• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejumlah 346 sampel DOC diperoleh dari ayam yang diimport maupun pengiriman domestik (antar area). Sampel domestik berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat dengan tujuan berbagai pulau di luar Jawa (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil sampel DOC yang diambil di Instalasi Karantina Hewan BBKP-SH dan gudang pemberangkatan dan kedatangan Bandara Soekarno Hatta

Asal Perusahaan Tanggal Menetas Tujuan Jumlah

sampel

Tangerang 1 24 Juni 2008 Pontianak 6

Cianjur 2 25 Juni 2008 Pontianak 6

3 24 Juni 2008 Pontianak 6

4 25 Juni 2008 Tg. Pandan 6

Subang 5 25 Juni 2008 Tg. Pinang 6

6 25 Juni 2008 Tg. Pandan 6

7 25 Juni 2008 Tg. Pandan 6

Bogor 8 25 Juni 2008 Tg. Pandan 6

Tangerang 9 25 Juni 2008 Tg. Pandan 6

Cianjur 4 17 Juli 2008 Pontianak 6

2 17 Juli 2008 Pontianak 6

Tangerang 9 17 Juli 2008 Pontianak 6

Subang 5 17 Juli 2008 Tg. Pandan 6

6 17 Juli 2008 Tg. Pinang 6

USA 9 27 Juli 2008 Tangerang 54

USA 10 27 Juli 2008 Subang 10

USA 7 27 Juli 2008 Subang 75

Cianjur 2 2 September 2008 Tg. Pandan 6

Tangerang 9 2 September 2008 Tg. Pandan 6

Subang 6 2 September 2008 Tg. Pandan 6

USA 11 28 Agustus 2008 Tangerang 18

Tangerang 9 11 September 2008 Tg. Pandan 6

Subang 5 11 September 2008 Makasar 12

USA 7 11 September 2008 Subang 15

Subang 5 15 September 2008 Pk. Pinang 6

Tangerang 9 15 September 2008 Tg. Pandan 6

Sukabumi 4 15 September 2008 Pontianak 6

Cianjur 2 15 September 2008 Tg. Pandan 6

Subang 5 16 September 2008 Pk. Pinang 6

6 16 September 2008 Pk. Pinang 6

Cianjur 2 16 September 2008 Tg. Pandan 6

Tangerang 9 15 September 2008 Tg. Pandan 6

Sukabumi 2 16 September 2008 Pontianak 6

Titer Antibodi AI

Sampel serum diperoleh dari DOC yang diambil dari pengiriman antar area Bandara Soekarno Hatta. Hasil pengujian antibodi terhadap AI dari sampel serum menunjukan bahwa DOC yang dilalulintaskan memiliki antibodi terhadap AI dengan titer rataan 23.5. Antibodi yang terdapat dari DOC merupakan antibodi asal induk. Vaksinasi pada induk akan meningkatkan kekebalan antibodi pada DOC. Vaksinasi pada unggas diharapkan dapat meningkatkan kekebalan unggas terhadap paparan virus dan mengurangi tingkat shedding virus sehingga mencegah kasus penyakit (Capua and Maragon 2007). Tizard (1987) menyebutkan anak ayam memperoleh antibodi IgG dari kuning telur. Imunoglobulin ini diturunkan dari induk selama telur masih berada dalam ovarium.

Rataan titer sebesar 23.5 (11.7) belum cukup melindungi unggas dari infeksi virus AI. Sampel-sampel yang menunnjukkan positif AI subtipe H5 dengan uji RT-PCR memiliki rataan titer sebesar 25 (32). Menurut Kumar et al. (2007) ayam dengan titer lebih rendah dari 10 maupun negatif tidak mampu melindungi ayam dari infeksi virus AI, sehingga kematian sangat tinggi bila ditantang dengan virus AI. Titer rendah antara 10-40 dapat melindungi ayam dari kematian akibat infeksi virus AI, tetapi tidak dapat mencegah infeksi dan shedding virus. Titer antibodi lebih dari 40 dapat mencegah kematian dan shedding virus dari trakhea, kloaka atau keduanya pada 4 hari setelah infeksi. Uji coba vaksinasi menggunakan vaksin H5N1 isolat Indonesia dan dibandingkan dengan vaksin H5N2 pada ayam komersial dan ayam kampung di Sukabumi diperoleh titer antibodi > 23. Kedua titer tersebut dapat memproteksi ayam terhadap uji tantang dengan isolat Indonesia (Bouma et al. 2005)

