• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Mekanik Rangka Bawah dan Sistem Transmisi

Rangka bawah merupakan bagian yang berhubungan dengan traktor atau crawler dan menanggung beban mekanik yang besar. Keseluruhan beban mesin pemupuk ditanggung oleh rangka bawah pada bagian tiga titik gandeng. Simulasi pembebanan pada rangka beban pada bagian tiga titik gandeng. Simulasi pembebanan pada rangka bawah dilakukan dengan asumsi beban total mesin

16

sebesar 442 kg. Besarnya beban total ini didapat dari massa total mesin pemupuk yang telah diberi bahan pada tiap-tiap bagian mesin pemupuk pada model mesin pemupuk di SolidWorks 2011 dan massa total pupuk yang dapat ditampung oleh hopper mesin pemupuk. Gaya yang diberikan ke rangka bawah sebesar 4331.6 N. Simulasi sebaran beban pada rangka bawah diperlihatkan pada Gambar 14.

Beban pada rangka bawah berada di daerah tiga titik gandeng. Besar stress yang bekerja pada rangka bawah diperlihatkan oleh warna biru tua menuju merah. Semakin menuju warna merah, maka tingkat stress pada bagian tersebut semakin besar. Bahan rangka bawah yang dipilih adalah baja karbon S45C. Nilai stress von mises menunjukkan belum adanya deformasi pada struktur rangka, hal ini ditandai dengan lebih kecilnya nilai puncak stress von mises yaitu 111750888 N/m2 dibandingkan dengan nilai yield strength 248168000 N/m2 bahan yang digunakan. Gambar 15 memperlihatkan bahwa defleksi terbesar terjadi pada rangka bawah bagian ujung belakang yaitu sebesar 3-3.27 mm.

Bagian selanjutnya yang disimulasikan adalah rangkaian puli-sabuk pertama. Simulasi diperlukan untuk menunjukan bahwa bagian yang dibuat dapat menanggung beban selama mesin beroperasi. Bagian ini berfungsi meneruskan torsi putar PTO menuju rangkaian puli-sabuk kedua. Bagian ini terdiri dari puli, sabuk dan dua poros antara. Poros antara yang pertama berdiameter 35 mm sedangkan poros kedua berdiameter bertingkat 30 mm dengan ujung depan berdiameter 20 mm. Puli besar berdiameter 10 in sedangkan puli kecil berdiameter 3 in. Kesemua bagian ini terbuat dari bahan baja karbon S45C. Torsi yang bersumber dari PTO sebesar 120 Nm yang digunakkan untuk memutar blower. Simulasi dilakukan dengan memberi torsi putar 120 Nm pada poros antara pertama, puli besar dan puli kecil (Gambar 16).

17

Beban torsi pada poros antara pertama terjadi pada ujung poros yang berhubungan dengan universal joint PTO. Pada puli besar maupun puli kecil terjadi beban torsi yang besar pada pasak kedua. Bagian poros antara kedua juga mengalami beban torsi yang besar dengan puli kecil dan pasaknya. Pada bagian rangkaian puli sabuk tidak mengalami deformasi saat dikenakan beban torsi, hal ini dapat dilihat dari nilai yield strength 248168000 N/m2 bahan yang digunakan

Gambar 15 Simulasi defleksi pada rangka bawah

18

lebih besar dibandingkan nilai tertinggi stress von mises 72881936 N/m2 sehingga pemilihan bahan dan geometri rangkaian puli-sabuk dinilai tepat.

Bagian selanjutnya yang disimulasikan adalah rangkaian puli-sabuk kedua. Simulasi diperlukan untuk menunjukan bahwa bagian yang dibuat dapat menanggung beban selama mesin beroperasi. Bagian ini berfungsi meneruskan torsi putar puli-sabuk pertama menuju blower. Bagian ini terdiri dari puli, sabuk dan dua poros antara. Poros antara yang kedua berdiameter 30 mm sedangkan poros ketiga berdiameter bertingkat 20 mm. Puli besar berdiameter 6 in sedangkan puli kecil berdiameter 3 in. Kesemua bagian ini terbuat dari bahan baja karbon S45C. Torsi yang bersumber dari PTO sebesar 120 Nm yang digunakkan untuk memutar blower. Simulasi dilakukan dengan memberi torsi putar 120 Nm pada poros antara kedua, puli besar dan puli kecil (Gambar 17).

