• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat Desa Ensaid Panjang Demografi

Wilayah desa Ensaid Panjang terbagi menjadi tiga kawasan dusun, yaitu Dusun Ensaid Baru, Dusun Rentap Selatan dan Dusun Ensaid Pendek. Jumlah total masyarakat Desa Ensaid Panjang terdiri dari 778 jiwa dari 132 KK. Komposisi etnis masyarakat di Desa Ensaid Panjang terdiri atas penduduk asli (suku Dayak Iban-Désa) dan pendatang. Masyarakat suku Dayak Iban-Désa mayoritas menempati dusun Rentap Selatan dan Ensaid Pendek, sedangkan masyarakat di Dusun Ensaid Baru lebih heterogen. Persentase masyarakat etnis yang bertempat tinggal di Desa Ensaid Panjang adalah 86,4% masyarakat suku Dayak Iban-Désa, 11% masyarakat transmigran dari Pulau Jawa, dan 2.6% etnis lainnya. Agama yang dianut oleh penduduk Desa Ensaid Panjang adalah agama Katholik (86.44%), Islam (12.6%), dan Kristen (0.96%). Meskipun memiliki keberagaman etnis dan agama, masyarakat Desa Ensaid Panjang hidup dalam kerukunan dan penerapan budaya gotong royong antar masyarakat masih sangat kental diterapkan dalam berbagai kegiatan, seperti pembangunan rumah, pengolahan lahan, dan sebagainya (Delyanet 2015).

Aktivitas Harian

Aktivitas masyarakat Desa Ensaid Panjang dimulai pada pukul 3 atau pukul 4 dinihari yaitu dengan menyadap karet. Penyadapan getah karet dilakukan pada dinihari karena produksi getah akan lebih banyak bila dibandingkan menyadap karet setelah matahari terbit. Penyadapan getah karet dilakukan hingga pukul 6 atau 7 pagi sebelum anak-anak berangkat ke sekolah. Diantara rentang waktu tersebut, para ibu akan memasak sarapan dan menyiapkan bekal untuk dibawa ke ladang. Aktivitas selanjutnya yaitu pergi berladang (Gambar 5a), masyarakat akan mulai berangkat ke ladang pada pukul 7 pagi hingga pukul 16 sore hari. Tidak semua anggota masyarakat pergi berladang. Para laki-laki dan perempuan yang masih sehat dan tidak memiliki anak bayi akan pergi berladang, sedangkan para orang tua usia lanjut akan menetap di rumah sambil membuat anyaman dan menenun kain (Gambar 5b dan 5c). Begitu pula dengan para ibu hamil dan ibu yang memiliki balita tidak akan ikut ke ladang. Pada sore hari, sebelum mandi sore mereka akan memberi makan ikan lele yang dipelihara di kolam-kolam pemeliharaan yang terletak di depan rumah betang panjang (Gambar 5d). Sejak listrik masuk ke desa pada tahun 2013, kegiatan masyarakat di malam hari adalah berkumpul bersama di rumah betang panjang untuk menonton televisi di depan rumah kepala Dusun Rentap Selatan (Gambar 5e). Pada malam hari, masyarakat tidak melakukan kegiatan menenun dan menganyam karena dianggap tabu secara adat. Biasanya sambil menonton televisi para ibu-ibu penenun hanya akan mengurai benang yang akan diwarnai atau mengikat benang untuk membentuk motif. Kegiatan menonton televisi ini hanya akan berlangsung hingga pukul 22.00 malam. Pemberlakuan jam malam untuk menonton televisi tersebut masih serupa dengan saat listrik masih menggunakan tenaga genset.

19 Mesin genset hanya akan dinyalakan dari pukul 18 malam hingga pukul 22 malam untuk tujuan perawatan mesin genset dan menghemat pembelian oli.

