• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

pH Tanah

Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen di dalam tanah. Semakin tinggi kadar H+ dalam tanah maka semakin masam tanah tersebut. Nilai pH dapat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dalam tanah. Berikut ini disajikan data pH tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai pH pada Tanah yang Tidak Terkena dan Terkena Abu Vulkanik pada Berbagai Ketebalan Abu

Ketebalan abu Kedalaman tanah 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

April Juli April Juli

A0 (tanpa) 4.50 4.72 4.48 4.98

A1 ( 2 cm) 4.89 5.21 3.59 5.37

A2 (2-8 cm) 4.17 3.70 5.14 4.15

A3 ( 8 cm) 3.74 3.57 4.50 3.99

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada tanah yang tidak terkena dan terkena abu vulkanik Sinabung tergolong tanah masam. Hal ini dapat dilihat bahwa jika semakin tebal abu yang menutupi tanah maka semakin masam tanahnya baik pada pengambilan bulan April maupun bulan Juli di masing-masing kedalaman tanah. Penurunan nilai pH ini akan berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme tanah.

Jumlah Total Mikroorganisme Tanah

Jumlah mikroorganisme tanah yang ditemukan pada tanah yang terkena abu vulkanik dengan berbagai ketebalan abu memiliki jumlah yang beragam. Perhitungan mikrooganisme tanah ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu perhitungan jumlah total bakteri dan jamur yang terdapat di dalam tanah. Perhitungan total mikroorganisme tanah jenis bakteri yang diperoleh pada tanah yang tidak terkena

abu dan terkena abu pada berbagai ketebalan dapat dilihat pada Tabel 2 pada pengambilan sampel tanah bulan April dan bulan Juli.

Tabel 2. Jumlah Total Bakteri pada Tanah yang Tidak Terkena dan Terkena Abu Vulkanik pada Berbagai Ketebalan Abu (koloni/ml)

Ketebalan abu Kedalaman tanah 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

April Juli April Juli

A0 (tanpa) 14.5x108 1x108 6.5x108 3.8x108

A1 ( 2 cm) 9.8x108 6x107 3.1x108 2.8x108

A2 (2-8 cm) 19.5x108 9x105 10.1x108 1.7x106

A3 ( 8 cm) 28.6x108 5.5x108 1x109 5x107

Dari Tabel 2 terlihat bahwa untuk kedalaman 0-20 cm pada pengambilan bulan April dan bulan Juli, populasi tertinggi terdapat pada pengambilan bulan April pada ketebalan abu A3 (≥8 cm) sebanyak 28.6 x 108 koloni/ml dan populasi terendah pada pengambilan bulan Juli pada ketebalan abu A2 (2-8cm) sebanyak 9 x 105 koloni/ml. Untuk kedalaman 20-40 cm jumlah tertinggi pada saat pengambilan bulan April pada ketebalan A3 (≥8 cm) sebesar 1 x 109 koloni/ml dan terendah pada saat pengambilan bulan Juli pada ketebalan A2 (2-8 cm) yaitu sebesar 1.7 x 106 koloni/ml. Dari data yang diuraikan dapat dilihat bahwa pada saat pengambilan bulan April jumlah total bakteri lebih banyak dibandingkan pada saat pengambilan bulan Juli, disebabkan pada pengambilan bulan April keadaan tanah lembab dan bercampur dengan lumpur sedangkan pada saat pengambilan bulan Juli keadaan tanah yang bercampur dengan abu menjadi mengeras karena terjadi kemarau panjang .

Populasi jamur pada tanah yang terdampak erupsi gunung Sinabung pada tanah yang tidak terkena dan terkena abu memiliki jumlah yang berbeda. Hal ini dapat kita lihat dari hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Jumlah Total Jamur pada Tanah yang Tidak Terkena Abu dan Terkena Abu Vulkanik pada Berbagai Ketebalan Abu (koloni/ml)

Ketebalan abu Kedalaman tanah 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

April Juli April Juli

A0 (tanpa) 7x107 8x107 1.5x108 4x107

A1 ( 2 cm) 3x107 2.2x106 9x107 6x107

A2 (2-8 cm) 6x107 10.5x108 8x107 1.9x108

A3 ( 8 cm) 5x107 3x107 6x107 1.7x108

Dari Tabel 3 terlihat bahwa untuk kedalaman 0-20 cm pada pengambilan bulan April dan bulan Juli, populasi tertinggi terdapat pada pengambilan bulan Juli pada ketebalan abu A2 ( 2-8 cm) sebanyak 10.5 x 108 koloni/mldan terendah

pada pengambilan bulan Juli pada ketebalan abu A1 (≤ 2 cm) sebanyak 2.2 x 106 koloni/ml , sedangkan untuk kedalaman 20-40 cm populasi tertinggi

ditunjukkan pada saat pengambilan bulan Juli pada ketebalan A2 (2-8 cm) sebesar 1.9 x 108 koloni/ml dan terendah ditunjukkan pada ketebalan A0 (tanpa) sebesar

