• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber sparker digunakan untuk menampilkan stratigrafi sedimen terkonsolidasi dalam rangka untuk memberikan data informasi tentang struktur sedimen dasar laut dangkal. Data yang terekam oleh streamer merupakan kumpulan banyak trace hasil tembakan dari sumber seismik. Data tersebut menghasilkan penampang seismic single channel, yang kemudian dilakukan pengolahan dengan beberapa metode untuk menghasilkan penampang seismik dengan resolusi tinggi agar dapat diinterpresikan.

Hubungan Nilai Amplitudo Gelombang Seismik Terhadap Waktu Perambatan

Sinyal seismik yang merambat dalam medium air laut akan mengalami beberapa pengurangan energi yang di akibatkan atenuasi dan absorbsi yang terjadi di medium air dan perambatan di sedimen dasar, dimana energi gelombang seismik yang paling besar ketika ditembakkan oleh sumber seismik (sparker) dan mengenai suatu objek dasar laut (Gambar 8.a). Semakin dalam perambatan gelombang seismik ke suatu sedimen maka energinya semakin kecil yang diakibatkan adanya absorbsi dan atenuasi oleh sedimen, penggunaaan frekuensi tinggi juga mempengaruhi energi gelombang seismik saat perambatan ke suatu sedimen, semakin besar frekuensi maka penetrasi dan energi gelombang seismik semakin kecil. Penggunaan frekuensi kecil maka penetrasi dan energi gelombang seismik akan semakin besar (Gambar 8.c).

(a

(b

(c

Gambar 8. Grafik Perbandingan Waktu Gelombang Seismik dengan Amplitudo pada trace 2633 (a) Grafik Perambatan Gelombang Seismik trace 2633, (b) Grafik Perambatan Gelombang dari Sparker, (c) Grafik Perambatan Gelombang dari sedimen dasar, (d) FFT dari Perambatan Gelombang Seismik yang

Gelombang suara yang merambat di medium air laut dari sumber seismik dan mengenai suatu objek dapat terlihat fluktuasi amplitudonya (Gambar 8.a). Waktu tempuh antara 0 – 15 ms (gambar 8.b) merupakan gelombang suara yang berasal dari sparker saat penembakan. Sedangkana waktu tempuh dari 25 – 125 ms (gambar 8.c) merupakan waktu tempuh gelombang suara yang merambat di dasar laut hingga sub bottom profile. Fluktuasi gelombang suara yang merambat dari medium air hingga mengenai suatu objek hingga sub bottom profile terjadi pelemahan nilai amplitudo. Menurut Sylwester (1983) pelemahan nilai energi gelombang seismik disebabkan adanya sudut datang gelombang suara pada bidang pantul, pengurangan (attenuation) dari gelombang suara oleh sedimen, kehilangan energi akustik yang disebabkan oleh penyebarannya ke segala arah, serta kehilangan energi suara yang disebabkan karena penyebarannya oleh bidang-bidang reflektor yang permukaannya tidak teratur. Hasil tiga grafik FFT frekuensi gelombang seismik yang berbeda menunjukkan puncak frekuensi yang berbeda, dimana grafik FFT dari sinyal keseluruhan dan sinyal dari sedimen mempunyai puncak frekuensi antara 400 – 700 Hz sedangkan grafik FFT dari sinyal sparker mempunyai puncak frekuensi pada 300 Hz (gambar 8.d). Hal ini sesuai dengan Radtke et al (2012) dimana karakteristik dari gelombang getar yang memancar keluar dari sparker menentukan karakter sinyal akustik yang dibuat. Sparker

umumnya menghasilkan sinyal memiliki spektrum energi akustik yang sangat besar dengan frekuensi puncak 1000 Hz atau lebih. Dengan teknologi frekuensi rendah dilaporkan sparker dari permukaan menghasilkan puncak spektrum energi akustik pada frekuensi 2 - 1000 Hz.

Seismik Pantul Dangkal

Data rekaman seismik menunjukkan profil dasar laut yang merupakan kumpulan sinyal suara yang ditembakkan oleh sparker dan diterima oleh streamer

yang menghasilkan penampang seismik (Gambar 10). Hasil rekaman merupakan data mentah yang belum melalui processing data. Dari hasil rekaman pada lintasan CRMBT 11 (Gambar 10.a) menunjukkan penampang belum bisa diinterprestasi karena data rekaman seismik masih menyatu dengan noise dan banyaknya multiple yang dihasilkan oleh rekaman.