(a)berladang (b) membuat anyaman (c) menenun kain tenun ikat

(d)memelihara ikan di kolam (e) menonton televisi

Gambar 5 Kegiatan harian masyarakat Dayak Iban-Désa

Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat desa Ensaid Panjang adalah berladang. Mereka berladang di lahan-lahan pribadi yang terdapat disekitar pemukiman dan di kaki Bukit Rentap. Mata pencaharian lainnya oleh warga meliputi penyadap karet, penenun, penebang kayu, pekerja sawit, PNS dan pegawai pemerintah desa. Penyadap karet dan penenun merupakan dua mata pencaharian penyumbang utama pendapatan masyarakat Desa Ensaid Panjang, yaitu masing-masing sekitar 74% dan 10%. Masyarakat menyadap karet dari lahan-lahan pribadi milik masyarakat. Hasil panen karet atau yang disebut dengan kulat dijual ke penadah kulat dan uang yang diperoleh digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Kegiatan memproduksi kain tenun ikat dilakukan hampir oleh seluruh ibu rumah tangga Dayak Iban-Désa di Desa Ensaid Panjang. Produk kain tenun yang dihasilkan berbeda-beda, mulai dari syal, selendang, taplak meja, hingga kain adat. Harganya pun cukup bervariasi, mulai dari Rp 30.000,- untuk selembar syal kecil, hingga ≥ Rp 1.000.000,- untuk selembar kain adat. Akan tetapi kegiatan menenun kain tidak sepenuhnya dilakukan setiap hari, melainkan diselingi dengan waktu senggang dari kegiatan berladang. Kegiatan menenun akan rutin dilakukan terutama pada musim kemarau panjang maupun musim hujan yang tidak memungkinkan untuk pergi berladang.

Kehidupan Kebudayaan

Masyarakat Dayak Iban-Désa secara umum dipimpin oleh seperangkat kelembagaan adat yang masih teguh menjaga dan melaksanakan berbagai peraturan dan hukum adat. Kelembagaan adat tersebut terdiri dari:

20

- Tumenggung atau setara dengan Kepala Camat. Tumenggung membawahi beberapa kepala adat dari beberapa kampung

- Tungkat tumenggung atau wakil dari tumenggung - Kepala adat

- Pala’ dandai atau setara dengan kepala rumah adat betang panjang

Seluruh peraturan atau hukum adat yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Iban-Désa di Ensaid Panjang diberlakukan baik itu kepada masyarakat Dayak Iban-Désa dan masyarakat Desa Ensaid Panjang khususnya, maupun kepada masyarakat luar atau pengunjung yang melakukan pelanggaran adat di kawasan desa Ensaid Panjang. Denda atau bayar adat yang meliputi pembayaran uang tunai dan persyaratan adat lainnya wajib dilengkapi oleh si pelanggar peraturan adat. Khususnya di wilayah rumah betang, para tamu yang berniat akan menginap sementara di rumah tersebut diwajibkan untuk mengetahui beberapa peraturan adat yang harus ditepati selama tinggal di rumah betang. Beberapa peraturan adat tersebut diantaranya adalah:

- Larangan untuk menaiki rumah betang darisamai induk/samai ulu atau jalan masuk rumah dari arah punggung ulu (selatan) dan samai laki/samai ili’ atau jalan masuk rumah dari arah punggung ili’ (utara) secara bersamaan. Hal ini disebut dengan istilah sabung api, yang jika direfleksikan dengan zaman perang suku dahulu kala menggambarkan suasana rumah betang yang dikepung oleh musuh.

- Larangan membawa rebung bambu yang belum dikupas, tunas pisang, dan buah nanas yang masih memiliki braktea di ujung buah untuk dibawa naik ke rumah betang. Ketiga bagian tumbuhan tersebut bila dibawa naik ke rumah betang dapat mengakibatkan penyakit kulit bagi si pembawanya.