Uji korelasi Spearman antara titer maternal antibodi dengan primer matrik dan H5 tidak signifikan pada α = 0.05 artinya keberadaan virus Influenza A dan Avian Influenza subtipe H5 dalam DOC tidak di pengaruhi oleh titer maternal antibodi. Kita ketahui bahwa vaksinasi AI yang dilakukan di Indonesia menggunakan vaksin H5 maka proteksinya hanya untuk subtipe H5. Selain itu faktor perbedaan clade dan subclade virus juga akan mempengaruhi tingkat proteksi suatu vaksin. Webster & Govorcova (2006) menyatakan virus-virus AI subtipe H5N1 terbagi dalam 2 clade yaitu clade 1 dan clade 2, clade 2 terbagi

menjadi 3 subclade. Clade dan subclade yang terpisah mempunyai perbedaan struktur antigenik, sehingga setiap clade dan subclade memerlukan vaksin yang berbeda.

Penularan virus AI dapat terjadi baik melalui induk maupun kontaminasi pada penetasan dan alat angkut. Capua and Maragon (2007) menyatakan adanya infeksi AI pada DOC dapat dideteksi dengan adanya antibodi anti-NS1. Protein NS1 hanya disintesa selama virus melakukan replikasi, dan tidak signifikan ada dalam vaksin inaktif. Unggas yang telah divaksin, muncul antibodi NS1 hanya setelah adanya infeksi lapang.

Keberlangsungan perdagangan yang mempersyaratkan vaksinasi, negara pengekspor hendaknya mampu melakukan surveillance dan menyediakan data lain untuk mengkonfirmasikan bahwa notifiable Avian Influenza (NAI) tidak ada dalam kompartemen dimana komoditas ekspor berasal (OIE 2005). Persyaratan seperti ini pada kenyataannya tidak dapat diterapkan di Indonesia untuk perdagangan antar area, khususnya DOC dari Pulau Jawa yang endemik AI. Hal ini mengharuskan peternakan pembibitan dan karantina harus melakukan monitoring keberadaan NAI pada DOC yang dilalulintaskan.

Pengujian RT-PCR untuk Pooling Organ

Pengujian awal dengan RT-PCR dilakukan pada kumpulan dari organ trakhea dan paru-paru dari semua sampel yang diperoleh. Sebanyak 58 pooling (346 DOC) menunjukkan hasil 6 pooling sampel positif. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan primer H5 dan hasilnya negatif virus AI.

Tabel 3. Data sampel positif matrik Influenza A pada sampel DOC dari Bandara Soekarno Hatta

