjang tanpa aplikasi PGPR (kontrol) dan aplikasi PGPR
No Parameter Kontrol PGPR
(x ± SE) (x ± SE)
1. Laju reproduksi kotor(GRR) 151.256 ± 1.324a 89.279 ± 1.415b
2. Laju reproduksi bersih (Ro) 89.838 ± 1.165a 53.509 ± 1.057b
3. Laju pertambahan intrinsik (r) 0.501 ± 0.003a 0.446 ± 0.004b
4. Rataan lama generasi (T) 8.929 ± 0.051a 8.921 ± 0.058a
5. Doubling time (DT) 1.383 ± 0.009a 1.554 ± 0.014b
Keterangan:
Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%;
x : rata-rata, SE: standar error.
Nilai r ditentukan dari siklus hidup, kelahiran, dan kematian A. craccivora. Siklus hidup yang panjang pada tanaman perlakuan PGPR menyebabkan laju pertambahan intrinsiknya menjadi rendah (Tabel 2). Laju pertambahan intrinsik dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan populasi serangga dalam jangka waktu yang panjang. Nilai r A. craccivora pada tanaman perlakuan PGPR lebih rendah daripada kontrol. Nilai r pada tanaman kontrol berkisar antara 0.501 ± 0.003 nimfa per hari, sedangkan pada tanaman perlakuan PGPR berkisar antara 0.446 ± 0.004 nimfa per hari. Laju pertambahan intrinsik yang rendah dapat diartikan bahwa populasi suatu organisme memiliki sedikit kemungkinan untuk terus tumbuh. Hal ini berkorelasi positif dengan penelitian yang dilakukan oleh Pineda et al. (2012) menyatakan bahwa perlakuan PGPR dapat menurunkan laju pertambahan intrinsik Myzus persicae karena meningkatnya induksi ketahanan tanaman.
Rendahnya nilai r dapat dipengaruhi oleh rendahnya keperidian, tingginya mortalitas pradewasa dan dewasa. Perlakuan PGPR berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan populasi A. craccivora. Menurut Indrayani dan Siwi (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan bulu daun semakin rendah populasi serangga dengan alat mulut menusuk menghisap karena menghalangi stylet serangga menembus lamina daun sehingga aktifitas makannya menjadi terganggu.
13 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2012) menyatakan bahwa aktifitas makan yang terganggu karena perlakuan PGPR yang terdiri dari P. fluorescens dan Bacillus spp. dapat menurunkan laju pertambahan intrinsik Myzus persicae. Berdasarkan hasil penelitian Loe et al. (2007) peningkatan mortalitas dan penurunan populasi Plutella xylostella pada Arabidopsis lyrata terjadi karena adanya peningkatan kerapatan trikoma.
Spesies di dalam suatu populasi yang mempunyai nilai T yang rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan spesies yang mempunyai nilai T yang tinggi (Mawan dan Herma 2011). Hasil pengujian menunjukkan bahwa A. craccivora menghasilkan separuh keturunannya pada tanaman perlakuan PGPR lebih singkat dibandingkan pada tanaman kontrol. Hal ini berarti pada tanaman perlakuan PGPR populasi A. craccivora tumbuh lebih cepat daripada tanaman kontrol. Oviposisi A. craccivora untuk pertama kalinya pada tanaman kontrol dan PGPR tidak berbeda nyata. Walaupun demikian, kesesuaian inang tidak hanya digambarkan dari nilai T, karena nilai GRR, Ro, r, dan DT juga sangat berpengaruh.
Waktu yang dibutuhkan A. craccivora untuk berlipat ganda (DT) 1.383 ± 0.009 hari pada tanaman kontrol, sedangkan pada tanaman perlakuan PGPR 1.554 ± 0.014 hari. Nilai DT yang rendah dapat meningkatkan laju reproduksi kotor (GRR) dan laju reproduksi bersih (Ro) dalam waktu tertentu. Penurunan keperidian A. craccivora berpengaruh pada waktu yang lama untuk melipat gandakan populasi dan penurunan laju pertambahan intrinsik. Serangga yang memiliki waktu berlipat ganda yang cepat maka akan mempercepat penurunan sumberdaya makanan (Birch 1948). Berdasarkan penelitian Herman et al. (2008) populasi M. persicae pada tanaman lada setelah perlakuan Bacillus spp. lebih rendah daripada kontrol. Perlakuan PGPR memberikan kehidupan yang tidak sesuai untuk A. craccivora.
