• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi Ikan Ekor Kuning

Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan ikan laut yang hidup di perairan hangat di wilayah Indo-Pasifik dengan hamparan terumbu karang. Jenis ikan ini dikenal sebagai perenang cepat dan termasuk ikan diurnal. Ikan ekor kuning biasanya membentuk kelompok yang besar dan dapat ditemui di kedalaman 1-60 m (Carpenter 1987). Ciri morfologi dari ikan ini menurut Saanin (1984) yaitu memiliki bentuk badan memanjang, melebar, dan gepeng. Memiliki warna perak pada badannya, warna kuning pada punggung sampai ekor, serta warna kemerahan di bagian perut. Ikan ini memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Sirip punggung memiliki 10 jari-jari keras dan 15 jari-jari lemah. Sirip dubur memiliki 3 jari-jari keras dan 11 jari-jari lemah. Ikan ekor kuning disajikan pada Gambar 2. Klasifikasi ikan ekor kuning menurut Saanin (1984) yaitu:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Orde : Perciformes Famili : Caesionidae Genus : Caesio

Spesies : Caesio cuning

Gambar 4 Ikan ekor kuning (Caesio cuning)

Ikan ekor kuning yang digunakan pada penelitian ini memiliki size 3-4. Size 3-4 ini menunjukkan bahwa dalam 1 kg terdapat 3-4 ekor ikan. Berat rata-rata ikan yang digunakan yaitu 292.03±16.21 g dengan panjang rata-rata-rata-rata 27.07±0.78 cm dan lebar rata-rata 8.93±0.35 cm.

Proporsi Kulit Ikan Ekor Kuning

Ikan ekor kuning merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan ini banyak dipasarkan dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk fillet. Bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan dari ikan ini adalah daging, kulit, jeroan, tulang, dan sisik. Ikan ekor kuning yang digunakan pada penelitian ini hanya bagian kulitnya saja. Proporsi bagian tubuh ikan ekor kuning disajikan pada Gambar 3.

15

Gambar 5 Proporsi bagian tubuh ikan ekor kuning

Proporsi digunakan untuk memperkirakan bagian dari bobot tubuh yang dapat dimanfaatkan. Proporsi ini merupakan parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk sebagai bahan baku. Perhitungan proporsi didapatkan dengan membandingkan berat masing-masing bagian tubuh dengan bobot totalnya. Proporsi daging, kulit, dan lain-lain (tulang, sisik, dan jeroan) dari ikan ekor kuning yang digunakan berturut-turut adalah 49±2.05%; 3±0.13%; dan 48±2.07%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 1 kg ikan, kulit ikan yang dapat dimanfaatkan untuk sumber bahan baku kolagen adalah 30 g. Proporsi kulit ikan dibandingkan dengan daging, jeroan serta tulang dan sisik memiliki presentase yang paling kecil, akan tetapi memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila diolah dengan tepat. Proporsi kulit ikan ekor kuning ini lebih rendah dari kulit ikan nila 5.12% (Eryanto 2006), kulit ikan lele dumbo 6.06% (Erlangga 2009), dan kulit serta sisik ikan kakap 4% (Jacoeb et al. 2015). Proporsi kulit ikan berbeda-beda sesuai dengan karakternya. Kulit ikan tidak bersisik memiliki proporsi kulit yang lebih besar dibandingkan kulit ikan bersisik sebagai perlindungan tubuh dari lingkungan.

Komposisi Kimia Kulit Ikan Ekor Kuning

Bahan baku memiliki komposisi kimia tertentu yang menyusunnya. Jumlah komposisi kimia pada bahan baku perlu diketahui untuk pemanfaatan dan pengembangan bahan makanan tersebut serta menentukan metode ekstraksi yang tepat. Komposisi kimia kulit ikan ekor kuning dapat dilihat pada Tabel 1.

Ikan dikenal sebagai sumber protein yang tinggi. Kolagen merupakan produk turunan dari protein sehingga kandungan protein di dalam kulit ikan sangat penting. Kadar protein kulit ikan ekor kuning adalah 17.87± 0.14%. Nurjanah dan Abdullah (2010) menyatakan bahwa nilai protein yang terkandung dalam ikan berkisar antara 15-25%. Kandungan protein dari kulit ikan ekor kuning ini lebih rendah dibandingkan kulit ikan hiu, kulit ikan rohu, kulit ikan tuna, kulit ikan mata besar, kulit ikan balon, dan kulit ikan nila (Hema et al. 2013; Huang et al. 2011; Kittiphattanabawon et al. 2005; Muyonga et al. 2004).