Pada puli besar maupun puli kecil terjadi beban torsi yang besar pada pasak kedua. Bagian poros antara kedua juga mengalami beban torsi yang besar dengan puli kecil dan pasaknya. Pada bagian rangkaian puli sabuk tidak mengalami deformasi saat dikenakan beban torsi, hal ini dapat dilihat dari nilai yield strength 248168000 N/m2 bahan yang digunakan lebih besar dibandingkan nilai tertinggi stress von mises 72881936 N/m2 sehingga pemilihan bahan dan geometri rangkaian puli-sabuk dinilai tepat.

Simulasi Aliran Udara Bertekanan dan Aliran Pupuk Dalam Sistem Pneumatik

Dalam simulasi ini, debit udara dari blower di-set 0.077 m3/s sesuai dengan hasil perhitungan pada persamaan 5, static pressure sebesar 1 atm dan turbulensi yang terjadi di dalam sistem sebesar 5% . Data pupuk yang dimasukkan

19 dalam simulasi aliran pupuk antara lain: particle density pupuk 1800 kg/m3, ukuran diameter pupuk 4 mm (Olieslagers et al. 1996) dan debit pupuk yang diumpankan 0.23 kg/s sesuai dengan yang didesain. Dalam simulasi ini diasumsikan bahwa udara hanya keluar melalui kedua ujung diffuser. Setelah melakukan simulasi selanjutnya dilakukan pengukuran kecepatan udara secara aktual pada sistem pneumatik dengan menggunakan anemometer pada kedua outlet diffuser kanan dan kiri (Gambar 18). Hasil simulasi menunjukkan bahwa kecepatan aliran udara pada inlet kotak pencampur, bagian kiri berwarna biru muda seperti pada Gambar 19, yaitu sebesar 9.566 m/s. Hasil simulasi memberikan nilai kecepatan udara pada outlet kotak pencampur sebesar 19.132 sampai 38.263 m/s. Terjadi peningkatan kecepatan pada bagian tengah bawah kotak pencampur. Hal ini disebabkan adanya sirip pencampur yang menyebabkan perubahan ukuran saluran yang menjadi lebih kecil dari inlet kotak pencampur. Besarnya kecepatan pada bagian tengah bawah kotak pencampur adalah 33.48 sampai 43.046 m/s. Hasil simulasi aliran udara memperlihatkan bahwa kecepatan udara pada inlet dan outlet diffuser adalah 9.566 m/s dan 4.783 m/s. kecepatan udara pada outlet diffuser kanan dan kiri hasil pengukuran adalah 12.8 m/s dan 12.2 m/s. kecepatan udara pada outlet diffuser hasil simulasi dengan hasil pengukuran jauh berbeda. Hal ini disebabkan oleh pada mesin terpasang blower yang memiliki debit 0.3375 m3/detik sedangkan pada simulasi di-set debit hembusan blower sebesar 0.77 m3/detik sesuai dengan perhitungan.

Sebaran pupuk dari kotak pencampur mencapai diffuser memanfaatkan aliran udara bertekanan yang dihasilkan blower. Dari pengukuran karakteristik pupuk NPK 15.15.15, diketahui ukuran diameter butiran pupuk 2.36-4.76 mm dari 82.56 % dari total massa pupuk yang diukur. Pupuk yang berdiameter 4 mm dan memiliki bulk density 1260 kg/m3 relatif memiliki pengaruh aerodinamika karena luas permukaan yang besar. Semakin besar ataupun kasar permukaan butiran

Gambar 18 Titik pengukuran kecepatan udara

Titik pengukuran

diffuser kanan

Titik pengukuran

20

maka akan semakin besar efek aerodinamika yang bekerja pada butiran tersebut jika berada dalam aliran udara (Grift et al. 1997). Aliran pupuk dari kotak pencampur sampai diffuser telah disimulasikan dan hasilnya disajikan pada Gambar 20. Pada simulasi ini butiran pupuk memiliki kecepatan terbesar pada kotak pencampur bagian tengah bawah sebesar 38.263 m/s. Hal ini disebabkan oleh saluran aliran udara mengecil dengan adanya sirip pencampur. Pada bagian tengah atas kotak pencampur butiran pupuk memiliki kecepatan yang rendah karena aliran udara yang berasal dari blower terhalang oleh sirip pencampur. Namun, butiran pupuk tersebut mendapat gaya dorong yang berasal dari metering device sehingga tidak terjadi penumpukan pupuk di kotak pencampur.