N o

Asal Perusahaan Tanggal

Menetas

F-Matrik-AI; R-Matrik-AI

F-H5-AI; R-H5-AI

1 Cianjur 2 2-09-2008 Positif Negatif

2 Subang 6 2-09-2008 Positif Negatif

3 USA 11 28-09-2008 Positif Negatif

4 USA 7 (p 2)* 11-09-2008 Positif Negatif

5 USA 7 (p 3)* 11-09-2008 Positif Negatif

6 Tangerang 9 (p 3)* 11-09-2008 Positif Negatif *p = pooling

Jika diasumsikan bahwa dalam 1 pooling organ terdapat sekurang- kurangnya 1 sampel organ DOC mengandung virus Influenza A maka dapat dihitung angka prevalensinya. Prevalensi virus Influenza A sebesar 1.73% (6 positif dari 346). Sampel antar area sebanyak 174, 3 diantaranya positif Influenza A (1.72%). Berdasarkan daerah asal dapat diperoleh angka prevalensi untuk Cianjur sebesar 2.08% (1 sampel positif dari 48 sampel), Subang (1 sampel positif dari 66 sampel) dan Tangerang 2.38% (1 sampel positif dari 42 sampel). Sampel dari Kabupaten Bogor dan Sukabumi negatif terhadap virus Influenza A. Sampel kadaver DOC impor dari USA menunjukkan prevalensi virus Influenza A sebesar 1.74% (3 sampel positif dari 172 sampel kadaver). Prevalensi ini lebih besar dari prevalensi sampel positif Influenza A di BBUSKP pada tahun 2007 yaitu sebesar 0.27%. Hal ini karena sampel yang dikirim pada pengujian rutin ke laboratorium BBUSKP berupa usapan trakhea dan kloaka, sementara dalam penelitian ini sampel diambil dari homogenate organ target paru-paru dan trakhea yang kemungkinan adanya virus AI lebih banyak. Penelitian ini senada dengan pernyataan Antrasena (2006) bahwa infeksi alam HPAI H5N1 strain Thailand pada hewan-hewan ayam, puyuh dan itik menunjukkan konsentrasi virus yang tinggi pada organ (paru, trakhea, jantung, hati, limpa, pankreas, rektum, ginjal, otak, otot skeletal, duodenum dan oviduct) dengan metode indirect immunofluorescence assay.

Proporsi sampel positif terlihat pada diagram sebagai berikut:

Gambar 2. Proporsi sampel positif Influenza A

Data di atas mengambarkan bahwa virus influenza A dapat menimbulkan infeksi subklinis karena sampel yang diuji berasal dari DOC yang sehat secara klinis dan secara patologi anatomi tidak menggambarkan lesi spesifik AI. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Wibawan (2006) bahwa kondisi virus AI saat ini sudah berbentuk infeksi subklinik, dimana hewan terlihat sehat tetapi secara subklinis sakit. Adanya kasus penyakit yang tidak terdeteksi dengan tepat menyebabkan meluasnya kasus di lapangan.

Pengujian RT-PCR dilakukan secara bertahap, sesuai dengan waktu pengambilan sampel. Gambar 3 menunjukkan adanya hasil positif matrik dengan primer F-Matrik-AI; R-Matrik-AI (Lee et al. 2001). Gambaran pita dalam pengujian PCR dengan primer matrik tampak tipis, sehingga diduga konsentrasi virus dalam sampel juga rendah. Anak ayam (DOC) yang diambil sampel dalam penelitian ini telah memiliki dokumen karantina yang lengkap. Hal ini berarti sudah memenuhi ketentuan kebijakan pemerintah yang mengizinkan lalu lintas DOC ke daerah bebas dari daerah tertular dengan persyaratan tertentu. Syarat DOC tersebut harus berasal dari peternakan yang induknya telah divaksinasi dan menunjukkan titer antibodi protektif dalam flok serta berasal dari peternakan pembibitan yang tidak terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari

terakhir (Peraturan Dirjen Peternakan nomor: 46/PD.640/F/08.05). Temuan dalam penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan khususnya menyangkut peraturan-peraturan lalu lintas DOC yang berkaitan dengan penyakit AI.

Keterangan :

1. Kontrol negatif; 2. Import USA11 pooling 1 (280808); 3. Import USA11 pooling 2 (280808); 4. Import USA11 pooling 3 280808); 5. AA Cianjur2 (020908); 6. AA Tangerang9 (020908); 7. AA Subang6 (020908); 8. IKH pooling 1; 9. IKH pooling 2; 10. DNA Marker; 11. Kontrol positif

Gambar 3. Hasil elektroforesis produk RT-PCR dengan primer matrik: F-matrik- AI; R-Matrik AI (Lee et al. 2001) pada 200 base pairs (bp)

Penelusuran Keberadan Virus AI pada Kuning Telur

Penelusuran virus AI pada kuning telur dari sampel-sampel negatif suspensi trakhea dan paru-paru menggunakan primer-primer dalam Tabel 1. Pengujian dilakukan pada DOC yang menetas pada tanggal 24-25 Juni 2008 sebanyak 13 sampel (Tabel 4). Hasil penelitian di atas menunjukkan adanya perbedaan hasil positif karena perbedaan sequence primer matrik dan kemungkinan adanya perbedaan susunan genetik virus. Hal seperti ini juga menimbulkan masalah baru dalam melakukan tindakan diagnosa. Penggunaan primer harus tepat sesuai dengan perkembangan dan dinamika virus AI di Indonesia melalui tahapan penelitian terlebih dahulu.