Kulit ikan ekor kuning memiliki kandungan lemak sebesar 1.17±0.05%. Kandungan lemak kulit ikan ekor kuning lebih tinggi dibandingkan kulit ikan hiu dan kulit ikan balon tetapi lebih kecil dibandingkan kulit ikan rohu, kulit ikan tuna, kulit ikan mata besar, dan kulit ikan nila (Hema et al. 2013; Huang et al.

daging 49 2.05% kulit 3 0.13% lain-lain 48 2.07%

16

2011; Kittiphattanabawon et al. 2005; Muyonga et al. 2004). Sun (2006) mengelompokkan ikan berdasarkan kandungan lemaknya yaitu ikan berlemak rendah dengan kandungan lemak kurang dari 2%, ikan lemak sedang dengan kandungan lemak antara 2-5%, dan ikan berlemak dengan kandungan lemak diatas 5%. Berdasarkan pengelompokan ini, kulit ikan ekor kuning termasuk ke dalam ikan berlemak rendah.

Kandungan air dalam bahan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Kadar air pada hewan diikat oleh protein otot. Kadar air dari kulit ikan ekor kuning adalah 68.5±0.28%. Kadar air ini tidak jauh beda dengan kadar air kulit ikan hiu, kulit ikan tuna, kulit ikan rohu, kulit ikan mata besar, kulit ikan balon, dan kulit ikan nila (Hema et al. 2013; Huang et al. 2011; Kittiphattanabawon et al. 2005; Muyonga et al. 2004).

Unsur mineral disebut sebagai zat anorganik. Pembakaran akan menghilangkan bahan-bahan organik, tetapi zat anorganik tetap utuh (Winarno 2008). Kadar abu merupakan analisis untuk mengetahui kandungan mineral kasar pada suatu bahan. Kadar abu dari kulit ikan ekor kuning adalah 0.74±0.002%. Kadar abu kulit ikan ekor kuning ini lebih rendah dibanding kulit ikan hiu, kulit ikan rohu, kulit ikan tuna, kulit ikan mata besar, kulit ikan balon, dan kulit ikan nila (Hema et al. 2013; Huang et al. 2011; Kittiphattanabawon et al. 2005; Muyonga et al. 2004).

Tabel 1 Komposisi kimia beberapa jenis kulit ikan Komposisi

kimia rata-rata (%)

Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%) Kulit ikan ekor kuning 17.87±0.14 1.17±0.05 68.5±0.28 0.74±0.002 Kulit ikan hiu

(Scholiodon sorrakowah)1 27.73 0.16 68.38 4.19

Kulit ikan rohu

(Labeo rohita)1 18.84 2.93 76.54 2.03

Kulit ikan tuna

(Thunnus alalunga)1 20.54 18.32 56.64 4.39

Kulit ikan balon

(Diodon holocanthus)2 21.95 0.73 62.23 6

Kulit ikan mata besar

(Priacanthus tayenus)3 32 0.98 64.08 3.23

Kulit ikan nila

(Oreochromis niloticus)4 21.6 6.8 68.4 6

Sumber: 1Hema et al. (2013), 2Huang et al. (2011), 3Kittiphattanabawon et al. (2005),

4

Muyonga et al. 2004

Kandungan Logam Berat Kulit Ikan Ekor Kuning

Logam berat merupakan salah satu zat pencemar yang sangat mempengaruhi kualitas air untuk kehidupan organisme perairan. Keberadaan logam berat dapat terakumulasi dalam tubuh ikan dan akan berbahaya apabila dikonsumsi. Keberadaan logam berat, misalnya merkuri (Hg), timbal (Pb), dan arsen (As) dalam bahan pangan dapat membahayakan kesehatan jika jumlahnya melebihi ambang batas yang ditentukan. Tingkat toksisitas logam berat terhadap kesehatan adalah Hg>Pb>As (Widowati et al. 2008).

