• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data

Eksplorasi data pada penelitian ini adalah eksplorasi penduduk miskin di Pulau Jawa dan eksplorasi pada peubah Y dengan noise. Eksplorasi penduduk miskin di Pulau Jawa digunakan untuk melihat jumlah dan persebaran penduduk miskin di Pulau Jawa. Eksplorasi pada peubah Y dengan noise digunakan untuk melihat karakteristik data peubah Y.

Eksplorasi penduduk miskin di Pulau Jawa

Pulau Jawa secara geografis terletak diantara selat Sunda dan Pulau Bali serta antara samudera Hindia dan laut Jawa, sedangkan secara astronomis Pulau

Jawa terletak antara 113°48 10 - 113°48 26 BT dan 7°50 10 - 7°56 41 LS.

Luas wilayah Pulau Jawa adalah 138.794 km2. Pulau Jawa terbagi menjadi enam provinsi yaitu DKI Jakarta, provinsi Jawa Barat, provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, provinsi Jawa Timur dan provinsi Banten. Jumlah penduduk miskin untuk masing-masing provinsi sebagai berikut: DKI Jakarta mencapai 375.700 jiwa, provinsi Jawa Barat mencapai 4.382.650 jiwa, provinsi Jawa Tengah mencapai 4.704.870 jiwa, Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 535.190 jiwa, provinsi Jawa Timur mencapai 4.865.820 jiwa dan provinsi Banten mencapai 682.710 jiwa (BPS 2013).

Berdasarkan jumlah penduduk miskin menunjukkan bahwa terdapat persebaran data yang berbeda. Kondisi ini dapat dilihat dari persebaran data persentase di setiap wilayah kabupaten/kota yang berbeda-beda. Penduduk miskin di Pulau Jawa memiliki keragaman tinggi. Keragaman persentase penduduk miskin yang terdapat di setiap provinsi sebagai berikut: DKI Jakarta 10.68%, Jawa Barat 15.23%, Jawa Tengah 23.78%, Daerah Istimewa Yogyakarta 43.86%, Jawa Timur 34.64% dan Banten 7.04%.

Peta pada Lampiran 1 menunjukkan pola sebaran persentase penduduk miskin di Pulau Jawa. Pembagian menjadi lima kelas dilakukan untuk mempermudah melihat pola sebaran. Pembagian tiap kelas didasarkan pada sebaran data persentase penduduk miskin di Pulau Jawa. Sebaran persentase penduduk miskin dapat dilihat dari perbedaan degradasi warna pada peta. Wilayah dengan warna yang gelap menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di kabupaten/kota tersebut tinggi. Semakin terang warna pada peta menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di kabupaten/kota tersebut semakin rendah. Beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan persentase penduduk miskin tinggi antara lain Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupeten Rembang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Kebumen. Sedangkan kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin rendah antara lain Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Pusat, Kota Bandung, Kota Depok, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang, Kota Batu, Kota Madiun, Kota Tangerang, Kota Tengerang Selatan dan Kota Cilegon.

17

Eksplorasi pada peubah Y dengan noise

Pada data persentase penduduk miskin (peubah Y) akan ditambahkan dengan noise. Penambahan tersebut bertujuan agar keragaman pada peubah Y menjadi stabil. Data yang ditambahkan noise merupakan data simulasi, dan akan digunakan untuk teknik ensemble. Karakteristik data simulasi terhadap penambahan noise pada peubah Y dicobakan dengan berbagai simpangan baku σ . Penentuan simpangan baku dengan nilai kecil rentang data peubah Y dengan memperhatikan hasil uji efek spasial. Penggunaan additive noise bertujuan agar nilai peubah Y yang telah ditambahkan noise berada pada kisaran data peubah Y. Nilai σ yang dicobakan adalah 1.55, 1.57, 1.59, 1.61, 1.63, 1.65, 1.67, 1.69, 1.71 dan 1.73 menghasilkan pola data serupa dengan data peubah Y. Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai σ menghasilkan fluktuasi yang serupa dengan data peubah Y. 120 100 80 60 40 20 0 30 25 20 15 10 5 0 Amatan ke-H as il pe ng am at an sd=1.71 sd=1.73 Y sd = 1.55 sd=1.57 sd=1.59 sd=1.61 sd=1.63 sd=1.65 sd=1.67 sd=1.69 Peubah

