• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinasi dilakukan untuk mengidentifikasi sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong. Hasil determinasi menyatakan bahwa sampel merupakan jenis Nigella sativa L dari suku Ranuculaceae (Lampiran 1).

4.2 Rendemen Ekstrak

Ekstraksi biji jintan hitam ini dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (Depkes, 2000). Metode maserasi ini biasanya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan pemanasan (Tiwari, P et al, 2011). Prinsip ekstraksi dengan metode maserasi didasarkan pada kelarutan komponen didalam pelarutnya. Kelarutan suatu komponen tergantung pada derajat kepolarannya. Hukum “like dissolved like” menyatakan bahwa

senyawa yang bersifat polar hanya dapat larut dalam pelarut polar dan semipolar, begitupun sebaliknya senyawa yang bersifat nonpolar hanya dapat larut dalam pelarut nonpolar dan semipolar (Yuliani, 2010)

Simplisia serbuk biji jintan hitam sebanyak 300 gram dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksana yang bersifat non polar. Hal ini bertujuan agar senyawa-senyawa yang bersifat non polar yang terkandung di dalamnya dapat tertarik oleh pelarut n-heksana tersebut. Proses maserasi ini dilakukan selama 3 x 24 jam. Hasil maserasi disaring dan diperoleh filtrat yang kemudian dikentalkan dengan rotary evaporator pada suhu 40⁰C hingga diperoleh ekstrak kental. Prinsip penggunaan rotary evaporator adalah pemekatan filtrat dengan penguapan pada tekanan rendah dan temperatur sesuai dengan pelarutnya. Pelarut pada sampel akan teruapkan dan melewati kondensor sehingga berubah kembali menjadi larutan dan

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tertampung pada receiving part sedangkan untuk ekstrak jintan hitam terbentuk pada evaporation part. Pemekatan dihentikan ketika pelarut tidak menetes pada receiving part dengan asumsi bahwa sudah tidak ada pelarut yang terkandung didalam sampel (Yuliani, 2010). Rendemen ekstrak yang diperoleh yaitu sebesar 20,54%. Nilai rendemen memperlihatkan bahwa ekstrak yang diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut n-heksana cukup banyak. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya kemungkinan bahwa biji jintan hitam didominasi oleh senyawa-senyawa non polar.

4.3 Penapisan Fitokimia

Tujuan dilakukannya penapisan fitokimia ini adalah mengetahui golongan metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa L.) yang diekstraksi dengan n-heksana.

Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Biji Jintan Hitam

Metabolit sekunder Hasil

Alkaloid - Flavonoid - Saponin - Tannin - Fenol - Terpenoid + Triterpenoid + Minyak Atsiri +

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak biji jintan hitam dalam n-heksana positif mengandung metabolit terpenoid, triterpenoid dan minyak atsiri. Golongan terpenoid teridentifikasi dengan terbentuknya lapisan berwarna kuning setelah penambahan kloroform dan asam sulfat pekat. Golongan triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya cincin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kecoklatan pada perbatasan dua pelarut. Sedangkan kandungan minyak atsiri ditandai dengan residu yang tetap beraroma khas.

4.4 Parameter Standar.

Parameter standar yang dilakukan terhadap ekstrak kental biji jintan hitam dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Parameter Standar Ekstrak

Parameter Ekstrak

Susut pengeringan 2,639 %

Kadar abu 0,297 %

Pemeriksaan kadar abu dilakukan dengan memanaskan bahan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya akan terdekstruksi dan menguap, sehingga yang tertinggal hanya unsur mineral dan anorganik. Tujuan penetapan kadar abu adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal pada proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Batas kadar abu total jintan hitam yang diperbolehkan yaitu tidak lebih dari 8,00% seperti yang telah dijelaskan dalam Materi Medika jilid III. Dari tabel diatas maka diketahui bahwa ekstrak kental jintan hitam masuk dalam persyaratan yang dianjurkan. Sementara, nilai pada susut pengeringan menyatakan jumlah maksimal senyawa yang mudah menguap atau hilang pada proses pengeringan.