Tabel 4. Penelusuran virus AI dengan berbagai primer pada kuning telur

No Titer Ab Primer Matrik Primer H5

F-Matrik-AI;

R-Matrik-AI

FAI; RAI M-Flu 1; M-Flu 2

HA1144; H5-1735

FH5;RH5

3A 0 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

3B 2 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

3C 1 Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

3D 0 Negatif Positif Negatif Negatif Positif

3E 1 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

3F 1 Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

4B 5 Negatif Positif Negatif Negatif Negatif

5F 3 Negatif Positif Positif Negatif Negatif

6C 1 Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

6F 1 Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

7A 3 Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

7F 1 Negaif Negatif Positif Negaif Negatif

9B 3 Negatif Negatif Positif Negatif Negatif

Keterangan: 3A-F. AA Cianjur3 (250708 KTa-f); 4B. AA Cianjur4 (250708 KTb); 5F. AA Subang5 (250708 KTf); 6C. AA Subang6 (250708 KTc); 6F. AA Subang6 (250708 KTf); 7A. AA Subang7 (250708 KTa); 7f. AA Subang7 (250708 KTf); 9B. AA Tangerang (250708 KTb)

Keterangan:

1. Kontrol negatif; 2. AA Tangerang (120908); 3. Import USA7 pooling 2 (110908); 4. Import USA7 pooling 3 (110907); 5. Import USA7 (Kar) pooling 1; 6. Import USA (Kar)

pooling 2; 7. AA Tangerang (250709 KTa); 8. AA Subang (250709 KTf); 9. AA

Cianjur3 (250708 KTc); 10. AA Cianjur3 (250708 KTf); 11. DNA Marker 100 bp; 12 Kontrol positif

Gambar 4. Hasil elektroforesis produk RT-PCR dengan primer matrik: M-Flu 1; M-Flu 2 (Trani et al. 2006) pada 154-172 bp

Keterangan:

1. Kontrol negatif 2; DNA Marker 50 bp; 3. AA Tangerang (250708 KTb); 4. AA Subang7 (250708 KTf); 5. AA Subang7 (250708 KTa); 6. AA Subang6 (250708 KTf); 7. AA Subang6 (250708 KTc); 8. AA Subang5 (250708 KTf); 9. AA Cianjur4 (250708 KTb); 10. AA Cianjur3 (250708 KTf); 11. AA Cianjur3 (250708 KTe); 12. AA Cianjur3 (250708 KTd); 13. AA Cianjur3 (250708 KTc); 14. AA Cianjur3 (250708 KTb); 14. DNA Marker 50 bp; 16. Kontrol positif

Gambar 5. Hasil elektroforesis produk RT-PCR dengan primer H5: FH5; RH5 (Lee & Suarez 2004) pada 55 bp

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui adanya primer yang sesuai untuk mendeteksi virus Influenza A dan virus AI subtipe H5 pada DOC yang berkembang saat ini (Tabel 4). Primer matrik M-Flu 1; M-Flu 2 (Trani et.al 2006) dan matrik FAI; RAI (Lee & Suarez 2004) relevan untuk mendiagnosa virus Influenza A pada DOC. Kedua primer di atas dapat digunakan dalam tindakan karantina untuk diagnosa Influenza A dengan pengujian pararel, untuk meningkatkan kepekaan pengujian. Pengujian pararel adalah pengujian laboratorium yang dilakukan dengan dua atau lebih pengujian pada waktu yang bersamaan, berdasarkan pertimbangan bahwa hewan positif pada beberapa pengujian. Pengujian pararel akan meningkatkan sensitifitas tetapi menurunkan spesifisitas dan nilai prediktif positif. Model pengujian ini akan memperkecil peluang hewan yang sakit tidak terdeteksi dalam pengujian, artinya hewan-hewan yang negatif adalah hewan yang benar-benar sehat, meskipun banyak terdapat adanya positif palsu (Thrusfield 2005).