Gambar 4 Plot data Y dan data Y+ noise

Identifikasi Otokorelasi Spasial

Eksplorasi pada peubah Y ternyata terdapat keragaman yang besar di setiap kabupaten/kota, sehingga dimungkinkan ada pengaruh spasial. Pengaruh spasial dapat diidentifikasi dengan menggunakan indeks Moran. Indeks Moran digunakan untuk mendeteksi awal adanya otokorelasi spasial pada data persentase penduduk miskin di Pulau Jawa. Di bawah kondisi H , statistik uji Z I akan mendekati Zα , sehingga keputusannya menolak H pada α sebesar . , jika Z I > Zα dengan nilai Z I = . 3 dan nilai Z . = -1.65. Penolakan H berarti bahwa terdapat otokorelasi spasial positif, sehingga wilayah yang berdekatan memiliki persentase penduduk miskin yang mirip dan cenderung bergerombol dalam suatu area pada α = % . Plot pencaran Moran untuk data persentase penduduk miskin di Pulau Jawa disajikan pada Gambar 5.

18

Gambar 5 Plot pencaran Moran pada data persentase penduduk miskin Pada Gambar 5 terbagi menjadi 4 kuadran dan disetiap kuadran terdapat sebaran data dengan sumbu ZY adalah nilai rata-rata antar pengamatan yang sudah distandarisasi dan sumbu ZWY adalah nilai ZY yang dihitung menggunakan matriks W. Kuadran I dan III mengindikasikan adanya kesamaan karakteristik antar kabupaten/kota di Pulau Jawa kesamaan tersebut antara lain setiap kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin tinggi akan membentuk satu kelompok kemudian kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin rendah akan membentuk satu kelompok juga. Kuadran II dan IV mengindikasikan adanya keragaman karakteristik antar kabupaten/kota di Pulau Jawa.

Model Regresi Klasik OLS

Analisis model regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara peubah X dan peubah Y. Peubah X dan Y akan dimodelkan dengan regresi klasik OLS sebelum dimodelkan untuk regresi spasial. Pada model diperoleh hasil uji F sebesar 54.94 dengan p-value sebesar 0.00, hal ini menunjukkan bahwa peubah X berpengaruh secara simultan terhadap peubah Y dengan taraf nyata 0.05. Peubah X yang signifikan adalah X2 (persentase angka melek huruf penduduk miskin usia 15-55 tahun), X6 (persentase penduduk miskin yang bekerja disektor informal), dan X13 (persentase rumah tangga penerima kartu Jamkesmas). Pendugaan model regresi pada peubah Y terhadap peubah X ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pendugaan model regresi klasik

Peubah penjelas Penduga Galat baku Nilai t Peluang

Konstanta 32.3450 7.5590 4.28 0.0000 X2 -0.3420 0.0745 -4.59 0.0000 X6 0.1825 0.0287 6.36 0.0000 X13 0.0756 0.0191 3.96 0.0000 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Z W Y ZY

19

Persamaan model regresi klasik OLS peubah X2, X6 dan X13 dengan Y sebagai berikut:

