• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Baku Biskuit

Pada penelitian ini, selain bahan-bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit, ada dua bahan baku lain yang ditambahkan, yaitu blondo dan tepung ikan gabus. Penambahan blondo bertujuan untuk mengurangi penggunaan margarin, sedangkan penambahan tepung ikan gabus diharapkan dapat meningkatkan kadar protein biskuit. Blondo dan tepung ikan gabus yang digunakan dalam penelitian ini diproduksi sendiri oleh peneliti. Komposisi gizi blondo dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 memperlihatkan bahwa kadar lemak blondo masih cukup tinggi, yaitu 42.26%. Kadar lemak yang tinggi ini diharapkan bisa mengurangi penggunaan margarin dalam pembuatan biskuit. Mengacu pada hasil uji sensori pada penelitian Rimbawan et al (2013), ternyata persentase penambahan 50% blondo untuk menggantikan 50% margarin pada formulasi biskuit blondo dan biskuit blondo + ikan gabus masih dapat diterima oleh panelis. Energi total yang tersedia dalam blondo juga sangat tinggi, yaitu 487 kkal/100 g, sedangkan kadar proteinnya 11.50%. Keseluruhan komponen gizi yang terkandung di dalam blondo diharapkan bisa meningkatkan nilai gizi pada biskuit.

Tabel 9. Komposisi gizi blondo

Parameter Jumlah Energi (kkal/100 g) 487 Kadar air (%) 28.05 Kadar abu (%) 2.92 Lemak total (%) 42.26 Protein (%) 11.50 Karbohidrat total (%) 15.27 Serat pangan (%) 9.04

Asam lemak bebas (%) 1.82

Kalsium (mg/100 g) 100.27 Fosfor (mg/100 g) 137.85 Zat besi (mcg/g) 69.54 Seng (mcg/g) 43.46 Selenium (mcg/100 g) 5.05 Vitamin A (mcg/100 g) 16.01

Sumber: Rimbawan et al. (2013)

Jumlah subsitusi tepung ikan gabus yang masih diterima berdasarkan hasil uji sensori oleh panelis sebesar 6 g dari total 62 g terigu yang ditambahkan pada pembuatan biskuit (Rimbawan et al. 2013). Tabel 10 menyajikan profil asam amino dan skor asam amino dari tepung ikan gabus dan biskuit blondo + ikan gabus. Kadar protein tepung ikan gabus cukup tinggi, yaitu 76.73% dengan 68.26% merupakan total asam amino, sedangkan kadar protein biskuit blondo + tepung ikan gabus 17.25% dengan 9.84% merupakan asam amino (Lampiran 3).

Tabel 10. Profil asam amino dan skor asam amino tepung ikan gabus dan biskuit blondo + ikan gabus

Jenis Asam Amino Telur (mg/g protein) Tepung Ikan Gabus Biskuit Blondo +

Ikan Gabus Ket mg/g protein SAA mg/g protein SAA Asam aspartat 13.29 97.4 100 61.4 100 Asam glutamat 16.73 161.0 100 173.9 100 Serin 9.71 41.2 100 24.3 100 Histidin 3.09 22.0 100 1.2 37.5 AAP Glisin 4.32 49.8 100 19.1 100 Treonin 5.56 44.3 100 6.4 100 Arginin 8.2 61.4 100 33.6 100 Alanin 7.35 58.4 100 35.9 100 Tirosin 4.99 34.7 100 19.7 100 Metionin 3.8 26.3 100 11.6 100 Valin 8.58 46.4 100 31.9 100 Phenilalanin 6.8 41.6 100 33.0 100 I-leusin 6.71 45.1 100 33.6 100 Leusin 10.86 75.3 100 58.0 100 Lisin 9.12 84.8 100 27.8 100