4.5 Pemisahan Senyawa Inhibitor Dengan Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom digunakan sebagai pemisahan tahap awal terhadap senyawa yang terkandung dalam ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa L.). Kromatografi kolom bekerja sama seperti kromatografi lapis tipis dimana molekul senyawa yang terikat lemah dengan fase diamnya akan keluar lebih dahulu dibandingkan dengan senyawa yang terikat kuat dengan fase diamnya.

Kromatografi kolom dalam penelitian ini menggunakan fase diam silika gel F254 (Merck). Sedangkan eluen yang digunakan sebagai fase

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

geraknya adalah eluen bergradien, yaitu n-heksana:etil asetat dengan berbagai perbandingan (100:0–0:100). Sampel ekstrak biji jintan hitam yang dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 4 ml dengan konsentrasi 1 g/ml, lalu dilanjutkan dengan memasukkan eluen n-heksana:etil asetat tersebut.

Senyawa yang keluar ditampung sebanyak 4 ml untuk masing masing fraksi. Seluruh fraksi yang diperoleh kemudian diuapkan dan dilarutkan kembali dengan metanol absolut sehingga konsntrasinya menjadi 100.000 ppm. Fraksi-fraksi ini kemudian diuji aktivitas inhibisinya terhadap enzim RNA helikase HCV dengan metode uji kolorimetri ATPase.

4.6 Produksi Enzim RNA Helikase HCV 4.6.1 Ekspresi Enzim RNA Helikase HCV

Tahap pertama dimulai dengan prekultur yang dilakukan dalam media cair Luria Bertani (LB) 10 ml. Media LB ini merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri karena terdiri dari komponen yang kompleks yaitu tripton, ekstrak khamir, dan natrium klorida. Dalam tahap prekultur ini ditambahkan antibiotik ampisilin pada media LB yang berfungsi sebagai selection marker terhadap pertumbuhan E.coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang juga mengandung gen resisten ampisilin. Oleh karena itu, dengan penambahan ampisilin ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain sehingga hanya bakteri E.coli yang membawa gen RNA HCV tersebut yang dapat tumbuh. Media yang sudah dimasukkan bakteri E.coli tersebut dikultur dalam shaker incubator pada suhu 37⁰C dengan kecepatan 150 rpm selama satu malam (Pelzar & Chan, 1986).

Tahap kedua adalah kultur bakteri E.coli BL21(DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yaitu dengan memindahkan hasil prekultur ke medium LB 400 ml yang sebelumnya telah ditambahkan ampisilin. Kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37⁰C dengan kecepatan 150 rpm

dan Isopropil β-D-thiogalaktopiranosida (IPTG) ditambahkan pada saat nilai OD600 (Optical Density) kultur sel E.coli mencapai 0,3, karena pada nilai tersebut kultur bakteri mencapai fase logaritmik. Fase ini merupakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

fase awal dimana bakteri E.coli tumbuh. Penambahan IPTG tersebut bertujuan untuk menginduksi gen RNA helikase HCV agar terjadi ekspresi yang berlebih hingga fase awal stasioner dimana nilai OD600 mencapai 1 (Utama et al, 2000).

Kemudian bakteri E.coli yang membawa gen RNA helikase HCV tersebut dipanen dengan sentrifugasi bertingkat. Sentrifugasi bertingkat ini bertujuan untuk memisahkan E.coli dari media LB. Proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4⁰C dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Bakteri E.coli akan mengendap sebagai pelet sedangkan media LB terpisah sebagai supernatan. Pelet yang telah terkumpulkan disimpan pada suhu -200C untuk menghindari kerusakan pada sel dan menjaga stabilitas enzim RNA Helikase HCV.

4.6.2 Purifikasi Enzim RNA Helikase HCV

Purifikasi enzim RNA HCV bertujuan untuk memurnikan hasil ekspresi enzim RNA helikase HCV yang telah disisipkan dalam bakteri E. coli BL 21 (DE3) pLysS. Proses purifikasi ini diawali dengan pemecahan sel terlebih dahulu. Pemecahan sel dilakukan dengan dua tahap yaitu pengeringbekuan (freeze thawing) dan sonikasi. Pengeringbekuan dilakukan dengan menempatkan sel secara bergantian pada suhu -20⁰C dan suhu ruang, masing-masing selama 30 menit sebanyak tiga kali pengulangan. Pengeringbekuan menyebabkan pembentukan kristal es pada sel E.coli yang membawa gen RNA helikase HCV. Kristal es terbentuk akibat dilakukannya pengeringbekuan yang berulang terhadap cairan intraselular dan cairan ekstraselular. Proses inilah yang memudahkan pemecahan sel (Schwen & Melling, 1985).