ŷ = 3 .3 − .3 X + . X + . X

Nilai koefisien determinasi sebesar 59.1% artinya dari keragaman persentase penduduk miskin dapat dijelaskan oleh model regresi OLS sebesar 59.1%. Interpretasi dari model regresi klasik menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 % angka melek huruf pada penduduk miskin usia 15-55 tahun (X2) akan menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 34.2%. Setiap kenaikan 1% penduduk miskin yang bekerja disektor informal (X6) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 18.25%. Selanjutnya, setiap kenaikan 1% rumah tangga penerima kartu Jamkesmas (X13) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 7.6%. Kemudian setalah mendapatkan model, diperiksa uji asumsi terhadap sisaan pada peubah Y. Uji asumsi pada model regresi klasik OLS adalah uji kenormalan, uji kehomogenan dan uji tidak terdapat korelasi pada sisaan.

a. Asumsi kenormalan

Asumsi kenormalan digunakan untuk menguji normalitas pada sisaan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS) ditunjukkan pada Gambar 6. Statistik uji KS sebesar 0.05 dan nilai p-value lebih dari 0.15 sehingga keputusannya menolak H pada α = . . Penolakan H berarti bahwa sisaan berdistribusi normal.

10 5 0 -5 -10 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Sisaan P er se nt as e ke m is ki na n Mean 3.161313E-16 StDev 3.713 N 118 KS 0.050 P-Value >0.150

Gambar 6 Plot kenormalan sisaan b. Asumsi tidak terdapat korelasi pada sisaan

Uji Durbin Watson digunakan untuk mengetahui tidak terdapatnya korelasi pada sisaan. Nilai uji statistik Durbin Watson sebesar 1.2971 dan α = . sehingga keputusannya menolak H pada α. Penolakan H berarti bahwa tidak ada korelasi pada sisaan.

20

c. Asumsi kehomogenan.

Uji kehomogenan dapat dilihat dari plot sisaannya. Asumsi kehomogenan terpenuhi jika plot sisaannya tidak membentuk suatu pola ditunjukkan pada Gambar 7. 25 20 15 10 5 10 5 0 -5 -10 Nilai dugaan S is aa n

Gambar 7 Plot kehomogenan sisaan Uji Efek Spasial

Uji efek spasial terdiri dari uji ketergantungan spasial dan uji keragaman spasial. Uji pengganda Lagrange (LM) digunakan untuk mendeteksi adanya ketergantungan lag spasial dan ketergantungan galat spasial. Uji Breusch Pagan

(BP) digunakan untuk mendeteksi adanya keragaman spasial. Hasil uji pengganda

Lagrange disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil uji pengganda Lagrange pada model regresi spasial Model Statistik Uji

pengganda Lagrange Derajat bebas Nilai Khi-Kuadrat Spasial otoregresif 20.2051 1 3.84 Galat spasial 19.2339 1 3.84

Statistik uji LM akan mendekati χ dengan derajat bebas 1 dibawah kondisi H benar, sehingga keputusannya adalah menolak H pada α , jika L� > χ . Nilai statistik untuk model spasial otoregresif nilai dari LM sebesar 20.2051 dengan α = 0.05 dan nilai χ . , sebesar 3.84, sehingga keputusan dari hasil uji L� adalah tolak H . Penolakan H berarti bahwa terdapat ketergantungan lag spasial pada α = % . Selanjutnya, model galat spasial nilai dari LM sebesar 19.2339 dengan α = 0.05 dan nilai χ . , sebesar 3.84, sehingga keputusan dari hasil uji L� adalah tolak H . Penolakan H berarti bahwa terdapat ketergantungan galat spasial pada α = %.

Pengujian efek spasial selanjutnya adalah pengujian keragaman spasial. Statistik uji �P akan mendekati χ dengan derajat bebas 3 dibawah kondisi H

21

benar, sehingga keputusannya adalah menolak H pada α , jika �P > χ . Nilai �P sebesar 8.3864 dengan α = 0.05 dan nilai χ . , sebesar 7.851 ,sehingga keputusan dari hasil uji �P adalah tolak H . Penolakan H berarti bahwa terdapat keragaman antar wilayah pada α = %. Hasil dari uji ketergantungan spasial dan uji keragaman spasial dapat mengidentifikasi adanya efek spasial dalam data sehingga model regresi yang digunakan adalah model regresi spasial.