Sinyal seismik yang terekam oleh streamer tidak semuanya hasil pantulan dari dasar laut maupun sub bottom profile. Pada saat gelombang suara merambat pada medium air, adanya proses atenuasi yang disebabkan oleh jarak ke objek dan absorbsi oleh partikel-partikel terlarut yang terdapat pada medium air. Partikel tersebut bisa juga memantulkan gelombang suara karena adanya Hukum Huygen. Hukum Huygen menyatakan bahwa setiap titik-titik pengganggu yang berada didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya deretan gelombang yang baru, sehingga akan mengasilkan pantulan yang tidak diinginkan (noise).

Tahap awal, untuk meminimalisir noise dan multiple pada data rekaman seismik perlu melalui proses filtering, hal ini untuk memisahkan sinyal data yang diinginkan dengan sinyal noise. Metode filtering yang tepat adalah band pass filter karena metode ini membuang sinyal yang tidak terdapat pada ambang batas sinyal yang diinginkan (Gambar 7). Sinyal frekuensi 100-200-4000-4700 Hz

merupakan ambang batas frekuensi yang digunakan pada proses band pass filter. Hasil proses band pass filter menghasilkan penampang yang lebih bagus dari penampang hasil perekaman awal (Gambar 10.b). Hal ini disebabkan sinyal noise

telah berkurang akibat proses band pass filter karena proses filtering ini menekan energi sisa ground-roll dan ambien noise frekuensi tinggi yang tidak akan mengganggu autokorelasi sinyal. Pengurangan noise penting dalam pengolahan data seismik sejak noise membahayakan dalam menggambarkan interior bumi,

noise dibagi menjadi noise coherent dan incoherent (Wang dan Sacchi 2009). Metode band pass filter ada kekurangan yaitu penampang hasil proses filtering

masih menunjukkan adanya multipe. Untuk mengurangi multiple diperlukannya proses dekonvolusi.

Tahap kedua, salah satu metode untuk meminimalisir multiple yang terdapat pada penampang seismik yaitu predictive deconvolution (Gambar 11.a). Multiple

pada data seismik terjadi akibat pengulangan refleksi akibat ’terperangkapnya’ gelombang seismik dalam air laut atau terperangkap dalam lapisan batuan lunak. Gelombang yang merambat melalui bagian bawah laut juga dapat bereverbrasi antara reflektor yang lebih dalam, Energi multiple lapisan sedimen dan reverbrasi lapisan air dapat menjadi begitu kuat sehingga kedatangan refleksi utama dari reflektor target yang lebih dalam menjadi benar-benar tak terlihat (Essenreiter et al. 1998). Sehingga multiple harus dihilangkan karena dapat menggagu dalam proses interpretasi karena menghalangi reflektor utama.

Seismic single-channel metode predictive deconvolution sangat diperlukan dikarena menekan wavelet dasar dalam perekaman seismogram dan melemahkan reverbrasi dan short path multiple, tujuan dari metode ini untuk mengembalikan bentuk gelombang dari gelombang menurun sebelum dipengaruhi oleh dampak

earth-filter. Proses ini mengubah tidak hanya bentuk gelombang tetapi juga isi frekuensi asli wavelet, dalam rangka meningkatkan resolusi dan memudahkan identifikasi kejadian seismik (Duchesne et al. 2007). Pada penampang seismik hasil predictive deconvolution adanya perbedaan gambar dengan hasil band pass filter, multiple pada penampang seismik berkurang (Gambar 11.a). Akan tetapi diperlukannya AGC (Auto Gain Control) untuk meningkatkan resolusi gambar pada penampang akibat pelemahan sinyal oleh metode dekonvolusi (Gambar 11.b). Pada penampang seismik yang telah melewati processing data adanya heterogenitas sedimen yang terdapat di dasar laut. Heterogenitas sedimen ini terjadi akibat faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang menyebabkan heterogenitas sedimen seperti abrasi, arus permukaan dan gelombang yang membawa sedimen dari daratan, sedangkan faktor manusia seperti pengeboran tambang secara illegal maupun legal. Selain itu faktor-faktor tersebut merupakan penyebab dari proses sedimentasi yang terdapat di daerah Bangka Barat, Bangka Belitung.

Data Batimetri

Batimetri merupakan kontur kedalaman yang menggambarkan morfologi dasar laut. Peta batimetri dapat digunakan dalam identifikasi dan karakterisasi unsur struktur geologi yang berkembang di perairan Bangka Barat. Data hasil pemeruman yang diperoleh selama survey sepanjang lintasan 360 Km. Hasil

pengamatan kontur batimetri 3D, daerah penelitian mempunyai kedalaman yang bervariasi antara 10 – 30 m (Gambar 9).