Keterangan: SAA = skor asam amino; AAP = asam amino pembatas

Hasil analisis profil asam amino pada Tabel 10 menunjukkan bahwa tepung ikan gabus dan biskuit blondo + ikan gabus memiliki jenis asam amino esensial yang lengkap. Menurut Hoffman dan Folvo (2004), asam amino esensial adalah jenis asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan kandungan asam amino esensial tersebut, maka dapat ditentukan skor asam amino dari tepung ikan gabus dan biskuit blondo + ikan gabus. Menurut Muchtadi (2010), skor asam amino merupakan cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai gizi protein dengan membandingkan kandungan asam amino esensial dalam bahan pangan yang ingin ditentukan skor asam aminonya dengan kandungan asam amino esensial bahan pangan patokan. Semakin tinggi nilai skor asam aminonya maka semakin baik mutu protein bahan pangan yang diukur. Mutu protein tepung ikan gabus sangat baik karena nilai skor asam aminonya mencapai 100, sedangkan mutu protein pada biskuit blondo + ikan gabus kurang sempurna jika dibandingkan dengan tepung ikan gabus karena mempunyai asam amino pembatas, yaitu histidin dengan skor 37.5. Hal ini menunjukkan bahwa asam amino yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh maksimum hanya 37.5% dari total keseluruhan protein yang terkandung di dalam biskuit tersebut, walaupun kandungan asam amino esensial yang lain lebih tinggi. Oleh karena itu, harus ada penambahan sumber histidin lain ke dalam biskuit blondo + ikan gabus untuk meningkatkan skor asam aminonya.

Biskuit

Biskuit pada penelitian ini menggunakan krim seperti salah satu biskuit yang ada di pasaran. Produksi biskuit dilakukan sendiri oleh peneliti. Beberapa parameter terkait komposisi gizi dari ketiga biskuit disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Komposisi gizi biskuit yang mengandung blondo dan tepung ikan gabus

Parameter SNI Biskuit* Biskuit Standar Biskuit Blondo Biskuit Blondo + Ikan Gabus Protein (%) Min 9 9.65 9.06 17.25 Lemak (%) Min 9.5 17.69 14.52 15.98 Air (%) Maks 5 3.60 3.81 4.70 Abu (%) Maks 1.6 0.90 0.98 1.12 TPC (Koloni/g) 1.0 x 106 < 2.5 x 102 < 2.5 x 102 5.5 x 104 *SNI 01-2973-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit

Tabel 11 menunjukkan bahwa ketiga jenis biskuit yang diproduksi telah memenuhi standar mutu SNI. Kadar protein tertinggi terdapat pada biskuit blondo + ikan gabus, yaitu 17.25%, sedangkan kadar protein biskuit standar dan biskuit blondo berturut-turut adalah 9.65% dan 9.06%. Kadar lemak dari ketiga jenis biskuit tidak jauh berbeda. Kadar lemak tertinggi terdapat pada biskuit standar, yaitu 17.69%, sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada biskuit blondo, yaitu 14.52%. Blondo dengan kadar lemak 42.26%, ternyata belum bisa meningkatkan kadar lemak pada biskuit blondo maupun biskuit blondo + ikan gabus. Kadar air dan kadar abu tertinggi terdapat pada biskuit blondo + ikan gabus. Sumbangan air dan mineral terbesar pada biskuit diduga berasal dari blondo dan ikan gabus.

Nilai TPC dari ketiga jenis biskuit jika dibandingkan ternyata biskuit blondo + ikan gabus memiliki nilai TPC paling tinggi. Tingginya nilai TPC pada biskuit blondo + ikan gabus bisa disebabkan oleh tepung ikan gabus yang ditambahkan dalam formulasi biskuit. Kadar protein yang tinggi pada tepung ikan gabus mengakibatkan tepung ikan mudah rusak dan tercemar mikroba.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Marvina (2009) menunjukkan bahwa biskuit yang ditambahkan 15% sumber protein campuran dari tepung badan ikan lele, tepung kepala ikan lele dan isolat protein kedelai memiliki kadar protein 19.55% dan kadar lemak 21.99%. Selain itu, hasil penelitian Rieuwpassa (2005) juga menunjukkan bahwa biskuit yang ditambahkan 20% sumber protein dari konsentrat protein ikan memiliki kadar protein 18.4% dan kadar lemak 16.8%. Secara keseluruhan, biskuit blondo + ikan gabus sudah bisa dijadikan makanan tambahan atau makanan pendamping asi (PMT) sumber protein untuk anak balita. Menurut BPOM (2004), makanan dapat dikatakan sebagai sumber protein yang sangat baik bila mengandung sedikitnya 20% dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan per saji. WHO (1994) juga menganjurkan dalam 100 gram makanan tambahan harus mengandung minimal 400 kkal energi dan 15 gram protein.