Pengaruh PGPR terhadap Struktur Fisik Tanaman Kacang Panjang
Perlakuan PGPR yang diaplikasikan pada tanaman kacang panjang berpengaruh terhadap beberapa struktur fisik tanaman, seperti panjang dan jumlah akar, jumlah bintil akar, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan kerapatan trikoma. Bakteri perakaran masuk ke dalam jaringan tanaman melalui rambut akar dan eksudat akar, setelah itu menuju ke bintil akar, endodermis, xilem, dan floem. Pengaruh adanya gerak kemotaksis dari eksudat akar terhadap PGPR menyebabkan PGPR berkolonisasi pada eksudat akar (Compant et al. 2010). Tabel 3 Pengaruh aplikasi PGPR terhadap panjang dan jumlah akar kacang
panjang Umur
(MST)
Panjang akar Jumlah akar
Kontrol PGPR Kontrol PGPR
(x ± SE) (x ± SE) (x ± SE) (x ± SE)
1 10.02 ± 3.71a 13.01 ± 3.31a 26.44 ± 9.44a 39.78 ± 11.36b
2 14.79 ± 3.93a 20.16 ± 4.02b 45.44 ± 12.19a 81.30 ± 12.50b
3 20.36 ± 4.97a 56.63 ± 13.69b 48.00 ± 16.10a 172.10 ± 66.10b
4 29.27 ± 6.66a 69.89 ± 5.52b 77.14 ± 14.62a 281.10 ± 61.26b
14
Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%;
x : rata-rata, SE: standar error.
Perlakuan PGPR berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan panjang akar tanaman kacang panjang setelah tanaman berumur 2, 3, dan 4 MST (Tabel 3). Hal ini karena perlakuan PGPR yang kedua dilakukan pada saat tanaman umur 2 MST sehingga PGPR yang berkolonisasi di akar jumlahnya bertambah banyak. Menurut Bashan dan Luz (2005) PGPR mampu meningkatkan panjang dan berat akar, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat dan produksinya meningkat. Berdasarkan penelitian Naseem dan Asghari (2014) peningkatkan panjang akar tanaman jagung terjadi setelah perlakuan PGPR.
Perlakuan PGPR juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah akar. Tanaman kacang panjang pada perlakuan PGPR, jumlah akarnya terus meningkat setiap minggunya (Tabel 3). Menurut Zainudin et al. (2014) peningkatan panjang dan jumlah akar dapat memperbanyak penyerapan unsur hara. Unsur hara merupakan salah satu sumber utama tanaman yang digunakan dalam fotosintesis. Berdasarkan penelitian Tank dan Meenu (2010) peningkatan fosfat dan IAA pada tanaman setelah perlakuan PGPR berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan jumlah akar tanaman tomat daripada kontrol.
Tabel 4 Pengaruh aplikasi PGPR terhadap jumlah bintil akar tanaman kacang panjang
Umur (MST)
Jumlah bintil akar
Kontrol PGPR (x ± SE) (x ± SE) 2 18.22 ± 5.93a 29.00 ± 7.47b 3 36.14 ± 9.01a 115.75 ± 27.63b 4 94.90 ± 27.20a 258.70 ± 25.80b Keterangan:
Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%;
x : rata-rata, SE: standar error.
Tanaman kacang-kacangan, salah satunya adalah kacang panjang memiliki bintil akar pada sistem perakarannya. Bakteri yang terdapat pada bintil akar tanaman kacang panjang yaitu dari kelompok Rhizobium. Bakteri ini memfiksasi nitrogen (N) dari udara bebas hingga tersedia untuk tanaman. Perlakuan PGPR pada tanaman kacang panjang juga mengandung Rhizobium. Bintil akar tanaman kacang panjang setelah perlakuan PGPR jumlahnya lebih banyak daripada tanpa aplikasi PGPR (kontrol) (Tabel 4). Berdasarkan penelitian Yang et al. (2008) perlakuan Rhizobium dan Pseudomonas fluorescens pada kacang-kacangan dapat meningkatkan produksi tanaman, hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah bintil akar. Peningkatan nitrogen yang ditandai dengan meningkatnya jumlah bintil akar tidak menyebabkan tanaman rentan terhadap hama dan penyakit karena Rhizobium memproduksi fitohormon, siderofor, dan HCN yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman (Antoun et al. 1998).