Perubahan kedalaman terjadi secara gradual mulai dari arah timur dan arah barat daerah penelitian dengan kedalaman mulai dari 10 – 15 m berangsur bertambah ke arah barat laut sampai kedalaman > 20 m. Kontur batimetri dan data seismik refleksi dikombinasikan untuk penafsiran struktur geologi dan morfologi dasar laut yang berkembang di perairan barat, Bangka Belitung. Morfologi dasar laut daerah Bangka Barat dipengaruhi oleh aliran sungai yang berasal dari daratan sehingga terjadi pengendapan sedimen. Endapan interdistributary channel

merupakan endapan yang terjadi di perairan Bangka Barat dimana terdapat diantara distributary channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal, tidak berelief dan proses akumulasi sedimen lambat. Pada

interdistributary channel dan daerah luapan daratan terbentuk suatu endapan yang berukuran lanau sampai lempung yang sangat dominan, hal ini sesuai dengan data bor (Gambar 12). Struktur sedimennya adalah laminasi yang sejajar (parallel) dan struktur galian endapan pasir yang bersifat lokal, tipis dan kadang hadir sebagai pengaruh gelombang. Dari struktur sedimen sesuai dengan hasil penampang seismik di daerah Bangka Belitung dimana tipe echo parallel mendominasi sebaran permukaan sedimen (Gambar 16). Selain faktor alam yang mempengaruhi proses sedimentasi di perairan Bangka Barat ini, faktor aktifitas manusia seperti penambangan dan pengeboran mineral sangat mempengaruhi pengendapan sedimentasi.

Gambar 9. Kontur Batimetri 3D daerah Perairan Bangka Belitung m

20

Gambar 10. (a) Penampang Seismik Dangkal sebelum pemrosesan data, (b) Penampang

Seismik setelah menggunakan Metode Band Pass Filter (100-200-4000-4600).

(a)

(b)

Dasar Perairan Dasar Perairan

21

Gambar 11. (c) Penampang Seismik setelah menggunakan Metode Predictive

Deconvolution, (d) penampang sesimik setelah menggunakan AGC

(c)

(d)

Dasar Perairan Kolom Perairan

Nilai Koefisien Refleksi

Pantulan suatu sinyal akustik terhadap suatu bidang batas udara-air, air-sedimen, atau sedimen-air-sedimen, disebabkan karena adanya perbedaan impedansi akustik pada bidang batas. Pada kenyataannya, muka gelombang yang terbentuk pada sumber suara menyebar membentuk lingkaran ketika merambat melewati kolom air. Penjalaran gelombang seismik mengikuti hukum snellius dimana gelombang datang akan dipantulkan dan ditransmisikan jika melewati suatu bidang pantul (Badley 1985). Ketika muka gelombang mengenai dasar laut, sebagian besar daerah dasar laut yang direkam dengan energi akustik. Namun, hanya daerah yang relatif kecil dari pancaran permukaan menghasilkan sinyal pada rekaman seismik. Secara khusus, pancaran tersebut adalah energi akustik yang diterima dari pantulan permukaan dalam setengah siklus. Oleh karena itu energi berasal dari daerah yang terletak dalam wilayah lingkaran yang pusat dan batas luar ditentukan oleh seperempat panjang gelombang (Sylwester 1983).

Data bor pada lintasan Cross 13 terdapat 4 jenis lapisan sedimen yaitu lumpur hijau, lempung, pasir halus dan pasir kasar (Gambar 12). Nilai impedansi akustik pada setiap lapisan sedimen dari data bor tersebut berbeda yaitu lumpur hijau sebesar 2272.5 gram/cm3/s, lempung sebesar 1764 gram/cm3/s, pasir halus sebesar 3363.8 gram/cm3/s, dan pasir kasar sebesar 3600 gram/cm3/s (Gambar 12). Hal ini disebabkan nilai densitas dan kecepatan suara pada sedimen berbeda. Impedansi Akustik (IA) merupakan hasil dari densitas (ρ) dan kecepatan

gelombang kompresional (v). Dalam mengontrol nilai Impedansi Akustik, kecepatan memiliki arti yang lebih penting dibandingkan dengan densitas (Sukmono 2002). Hal ini karena densitas suatu batuan memiliki batasan dimana pada nilai tertentu densitas batuan yang satu akan mengalami tumpang tindih dengan densitas batuan lainnya. Batuan yang lebih keras dan kompak (porositas kecil) memiliki Z yang lebih tinggi dibandingkan batuan yang tidak kompak (porositas besar) karena gelombang sesimik akan lebih mudah merambat melewati batuan dengan porositas lebih kecil. Jumlah energi yang dipantulkan (atau hilang) ketika gelombang suara berpindah dari satu medium ke impedansi lain yang lebih besar sangat ditentukan oleh perbedaan impedansi (Tabel 3).