Terkait dengan pemeliharaan sumber daya hutan, masyarakat Dayak Iban-Désa di Desa Ensaid Panjang menerapkan beberapa peraturan adat yang secara umum bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam. Masyarakat Desa Ensaid Panjang dapat dengan bebas mengambil dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti buah-buahan, tumbuhan bahan baku anyaman, tumbuhan bahan pewarna alami, dan tumbuhan obat. Akan tetapi pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan untuk bahan bangunan berupa jenis-jenis kayu secara ketat hanya boleh diambil oleh masyarakat yang berdomisili di Desa Ensaid Panjang untuk membangun tempat tinggalnya sendiri dan bukan untuk dijual. Masyarakat yang memanen kayu diwajibkan mengganti banyaknya pohon yang ditebang dengan menyediakan bibit pohon yang sama jumlahnya dengan pohon yang ditebang. Hal ini bertujuan agar regenerasi pepohonan terutama kayu-kayu yang berperan penting dalam konstruksi rumah dapat terus terjaga. Pemanenan kayu yang dilakukan oleh masyarakat di luar Desa Ensaid Panjang tanpa meminta izin kepada para pemimpin desa dan adat dapat dikenakan denda adat minimal uang tunai sebesar Rp 15.000.000,- dan persyaratan adat lainnya.

Dalam menjaga kestabilan kondisi internal hutan di kawasan Desa Ensaid Panjang, masyarakat Dayak Iban-Désa memilih lima orang yang bertugas sebagai ranger atau penjaga hutan yang secara berkala melakukan patroli untuk memantau kondisi hutan-hutan adat yang termasuk dalam kawasan Desa Ensaid Panjang.

21 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Produk Anyaman

Tercatat 19 jenis, tiga varietas dan satu subvarietas tumbuhan dimanfaatkan masyarakat Dayak Iban-Désa sebagai bahan baku anyaman. Tumbuhan tersebut berasal dari empat famili yaitu Arecaceae (12 jenis, satu varietas dan satu subvarietas), Poaceae (tiga jenis dan dua varietas), Pandanaceae (tiga jenis) dan Zingiberaceae (satu jenis). Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah bagian batang untuk seluruh jenis rotan dan bambu, helaian daun dari jenis pandan (Pandanus spp) dan palem (Licuala sp), serta pelepah daun jahe liar (Hornstedtia reticulata) atau dalam bahasa Iban disebut dengan “senggang”. Produk anyaman yang dihasilkan berjumlah 26 macam untuk berbagai keperluan meliputi alat berladang (12 produk), alat beternak (dua produk), perangkap ikan (dua produk), perabot rumah tangga (tujuh produk), peralatan ritual adat (dua produk) dan permainan anak (satu produk) (Tabel 4). Produk anyaman alat berladang memiliki ragam produk terbanyak karena aktivitas harian utama masyarakat Dayak Iban-Désa adalah berladang.

Rotan

Rotan merupakan jenis tumbuhan yang disukai terutama oleh masyarakat tradisional untuk bahan anyaman dan pengikat atau tali (Dransfield 1979). Hal ini terlihat pula pada bahan anyaman masyarakat Dayak Iban-Désa yang sebagian besar menggunakan rotan. Terdapat 11 jenis, satu varietas dan satu subvarietas rotan yang digunakan berasal dari lima marga yaitu Calamus, Daemonorops, Korthalsia, Plectocomiopsis, dan Ceratolobus (Gambar 6).

(A) Calamus (B) Korthalsia (C) Daemonorops (D) Plectocomiopsis (E) Ceratolobus

22 Tabel 4 Nama suku/nama ilmiah, nama lokal, dan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dalam produk anyaman di masyarakat Dayak

Iban-Désa

Nama Suku/Nama Ilmiah Nama Lokal Bagian yang

dimanfaatkan Ragam produk anyaman Dayak

Iban-Désa

Indonesia ARECACEAE

Calamus axillaris Becc. Wi tapah Rotan

sega air

Batang cupai, pengindang, sangkar ikan, bubu putut, kemansai, penyipat lalat, tabung bulat, tabung pipih, rancak

Calamus blumei Becc. Wi

entibab

Rotan tukas

Batang empajang, sangkar ikan, kemansai, tabung bulat, tabung pipih, rancak Calamus javensis Blume var. peninsularis Becc. Wi

nakung

Rotan lilin Batang renjung, takin, sangkar ikan, tabung bulat, tabung pipih Calamus javensis Blume var. peninsularis Becc. subvar.

polyphyllus Becc.