Berat Badan Tikus

Penelitian ini menggunakan tikus jantan karena adanya perbedaan hormon dan metabolisme tubuh pada hewan. Hewan jantan lebih subur sehingga memiliki

pertambahan bobot badan lebih cepat daripada hewan jantan yang dikebiri atau betina (Yudi dan Parakkasi 2005). Pertambahan berat badan tikus merupakan salah satu indikator yang menunjukkan pemanfaatan protein untuk pertumbuhan tubuh. Total konsumsi ransum, perubahan berat badan dan nilai FCE (Feed Conversion Efficiency) selama intervensi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Konsumsi ransum, pertambahan berat badan tikus dan nilai FCE selama intervensi

Kelompok Σ Konsumsi Ransum (g) Σ Perubahan BB (g) FCE (%) K1 26.63 + 1.33a -11.40 + 2.86a -43.15 + 12.68a K2 79.60 + 5.02c 6.90 + 5.34b 8.42 + 5.97b

A 73.50 + 7.93bc 7.03 + 3.40b 9.34 + 3.48b B 85.17 +16.46c 6.50 + 0.89b 7.74 + 1.07b C 59.30 + 9.50b 6.80 + 5.40b 11.13 + 8.65b Keterangan: (K1) non-protein, (K2) kasein, (A) biskuit standar, (B) biskuit blondo, (C) biskuit blondo + ikan gabus. n = 15. BB (berat badan); FCE (Feed Conversion Efficiency).

Nilai yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa total konsumsi, perubahan berat badan dan FCE berbeda nyata (p<0.05). Kelompok non-protein mengalami penurunan berat badan sebesar 11.40 g. Ransum pada kelompok ini tidak ditambahkan sumber protein sehingga kebutuhan akan protein harian tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan. Protein merupakan zat gizi utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (Muchtadi 2010). Selain itu, total konsumsi pada kelompok non-protein juga yang terendah, yaitu 26.63 g selama intervensi. Perubahan berat badan kelompok biskuit standar, biskuit blondo, biskuit blondo + ikan gabus dan kelompok kasein tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Perubahan berat badan tertinggi terjadi pada kelompok biskuit standar, yaitu 7.03 g dengan total konsumsi ransum 73.50 g selama intervensi.

Nilai FCE (Feed Conversion Efficiency) merupakan metode yang digunakan untuk melihat korelasi antara perubahan berat badan tikus dengan konsumsi ransum selama masa intervensi. Semakin tinggi nilai FCE maka semakin efisien pula pengaruh ransum yang diberikan dalam meningkatkan berat badan tikus. Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai FCE tertinggi terdapat pada kelompok biskuit blondo + ikan gabus, yaitu 11.47%. Meskipun demikian, hasil uji ANOVA terhadap nilai FCE kelompok biskuit standar, biskuit blondo, biskuit blondo + ikan gabus, dan kelompok kasein tidak berpengaruh nyata (p>0.05).