Tabel 3. Tipe dan Ukuran Sedimen Sediment M* (ϕ) p* (kg m-3) C* (m/s) R Z (gram cm3 s-1) Lumpur Hijau Lempung Pasir Halus Lempung Pasir Halus Lempung Pasir Halus Pasir Kasar Pasir Halus Lempung Pasir Halus Lempung Pasir Halus Lempung Pasir Halus 7 9 2 9 2 9 2 1 2 9 2 9 2 9 2 1.300 1.200 1.950 1.200 1.950 1.200 1.950 2.000 1.950 1.200 1.950 1.200 1.950 1.200 1.950 1485 1470 1725 1470 1725 1470 1725 1800 1725 1470 1725 1470 1725 1470 1725 -0.045 0.312 -0.312 0.312 -0.312 0.312 0.034 -0.034 -0.312 0.312 -0.312 0.312 -0.312 0.312 1930.5 1764.0 3363.8 1764.0 3363.8 1764.0 3363.8 3600.0 3363.8 1764.0 3363.8 1764.0 3363.8 1764.0 3363.8 *(Sumber: Lurton, 2002),

Nilai impedansi akustik yang berbeda setiap lapisan sedimen terdapat koefisien refleksi (R), dimana nilai koefisien refleksi dipengaruhi oleh perbedaan impedansi akustik setiap lapisan sedimen. Rasio amplitudo gelombang yang dipantulkan dengan amplitudo gelombang datang untuk gelombang bidang datang pada batas antara dua media yang memiliki impedansi akustik yang berbeda dinyatakan dengan Rayleigh koefisien refleksi (Sylwester 1983). Koefisien refleksi negative menunjukkan bahwa koefisien refleksi yang kecil pada normal

incidence (gelombang datang yang tegak lurus) hanya mengalami sedikit pertambahan pada sudut datang yang kecil, kemudian meningkat pada sudut datang yang lebih besar. Perubahan amplitudo ini sangat besar terhadap pertambahan jarak (sudut). Ketika perjalanan gelombang suara dari pasir berisi air dengan pasir berisi gas, fase dari sinyal yang dipantulkan terbalik. Ini menghasilkan profil karakteristik inversi pembalik pada bidang pantul.

Koefisien refleksi yang dihasilkan positif menunjukkan ketika gelombang bergerak dari bahan impedansi rendah ke impedansi tinggi, dan dalam hal ini fase dari sinyal yang dipantulkan tetap tidak berubah. Ini merupakan situasi umum di urutan sedimen impedansi (yang tergantung pada kerapatan litologi) meningkat dengan kedalaman tempat. Energi yang dipantulkan pada antarmuka sedimen-sedimen akan cukup kecil di mana impedansi akustik yang hampir sama dan jika impedansi akustik sama, sinyal akan ditransmisikan melalui antarmuka tanpa ada sinyal refleksi yang terjadi. Koefisien reflektifitas hanya mempertimbangkan impedansi akustik untuk insiden normal. Faktor lain yang memiliki efek yang berpengaruh pada amplitudo sinyal yang dipantulkan adalah (1) sudut datang, (2) atenuasi sinyal akustik oleh sedimen, (3) kehilangan energi akustik karena menyebar kesegala arah, dan (4) kehilangan sinyal akibat hamburan oleh permukaan dan bawah permukaan yang tidak beraturan (Sylwester 1983).

Gambar 12. Lapisan sedimen dari data bor pada lintasan CRMBT 13 dan sinyal akustik yang merambat pada data bor.

G am ba r 13. L api sa n B or pa da P ena m pa ng S ei sm ik

Volume Endapan Sedimen

Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan bilologi untuk menghasilkan suatu karakteristik sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan komposisi. Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut, antara lain pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai. Ukuran dan komposisi material di pantai sangat bervariasi tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus laut. Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi perubahan arah, maka arus pantai akan tetap mengangkut material-material ke laut yang dalam. Ketika material masuk ke laut yang dalam, terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama pengendapan material, terdapat akumulasi material yang ada di atas permukaan laut. Akumulasi material itu disebut spit. Jika arus pantai terus berlanjut, spit akan semakin panjang. Kadang spit terbentuk melewati teluk dan membetuk penghalang pantai (barrier beach). Hal ini terjadi di daerah penelitian dimana pengendapan sedimen dengan volume yang besar terjadi di daerah pantai dan berkurang ke arah lepas pantai dengan estimasi nilai volume endapan sedimen menggunakan Simpson Rules sebesar 171,695,175.10668 m3 (Gambar 14). Volume endapan sedimen terjadi karena adanya proses sedimentasi yang terjadi di daerah perairan tersebut. Proses sedimentasi terjadi karena adanya faktor alam (pengaruh sungai dari daratan, arus berenergi rendah, proses turbiditas, dan pasang surut) dan manusia (aktifitas penambangan mineral ataupun pasir).