17

Analisis kandungan logam berat pada kulit ikan ekor kuning dilakukan agar produk kolagen yang dihasilkan terjamin keamannnya dari cemaran logam. Berdasarkan hasil uji, kandungan logam berat Pb, Hg, dan As pada kulit ikan ekor kuning (Tabel 2) masih berada dibawah ambang batas kandungan logam berat untuk ikan dan hasil olahannya yang ditetapkan oleh SNI 8076:2014 yaitu 0.4 mg/kg (Pb); 0.5 mg/kg (Hg); dan 1 mg/kg (As). Hal ini menunjukkan bahwa kulit ikan ekor kuning aman untuk digunakan sebagai sumber bahan baku kolagen.

Tabel 2 Kandungan logam berat pada kulit ikan ekor kuning

Logam berat Kulit ikan ekor kuning SNI kolagen sisik ikan* Timbal (Pb) (mg/kg) Tidak terdeteksi (<0.009) Maks 0.4

Merkuri (Hg) (mg/kg) Tidak terdeteksi (<0.004) Maks 0.5 Arsen (As) (mg/kg) Tidak terdeteksi (<0.008) Maks 1

*Sumber: (BSN 2014)

Konsentrasi Protein pada Larutan NaOH Hasil Perendaman Kulit Ikan Ekor Kuning

Kulit ikan yang akan diolah menjadi kolagen terlebih dahulu direndam menggunakan larutan NaOH. Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan protein non kolagen pada kulit, sehingga protein kolagen mudah larut pada saat ekstraksi selanjutnya. Penggunaan NaOH biasa digunakan dalam proses deproteinasi ekstraksi kolagen karena mampu meminimalkan kehilangan kolagen serta secara signifikan menyebabkan pembengkakan pada kulit apabila dibandingkan dengan larutan alkali lain (Liu et al. 2015). Jaswir et al. (2011) menambahkan bahwa selama perendaman dalam NaOH terjadi sedikit pembengkakan kulit sehingga memungkinkan masuknya air dan menyebabkan protein non kolagen yang terjebak dalam matrik kolagen menjadi lebih mudah dilepaskan.

Gambar 6 Konsentrasi protein dalam larutan NaOH perendaman kulit ikan ekor kuning ( ) NaOH 0.05 M; ( ) NaOH 0.1 M; dan ( ) NaOH 0.15 M. b ef gh jk jk c e g jk k a d f ij ih 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2 4 6 8 10 K ad ar p r ot e in ( m g/ m L )

18

Kandungan protein dari larutan NaOH sisa perendaman kulit pada 2 jam pertama menunjukkan kandungan protein yang tinggi dan semakin menurun seiring penambahan waktu perendaman (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa protein non kolagen pada kulit ikan sudah banyak dilepaskan pada 2 jam pertama perendaman sehingga jumlah protein non kolagen dalam kulit semakin berkurang yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya nilai konsentrasi protein dalam larutan NaOH sisa perendaman kulit pada pengamatan berikutnya. Perendaman NaOH selama 2, 4, 6, dan 8 jam berpengaruh nyata terhadap konsentrasi protein yang terlarut (p<0.05) akan tetapi pada jam ke 10 tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Perendaman 8 jam dipilih sebagai waktu terbaik untuk deproteinasi kulit ikan ekor kuning. Konsentrasi protein yang terlarut pada jam ke 10 lebih tinggi dibandingkan pada jam ke 8. Hal ini dimungkinkan karena protein kolagen mulai terlarut pada NaOH.

Perendaman kulit ikan ekor kuning pada konsentrasi NaOH 0.05 M dan 0.1 M pada 8 jam perendaman tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap pelepasan protein non kolagen, akan tetapi konsentrasi 0,15 M berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar protein non kolagen terlarut. Konsentrasi 0.15 M melarutkan protein yang paling tinggi dari jam ke-2 sampai ke-10. Hal ini memungkinkan kolagen ikut terlarut dalam NaOH. Liu et al. (2015) menyatakan bahwa penggunaan NaOH 0.05 dan 0.1 M dapat melarutkan protein non kolagen tanpa menyebabkan kehilangan kolagen pada kulit, sedangkan penggunaan NaOH diatas 0.1 M secara signifikan menyebabkan kehilangan kolagen pada kulit. Kelebihan konsentrasi OH- akan mengakibatkan terputusnya sebagian ikatan kovalen dalam struktur kolagen. Hal ini selaras pendapat Jaswir et al. (2011) yang mengatakan bahwa NaOH memiliki peranan dalam pemisahan untaian dari batang-batang serat kolagen. Yoshimura et al. (2000) melaporkan bahwa basa menyerang terutama wilayah telopeptida dari struktur kolagen selama proses pretreatment sehingga dapat menyebabkan kelarutan kolagen. Wilayah telopeptida ini merupakan ujung-ujung dari rantai triple helixs yang terbuka dan berperan dalam pembentukan ikatan kovalen crosslinking (Gelse et al. 2003). Konsentrasi 0.05 M pada jam ke-8 adalah kombinasi pretreatment yang dipilih karena dapat melarutkan protein non kolagen secara optimal.