Model Spasial Otoregresif

Uji pengganda Lagrange menunjukkan bahwa ada ketergantungan lag spasial sehingga perlu dilakukan pembentukan model spasial otoregresif yang melibatkan semua kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pada model spasial otoregresif terdapat penduga rho sebesar 0.3789, artinya kabupaten/kota memiliki persentase penduduk miskin yang tinggi diduga dipengaruhi oleh kabupaten/kota yang ada disekelilingnya, yaitu sebesar 0.3789. Hasil dari nilai dugaan model spasial otoregresif ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai dugaan model spasial otoregresif Peubah

penjelas

Penduga Galat baku Nilai Z Nilai peluang

Konstanta 21.8431 7.0828 3.0840 0.0020

X2 -0.2558 0.0687 3.7253 0.0001

X6 0.1431 0.0267 5.3556 0.0000

X13 0.0602 0.0170 3.5320 0.0004

Persamaan model spasial otoregresif pada peubah X2, X6, X13 dengan Y adalah:

ŷ = . 3 + .3 9Wy − . X + . 3 X + . X

Nilai koefisien determinasi pada model spasial otoregresif sebesar 64.1% menunjukkan keragaman persentase penduduk miskin di Pulau Jawa dapat dijelaskan dalam model sebesar 64.1%. Interpretasi dari model spasial otoregresif menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 % angka melek huruf pada penduduk miskin usia 15-55 tahun (X2) akan menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 25.6%. Setiap kenaikan 1 % penduduk miskin yang bekerja disektor informal (X6) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 14.31%. Selanjutnya, setiap kenaikan 1 % rumah tangga penerima kartu Jamkesmas (X13) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 6.02%. Nilai RMSE pada model spasial otoregresif sebesar 0.0005. Kemudian setalah mendapatkan model, diperiksa uji asumsi terhadap sisaan pada peubah Y. Uji asumsi pada model spasial otoregresif adalah uji kenormalan, uji kehomogenan dan uji tidak terdapat korelasi pada sisaan.

a. Asumsi kenormalan

Asumsi kenormalan digunakan untuk menguji normalitas pada sisaan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS) ditunjukkan pada Gambar 8. Statistik uji KS sebesar 0.05 dan nilai p-value lebih dari 0.15 sehingga keputusannya menolak H pada α =

22 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Sisaan P er se nt as e ke m is ki na n Mean -2.53733E-14 StDev 1.297 N 118 KS 0.045 P-Value >0.150

Gambar 8 Plot kenormalan sisaan b. Asumsi tidak ada korelasi

Uji Durbin Watson digunakan untuk mengetahui tidak terdapatnya korelasi pada sisaan. Nilai uji statistik Durbin Watson sebesar 0.8427 dan α = . sehingga keputusannya menolak H pada α. Penolakan H berarti bahwa tidak ada korelasi pada sisaan.

c. Asumsi kehomogenan

Uji kehomogenan dapat dilihat dari plot sisaannya. Asumsi kehomogenan terpenuhi jika plot sisaannya tidak membentuk suatu pola ditunjukkan pada Gambar 9.

16 15 14 13 12 11 10 9 10 5 0 -5 -10 Nilai dugaan S is aa n

Gambar 9 Plot kehomogenan sisaan

Uji pengganda Lagrange menunjukkan bahwa ada ketergantungan galat spasial sehingga perlu dilakukan pembentukan model galat spasial yang melibatkan semua Kabupaten/Kota di Pulau Jawa.