Klasifikasi Jenis Echo Sedimen

Jenis Echo diklasifikasikan terutama atas dasar karakter akustik dan morfologi dari dasar laut. Jenis echo yang diamati didaerah penelitian diklasifikasikan menjadi 3 jenis echo yang berbeda sesuai dengan karakter refleksinya (Gambar 15).

Gambar 15. Tipe Echo CharacterParallel, Transparant Lens dan Chaotic Unit pada Lintasan Cross 2

Jenis Echo Parallel Internal Reflections

Tipe echo parallel merupakan hasil pergantian dari refleksi suatu parallel yang kontinu dan beramplitudo rendah. Tipe sedimen ini berbentuk lapisan batuan yang tersusun secara horisontal dan saling sejajar satu dengan yang lainnya dan terdiri dari pola datar, bergelombang atau kombinasi antara keduanya, yang dihasilkan oleh tingkat pengendapan dengan laju kecepatan pengendapan yang sama (Gambar 15). Disamping itu, pola tersebut juga berkaitan dengan perbedaan antara tipe sedimen yang berada di slope dan deep basin biasanya terbentuk pada zona pengisian, atau pada situasi yang terganggu oleh arus laut. Runtunan batuan yang dicirikan oleh konfigurasi pantulan yang parallel mengindikasikan runtunan yang terdiri dari sedimen berbutir halus yang diendapkan pada lingkungan berenergi rendah. Tipe echo ini pada umumnya berkaitan dengan percampuran dari sedimen berlumpur/lempung dan sedimen yang lebih kasar karena proses turbiditas. Kadang-kadang echo ini berhubungan langsung dengan sedimen yang terperangkap atau terbendung, yang terjadi karena arus yang berputar (Damuth 1980).

Dalam penelitian ini penyebaran tipe echo parallel terdapat disemua lapisan atas sedimen pada semua lintasan yang yang dekat dengan pantai (Gambar 16). Pola sebaran parallel semakin ke arah laut lepas semakin tipis, hal ini disebabkan karena besarnya arus ke arah laut lepas dan semakin sedikit pengaruh dari daratan. Sedangkan ke arah pantai sebaran parallel volume endapan semakin besar dikarenakan pengaruh dari daratan yang besar, proses turbiditas, dan arus yang berenergi rendah.

Gambar 16. Peta Penyebaran Echo Tipe Parallel

Tipe Echo Transparant Lens

Pada penelitian ini tipe echotransparant menggambarkan transparent lens

dari dasar laut yang kasar serta refleksi tidak beraturan yang beramplitudo tinggi di permukaan tanpa adanya internal refleksi. Biasanya tipe sedimen ini homogen pada internal refleksi (Damuth 1980). Hal ini digambarkan pada penampang seismik dimana berwarna putih atau tidak adanya pantulan perlapisan pada internal sedimennya (Gambar 17). Pola penyebaran tipe echotransparant terdapat pada lintasan Cross 1 dan 2, hal ini menunjukkan kehomogenan medium, tidak berlapis karena tidak ada refleksi atau koefisien reflksi = 0. Pola ini dijumpai pada batuan dasar, kubah garam, dan beberapa jenis gamping terumbu.

Gambar 17. Peta Penyebaran Echo Tipe Transparant Lens

Tipe Echo Chaotic

Pada tipe echo chaotic dicirikan oleh banyaknya bidang diskonuitas pantulan, sehingga menghasilkan kenampakan berbintik-bintik dan bercak-bercak pada penampang seismik (Gambar 15). Amplitudo bervariasi, kontinuitas lemah dan menunjukkan adanya komplikasi endapan dan tektonik. Seismik fasies unit

chaotic terdapat pada topografi rendah di daerah slop dan cekungan dasar. Fasies unit ini kemungkinan besar diakibatkan densitas tinggi, kekeruhan arus, dan proses aliran massa (Sangree dan Widmier 1979). Pola penyebaran tipe chaotic

Dokumen terkait