Primer H5: FH5; RH5 (Lee & Suarez2004) layak untuk digunakan dalam diagnosa lanjutan keberadaan virus AI subtipe H5 dari sampel-sampel yang menunjukkan positif Influenza A dengan primer matrik: M-Flu 1; M-Flu 2 (Trani

et al. 2006) dan matrik: FAI; RAI (Lee & Suarez 2004). Adanya sampel yang menunjukkan positif primer matrik tetapi negatif primer H5, menunjukkan bahwa DOC terinfeksi virus Influenza A subtipe lain. Influenza A yang virulen dan menimbulkan gejala klinis pada ayam dan kalkun hanya subtipe H5 dan H7 (OIE 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lanjutan menggunakan primer H7 perlu dilakukan. Pengiriman DOC yang menunjukkan hasil positif primer H5 dan H7 harus dilakukan tindakan karantina (pengasingan) sesuai dengan peraturan yang berlaku, sambil menunggu hasil inokulasi virus pada TAB-SPF.

Konfirmasi pengujian dilakukan pada sampel positif matrik AI menggunakan primer matrik: F-matrik-AI; R-matrik-AI (Lee et al. (2001). Pengujian dilakukan pada sampel kuning telur secara individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel yang positif dengan primer matrik: F-Matrik-AI; R- Matrik-AI (Lee et al. 2001) ketika dikonfirmasi dengan pasangan primer matrik: FAI; RAI dan H5: FH5; RH5 (Lee & Suarez 2004) menunjukkan hasil yang tetap positif.

Tabel 5. Konfirmasi pengujian pada sampel kuning telur Pooling trachea&paru

Kuning telur (individu)

No Asal Perusahaan DOC Tanggal Menetas

F-Matrik-AI; R-Matrik-AI

FAI; RAI FH5; RH5

1 Cianjur 2 C 020908

Positif Positif lemah Tidak diuji

F 020908 Positif lemah Tidak diuji

2 Subang 6 C 020908

Positif Positif lemah Tidak diuji

F 020908 Dubius Positif

3 USA 11 A 280908

Positif Negatif Tidak diuji

C Positif Positif

4 USA 7 (p2)* A 110908

Positif Positif Positif

B Positif Positif

5 Tangerang 9 B 110908

Positif Positif Positif

D 110908 Dubius Positif

*p : pooling

dubius : posisi pita DNA sama dengan kontrol, tetapi pita melebar positif lemah : posisi pita DNA sama dengan kontrol, tetapi sangat tipis positif : posisi pita DNA sama dengan kontrol

Hasil Isolasi Virus

Inokulasi sampel pooling organ trakhea dan paru-paru pada TAB-SPF umur 10 hari menunjukkan hasil negatif (Tabel 6). Hal ini karena konsentrasi virus yang sedikit. Terregino et al. (2007) menyebutkan virus akan tumbuh dalam TAB jika melebihi ambang batas yaitu 1 egg infectious dose 50% (EID50).

Tabel 6. Hasil inokulasi pada TAB-SPF dari sampel organ paru-paru dan trakhea yang positif RT-PCR AI

No Asal Perusahaan Tanggal

Menetas F-Matrik-AI; R-Matrik-AI TAB (F-Matrik-AI; R-Matrik-AI)

1 Cianjur 2 20908 Positif Negatif

2 Subang 6 20908 Positif Negatif

3 USA 11 280908 Positif Negatif

4 USA 7 (p 2)* 110908 Positif Negatif

5 USA 7 (p 3)* 110908 Positif Negatif 6 Tangerang 9 (p 3)* 110908 Positif Negatif

*p = pooling

Inokulasi ulang menggunakan sampel kuning telur menunjukkan hasil seperti yang tersaji pada Tabel 7. Inokulasi sampel kuning telur yang positif RT- PCR AI mengikuti prosedur dari OIE (2005) menggunakan 2 butir TAB-SPF. Deteksi keberadaan virus dari cairan alantois menggunakan primer matrik: FAI; RAI (Lee & Suarez. 2004). Hasil pengujian menunjukkan hasil positif lemah tampak dari tipisnya pita elektroforesis (Gambar 6). Cairan alantois hasil pasase pertama dilakukan penanaman kembali pada TAB-SPF (pasase 2).