Ekstrak Kolagen Larut Asam Kulit Ikan Ekor Kuning

Kulit hasil perendaman dengan NaOH dengan perlakuan terbaik kemudian direndam dalam larutan asam asetat. Kulit hasil rendaman NaOH dicuci terlebih dahulu menggunakan air destilat hingga pH nya mendekati normal untuk mengurangi sisa basa pada kulit sehingga tidak mempengaruhi pH dari larutan asam asetat. Asam asetat diperlukan untuk mengubah struktur serat kolagen dan melarutkannya. Asam organik misalnya asetat, asam sitrat, dan asam laktat dapat digunakan dalam ekstraksi kolagen. Asam anorganik misalnya asam hidroklorik juga dapat digunakan dalam ekstraksi kolagen tetapi tidak sefektif asam organik. Asam asetat banyak dipilih sebagai pelarut dalam ekstraksi kolagen karena dapat mengekstrak kolagen lebih baik dibanding pelarut yang lain (Liu et al. 2015). Kasim (2013) menyatakan bahwa jumlah kolagen yang terekstrak menggunakan asam asetat lebih tinggi dibandingkan menggunakan asam sitrat dan asam klorida.

19

Asam asetat mampu melarutkan kolagen yang tidak berikatan silang maupun yang berikatan silang (Liu et al. 2015). Perendaman dalam asam akan menyebabkan pengembangan kulit karena masuknya air dalam serat kolagen. Jaswir et al. (2011) menyatakan bahwa masuknya air ke dalam serat kolagen disebabkan terjadinya gaya elektrostatik antara gugus polar pada serat kolagen dengan H+ dari asam atau terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus non polar pada serat kolagen dengan H+ dari asam. Pengembangan kulit ini akan merusak struktur serat kolagen karena terganggunya ikatan non kovalen sehingga akan melarutkan kolagen pada larutan asam asetat. Penambahan asam asetat akan mempengaruhi pH media dan menambah densitas kolagen yang akan berpengaruh terhadap interaksi elektrostatik dan struktur kolagen sehingga dapat larut pada media (Liu et al. 2015).

Perlakuan asam asetat terbaik dipilih berdasarkan banyaknya kolagen terlarut yang dihasilkan setelah perendaman asam asetat. Proses pengendapan kolagen ini dilakukan dengan penambahan NaCl 2.6 M. Penambahan garam dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan salting out yaitu garam mengikat air dan menyebabkan agregasi pada protein sehingga molekul protein akan mengalami presipitasi. Hal tersebut disebabkan kekuatan ionik garam lebih tinggi dibandingkan protein sehingga mudah mengikat air. Penurunan jumlah air yang terikat pada protein menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul protein lebih besar daripada gaya tarik antara protein dan air sehingga terjadi pengendapan protein (Winarno 2008).

Gambar 7 Kolagen terlarut hasil perendaman kulit ikan ekor kuning pada asam asetat: 0.3 ( ); 0.5 ( ); dan 0.7 M ( ) selama 1 hari, 2 hari, dan 3 hari.