Wi seni'k Rotan lilin Batang sedong/tungking, tengkalang, takin, pengindang, sangkar ikan, kerungan manuk, tabung bulat, tabung pipih, rancak

Calamus rugosus Becc. Wi

tunggal

Rotan perut ayam

Batang capan, sangkar ikan,

kemansai, engkidung, tabung bulat, tabung pipih, rancak

Calamus sp. Wi

minyak

Rotan minyak

Batang renjung, takin, sangkar ikan, tabung bulat, tabung pipih, rancak

23 Tabel 4 Nama suku/nama ilmiah, nama lokal, dan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dalam produk anyaman di masyarakat Dayak

Iban-Désa (Lanjutan)

Calamus speciosissimus Furtado Wi sega' balau

Rotan sega badak

Batang keranjang, pengindang, kemansai, engkidung, tabung bulat, tabung pipih

Calamus zonatus Becc. Wi antu'k Rotan

perdas

Batang sedong/tungking, pengindang, tabung bulat, tabung pipih, rancak

Ceratolobus concolor Blume Wi

pelanduk

Rotan mata pelanduk

Batang pengindang, sangkar ikan, engkidung, tabung bulat, tabung pipih, rancak Daemonorops oligophylla Becc. Wi keli' Rotan

keli’ Batang cupai, capan, pengindang, tudung, sangkar ikan, bubu putut, engkidung, tabung bulat, tabung pipih, rancak

Korthalsia flagellaris Miq. Wi danan Rotan

dahanan

Batang cupai, empajang,

sedong/tungking, tengkalang, keranjang, capan, pengindang, sangkar ikan, bubu putut, kemansai, engkidung Korthalsia echinometra Becc. Wi seru'k Rotan

meiya

Batang cupai, renjung, empajang, takin, pengindang, tudung, rujuh, sangkar ikan, tabung bulat, tabung pipih, penyipat lalat, bakul, rancak

Licuala sp. Jaung Palem Daun Tudung

24

Tabel 4 Nama suku/nama ilmiah, nama lokal, dan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dalam produk anyaman di masyarakat Dayak Iban-Désa (Lanjutan)

Plectocomiopsis wrayi Becc. Wi

lambang

Rotan pepe

Batang cupai, empajang, takin, renjung, sangkar ikan, tabung bulat, tabung pipih, rancak

POACEAE

Dendrocalamus asper (Schult.) Backer ex Heyne Buluh pering

Bambu betung

Batang bubu putut Gigantochloa hasskarliana (Kurz) Backer ex Heyne Buluh

munti’ Bambu lengka tali

Batang bubu putut Schizostachyum lima (Blanco) Merr. Buluh

temiang

Bambu toi

Batang kerungan manuk Schizostachyum brachycladum Kurzbuluh kuning Buluh

bala'

Bambu gading

Batang bubu putut Schizostachyum brachycladum Kurz buluh hijau Buluh Bambu

lemang

Batang capan, kerungan manuk, sangkar ikan, bubu putut, tabung bulat, tabung pipih, rancak, ketapu laung PANDANACEAE

Pandanus sp. 1 Ndas Pandan Daun takin, capan, tudung, cupai, tikar,

bakul

Pandanus sp. 2 Tandoh Pandan Daun takin, capan, tudung, cupai, tikar,

penidit ngelipan

Pandanus sp. 3 Perupuk Pandan Daun tudung, tikar, penidit ngelipan

ZINGIBERACEAE

Hornstedtia reticulata (K.Schum) K.Schum Senggang Senggang Pelepah daun

cupai, empajang, takin, capan, pengindang, tudung, kelayak, engkidung, tikar, tabung bulat, tabung pipih, bakul, buah raga’