Pengujian RT-PCR pada cairan alantois dari pasase ke-2 menunjukkan hasil yang tetap positif. Hal ini membuktikan bahwa virus AI memang benar- benar ada dan hidup dalam tubuh DOC yang dilalulintaskan melalui Bandara Soekarno Hatta. Sebagai patogen intraseluler, virus influenza mempunyai mekanisme untuk menghindar dari respon imun hospes sehingga virus dapat bertahan hidup dan bereplikasi dalam tubuh hospes. Peningkatan kemampuan virus untuk menghindari sistem imun hospes, secara langsung berkorelasi dengan peningkatan patogenitas virus (Coleman 2007). Virus AI mempunyai kemampuan untuk menghindar dari respon humoral hospes melalui fenomena yang disebut hanyutan antigenik (antigenic shift). Mutasi yang mengarahkan pada fenomena ini

adalah perubahan asam amino glikoprotein hemaglutinin (HA) (Plotkin & Dushoff 2003), sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus (Munch et al. 2001).

Tabel 7. Hasil inokulasi (pasase-1) pada TAB-SPF dari sampel kuning telur yang positif RT-PCR AI

No Asal Perusahaan DOC (TAB

duplo) Tanggal Menetas Pasase 1 FAI; RAI 1 Tangerang 9 B.1 110908 Positif B.2 110908 Positif 2 Subang 5 C.1 110908 Positif C.2 110908 Positif 3 Subang 5 D.1 110908 Positif D.2 110908 Positif 4 USA 11 C.1 280908 Positif C.2 280908 Positif

5 USA 7 (p 2)* A.1 110908 Positif

A.2 110908 Positif

*p = pooling

1. Kontrol negatif; 2. AA Tangerang9 (KTb 110908)1; 3. AA Tangerang9 (KTb 110908)2; 4. AA Subang5.1 (KTa 110908)1; 5. AA Subang5.1 (KTa 110908)2; 6. AA Subang5.2 (KTd 110908)1; 7. AA Subang5.2 (KTd 110908)2; 8. AA Subang5.2 (KTd 110908)2; 9. 9. Impor USA7 pooling2 (KTa 110908)1; 10. Impor USA7 pooling2 (KTa 110908)2; 11. Impor USA7 (KTf 280808)1; 12. Impor USA7 (KTf 280808)2; 13. DNA

Marker 50 bp; 14. Kontrol positif.

Gambar 6. Hasil elektroforesis produk RT-PCR dari inokulasi pada TAB-SPF (pasase ke-1) dengan primer matrik : FAI; RAI (Lee & Suarez 2004) pada 55 bp

Tabel 8. Hasil inokulasi (pasase-2) pada TAB-SPF dari sampel kuning telur yang positif RT-PCR AI

No Asal Perusahaan DOC (TAB duplo) Tanggal Menetas Pasase 2 FAI; RAI 1 Tangerang 9 B.1 110908 Negatif B.2 110908 Negatif 2 Subang 5 C.1 110908 Positif C.2 110908 Positif 3 Subang 5 D.1 110908 Positif D.2 110908 Positif 4 USA 11 C.1 280908 Positif C.2 280908 Positif

5 USA 7 (p 2)* A.1 110908 Positif

A.2 110908 Positif

*p = pooling

1. Kontrol positif; 2.DNA Marker 50 bp; 3. Kontrol negatif; 4. AA Tangerang9 (KTb 110908)1; 5. AA Tangerang9 (KTb 110908)2; 6. AA Subang5.1 (KTa 110908)1; 7. AA

Subang5.1 (KTa 110908)2; 8. AA Subang5.2 (KTd 110908)1; 9. AA Subang5.2 (KTd 110908)2; 10. Impor USA7 pooling2 (KTa 110908)1; 11. Impor USA7 pooling2 (KTa

110908)2; 12. Impor USA7 (KTf 280808)1; 13. Impor USA7 (KTf 280808)2

Gambar 7. Hasil elektroforesis produk RT-PCR dari inokulasi pada TAB-SPF (pasase ke-2) dengan primer matrik: FAI; RAI (Lee & Suarez 2004) pada 55 bp