Konsentrasi asam asetat 0.3; 0.5; dan 0.7 M tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap kolagen yang terlarut sedangkan perlakuan lama waktu perendaman 1 hari, 2 hari, dan 3 hari berpengaruh nyata (p<0,05) (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman akan meningkatkan jumlah air yang diserap oleh kulit sehingga serat kolagen menjadi lebih mudah untuk dipisahkan dan memudahkan proses ekstraksi. Waktu terbaik yang dipilih adalah 3 hari karena mampu melarutkan kolagen dengan jumlah terbesar. Rahmayanti

a b c a b c a b c 0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 R en d em e n ( % )

20

(2014) menyatakan bahwa perendaman kulit dengan asam asetat selama 24 jam belum mampu melarutkan kolagen dari kulit ikan sepenuhnya. Hal ini karena kolagen memiliki tingkat kelarutan yang rendah yang disebabkan adanya cross linking oleh ikatan kovalen melalui kondensasi gugus aldehid pada daerah telopeptida molekul kolagen (Zhang et al. 2007). Daerah telopeptida ini merupakan ujung-ujung dari rangkaian triple helix dari kolagen yang terbuka (non-helix) sehingga mamudahkan dalam berikatan silangdengan intra- dan inter-molekul lain (Gelse et al. 2003).

Konsentrasi asam asetat 0.3; 0.5; dan 0.7 M tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap kolagen yang terlarut, oleh karena itu konsentrasi 0.3 M dipilih sebagai konsentrasi terefisien dalam ekstraksi kolagen dari kulit ikan ekor kuning. Liu et al. (2015) menyatakan bahwa penambahan asam asetat diatas 0.5 M tidak berpengaruh terhadap hasil kolagen yang didapat. Nurhayati et al. (2013) menyatakan bahwa penggunaan asam asetat diatas 0.5 M akan menurunkan komposisi asam amino pada kolagen yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena penggunaan asam dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat memicu terjadinya subtitusi ion negatif pada garam dengan ion positif pada asam lebih cepat, sehingga dapat memutuskan struktur protein.

Ekstrak Kolagen Larut Papain Kulit Ikan Ekor Kuning

Enzim merupakan protein yang memiliki aktivitas katalis untuk menurunkan energi aktivasi suatu reaksi sehingga konversi substrat menjadi produk dapat berlangsung lebih cepat. Enzim papain (EC 3.4.22.2) terdiri atas 212 residu asam amino yang tersusun dalam suatu rantai polipeptida tunggal. Enzim papain merupakan golongan endopeptidase yang memutus ikatan peptida pada bagian tengah rantai protein (Grzonka et al. 2007). Aktivitas katalis papain berlangsung pada sisi-sisi aktif papain yang terdiri atas gugus histidin dan sistein (Wong 1989).

Penelitian ini menggunakan enzim komersil dengan unit aktivitas 30,000 U/mg. Aktivitas ini menunjukkan bahwa 1 mg protein enzim papain mampu mengkonversi 30,000 μmol substrat protein. Proses ekstraksi menggunakan enzim papain ini merupakan campuran antara penggunaan asam dan enzim. Song et al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pH maksimum dalam ekstraksi kolagen menggunakan enzim papain adalah 3. Semakin tinggi pH mendekati netral, maka hasil ekstraksi kolagen semakin rendah. Hasil penelitian pada konsentrasi enzim papain dari 0–25,000 U/mg/g kulit menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi enzim papain diatas 5,000 U/mg/g kulit tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap hasil kolagen terlarut (Gambar 6). Oleh karena itu, perlakuan konsentrasi papain diturunkan menjadi 0 – 9,000 U/mg/g (Gambar 7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim sebesar 5.000 U/mg/g kulit menghasilkan kolagen terlarut yang paling tinggi dan berbeda nyata (p<0,05) terhadap akitivitas enzim dengan konsentrasi 0; 1,000; 3,000 U/mg/g kulit sedangkan penambahan enzim pada konsentrasi 7,000 dan 9,000 U/mg/g kulit tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap hasil kolagen terlarut. Molekul enzim papain yang semakin banyak akan memperbesar peluang terjadinya reaksi hidrolisis substrat oleh enzim papain hingga mencapai titik dimana peningkatan konsentrasi enzim tidak berpengaruh nyata. Song et al. (2014) dalam

21

penelitiannya menyatakan bahwa hasil ekstraksi kolagen akan meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi enzim papain sampai pada titik maksimum dan akan menurun apabila konsentrasi enzim terus ditambahkan.