15 Tanaman kacang panjang dengan perlakuan PGPR memiliki tinggi yang berbeda nyata dengan kontrol, namun tanaman umur 3 MST tidak mengalami perbedaan tinggi secara nyata (Tabel 5). Faktor lain yang menentukan pertumbuhan tanaman selain PGPR yaitu suhu. Suhu udara meningkat dari 28.5
o
C menjadi 33 oC saat tanaman umur 3 MST. Menurut Lamtiar (2010) suhu optimum untuk pertumbuhan kacang panjang berkisar antara 27 oC sampai 30 oC. Tanaman perlakuan PGPR pertumbuhannya lebih cepat daripada kontrol. Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh PGPR terhadap tinggi tanaman sudah banyak yang melaporkan. Berdasarkan penelitian Kohler et al. (2008) PGPR dapat meningkatkan tinggi tanaman 30% lebih cepat daripada kontrol. Unsur hara yang tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Oktaviani (2013) PGPR dapat meningkatkan tinggi tajuk tanaman jagung manis. Perlakuan PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena membantu meningkatkan produksi fitohormon, seperti IAA, giberelin, dan sitokinin (Bhattacharyya dan Jha 2012). Tabel 5 Pengaruh aplikasi PGPR terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun
kacang panjang
Umur (MST)
Tinggi tanaman Jumlah daun
Kontrol PGPR Kontrol PGPR
(x ± SE) (x ± SE) (x ± SE) (x ± SE)
1 11.678 ± 2.14a 12.743 ± 1.581b 0.000 ± 0.000a 0.014 ± 0.118a 2 40.130 ± 4.945a 41.924 ± 6.127b 1.963 ± 0.190a 2.014 ± 0.316a 3 79.860 ± 17.26a 82.690 ± 19.58a 4.049 ± 0.687a 4.296 ± 1.113a 4 112.310 ± 23.66a 129.310 ± 24.61b 6.309 ± 0.996a 7.408 ± 1.961b Keterangan:
Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%;
x : rata-rata, SE: standar error.
Jumlah daun tanaman kacang panjang perlakuan PGPR menunjukkan perbedaan secara signifikan saat tanaman umur 4 MST (Tabel 5). Perlakuan PGPR mampu meningkatkan jumlah daun tanaman kacang panjang, hal ini diduga karena tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup. Berdasarkan penelitian Glala et al. (2008) PGPR mampu meningkatkan unsur N, P, K, Ca, Mg, dan Fe bagi tanaman sehingga terjadi peningkatan jumlah daun dan tinggi tanaman. Peningkatan jumlah daun biasanya diikuti dengan peningkatan jumlah hama yang menyerang karena populasi hama akan meningkat dengan tersedianya makanan yang tak terbatas. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Agustini (2013) peningkatan jumlah daun kedelai tidak meningkatkan populasi A. glycines karena tanaman memiliki ketahanan terhadap hama.
Tanaman kacang panjang perlakuan PGPR terjadi peningkatan panjang trikoma daun secara signifikan setelah tanaman berumur 2 MST (Tabel 6).
