• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas Serangan Penyakit Karat Daun Phakopsora pachyrhizi

Hasil pengamatan terhadap intensitas serangan penyakit selama 19 kali menunjukkan bahwa penggunaan pestisida nabati berpengaruh tidak nyata pada 28 – 31 hari setelah tanam (HST) (lampiran 3 dan 4) dan berpengaruh nyata pada 34 – 82 HST (lampiran 5 - 21).

Untuk menentukan perbedaan antara perlakuan dapat dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan intensitas serangan jamur Phakopsora pachyrhizi pada perlakuan kontrol (N0), daun mimba (N1), daun sirih (N2) dan gambir (N3)

Perl. Waktu pengamatan (HST)

28 31 34 37 40 43 46 49 52

N0 6.37a 7.27a 11.60a 12.09a 12.51a 10.03a 8.41a 7.91a 9..58 a N1 3.23a 4.82a 7.03bc 6.41bc 6.51bc 5.14c 4.21c 4.61bc 4.04 bc N2 5.11a 4.99a 7.01c 6.54bc 6.70bc 5.15c 4.09c 4.48b 3..98 bc N2 5.20a 5.66a 8.05b 7.40b 7.40b 5.79b 5.27b 4.56bc 4.41 b 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 9.04 a 14.00 a 13.31 a 13.54 a 14.10 a 15,07 a 15.57 a 17.21 a 20.02 a 22.25 a 4.66 b 5.82 b 7..32 b 7.60 b 6.93 b 7.99 b 7.65 b 9.77 b 12.53 b 10.60 b 4..30 bc 4.88 bc 5.01 c 5..91 c 5..25 d 6.10 c 5.83 d 6.55 d 6..20 c 6.85 c

Alfredo Barus : Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max L. Merril), 2007.

USU Repository © 2009

4.35 bc 5.40 bc 5.58 c 6..33 c 6..33 bc 6.60 c 7.57 bc 8.26 c 8.66 bc 9.02 bc

Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan

Pada tabel 1 pengamatan 82 HST ditunjukkan bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan N0 yaitu sebesar 22,25 % dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan N2 yaitu sebesar 6,85 %.

Rataan intensitas serangan pada tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan ketiga pestisida nabati mampu menekan perkembangan Phakopsora pachyrhizi. Penghambatan pertumbuhan penyakit karat disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder yang terkandung di dalam bahan nabati, senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang biasa digunakan oleh tanaman untuk mempertahankan dirinya terhadap serangan suatu hama atau patogen (Sumartini dan Yusmani, 2001).

Pada pengamatan I (28 HST) penyakit karat sudah menyerang semua tanaman kedelai, hal ini diakibatkan oleh penyakit karat yang merupakan penyakit tanaman dewasa. Sesuai dengan Somaatmaja et al (1992) menyatakan bahwa perkembangan penyakit pada daun dan tangkai daun berupa bercak karat terlihat pada minggu ketiga dan keempat setelah tanam.

Dari hasil pengamatan terakhir (82 HST), diketahui bahwa intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan N2 yaitu sebesar 6,85 %. Hal ini didukung pernyataan Suharso (2003) dan Koerniati et al (1994) yang menyatakan bahwa senyawa yang terkandung di dalam daun sirih yaitu fenol dan chavocol memiliki daya antiseptik yang kuat dan daya bunuh bakterinya lima kali lebih baik dari fenol biasa.

Alfredo Barus : Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max L. Merril), 2007.

USU Repository © 2009

Pada perlakuan kontrol dapat kita lihat bahwa intensitas serangan penyakit karat daun semakin lama semakin meningkat, hal ini diakibatkan oleh ketahanan tanaman yang semakin tua semakin lemah. Hal senada juga disampaikan oleh Semangun (1991) yang menyatakan bahwa ketahanan tanaman kedelai tergantung dari umur tanaman, ketahanan tanaman menurun dengan bertambahnya umur tanaman dan bercak karat bertambah banyak setelah tanaman berbunga.