Persebaran jenis-jenis rotan melimpah di kawasan Asia Tenggara (±600 jenis) dijumpai di hutan-hutan tropis (Dransfield 1979). Wilayah Thailand dan Borneo merupakan lokasi persebaran rotan kedua tertinggi setelah Sumatera (Dransfield 1974). Pemanfaatan jenis-jenis rotan oleh kelompok masyarakat di berbagai daerah bervariasi tergantung pada ketersedian jenis-jenis rotan di lingkungan tempat tinggal, seperti yang terlihat pada perbandingan jenis rotan pada tiga kelompok suku lain di Indonesia, yaitu Dayak Kelabit di Pa Dalih Sarawak, Suku Anak Dalam di Jambi, dan masyarakat etnis Sunda di sekitar TNGHS Jawa Barat (Tabel 5). Jenis-jenis rotan marga Calamus banyak digunakan baik itu oleh masyarakat Dayak Iban-Désa (enam jenis, satu varietas, dan satu subvarietas) maupun oleh kelompok masyarakat lainnya. Calamus javensis digunakan oleh semua suku tersebut dan dimanfaatkan pula oleh suku Dayak Iban-Désa. Calamus javensis memiliki serat yang cukup kuat dan diameter batang yang kecil (dibawah 1 cm) sehingga memudahkannya untuk digunakan dalam bentuk gelondongan utuh dan tidak dibelah. Calamus javensis oleh masyarakat Dayak Iban-Désa seringkali dimanfaatkan sebagai tali maupun pengikat antara badan anyaman dengan bingkai anyaman. Berdasarkan persebaran habitatnya, C. javensis memiliki persebaran luas di wilayah Borneo, Sumatera, Jawa, Singapura, Thailand Filipina, dan Malaya (Palmweb 2016).

Industri rotan mengenal Calamus dan Daemonorops sebagai penghasil rotan berkualitas baik dan memiliki nilai jual yang tinggi (Sanusi 2012). Di Indonesia lebih banyak rotan dari Calamus (62 jenis) dibandingkan dengan Daemonorops (23 jenis) (Dransfield 1979). Beberapa jenis Calamus yang dikenal sebagai bahan komoditas ekspor adalah C. caesius, C. scipionum, C. tumidus, dan C. leiocaulis (Sanusi 2012).

25

Tabel 5 Keanekaragaman jenis-jenis rotan yang digunakan pada beberapa kelompok masyarakat Dayak Iban-Désa di Ensaid Panjang, Kalimantan Barat Dayak Kelabit di Pa Dalih, Sarawak (Christensen 2013) Suku Anak Dalam di Jambi (Jumiati et al 2012) Masyarakat di sekitar TNGHS, Jawa Barat (Wardah et al 2005) Calamus javensis Blume var. peninsularis Becc. Calamus javensis Bl. Calamus javensis Bl. Calamus javensis Bl. Calamus javensis Blume var. peninsularis Becc. subvar. polyphyllus Becc. Calamus blumei Becc. Calamus caesius Bl. Calamus heteroideus Blume Calamus blumei Becc. Calamus caesius Bl. Calamus exilis Griff. Calamus melanolema Mart. Calamus zonatus Becc. Calamus flabellatus Becc. Calamus zonatus Becc. Calamus rombhoideus Blume

26

Tabel 5 Keanekaragaman jenis-jenis rotan yang digunakan pada beberapa kelompok masyarakat (Lanjutan)

Calamus speciosissimus Furtado

Calamus

flabellatus vel aff.

Calamus aff Calamus flabelloides Furt. Calamus burckianus Becc. Calamus rugosus Becc. Calamus marginatus (Blume) Mart. Calamus subinermis H. Wendl Calamus axillaris Becc. Calamus pogonacanthus Becc. ex H.J.P. Winkl. Calamus cf ornatus Bl. Calamus sp. Calamus oxleyanus T. & B. Ex Miq Calamus scipionum Lour. Calamus manan Miq. Daemonorops oligophylla Becc Daemonorops didymophylla Becc. Daemonorops didymophylla Becc. Daemonorops rubra (Reinw. Ex Mart.) Blume Daemonorops fissa Blume Daemonorops angustifolia (Griff) Mart. Daemonorops longistipes Burret Daemonorops draco Mart. Daemonorops microstachys vel aff. Daemonorops sabut Becc. Daemonorops sabut Becc. Daemonorops segiterus Ridl. Korthalsia flagellaris Miq. Korthalsia robusta Blume Korthalsia echinometra Becc. Korthalsia junghuhnii Miq. Korthalsia echinometra Becc. Korthalsia scorthecinii Becc. Korthalsia rigida Bl. Plectocomia mulleri Blume Plectocomia elongata (Mart&Bl) J.J Roem & Schult