Penelusuran Sumber Penularan Virus AI

Berdasarkan penelitian ini tampak adanya fenomena bahwa virus Avian Influenza dapat ditularkan secara vertikal. Data pada Tabel 9 di bawah ini menggambarkan perjalanan penyebaran virus AI pada tubuh DOC. Virus Avian Influenza negatif pada organ trakhea dan paru-paru DOC dengan RT-PCR, tetapi setelah dilakukan penelusuran pada sampel kuning telur menunjukkan hasil yang dubius, positif lemah dan positif (37.5%). Sampel-sampel yang menunjukkan

positif pada pooling organ trakhea dan paru-paru tetap menunjukkan hasil yang positif (62.5%). Pooling sampel trakhea dan paru-paru positif matrik setelah diinokulasikan pada TAB-SPF menunjukkan hasil negatif (100%). Sebanyak 100% sampel kuning telur yang positif RT-PCR dengan primer matrik dan H5 menunjukkan hasil positif setelah dilakukan inokulasi pada TAB-SPF. Hasil inokulasi TAB-SPF pada pooling organ paru-paru dan trakhea negatif karena jumlah virus dalam organ tersebut masih sedikit sehingga belum mencapai 1 EID50 (jumlah virus minimal untuk dapat tumbuh pada TAB). Virus AI pada

kuning telur dapat tumbuh pada TAB-SPF karena jumlahnya lebih banyak dari 1 EID50.

Penelitian ini memperkuat pernyataan Akoso (2006) yang menduga adanya penularan AI secara vertikal. Bukti awal lapangan dan analisis laboratorium mengindikasikan bahwa virus dapat ditemukan di dalam kuning dan putih telur yang dihasilkan pada kelompok ayam dalam situasi puncak infeksi AI. Sifat virus yang sangat patogen, diduga menyebabkan telur tidak dapat menetas. Telur yang tidak menetas dan pecah dapat menjadi sember penularan AI. Keberadan virus AI dalam kuning telur DOC dan tidak terdeteksi pada trakhea dan paru-paru menunjukkan adanya indikasi virus AI dapat ditularkan secara vertikal, meskipun begitu masih perlu penelusuran lebih lanjut untuk membuktikannya. Gambar-gambar berikut adalah hasil elektroforesis produk RT- PCR dari organ kuning telur.

Tabel 9. Hasil penelusuran sumber penularan virus AI

No Asal Perusahaan DOC Tanggal

Menetas

Titer Maternal Antibodi AI H5

Trakhea&paru (pooling) Kuning telur (individu)

Pengujian RT-PCR Inokulasi TAB- SPF Pengujian RT-PCR Inokulasi TAB-SPF (duplo) F-Matrik-AI; R-Matrik AI F-H5-AI; R- H5-AI F-Matrik-AI; R-Matrik AI

FAI; RAI FH5; RH5 FAI; RAI

1 Cianjur 2 C 020908 5

Positif Negatif Negatif Positif lemah Tidak diuji Tidak diuji

F 020908 4 Positif lemah Tidak diuji Tidak diuji

2 Tangerang 9 B 020908 2

Negatif Tidak diuji Tidak diuji Positif lemah Tidak diuji Tidak diuji

C 020908 5 Positif lemah Tidak diuji Tidak diuji

3 Subang 6 C 020908 4

Positif Negatif Negatif Positif lemah Tidak diuji Tidak diuji

F 020908 4 Dubius Positif Tidak diuji

4 USA 11 A 280908 Tidak diuji

Positif Negatif Negatif Negatif Tidak diuji Tidak diuji

C 280908 Tidak diuji Positif Positif Positif

5 USA 7 (p2)* A 110908 Tidak diuji

Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif

B 110908 Tidak diuji Positif Positif Tidak diuji

6 Tangerang 9 (p3)* B 110908 Tidak diuji

Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif

D 110908 6 Dubius Positif Tidak diuji

7 Subang 5 (p1)* A 110908 6

Negatif Tidak diuji Tidak diuji Dubius Positif Positif

C 110908 3 Dubius Positif Tidak diuji

8 Subang 5 (p2)* D 110908 7

Negatif Tidak diuji Tidak diuji Dubius Positif Positif

F 110908 4 Dubius Positif Tidak diuji

*p : pooling

dubius : posisi pita DNA sama dengan kontrol, tetapi pita melebar positif lemah : posisi pita DNA sama dengan kontrol, tetapi sangat tipis positif : posisi pita DNA sama dengan kontrol