23

Model Galat Spasial

Pada model galat spasial terdapat penduga lambda λ sebesar 0.4559 yang berarti terdapat pengaruh galat spasial antar satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota ada disekelilingnya, yaitu sebesar 0.4559. Hasil dari nilai dugaan model galat spasial ditunjukkan pada Tabel 7 sebagai berikut:

Tabel 7 Nilai dugaan model galat spasial Peubah

penjelas

Penduga Galat baku Nilai Z Nilai peluang

Konstanta 33.5524 7.8044 4.2992 0.0000

X2 -0.3329 0.0775 -4.2953 0.0000

X6 0.1653 0.0282 5.8585 0.0000

X13 0.0569 0.0192 2.9614 0.0031

Persamaan model galat spasial pada peubah X2, X6, X13 dengan Y adalah:

ŷ = 33. − .33 9X + . X + . 9X + . 9Wu

Nilai koefisien determinasi pada model galat spasial sebesar 59.7%, menunjukkan keragaman persentase penduduk miskin di Pulau Jawa dapat dijelaskan dalam model sebesar 59.7% . Interpretasi dari model galat spasial menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 % angka melek huruf penduduk miskin pada usia 15-55 tahun (X2) akan menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 33.29%. Setiap kenaikan 1 % penduduk miskin yang bekerja disektor informal (X6) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 16.54%. Selanjutnya, setiap kenaikan 1 % rumah tangga penerima kartu Jamkesmas (X13) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 5.69%. Nilai RMSE pada model galat spasial sebesar 0.0036. Kemudian setalah mendapatkan model, diperiksa uji asumsi terhadap sisaan pada peubah Y. Pengujian asumsi pada model galat spasial adalah asumsi kenormalan sisan, asumsi kehomogenan sisaan dan asumsi tidak adanya korelasi sisaan sebagai berikut:

a. Asumsi tidak ada korelasi sisaan

Uji Durbin Watson digunakan untuk mengetahui tidak terdapatnya korelasi pada sisaan. Nilai uji statistik Durbin Watson sebesar 1.0343 dan α = . sehingga keputusannya menolak H pada α. Penolakan H berarti bahwa tidak ada korelasi pada sisaan.

b. Asumsi kenormalan

Asumsi kenormalan digunakan untuk menguji normalitas pada sisaan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS) ditunjukkan pada Gambar 10. Statistik uji KS sebesar 0.05 dan nilai p-value lebih dari 0.15 sehingga keputusannya menolak H pada α =

24 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Sisaan P ers en ta se k em is ki na n Mean -2.53733E-14 StDev 1.297 N 118 KS 0.045 P-Value >0.150

Gambar 10 Plot kenormalan sisaan c. Asumsi kehomogenan

Uji kehomogenan dapat dilihat dari plot sisaannya. Asumsi kehomogenan terpenuhi jika plot sisaannya tidak membentuk suatu pola ditunjukkan pada Gambar 11.

25 20 15 10 5 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 Nilai dugaan Si sa an

Gambar 11 Plot kehomogenan sisaan

Model Regresi

S

pasial Ensemble

Teknik ensemble dilakukan pada model terbaik yaitu model spasial otoregresif. Pemilihan model terbaik berdasarkan nilai R . Model spasial otoregresif (R = . % lebih baik dari model regresi klasik OLS (R =59.1%) dan model galat spasial (R =59.7%). Plot penambahan noise dalam berbagai macam ukuran σ dengan 100 ulangan untuk model spasial otoregresif ditunjukkan pada Lampiran 2. Pada Lampiran 2(a), 2(b), 2(c), 2(d), 2(e), 2(f), 2(g), 2(h), 2(i), dan 2(j) menunjukkan bahwa peubah Y yang diulang sebanyak 100 kali disetiap σ

25

yang dicobakan, mengindikasikan pola model sama. Plot peubah Y yang ditambahkan noise berada sekitar plot nilai data peubah Y. Masing-masing peubah Y yang ditambahkan noise dan peubah bebas X , X , X akan dilakukan uji efek spasial, selanjutnya dimodelkan dengan regresi spasial. Teknik ensemble

dilakukan pada model spasial otoregresif ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Model spasial otoregresif ensemble Noise Model spasial otoregresif ensemble