Enzim papain merupakan enzim yang sangat kuat. Penambahan konsentrasi enzim papain sebesar 20,000 U/g kulit akan merusak ikatan peptida kolagen sehingga tidak hanya bagian telopeptidanya saja yang akan terputus tetapi juga bagian tropokolagennya. Pemecahan bagian tropokolagen ini akan menyebabkan protein memiliki berat molekul yang rendah dan kehilangan struktur (Jamilah et al. 2013). Penggunaan konsentrasi enzim yang tepat hanya akan memutus ikatan silang (cross-linked) pada bagian telopeptida kolagen tanpa menyebabkan kerusakan pada struktur molekulnya sehingga meningkatkan jumlah kolagen yang terlarut (Di et al. 2014).

Gambar 8 Kolagen terlarut hasil perendaman kulit ikan ekor kuning dengan asam asetat dan perlakuan konsentrasi enzim papain 0-25,000 U/mg/g kulit

Karakter Fisikokimia Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning Rendemen Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning

Rendemen kolagen merupakan persentase banyaknya kolagen yang dihasilkan dari bahan baku mentah. Semakin tinggi rendemen, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolagen yang diekstrak menggunakan enzim papain dapat menghasilkan rendemen kolagen yang lebih tinggi dibandingkan kolagen yang hanya diekstrak menggunakan asam saja. Hasil rendemen kolagen ASC dan PaSC kulit ikan ekor kuning dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil rendemen ASC yang rendah dikarenakan masih adanya ikatan silang pada bagian telopeptida kolagen antara aldehide dengan lisina dan hidroksilisina yang menyebabkan kolagen sulit larut (Di et al. 2014). Enzim papain merupakan salah satu enzim proteolitik non spesifik yang dapat memecah protein. Enzim mampu memutus ikatan silang pada bagian telopeptida kolagen dan melarutkannya sehingga dapat meningkatkan hasil ekstraksi kolagen (Di et al. 2014; Song et al. 2014).

Rendemen kolagen dari kulit ikan ekor kuning dihitung berdasarkan basis kering dengan membandingkan berat kolagen setelah di-freeze dry dengan basis kering bobot awal kulit ikan sebelum diproses. Hasil rendemen kolagen ASC kulit

a b c de d d e e de de 0 2 4 6 8 10 12 0 1,000 3,000 5,000 7,000 9,000 10,000 15,000 20,000 25,000 R en d em e n ( % )

22

ikan ekor kuning adalah 18.4±1.49% (bk). Jamilah et al. (2013) melaporkan bahwa kulit ikan kakap yang diekstrak menggunakan asam asetat memiliki rendemen sebesar 8.1% (bk). Rendemen kolagen kulit ikan ekor kuning juga lebih tinggi dibandingkan kulit ikan balon yaitu 4% (bk) (Huang et al. 2011).

Rendemen kolagen ASC kulit ikan ekor kuning apabila dihitung berdasarkan basis basah adalah 5.79±0.47% (bb). Hasil rendemen kolagen ASC (bb) kulit ikan ekor kuning ini lebih besar dibandingkan kolagen dari kulit ikan rohu (4.13%) dan patin (5.1%), akan tetapi lebih rendah dibandingkan kolagen ASC kulit ikan kakap (9%), hiu (8.96%), dan mata besar (10.94%) (Hema et al. 2013; Jongjareonrak et al. 2005; Kittiphattanabawon et al. 2005; Singh et al. 2011). Perbedaan hasil rendemen kolagen ini disebabkan oleh perbedaan kandungan protein pada kulit ikan. Kulit ikan ekor kuning yang digunakan memiliki kandungan protein lebih rendah dibandingkan kulit ikan rohu, hiu, tuna, dan mata besar pada penelitian Hema et al. (2013) dan Kittiphattanabawon et al (2005). Hal lain yang dapat menyebabkan perbedaan hasil rendemen adalah kondisi saat pretreatment dan ekstraksi yang berbeda.