Keterangan: 1. DNA Marker 50 bp; 2. Kontrol negatif; 3. AA Cianjur2 (KTc 020908); 4. AA Cianjur2 (KTf 020908); 5. AA Tangerang9 (KTb 020908); 6. AA Tangerang9 (KTd 020908); 7. AA Subang6 (KTc 020908); 8. AA Subang6 (KTf 020908); 9. AA Tangerang9 (KTb 110908); 10. AA Tangerang9 (KTd 110908); 11. AA Subang5.1 (KTa 110908); 12. AA Subang5.1 (KTc 110908); 13. Kontrol positif 14. DNA Marker 50 bp 15. AA Subang5.2 (KTd 110908); 16. AA Subang5.2 (KTf 110908); 17. Impor USA7

pooling2 (KTa 110908); 18. Impor USA7 pooling2 (KTb 110908); 19. Impor USA7

(KTa 280808); 20. Impor USA7 (KTf 280808); 21. Kontrol positif

Gambar 8. Hasil elektroforesis produk RT-PCR dari penelusuran sampel kuning telur dengan primer matrik: FAI; RAI (Lee & Suarez 2004) pada 55 bp

1. Kontrol negatif; 2. AA Subang6 (KTf 020908); 3. AA Tangerang9 (KTb 110908); 4. AA Tangerang9 (KTd 110908); 5. AA Subang5.1 (KTa 110908); 6. AA Subang5.1 (KTc 110908); 7. AA Subang5.2 (KTd 110908); 8. AA Subang5.2 (KTf 110908); 9. Impor

USA7 pooling2 (KTa 110908); 10. Impor USA7 pooling2 (KTb 110908); 11. Impor USA7 (KTf 280808); 12. DNA Marker 50 bp; 13. Kontrol positif

Gambar 9. Hasil elektroforesis produk RT-PCR dari penelusuran sampel kuning telur dengan primer FH5; RH5 (Lee & Suarez 2004) pada 55 bp

Adanya virus AI dalam DOC dan berpeluang menyebarkan dari satu daerah ke daerah lain sejalan dengan pola perdagangan DOC merupakan implikasi yang berat bagi tindakan karantina. Vaksinasi yang sudah tidak protektif memerlukan adanya penelitian untuk mengadakan vaksin AI dari isolat terbaru. Isolat bibit vaksin tersebut harus memiliki clade dan subclade yang sama dengan virus AI subtipe H5N1 yang beredar di Indonesia sekarang ini, sehingga dapat memproteksi unggas terhadap paparan virus lapang. Clade dan subclade AI subtipe H5N1 di Indonesia kemungkinan besar sudah berbeda dengan virus AI subtipe H5N1 tahun 2004 ketika awal terjadinya wabah AI di Indonesia.

Persyaratan lalu lintas DOC yang berkaitan dengan tindakan karantina antara lain: (1) DOC yang dilalulintaskan harus memiliki titer maternal antibodi yang protektif terhadap virus AI. (2) Uji RT-PCR dengan primer matrik dan H5 menunjukkan hasil negatif. (3). Sampling rutin untuk monitoring dan tindakan karantina dilakukan dengan metode yang benar sesuai dengan kaidah-kaidah epidemiologi dengan Cross Sectional Study menurut Thrusfield (2005).

Sampel-sampel untuk diagnosa virus AI secara umum meliputi usapan trakhea, usapan kloaka dan feses dari unggas sakit. Unggas yang telah mati diambil organ seperti trakhea, paru-paru, otak, jantung, hati, usus, limpa dan pankreas (OIE 2005 dan Departement of Animal Health-Vietnam _____ ). Penelitian ini menunjukkan adanya virus AI dalam jumlah relatif lebih banyak pada kuning telur dibandingkan organ lain pada DOC. Oleh karena itu kuning telur dapat dijadikan sampel untuk pengiriman ke laboratorium dalam rangka isolasi dan identifikasi virus AI dari DOC.

Lalu lintas DOC antar area di Bandara Soekarno Hatta sangat tinggi, oleh karena itu pengujian untuk tindakan karantina memerlukan komitmen yang tinggi dari setiap petugas karantina. Tindakan monitoring harian atau mingguan merupakan langkah yang paling tepat untuk mengetahui kebenaran persyaratan dokumen karantina. Persyaratan untuk dokumen karantina dari Dinas Peternakan

Dokumen terkait