16
Tanaman kacang panjang pada perlakuan PGPR, ukuran trikoma daun lebih panjang daripada kontrol. Peningkatan ketahanan tanaman pada perlakuan PGPR terlihat dengan meningkatnya panjang trikoma, sehingga berpengaruh terhadap biologi dan statistik demografi A. craccivora. Trikoma daun yang lebih panjang pada tanaman perlakuan PGPR dapat mengganggu aktifitas makan serangga, sehingga aktifitas makan dapat menurun. Berdasarkan penelitian Valverde et al. (2001) peningkatan panjang trikoma Datura stramonium (Solanaceae) berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan populasi Epitrix parvula (Coleoptera: Chrysomelidae) walaupun terjadi peningkatan jumlah daun. Ketahanan tanaman yang meningkat, seperti bertambahnya jumlah dan panjang trikoma menyebabkan A. craccivora sulit menghisap nutrisi dari sel tanaman. Tabel 6 Pengaruh aplikasi PGPR terhadap panjang dan kerapatan trikoma daun kacang panjang
Umur (MST)
Panjang trikoma daun Kerapatan trikoma daun
Kontrol PGPR Kontrol PGPR
(x ± SE) (x ± SE) (x ± SE) (x ± SE)
1 0.000 ± 0.000a 0.009 ± 0.015a 0.000 ± 0.000a 1.222 ± 1.856a
2 0.027 ± 0.005a 0.039 ± 0.003b 18.380 ± 7.580a 43.330 ± 8.940b
3 0.031 ± 0.002a 0.045 ± 0.012b 20.290 ± 7.500a 70.140 ± 17.57b
4 0.049 ± 0.008a 0.063 ± 0.012b 43.290 ± 9.660a 207.800 ± 50.20b
Keterangan:
Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%;
x : rata-rata, SE: standar error.
Perlakuan PGPR pada tanaman kacang panjang menunjukkan adanya peningkatan kerapatan trikoma daun setiap minggunya, tetapi terjadi peningkatan secara signifikan setelah tanaman umur 2 MST (Tabel 6). Perlakuan PGPR berdampak positif terhadap kerapatan trikoma, sehingga meningkatkan mortalitas dan menurunkan keperidian A. craccivora. Peningkatan panjang dan kerapatan trikoma menunjukkan bahwa PGPR dapat digunakan sebagai biocontrol dalam menekan pertumbuhan populasi hama. Berdasarkan hasil penelitian Sulistyo dan Marwoto (2011) peningkatan jumlah trikoma berkorelasi negatif secara nyata terhadap populasi Bemisia tabaci dan intensitas kerusakan daun, tetapi berkorelasi positif dengan peningkatan hasil/ha.
Pembahasan Umum
Perlakuan PGPR diberikan dua kali yaitu 0 HST dan 2 MST bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan mekanisme pertahanan tanaman kacang panjang secara fisik dan kimia. Mekanisme pertahanan tanaman setelah perlakuan PGPR dapat melindungi tanaman kacang panjang dari serangan A. craccivora yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Perlakuan PGPR berpengaruh terhadap tanaman kacang panjang secara langsung dan tidak langsung.
Pengaruh langsung PGPR terhadap tanaman kacang panjang yaitu PGPR meningkatkan penyerapan unsur hara dan memproduksi fitohormon yang dapat meningkatkan struktur fisik tanaman. Hal ini terlihat dengan meningkatnya
17 jumlah dan panjang akar, jumlah bintil akar, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan kerapatan trikoma daripada tanaman kontrol. Setelah perlakuan PGPR, tanaman memperoleh nutrisi dalam jumlah yang cukup. Tersedianya nitrogen yang cukup dari aktifitas Rhizobium mampu meningkatkan jumlah bintil akar, sehingga tanaman tidak perlu diaplikasikan pupuk N. Berdasarkan penelitian Mantelin dan Bruno (2003) PGPR mampu meningkatkan nitrogen dan pertumbuhan tanaman.
Pada tanah masam, P mudah diikat oleh Al dan Fe sedangkan pada tanah alkali P mudah diikat oleh Ca sehingga fosfat tidak tersedia oleh tanaman. Perlakuan PGPR mampu melarutkan fosfat sehingga tersedia secara langsung untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang panjang. Selain unsur hara, PGPR juga memproduksi fitohormon. Menurut Barriuso et al. (2008) Bacillus spp. memproduksi auksin, sitokinin dan giberelin yang dapat meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah akar.
Perlakuan PGPR juga berpengaruh langsung dalam mengendalikan patogen tanaman karena memproduksi antibiotik. Menurut Goswami et al. (2013) P. fluorescens memproduksi siderofor dan HCN yang dapat menghambat