Plectocomia elongata Mart. Ex Blume Plectocomiopsis wrayi Becc. Ceratolobus concolor Blume Ceratolobus concolor Blume

Bambu

Jenis bambu yang digunakan sebagai bahan anyaman masyarakat Dayak Iban-Désa berasal dari tiga marga yaitu Dendrocalamus, Gigantochloa dan Schizostachyum (Gambar 7). Beberapa jenis bambu yaitu Dendrocalamus asper dan Schizostachyum brachycladum buluh hijau secara khusus dimanfaatkan sebagai bahan utama pada beberapa produk anyaman. Dendrocalamus asper merupakan bahan utama pembuatan perangkap ikan atau bubu putut. Sebuah produk anyaman yang sering digunakan di dalam air tentunya memerlukan bahan anyaman yang berbeda kualitasnya dengan produk anyaman yang hanya digunakan di darat. Sifat bahan anyaman yang tidak mudah lapuk, tahan terhadap serangan jamur dan kumbang merupakan kriteria utama bahan yang dibutuhkan untuk anyaman yang digunakan di air. Beberapa jenis bambu sering dipilih sebagai bahan anyaman untuk produk-produk tersebut, demikian pula yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Iban-Désa yang menggunakan bambu betung atau Dendrocalamus asper sebagai bahan utama untuk membuat bubu putut. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa Dendrocalamus asper memiliki umur teknis mencapai 8.63 minggu dengan perlakuan perendaman air secara berturut-turut (Wicaksono 2008). (A) Bambu betung (Dendrocalamus asper) (B) Bambu toi (Schizostachyum lima) (C) Bambu gading (Schizostachyum brachycladum buluh kuning) (D) Bambu lemang (Schizostachyum brachycladum buluh hijau) (E) Bambu lengka tali (Gigantochloa hasskarliana)

Gambar 7 Jenis-jenis bambu yang digunakan oleh masyarakat Dayak Iban-Désa

Schizostachyum brachycladum buluh hijau atau bambu lemang merupakan bahan utama untuk membuat anyaman bermotif. Keunggulan serat bambu ini dalam menyerap dan memunculkan warna lebih baik dibandingkan jenis bambu lainnya yang digunakan masyarakat Dayak Iban-Désa. Anyaman bambu lemang sering digunakan bersama-sama dengan senggang (Hornstedtia reticulata) yang dianyam sebagai pelapis bagian dalam produk anyaman.

Hanya sekitar 23 jenis dari 160 jenis bambu yang terdapat di Indonesia dijumpai di Kalimantan (Widjaja 2012). Keterbatasan jumlah jenis bambu yang ditemukan di Kalimantan tersebut juga terlihat pada terbatasnya variasi jenis bambu yang digunakan oleh masyarakat Dayak Iban-Désa, yaitu sejumlah tiga jenis dan dua varietas. Secara umum, terdapat ±65 jenis bambu yang berpotensi untuk dibudidayakan di Indonesia (Widjaja 2012). Selain jenis-jenis bambu yang digunakan oleh masyarakat Dayak Iban-Désa (Tabel 4), beberapa jenis bambu

28

yang juga dimanfaatkan sebagai bahan anyaman di Kalimantan adalah Gigantochloa atter, Bambusa eutuldoide dan Thyrsostachys siamensis oleh masyarakat Dayak di Desa Saham, Kalimantan Barat (Munziri et al. 2013); Bambusa vulgaris, Gigantochloa levis, Schizostachyum blumei dan Schizostachyum latifolium oleh masyarakat Dayak Iban dan Kelabit di Sarawak (Christensen 2013).