Pemecahan sel tahap kedua yaitu sonikasi yang bertujuan untuk memecah dinding sel. Metode sonikasi ini akan merusak organel dalam sel namun tidak merusak integritas (kemampuan) fungsionalnya. Sebelum dilakukan sonikasi, pelet HCV ditambahkan terlebih dahulu dengan dapar B (10 mM Tris HCl pH 8,5, 100 mM NaCl dan 0,25% Tween 20). Tris HCl berfungsi sebagai dapar untuk mempertahankan pH enzim RNA

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

helikase selama proses purifikasi. Tween 20 digunakan untuk merusak lipid bipolar pada membran sel. Natrium Klorida berperan untuk menghilangkan kontaminan dan asam nukleat yang berikatan tidak spesifik dengan RNA helikase (Vanz et al, 2008).

Setelah proses sonikasi, selanjutnya dilakukan sentrifugasi untuk mengambil supernatannya. Supernatan ini berupa metabolit intraseluler yang perlu dimurnikan. Proses pemurnian menggunakan resin TALON dan dibiarkan selama 3 jam didalam cold rotary room. Resin TALON bekerja dengan cara mengikat RNA helikase yang telah dilabel dengan 6xHis-Tag pada N terminalnya. Pengikatan ini dilakukan oleh logam Co2+ yang terdapat dalam resin TALON. RNA helikase yang telah diikat oleh resin TALON dipisahkan dari metabolit intraseluler lainnya dengan sentrifugasi pada temperatur 4°C kecepatan 3500 rpm selama 7 menit. Resin yang telah berikatan dengan RNA helikase dicuci dengan menggunakan dapar B dengan maksud untuk menghilangkan protein non target. Pencucian selanjutnya menggunakan dapar elusi (imidazol dalam dapar B), dimana imidazol yang terdapat dalam dapar elusi ini akan memutus ikatan antara RNA helikase dengan resin TALON. Setiap proses pencucian dilanjutkan dengan sentrifugasi pada temperatur 4°C kecepatan 3500 rpm selama 5 menit untuk memisahkan resin dan supernatannya. Setiap hasil sentifugasi pada tahap pemurnian enzim dikoleksi untuk dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE. Penggunaan kecepatan tersebut untuk menghindari kerusakan enzim dan mencegah penurunan aktivitasnya (Sambrook & Russel, 2001).

4.7 Uji Kemurnian Enzim RNA Helikase HCV dengan SDS-PAGE

Uji kemurnian enzim RNA helikase HCV dengan menggunakan SDS PAGE. Adapun prinsip kerjanya adalah pemisahan berdasarkan migrasi protein pada media penyangga. Komposisi SDS PAGE adalah akrilamid, Tris HCL, H2O, tetramethylethylendiamine dan amonium persulfat.

Akrilamid berguna sebagai pembentuk gel, Tris HCl berguna sebagai dapar atau pengatur keseimbangan pH. Amonium persulfat sebagai inisiator dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

proses polimerasi akrilamid menjadi poliakrilamid, sedangkan tetramethyl-ethylendiamine berguna sebagai katalisator reaksi polimerasi akrilamid menjadi akrilamid sedangkan H2O sebagai pencuci pada proses pembuatan gel akrilamid. Untuk pewarnaan hasil SDS-PAGE digunakan pereaksi warna commasie blue dan destain for commasie sebagai pembilasnya sehingga dapat menampakkan pita protein sesuai ukuranya.