ε~� , . ŷ = .9 + .3399Wy − . X + . 9X + . X ε~� , . ŷ = .93 + .33 9Wy − . 3X + . X + . X ε~� , . 9 ŷ = .9 33 + .33 Wy − . X + . X + . X ε~� , . ŷ = .9 + .33 Wy − . X + . X + . X ε~� , . 3 ŷ = 3. + .33 Wy − . 9X + . 3X + . X ε~� , . ŷ = 3. 3 + .33 Wy − . X + . X + . X ε~� , . ŷ = 3. 9 + .33 3Wy − . 3X + . X + . X ε~� , . 9 ŷ = 3. + .333 Wy − . X + . X + . X ε~� , . ŷ = 3. 3 + .33 Wy − . X + . X + . X ε~� , . 3 ŷ = 3. 393 + .33 Wy − . 9X + . 9X + . X

Model spasial otoregresif ensemble diperoleh dengan merata-ratakan koefisien parameter dari 100 model. Hasil dari model spasial otoregresif ensemble

untuk masing-masing noise mempunyai nilai koefisien parameter yang hampir sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa penambahan noise dengan nilai simpangan baku kecil menyebabkan adanya perubahan yang tidak terlalu signifikan untuk nilai koefisien parameter dari masing-masing model spasial otoregresif ensemble. Berikut salah satu terapan dari model spasial otoregresif ensemble dengan noise

ε~� , . menghasilkan persamaan model spasial otoregresif ensemble

sebagai berikut:

ŷ = 3. 3 + .33 Wy − . X + . X + . X

Nilai penduga sebesar 0.3352 yang berarti kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin yang tinggi diduga dipengaruhi oleh kabupaten/kota yang ada disekelilingnya sebesar 0.3352. Interpretasi dari model spasial otoregresif ensemble menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 % angka melek huruf penduduk miskin pada usia 15-55 tahun (X2) akan menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 26.51%. Kemudian, setiap kenaikan 1 % penduduk miskin yang bekerja di sektor informal (X6) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 14.84%. Selanjutnya, setiap kenaikan 1 % rumah tangga penerima kartu Jamkesmas (X13) akan meningkatkan persentase penduduk miskin sebesar 6.06%.

Pemilihan model terbaik spasial otoregresif tanpa ensemble dan spasial otoregresif ensemble menggunakan kriteria nilai RMSE. Semakin kecil nilai RMSE semakin baik untuk suatu model. Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai RMSE model spasial otoregresif ensemble kurang dari nilai RMSE pada model spasial otoregresif tanpa ensemble, sehingga model spasial otoregresif

ensemble lebih baik daripada model spasial otoregresif tanpa ensemble. Hasil dari nilai RMSE menunjukkan model spasial otoregresif ensemble dapat meningkatkan kemampuan pendugaan menjadi lebih stabil dan model yang dihasilkan bersifat kekar. Faktor-faktor yang dijadikan indikator kemiskinan di Pulau Jawa

26

berdasarkan model spasial otoregresif ensemble adalah persentase angka melek huruf penduduk miskin usia 15-55 tahun, persentase penduduk miskin yang bekerja di sektor informal dan persentase rumah tangga penerima kartu Jamkesmas. Berdasarkan analisis model spasial otoregresif tanpa ensemble dan model spasial otoregresif ensemble diperoleh hasil pada Tabel 9.

Tabel 9 Perbandingan nilai RMSE

Model regresi Noise Nilai RMSE

Spasial otoregresif 0.0005

Spasial otoregresif ensemble ε~� , . 0.0004

ε~� , . 0.0003 ε~� , . 9 0.0002 ε~� , . 0.0001 ε~� , . 3 0.0000 ε~� , . 0.0000 ε~� , . 0.0001 ε~� , . 9 0.0002 ε~� , . 0.0003 ε~� , . 3 0.0004

Dokumen terkait