Pandan

Masyarakat Dayak Iban-Désa memanfaatkan tiga jenis pandan sebagai bahan anyaman (Gambar 8). Selama observasi lapangan, peneliti tidak dapat menemukan organ generatif untuk keperluan identifikasi hingga ke tingkat jenis. Ketiga jenis pandan yang ditemukan teridentifikasi sebagai marga Pandanus. Perbedaan yang ditemukan dari ketiga jenis pandan tersebut adalah sifat fisik helaian daunnya. Pandanus sp. 1 merupakan pandan yang memiliki lebar dan panjang daun paling kecil (±2.8 cm dan 164 cm), tetapi memiliki tekstur permukaan daun mengkilap, serat daun halus, dan menurut masyarakat merupakan pandan yang paling kuat digunakan untuk anyaman. Jenis Pandanus sp. 2 memiliki ukuran lebar dan panjang daun ±4.2 cm dan 216 cm, tetapi tekstur permukaan daun dan seratnya adalah yang paling kasar dibandingkan pandan lainnya sehingga mudah melukai tangan ketika dianyaman. Jenis Pandanus sp. 3 memiliki ukuran lebar dan panjang yang paling panjang yaitu ±7.5 cm dan 292 cm, tesktur seratnya sedang kasar, tetapi merupakan jenis pandan yang paling mudah rapuh dibandingkan jenis lainnya. Masyarakat Dayak Iban-Désa menggunakan pandan untuk membuat aneka anyaman tikar dan topi, serta beberapa produk anyaman berukuran kecil seperti cupai (keranjang kecil untuk membawa benih padi) dan bakul (wadah untuk menyimpan beras). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, beberapa jenis Pandanus yang digunakan sebagai bahan anyaman di Kalimantan adalah Pandanus kamii, Pandanus kinabaluensis (Christensen 2013); Pandanus amaryllifolius dan Pandanus cf. kaida (Uluk et al. 2001).

(A) Ndas (Pandanus sp. 1) (B) Tandoh (Pandanus sp. 2) (C) Perupuk (Pandanus sp. 3)

Gambar 8 Jenis-jenis pandan yang dimanfaatkan masyarakat Dayak Iban-Désa

29 Palem

Satu jenis palem yang digunakan sebagai bahan anyaman masyarakat Dayak Iban-Désa adalah Licuala sp. (Gambar 9A dan 9B) atau dalam bahasa Dayak Iban-Désa disebut dengan “jaung”. Selama proses identifikasi, tidak ditemukan adanya organ generatif untuk keperluan identifikasi jenis, sehingga jenis palem tersebut hanya teridentifikasi pada tingkat marga. Oleh masyarakat Dayak Iban-Désa, daun Licuala sp. hanya digunakan untuk membuat satu macam anyaman yaitu tudung atau topi untuk berladang (Gambar 9C). Ukuran daun Licuala sp. yang lebar menyebabkan penggunaan tumbuhan ini dijahit antar lembarannya sebagai lapisan luar pada anyaman tudung. Lapisan dalam tudung dibuat dari anyaman pelepah daun senggang. Kedua lapisan tersebut kemudian diapit dan disatukan dengan rangka anyaman. Jenis palem ini memiliki kegunaan lainnya yaitu sebagai bahan untuk membuat atap pondok di ladang maupun sebagai bahan makanan yang diambil dari umbut batangnya.

Gambar 9 Jenis palem Licuala sp. yang digunakan masyarakat Dayak Iban-Désa sebagai bahan anyaman (A); Daun Licuala sp. yang dipanen sebagai bahan untuk membuat anyaman tudung atau topi untuk berladang (B); Topi tudung yang dibuat dari daun Licuala sp. (C)

Pemanfaatan jenis palem Licuala sebagai bahan anyaman masih cukup terbatas. Masyarakat Dayak Iban dan Dayak Kelabit di Sarawak, Malaysia, memanfaatkan jenis Licuala borneensis dan Licuala spicata untuk anyaman keranjang kecil (Christensen 2002), dan masyarakat lokal di sekitar Hutan Lindung Sungai Walin, Kalimantan Timur, memanfaatkan Licuala flabellum untuk membuat topi berladang (Hajar 2009). Masyarakat di daerah Ujung Kulon, Jawa Barat, memanfaatkan tangkai daun dari Licuala flabellum dan Licuala spinosa untuk bahan membuat tali (Witono 2000). Potensi serat jenis-jenis

Dokumen terkait