Gambar 4.1. Hasil SDS PAGE RNA helikase HCV

(S: Supernatan, W1: Washing 1, IV: Inner Volume, M: Marker, E1: Elusi 1) Dari hasil SDS PAGE pada gambar 4.1 menunjukkan enzim RNA helikase HCV memiliki bobot molekul 54 kDa. Enzim RNA helikase yang dipurifikasi dapat dikatakan telah murni karena menunjukkan pita tunggal dan sesuai dengan marker (BIORAD®). Pada lajur pelet tidak terlihat adanya pita protein dikarenakan metabolit intraseluler telah berada dalam supernatan (S). Pada lajur inner volume (IV) dan supernatan (S) masih terlihat banyak pita protein dikarenakan masih banyak metabolit intraseluler yang belum termurnikan melalui tahap purifikasi. Lajur washing (W) yang merupakan hasil tahap pencucian dengan resin TALON tidak menunjukkan adanya pita protein yang berarti pada proses pencucian ini tidak terbawa protein RNA helikase. Namun hasil SDS PAGE ini yang belum terlalu bagus dikarenakan proses destaining commassie blue yang terlalu cepat

Pelet S W1 IV M E1 37 kDa 50 kDa 85 kDa 120 kDa 54 kDa

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga larutan commassie blue yang memberikan warna biru masih terlihat sangat pekat pada gel SDS PAGE.

4.8 Uji Aktivitas Inhibisi Fraksi Kolom Kromatografi Ekstrak Biji Jintan Hitam terhadap Enzim RNA Helikase HCV

Uji aktivitas inhibisi fraksi kolom kromatografi ekstrak biji jintan hitam terhadap enzim RNA helikase HCV menggunakan metode kolorimetri ATPase. Uji kolorimetri ATPase memerlukan larutan master mix. Larutan ini terdiri dari air suling, asam 4-morfolinopropana sulfonat (MOPS), MgCl2, adenosin trifosfat (ATP) dan enzim RNA helikase yang telah diencerkan dengan aquades. MOPS berperan sebagai dapar dalam larutan master mix. Buffer ini bertujuan untuk menjaga stabilitas enzim. ATP yang ditambahkan berperan sebagai substrat pada pengujian ATPase kolorimetri. Mg2+ diperlukan sebagai kofaktor RNA helikase sehingga MgCl2 berfungsi sebagai donor kofaktor dalam master mix. (Utama et al,

2000). Pada saat pengujian kolorimetri ATPase, fraksi kolom kromatografi ekstrak biji jintan hitam yang sudah dilarutkan dalam metanol ditambahkan sebanyak 5 µl ke dalam satu well yang sudah terdapat 45 µl master mix. Sehingga konsentrasi fraksi yang diujikan menjadi 10.000 ppm.

Uji kolorimetri ATPase ini melibatkan pengukuran serapan senyawa organik yang dilepaskan ATP oleh enzim RNA helikase. Aktivitas enzim RNA helikase bergantung pada ATP sebagai donor energi. Prinsip ujinya adalah pengukuran fosfat bebas yang terbentuk dari hasil reaksi antara RNA helikase dengan ATP yang menghasilkan ADP dan Pi (fosfat anorganik). Pi bebas akan membentuk kompleks warna dengan pereaksi ammonium molibdat membentuk fosfomolibdat. Fosfomolibdat dapat bereaksi dengan enzim RNA helikase dan enzim akan mengendap dan menimbulkan kekeruhan. Polivinil alkohol akan melarutkan kembali enzim yang terendapkan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan. Warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi Pi yang dihasilkan dari reaksi RNA helikase dan ATP (Chan et al, 1986). Na sitrat digunakan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang mengakibatkan terjadinya warna yang berlebih.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selajutnya absorbansi diukur dengan menggunakan multiscan EX pada panjang gelombang 620 nm dan 405 nm. Panjang gelombang 620 nm adalah serapan optimum dari kompleks fosfomolibdat malachite green hasil reaksi larutan pewarna dengan fosfat bebas hasil hidrolisis ATP yang menghasilkan warna hijau kebiruan. Sedangkan warna kuning merupakan warna yang dihasilkan oleh larutan pewarna yang tidak berikatan dengan Pi. Penggunaan dua panjang gelombang bertujuan agar perhitungan reaksi antara enzim dengan substrat lebih akurat. Perhitungan konsentrasi Pi dihasilkan dengan membandingkan nilai absorbansi dari pembacaan kedua panjang gelombang tersebut (Chan et al, 1986).