Tinggi tanaman

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan ketiga bahan nabati tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena penyakit karat daun mulai menyerang tanaman kedelai pada fase generatif yaitu pada saat tanaman telah berbunga (Somaatmaja et al, 1992), sedangkan pada fase tersebut pertumbuhan vegetatif tanaman mulai menurun (Lamina, 1982; Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1985) Tabel 2. Rataan tinggi tanaman kedelai (cm)

Perl. Waktu Pengamatan (HST)

28 34 40 46

N0 35,50 36,67 37,11 37,11

N1 36,95 37,89 38,67 38,67

N2 36,56 38,06 38,78 38,78

N3 35,83 36,95 37,50 37,50

Pengamatan tinggi tanaman dihentikan pada waktu pengamatan 46 HST, hal ini disebabkan karena pertumbuhan vegetatifnya telah berhenti .Tanaman berasal dari varietas Argomulyo dan berdasarkan deskripsi tanaman varietas

Alfredo Barus : Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max L. Merril), 2007.

USU Repository © 2009

tersebut bertipe tumbuh determinan, dimana tipe tumbuh yang determinan pertumbuhan vegetatifnya berhenti setelah berbunga.

Dari pengamatan terakhir didapat rataan tinggi tanaman yaitu 38,01 cm. Menurut pernyataan Lamina (1989) tipe tumbuh determinan memiliki batang yang pendek, dan dari deskripsi tanaman diketahui bahwa tinggi tanaman berkisar 40 cm.

Jumlah Daun

Hasil pengamatan terhadap jumlah daun didapat bahwa penggunaan ketiga pestisida nabati berpengaruh tidak nyata pada 28-40 HST dan berpengaruh nyata pada 43-82 HST.

Tabel 3. Rataan jumlah daun pada keempat perlakuan

Perl. Waktu pengamatan (HST)

28 31 34 37 40 43 46 49 52

N0 8,61a 10,11a 12,83a 13,89a 15,39a 14,56c 14,83c 14,22d 14,33a N1 7,00a 9,89a 12,95a 14,50a 16,11a 15,67b 16,28bc 15,83b 16,56ab N2 6,67a 9,22a 13,22a 15,28a 16,89a 16,83a 18,67a 17,45a 17,61b N3 6.67a 9,00a 12,78a 14,61a 16,17a 16,17ab 16,22b 15,45bc 16,28c

55 58 61 64 67 70 73 76 79 82

14,55c 14,39d 13,61d 14,33d 14.11d 14,39d 14,11d 13,83d 13,39d 12,94c 16,50ab 16,89ab 15,89b 15,78bc 15,56b 15,89bc 15,56bc 15,89bc 15,28c 14,61b 17,17a 17,50a 16,95a 17,67a 17,06a 17,50a 16,89a 17,22a 17,11a 16,22a

15,61b 15,72c 15,05bc 15,89b 15,50bc 16,11b 15,67b 16,11b 16,28b 14,50bc

Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan

Dari hasil pengamatan terakhir (82 HST), menunjukkan bahwa perlakuan ketiga bahan nabati berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Jumlah daun yang

Alfredo Barus : Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max L. Merril), 2007.

USU Repository © 2009

terbanyak terdapat pada perlakuan N2 (sirih), hal ini dikarenakan intensitas serangan penyakit Phakopsora pachyrizi yang terendah (pada pengamatan yang sama) terdapat pada perlakuan N2. Jumlah daun yang paling sedikit terdapat pada perlakuan N0 (kontrol), dikarenakan intensitas serangan pada perlakuan tersebut cukup tinggi sehingga mengakibatkan daun semakin cepat berguguran. Hal ini sesuai dengan Somaatmaja et al (1992) yang mengatakan bahwa bercak karat mengandung 1 - 4 uredia yang menghasilkan berjuta-juta urediospora. Semakin banyaknya uredia pada daun kedelai dapat mengakibatkan keguguran daun lebih cepat.

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa mulai pengamatan 28 HST-40 HST, tanaman masih menunjukkan pertambahan jumlah daun, sedangkan pada pada pengamatan 40 - 82 HST pertambahan jumlah daun berhenti. Hal ini dikarenakan pada 40 HST tanaman kedelai telah memasuki fase generatif dan pada fase tersebut pertumbuhan vegetatif tanaman sudah berhenti. Hal ini sesuai dengan Somaatmaja et al (1989) yang menyatakan bahwa tanaman kedelai tipe determinan akan berhenti pertumbuhan vegetatif setelah tanaman memasuki fase generatif.

Produksi

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, diketahui bahwa perlakuan pestisida nabati berpengaruh sangat nyata terhadap produksi (Lampiran 45).