4 x 107 koloni/ml. Populasi terbanyak diperoleh pada saat pengambilan bulan Juli dari pada bulan April. Hal ini terjadi karena pH tanah pada saat pengambilan Juli meningkat dibandingkan pada saat pengambilan bulan April, sehingga hal ini berpengaruh terhadap jenis mikroorganisme yang mampu bertahan hidup. Dalam hal ini pertumbuhan jamur yang meningkat karena jamur mampu hidup di daerah bertanah masam.

Pengukuran Aktivitas Mikroorganisme Tanah (respirasi)

Aktivitas mikroba tanah dipengaruhi oleh seberapa besar mikroorganisme tersebut dapat melakukan respirasi di dalam tanah. Berikut ini disajikan data hasil perhitungan produksi CO2 (respirasi) yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengukuran Aktivitas Mikroorganisme (Respirasi) pada Tanah yang Tidak Terkena Abu dan Terkena Abu Vulkanik pada Berbagai Ketebalan Abu (ml/hari)

Ketebalan abu Kedalaman tanah 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

April Juli April Juli

A0 (tanpa) 2.1 2.8 1.5 1.1

A1 ( 2 cm) 2.1 1.8 0.5 4.1

A2 (2-8 cm) 0.2 1.0 1.1 3.3

A3 ( 8 cm) 0.9 3.8 0.1 1.8

Dari Tabel 4 diperoleh hasil untuk kedalaman 0-20 cm pada pengambilan bulan April dan bulan Juli, data tertinggi pada saat pengambilan bulan Juli dengan ketebalan abu A3 (2-8 cm) sebesar 3.8 ml/hari dan terendah pada pengambilan bulan April pada ketebalan abu A2 (2-8 cm) menjadi 0.2 ml/hari. Sedangkan untuk kedalaman 20-40 cm jumlah tertinggi ditunjukkan pada saat pengambilan bulan Juli pada ketebalan A1 (≤ 2 cm) sebesar 4.1 ml/hari dan terendah pada saat pengambilan bulan April pada ketebalan A3 (≥8 cm) sebesar 0.1 ml/hari. Dari data yang diuraikan, dapat dilihat bahwa pada pengambilan sampel tanah pada bulan Juli menunjukkan data tertinggi respirasi dari pada pengambilan sampel bulan April.

Perhitungan Jumlah dan Jenis Athropoda

Tanah memiliki keanekaragaman biota tanah yang berlimpah, diantaranya dari kelompok arthropda. Kelompok ini biasanya sangat memiliki

peran penting pada fungsi tanah diantaranya mendekomposisi proses hara. Berikut disajikan data hasil perhitungan jumlah dan jenis arthropoda yang dapat

Tabel 5. Perhitungan Jumlah dan Jenis Makrofauna Kelompok Arhropoda pada Tanah yang Tidak Terkena Abu dan Terkena Abu Vulkanik pada Berbagai Ketebalan Abu

Ketebalan abu Jumlah Jenis

A0 (tanpa) 4 Rayap :3 Semut : 1 A1 ( 2 cm) 2 Rayap : 2 A2 (2-8 cm) - - A3 ( 8 cm) 1 Semut : 1

Dari Tabel 5 diperoleh data yang terbanyak pada A0 dan yang terendah pada A2 (2-8 cm). Pada tanah yang tidak terkena abu jumlah dan jenis lebih banyak karena di ketebalan A0 mikroorganisme mampu hidup karena abu tidak menutupi tanah, sedangkan pada ketebalan A2 mikroorganisme tidak lagi mampu bertahan akibat telah bercampurnya tanah dengan abu.

Bahan organik

Kandungan bahan organik menentukan populasi mikrofauna maupun makrofauna di dalam tanah selain itu keuntungan lain dari banyaknya kandungan bahan organik pada tanah juga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Berikut ini disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan Kandungan Bahan Organik Pada Tanah yang Tidak Terkena Abu dan Terkena Abu Vulkanik pada Berbagai Ketebalan Abu (%) Ketebalan abu Kedalaman tanah 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

April Juli April Juli

A0 (tanpa) 6.49 6.35 6.24 4.21

A1 ( 2 cm) 4.88 4.82 2.90 2.54

A2 (2-8 cm) 2.91 3.45 4.14 3.59

A3 ( 8 cm) 3.77 1.41 5.13 1.56

Dari Tabel 6 diperoleh data bahwa pada tanah yang tidak terkena abu vulkanik kandungan bahan organiknya lebih tinggi dari pada tanah yang terkena abu. Jika semakin tebal abu yang menutupi tanah maka kandungan bahan organik

akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada tanah yang terkena abu mikroorganisme tidak mampu bertahan hidup, sehingga jika tidak ada mikroba dalam tanah maka proses dekomposisi akan terhambat dan hal ini akan berpengaruh terhadap kandungan bahan organik tanah.