Gambar 4.2 Diagram Inhibisi Fraksi Kromatografi Kolom Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa L.) terhadap RNA Helikase HCV

Dari diagram hasil uji kolorimetri ATPase menunjukkan fraksi kolom kromatografi dari ekstrak biji jintan hitam menunjukkan adanya aktivitas untuk menghambat enzim RNA helikase HCV. Fraksi tertinggi dalam menghambat RNA helikase HCV dari ekstrak biji jintan hitam ditunjukkan oleh fraksi 10, 11 dan 12 yaitu dengan persen inhibisi masing-masing 77,170%, 76,381% dan 73,709%. Perbedaan aktivitas inhibisi diantara fraksi-fraksi tersebut tidak jauh dikarenakan masih berada pada gradien

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang sama yaitu dielusi dengan menggunakan eluen n-heksana:etil asetat 9:1.

Terlihat adanya perbedaan dari hasil uji aktivitas inhibisi RNA helikase HCV dari fraksi kolom dengan ekstrak kental yang belum dipisahkan dimana persentase inhibisi ekstrak kental biji jintan hitam dengan konsentrasi yang sama yaitu 66,935% dengan konsentrasi 10.000 ppm (lampiran 15). Hasil fraksi kolom kromatografi memberikan aktivitas yang lebih tinggi, dikarenakan senyawa yang memberikan aktivitas pada ekstrak biji jintan hitam telah berhasil dipisahkan dari komponen senyawa lain.

Sebaiknya untuk pengerjaan yang lebih efisien, tidak perlu dilakukan pengujian aktivitas inhibisi pada semua fraksi, namun terlebih dahulu melakukan uji kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap fraksi-fraksi yang diperoleh. Kemudian fraksi yang memiliki spot yang sama digabung, lalu dilakukan uji aktivitas inhibisi enzim RNA helikase. Dari gambar 4.3 terlihat bahwa fraksi 10 hingga 17 menunjukkan spot yang sama, sehingga dapat digabung dalam pengujian aktivitas inhibisinya.

Gambar 4.3 KLT pada Fraksi Hasil Kolom Kromatografi Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa L.)

4.9 Perhitungan Aktivitas Enzim RNA Helikase HCV

Prinsip dari perhitungan aktivitas enzim RNA helikase HCV ini adalah dengan menghitung fosfat bebas yang terbentuk dari hasil reaksi antara RNA helikase dengan ATP yang menghasilkan ADP dan Pi (fosfat anorganik). Aktivitas enzim RNA helikase dapat dilihat pada gambar 4.5.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.4 Diagram Aktivitas Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C Aktivitas enzim RNA helikase sebelum penambahan senyawa inhibitor adalah 517,548 pmol fosfat/ml/menit/pmol protein. Aktivitas inhibitor enzim RNA helikase HCV yang berada pada fraksi kesepuluh menunjukkan aktivitas enzim RNA helikase yang berkurang menjadi 53,5938 pmol fosfat/ml/menit/pmol protein.

Dari gambar diatas, menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktivitas enzim RNA helikase setelah penambahan senyawa inhibitor. Aktivitas enzim RNA helikase ini berbanding terbalik dengan persentase inhibisi, dimana semakin tinggi persen inhibisi maka semakin rendah aktivitas enzim RNA helikase dan sebaliknya semakin rendah persen inhibisi maka semakin tinggi aktivitas enzim RNA helikase.

Pada penelitian Kacem dan Meraihi (2006), telah melaporkan bahwa ekstrak minyak atsiri dari biji jintan hitam mampu menghambat enzim elastase neutrofil (HNE) yang dapat merusak jaringan elastin sehingga merusak saluran napas dan alveoli. Jumlah enzim elastase ini akan meningkat pada perokok. Konsentrasi inhibisi tertinggi dari ekstrak minyak atsiri jintan hitam tersebut dalam menghambat aktivitas enzim HNE adalah 5.8 mg/ml. Merujuk dari penelitian tersebut diketahui bahwa konsentrasi fraksi hasil kolom kromatografi yang digunakan pada uji aktivitas inhibisi RNA helikase ini masih tinggi yaitu 10.000 ppm, sehingga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan konsentrasi yang lebih rendah yang tetap mampu menghasilkan aktivitas inhibisi yang optimal.

35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5

Dokumen terkait