Gambar 19 Simulasi kecepatan aliran udara di kotak pencampur sampai diffuser

Gambar 20 Simulasi kecepatan aliran pupuk di kotak pencampur sampai diffuser

21 Sistem Pneumatik pada Prototipe Mesin Pemupuk dan Kinerjanya

Sistem pneumatik (Gambar 21) pada prototipe mesin pemupuk berupa blower, saluran berupa pipa PVC dan aksesoris, kotak pencampur, pipa fleksibel dan diffuser. Sistem pneumatik ini menggunakan blower dengan spesifikasi intermediate pressure blower tipe CZR-750W. Blower ini telah mengakomodasi kebutuhan daya sistem pneumatik yaitu 0.71 kW karena blower dapat dioperasikan pada daya 0.75 kW dan menghasilkan debit sebesar ± 0.3375 m3/detik pada kecepatan putar 3000 rpm. Karena kecepatan putar PTO yang tersedia 648 rpm (Aswin 2015), maka untuk meningkatkan kecepatan putarnya digunakan sistem transmisi dua pasang sabuk-puli dan poros antara. Sistem sabuk-puli yang pertama memiliki ratio 1:3 dan yang kedua memiliki rasio 1:2. Tipe sabuk yang dipilih adalah tipe B ganda, sesuai dengan perhitungan penyaluran daya dan putaran, menggunakan diagram pemilihan sabuk-V (Sularso dan Suga 2004). Blower diletakkan pada bagian belakang sebelah kanan dan mempunyai arah putar blower searah jarum jam jika dilihat dari belakang. Hal ini sama juga pada mesin pemupuk padi yang dirancang Kim et al. (2008) dan Gunawan et al. (2013).

Hasil pengujian akurasi penjatahan pupuk menunjukkan bahwa mesin dapat menaburkan pupuk dengan akurat sesuai dosis yang di-set, baik pada pengujian statis maupun dinamis, seperti ditunjukkan pada Gambar 22. Ada sedikit perbedaan antara keluaran yang diharapkan dengan keluaran pupuk aktual, yang disebabkan oleh kurang presisinya ukuran auger dari metering device akibat proses pabrikasi yang masih konvensional dan sederhana.

Gambar 21 Sistem pneumatik mesin pemupuk Blower

Pipa Kotak

pencampur

22

(a) (b)

Gambar 22 Grafik hasil pengujian dosis pupuk (a) statis (b) dinamis

Gambar 23 Sebaran pupuk dosis 0.25 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 0.55 m/s

Gambar 24 Sebaran pupuk dosis 0.5 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 0.55 m/s

23

Gambar 25 Sebaran pupuk dosis 0.75 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 0.55 m/s

Gambar 26 Sebaran pupuk dosis 1 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 0.55 m/s

Gambar 27 Sebaran pupuk dosis 1.25 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 0.55 m/s

24

Pengujian sebaran pada kecepatan maju mesin 0.55 m/s dapat dilihat pada Gambar 23-28 (Lampiran 1). Sedangkan pengujian sebaran pada kecepatan maju mesin 1.7 m/s dapat dilihat pada Gambar 30-35 (Lampiran 2). Terdapat kotak yang kosong yaitu pada baris 3 kolom D. Hal ini dikarenakan terdapat model tanaman kelapa sawit sehingga pupuk tidak tersebar di kotak tersebut (Gambar 29). Hasil analisis sebaran pupuk di permukaan target menunjukkan bahwa sebaran pupuk kurang merata. Pupuk lebih banyak tersebar di baris dua dan tiga, yaitu pada jarak 1-1.6 m dari ujung diffuser. Hal ini terjadi karena lintasan pupuk dari diffuser sampai jadi ke lahan berbentuk setengah parabola. Dengan demikian jarak optimum jatuhnya pupuk dari diffuser adalah 1 m. Sebaiknya dibuat pengatur kemiringan di rangka penahan pipa fleksibel agar pupuk bisa tepat ditabur di piringan pokok tanaman. Selain itu juga, dari hasil pengujian terlihat bahwa pupuk lebih banyak tersebar pada kolom C, D dan E. hal ini disebabkan oleh penjatahan pupuk pada mesin ini tidak kontinu hanya memupuk per tanaman sehingga pada awal saat memupuk hanya sedikit pupuk yang keluar dari metering device. Pada saat pertengahan pemupukan, pupuk yang keluar lebih banyak.

Gambar 28 Sebaran pupuk dosis 1.5 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 0.55 m/s

25

Gambar 29 Pengujian sebaran pupuk di lapang

Gambar 30 Sebaran pupuk dosis 0.25 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 1.7 m/s

Model tanaman kelapa sawit

26

Gambar 31 Sebaran pupuk dosis 0.5 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 1.7 m/s

Gambar 32 Sebaran pupuk dosis 0.75 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 1.7 m/s

Gambar 33 Sebaran pupuk dosis 1 kg/tanaman dan kecepatan maju mesin 1.7 m/s

27

Dokumen terkait