Pembahasan

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah total bakteri pada kedalaman 0-20 cm yang lebih mampu bertahan hidup pada saat pengambilan pada bulan

April dari pada pengambilan bulan Juli. Lama pengambilan sampel berpengaruh terhadap jumlah total mikroorganisme. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 di ketebalan abu A3 (≥8 cm) sebanyak 28.6 x 108 koloni/ml jumlah total mikroorganismenya meningkat pada bualn April dan kemudian jumlah menurun pada ketebalan abu A2 (2-8 cm) saat pengambilan bulan Juli 9 x 105 koloni/ml. Umumnya bakteri dapat bertahan hidup pada lingkungan yang ekstrim karena kemampuannya untuk membentuk spora sebagai pertahanan diri, walaupun lingkungan, temperatur dan kelembapan berubah. Dari data dapat dilihat bahwa pada ketebalan A3 bakteri lebih mampu bertahan hidup dibandingkan pada ketebalan lainnya, sehingga hal ini dapat mempengaruhi jumlah populasinya. Hal ini sesuai dengan Rao, (1994) yang menyatakan bakteri dapat menahan kondisi yang ekstrim walaupun temperatur dan kelembapan mempengaruhi populasinya. Hal ini dikarenakan kemampuan bakteri untuk membentuk spora sebagai perlindungan dari seluruh lingkungan yang ganas.

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah total bakteri pada kedalaman 20-40 cm yang lebih mampu bertahan hidup pada saat pengambilan bulan April

kedalaman 20-40 cm, dimana pada ketebalan A3 jumlah total bakteri lebih banyak dibandingkan pada ketebalan lainnya. Pada ketebalan abu A3 (≥8 cm) jumlah mikroorganisme sebesar 1 x 109 koloni/ml, kemudian terjadi penurunan jumlah yang diikuti pada ketebalan abu A0, A1 dan A2. Dimana pada ketebalan A2 jumlah populasi bakteri terendah sebesar 1.7 x106 koloni/ml pada pengambilan bulan Juli. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap jumlah populasi bakteri ini terdapat pada kandungan bahan organiknya. Dimana dapat kita lihat pada Tabel 6 kandungan bahan organik tanah pada kedalaman 20-40 cm menunjukkan hasil lebih tinggi pada bulan April dari pada bulan Juli. Semakin banyak kandungan bahan organik suatu tanah maka aktivitas dan jumlah mikroorganisme akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan Rao, (1994) yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi bakteri dalam tanah adalah pH, praktik pertanian, pemupukan dan penambahan bahan organik tanah. Sehingga semakin banyak kandungan bahan organik tanah maka semakin besar pula populasi bakteri pada tanah tersebut.

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah total jamur pada kedalaman 0-20 cm populasi terbanyak terdapat pada ketebalan abu A2 (2-8 cm) sebanyak 10.5 x 108 koloni/ml sedangkan populasi terendah pada ketebalan A1 (≤ 2 cm)

sebesar 2.2 x 106 koloni/ml. Hal ini berpengaruh terhadap pH tanah, umumnya tanah yang mengalami kekeringan identik dengan pH masam. Dimana dapat kita lihat pada tabel 1 nilai pH tanah pada ketebalan A2 lebih masam dibandingkan dengan ketebalan A1. Jika pH suatu tanah masam maka kemungkinan tanah itu dihuni oleh mikroorganisme jenis jamur. Hal ini sesuai dengan Hardjowigeno, 2007 yang menyatakan fungi dapat berkembang baik pada segala tingkat

kemasaman tanah. Namun apabila pada pH lebih dari 5,5 jamur harus bersaing hidup dengan bakteri di dalam tanah.

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah total jamur pada kedalaman 20-40 cm populasi terbesar pada saat pengambilan bulan Juli di ketebalan abu A2 (2-8 cm) sebesar 1.9 x 108 koloni/ml dan terendah pada ketebalan abu A0 (tanpa) menjadi 4 x 107 koloni/ml pada pengambilan bulan Juli. Pengaruh

lingkungan membuat mikroba di dalam tanah dapat berkembang atau bahkan mati. Dari data dapat dilihat bahwa pada ketebalan abu yang lebih tebal populasi lebih tinggi dibandingkan dengan ketebalan yang lain, hal ini dapat disimpulkan bahwa keadaan lingkungan dapat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme baik jumlah ataupun jenis dari mikroba tanah yang mana yang mampu betahan hidup. Hal ini sesuai dengan Husen (2007), yang mengatakan bahwa keberadaan organisme didalam tanah dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkunganlah yang memilih jenis mikroba apa saja yang dapat hidup dan berkembangbiak dalam suatu ekosistem tanah tertentu.