Tabel 3 Rendemen kolagen ASC dan PaSC beberapa jenis ikan Bahan baku ASC (%) PaSC (%) Pepsin Soluble

Collagen (PSC) (%) Kulit ikan ekor kuning

(Caesio cuning) 18.4±1.49 (bk) 33.28±2.74 (bk) -

Kulit ikan ekor kuning

(Caesio cuning) 5.79±0.47 (bb) 10.48±0.86 (bb) -

Kulit ikan kakap

(Lates calcarifer)1 8.1 (bk) 43.9 (bk), -

Kulit ikan balon

(Diodon holocanthus)2 4 (bk) - 19.5 (bk)

Kulit ikan mata besar

(Priacanthus tayenus)3 10.94 (bb) - -

Kulit ikan kakap

(Lutjanus vitta)5 9 (bb) - 4.7 (bb)

Kulit ikan hiu

(Scoliodon sorrakowah)4 8.96 (bb) - 7.68 (bb)

Kulit ikan rohu

(Labeo Rohita)4 4.13 (bb) - 3.68 (bb)

Kulit ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus)6

5.1 (bb) - 7.7 (bb)

Kulit ikan ayam-ayaman

(Aluterus monoceros)7 - - 8.48 (bb)

Sumber: 1Jamilah et al. (2013), 2Huang et al. (2011), 3Kittiphattanabawon et al. (2005), 4Hema et

al. (2013), 5Jangjareonrak et al. (2005), 6Singh et al. (2011), 7Ahmad dan Benjakul

(2010)

Rendemen kolagen PaSC kulit ikan ekor kuning sebesar 33.28±2.74% (bk). Jamilah et al. (2013) melaporkan bahwa kulit ikan kakap yang diekstrak menggunakan enzim papain memiliki rendemen sebesar 43.9% (bk). Rendemen kolagen PaSC kulit ikan ekor kuning lebih tinggi dibandingkan kolagen PSC dari ikan balon (19.5%) (bk). Perbedaan hasil rendemen disebabkan oleh karakter

23

kulit, proses ekstraksi, dan konsentrasi enzim papain yang berbeda yaitu 5,000 U/mg/g kulit pada PaSC kolagen kulit ikan ekor kuning dan 20,000 U/g kulit pada PSC kolagen ikan kakap penelitian Jamilah et al. (2013).

Rendemen kolagen PaSC kulit ikan ekor kuning apabila dihitung berdasarkan basis basahnya adalah 10.48±0.86% (bb). Rendemen kolagen PaSC ini lebih besar dibandingkan rendemen kolagen yang diekstrak menggunakan pepsin Pepsin soluble collagen (PSC) kulit ikan ayam-ayaman (8.48%), hiu (7.68%), kakap (4.7%), rohu (3.68%), dan patin (7.7%) (Ahmad dan Benjakul 2010; Hema et al. 2013; Jongjareonrak et al. 2005; Kittiphattanabawon et al. 2005; Singh et al. 2011), akan tetapi lebih rendah dibandingkan rendemen PSC kulit ikan balon yaitu 19.5% (Huang et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa enzim papain mampu mengekstrak kolagen dengan baik dan dapat menggantikan penggunaan enzim pepsin dalam menghasilkan kolagen.

Asam Amino Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning

Kualitas suatu protein dapat dinilai berdasarkan kandungan asam amino yang menyusun protein tersebut (Suryaningrum et al. 2010). Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida besar dan berulang. Komposisi asam amino dari kolagen cenderung didominasi oleh glisina, prolina, hidroksiprolina dan alanina (60%) (Bae et al. 2008). Kolagen dengan kandungan asam amino tinggi sangat baik digunakan sebagai bahan baku dalam industri karena memiliki kestabilan suhu yang tinggi (Jamilah et al. 2013). Komposisi asam amino kolagen kulit ikan ekor kuning dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9 Kandungan asam amino kolagen ASC ( ) dan PaSC ( ) kulit ikan ekor kuning

Kolagen yang diekstrak dengan penambahan enzim papain (PaSC) memiliki kandungan asam amino total lebih tinggi dibandingkan yang hanya diekstrak dengan asam (ASC) dengan kandungan masing-masing sebesar 3.80±0.033 % dan 2.80±0.062 % (b/v). Kandungan protein dari kolagen PaSC dan ASC kulit ikan ekor kuning lebih tinggi dibandingkan kolagen komersial Atelo Helogen yang memiliki total protein 1.05% (b/v) dan CLR Collagen 0.28% (b/v)

0 2 4 6 8 10 12 K ad ar as am am in o (m g/ g)(b /v ) Asam Amino

24

akan tetapi lebih rendah dibandingkan kolagen komersil Collasol yaitu 4% (b/v) (Peng et al. 2004).

Kolagen PaSC dari kulit ikan ekor kuning memiliki kandungan asam

Dokumen terkait