Tabel 4. Rataan produksi (ton/ha)

Perlakuan Ton/ha

N0 1,07b

Alfredo Barus : Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max L. Merril), 2007.

USU Repository © 2009

N2 1,35a

N3 1,30a

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi terendah terdapat pada perlakuan N0 (kontrol) yaitu 1,07 ton/ha dan perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan N2 (sirih) yaitu 1,35 ton/ha. Produksi terendah terdapat pada N0 (kontrol) dikarenakan intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan tersebut. Kehilangan hasil akibat serangan patogen Phakopsora pachyrizi dapat mencapai hingga 90%. Sinclair dan Shurtleff (1980), menyatakan bahwa kehilangan hasil akibat penyakit karat daun dapat mencapai 40-90 %.

Perkecambahan Spora

Dari hasil pengamatan terhadap perkecambahan spora diketahui bahwa perlakuan ketiga bahan nabati tidak berpengaruh nyata pada 1-4, 6, 7, 8 dan 9 Jam Setelah Perlakuan (JSP) dan berpengaruh nyata pada 5, 10 dan 24 Jam Setelah Perlakuan (JSP).

Tabel 5. Rataan perkecambahan spora Phakopsora pachyrhizi pada perlakuan kontrol (N0), daun mimba (N1), daun sirih (N2) dan gambir (N3)

Perl. Pengamatan (JSP)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 24

N0 0.00 0.00 0.00 0.00 36.11a 38.89a 38.89a 47.22a 50.00a 69.45a 75.00a N1 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33b 8.33a 11.11a 8.33a 8.33a 19.45b 33.33b N2 0.00 0.00 0.00 0.00 5.56b 5.56a 5.56a 8.33a 5.56a 11.11b 22.22b N3 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33b 11.11a 11.11a 8.33a 16.67a 22.22b 30.56b Tabel 5 menunjukkan bahwa pengamatan 1-4 jam setelah perlakuan (JSP) tidak ada spora yang berkecambah, sementara pada pengamatan 5-24 JSP tampak perlakuan N2 (sirih) adalah perlakuan yang paling mampu menekan perkecambahan spora, hal ini tampak dari sedikitnya (5.56) jumlah spora yang

Alfredo Barus : Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max L. Merril), 2007.

USU Repository © 2009

berkecambah pada pengamatan pertama dan rendahnya (2.78) penambahan spora yang berkecambah pada tiap pengamatan.

Pada perlakuan N0 (kontrol) adalah perlakuan yang paling besar tingkat perkecambahan sporanya. Hal ini tampak dari spora yang berkecambah berjumlah banyak (36.11) dan terus meningkat pada tiap pengamatan. Pada pengamatan terakhir (24 jam setelah perlakuan) tampak sirih mempunyai kecenderungan dapat menekan perkecambahan spora, hal ini disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan chavocol yang terkandung di daun sirih yang biasa digunakan oleh tanaman untuk mempertahankan dirinya dari serangan patogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumartini dan Yusmani, 2001 yang menyatakan bahwa daun sirih memiliki senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder dan senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang biasa digunakan oleh tanaman untuk mempertahankan dirinya dari serangan hama dan patogen. Koerniati et al, 1994 menyatakan senyawa yang terkandung di dalam daun sirih yaitu fenol dan chavocol mempunyai efektifitas mematikan bakteri lima kali lebih baik dari fenol biasa.

Perlakuan pestisida nabati tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, hal ini dikarenakan tanaman yang digunakan bertipe tumbuh determinan. Pertambahan tinggi dan jumlah daun tanaman bertipe tumbuh detrminan, akan berhenti setelah memasuki fase generatif.

Penggunaan pestisida nabati (mimba, sirih dan gambir) ternyata mampu untuk menekan intensitas serangan karat daun Phakopsora pachyrhizi. Tetapi dari semua perlakuan pestisida nabati dan hasil yang diperoleh tersebut, diketahui bahwa perlakuan N2 (sirih) adalan perlakuan yang paling efektif. Hal ini disebabkan karena daun sirih mengandung senyawa hasil metabolit sekunder yang

Alfredo Barus : Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi) Pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max L. Merril), 2007.

USU Repository © 2009

biasa digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan patogen. Fenol dan chavocol yang terkandung di daun sirih memiliki daya antiseptik lima kali lebih kuat dibandingkan fenol biasa (Koerniati et al, 1994).

Dokumen terkait