Dari hasil yang diperoleh jumlah produksi CO2 mikroorganisme tanah di kedalaman 0-20 cm jumlah tertinggi terdapat pada ketebalan A3 (≥8 cm) pada pengambilan bulan Juli sebesar 3.8 ml/hari, sedangkan jumlah terendah terdapat

pada ketebalan abu A2 (2-8 cm) pada pengambilan bulan April sebesar 0.2 ml/hari. Untuk kedalaman 20-40 cm produksi CO2 tertinggi pada pengambilan

bulan Juli pada ketebalan A1 (≤2 cm) sebesar 4.1 ml/hari dan terendah pada ketebalan A3 (≥8cm) pada pengambilan bulan April sebesar 0.1 ml/hari. Produksi CO2 mengalami peningkatan pada bulan Juli, apabila produksi CO2 meningkat maka jumlah mikroorganisme tanah juga meningkat. Mikroorganisme merupakan

tenaga penggerak utama dalam proses respirasi di dalam tanah dengan bantuan bahan organik yang telah terdekomposisi. Hal ini sesuai dengan Azizah, dkk., (2007) yang menyatakan bahwa respirasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan produk sisa berupa CO2 dan H2O dan pelepasan energi. Metabolisme ini merupakan proses dekomposisi bahan organik yang secara umum mengindikasikan kegiatan mikroorganisme, dengan tujuan menyediakan karbon yang merupakan sumber metabolisme ini merupakan proses dekomposisi bahan organik yang secara umum mengindikasikan kegiatan mikroorganisme, dimana proses dekomposisi dapat berlangsung dengan mediasi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme merupakan tenaga penggerak dalam respirasi tanah.

Keanekaragaman mikroorganisme pada suatu tanah sangatlah berlimpah, diantaranya untuk kelompok arthropoda. Dari hasil penelitian diperoleh data pada ketebalan A0 (tanpa) memiliki 4 jenis yang terdiri dari rayap 3 ekor dan semut 1 ekor, sedangkan pada ketebalan A2 (2-8 cm) arthropda sama sekali tidak ada. Hal ini terjadi karena pada ketebalan A0 tanah yang bercampur dengan abu tidak menganggu aktivitas mikroba dalam tanah sehingga sebagian besar mikroba tanah, khususnya arthropoda masih dapat hidup dengan baik, disamping itu bahan organik yang menjadi sumber makanan bagi kelompok hewan tanah ini masih terpenuhi. Sedangkan pada ketebalan A2 (2-8 cm) tanah sudah mulai becampur dengan abu dan menyebabkan aktivitas hewan tanah terganggu dan karena aktivitasnya terganggu maka akan berdampak pada jumlah ataupun jenis dari hewan penghuni tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suriadikarta, dkk, (2011) terhadap dampak letusan gunung merapi yang menunjukkan hasil analisis biologi menunjukkan tanah mengalami penurunan

keanekaragaman dan populasi mikroba tanah terutama pada lapisan atas, sedangkan pada lapisan bawah populasi dan keragaman tidak terpengaruh.

Pada hasil penelitian, kandungan bahan organik tanah, akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah yaitu proses respirasi mikroorganisme dan jumlah mikroorganisme. Jika di dalam tanah kandungan bahan organik terpenuhi maka mikroorganisme dapat hidup dengan baik di tanah, sehingga semakin banyak mikroorganisme yang hidup pada suatu tanah maka kegiatan respirasi tanah juga semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 menunjukkan nilai respirasi pada tanah yang tidak terkena abu A0 mengalami peningkatan jumlah namun menurun pada ketebalan A1, A2, dan A3. Penurunan ini juga diikuti pada saat pengambilan bulan Juli. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, tebalnya abu dan lamanya pengambilan dapat mempengaruhi kandungan bahan organik tanah pada suatu tanah. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya bahan organik yang tersedia maka total mikroorganisme yang ada di tanah juga semakin banyak, dan apabila jumlah mikroorganisme meningkat maka kegiatan respirasi juga akan meningkat .Hal ini sesuai dengan Hanafiah, dkk (2009) yang mengatakan semakin tinggi jumlah total mikroorganisme dan semakin banyaknya jumlah persediaan bahan organik di tanah maka nilai respirasi mikroorganisme akan semakin tinggi. Aktivitas mikroorganisme yang tinggi berhubungan dengan banyaknya populasi mikroorganisme dan bahan organik sebagai sumber energi.

Dokumen terkait