Evaluasi Nilai Gizi Protein Biskuit secara In vivo

Evaluasi mutu protein merupakan cara yang dapat digunakan untuk melihat sejauh mana kandungan protein dalam bahan pangan dapat dimanfaatkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan fungsi tubuh lain (Millward et al. 2008). Hasil evaluasi mutu protein biskuit pada uji in vivo disajikan dalam bentuk daya cerna sejati atau true digestibility (TD), biological value (BV) dan net protein utilization

Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai TD, BV dan NPU dari kelompok biskuit standar, biskuit blondo, biskuit blondo + ikan gabus, dan kasein tidak berbeda nyata (p>0.05). Jika diamati lebih jauh ternyata nilai TD dan NPU dari kelompok biskuit blondo + ikan gabus dan kelompok kasein lebih rendah dibandingkan kelompok biskuit standar dan biskuit blondo. Untuk nilai BV terendah terdapat pada kelompok kasein, yaitu 90.94%, sedangkan nilai BV tertinggi terdapat pada kelompok biskuit blondo, yaitu 98.16%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis biskuit memiliki komposisi asam amino esensial yang hampir sama karena mutu protein berkaitan erat dengan komposisi asam amino esensial penyusunnya. Tabel 13. Hasil uji ANOVA terhadap nilai BV, TD dan NPU setiap kelompok

Kelompok TD (%) BV (%) NPU (%)

Kasein 90.73 + 3.27 90.94 + 7.92 82.37 + 5.84

Biskuit Standar 91.26 + 7.08 97.78 + 1.16 89.25 + 7.16 Biskuit Blondo 91.87 + 2.84 98.16 + 2.26 90.17 + 3.09 Biskuit Blondo + Ikan Gabus 88.26 + 3.00 97.79 + 4.27 86.38 + 6.13

p-value* 0.599 0.074 0.177

Keterangan: (TD) true digestibility, (BV) biological value, (NPU) net protein utilization. n = 25. *Signifikan jika p<0,05

Tepung ikan gabus yang merupakan sumber asam amino esensial dan protein yang tinggi (76.73%) ternyata memiliki nilai mutu protein yang lebih rendah jika dibandingkan kelompok biskuit standar dan bskuit blondo. Hal ini diduga karena jumlah tepung ikan gabus yang ditambahkan sebesar 6 g kurang berkontribusi dalam meningkatkan jumlah asam amino esensial pada biskuit. Tetapi jika dilihat dari persentase nilai TD, BV dan NPU, semua kelompok memiliki nilai persentase di atas 80% yang menunjukkan bahwa kualitas protein dari setiap kelompok tergolong baik. Menurut Almatsier (2010) makanan yang memiliki nilai biologis di atas 70% dianggap mampu memberi pertumbuhan bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Hasil penelitian Marvina (2009) juga menunjukkan bahwa biskuit yang ditambahkan 15% sumber protein campuran dari tepung badan ikan lele, tepung kepala ikan lele dan isolat protein kedelai memiliki daya cerna sebesar 89.34% ketika diuji menggunakan metode enzimatik secara in vitro.

Nilai daya cerna protein atau true digestibility (TD) menunjukkan kemampuan protein untuk bisa diserap dan dimetabolisme dalam tubuh (Sarker et al. 2000), sehingga menjadi salah satu parameter kualitas protein. Nilai daya cerna sejati merupakan indikator jumlah nitrogen atau protein yang diserap tubuh dari makanan (Cuevas-Rodriguez et al. 2006). Daya cerna akan menentukan ketersedian asam amino secara biologis karena tidak semua protein bisa dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim pencernaan. Menurut Muchtadi (2010) daya cerna merupakan kemampuan suatu protein untuk dapat dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim-enzim protease. Biological value (BV) menunjukkan persentase protein terabsorpsi yang diubah menjadi protein tubuh. Protein yang telah dicerna dan diserap oleh usus tidak semua dapat dimanfaatkan oleh tubuh, sehingga nilai daya cerna protein yang tinggi tidak menjamin nilai biologisnya akan tinggi pula, sedangkan net protein utilization (NPU) adalah metode lain yang digunakan untuk mengukur kualitas protein yang tidak hanya

memperhatikan jumlah protein yang ditahan, tetapi juga jumlah protein yang dicerna (Hoffman dan Falvo 2004).

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein, seperti ketersedian serat pangan, inhibitor enzim protease, terjadinya ikatan silang ( cross-linkage) antara bermacam-macam asam amino yang tahan terhadap enzim protease, dan terjadinya reaksi Maillard. Lebih rendahnya daya cerna protein kelompok biskuit blondo + ikan gabus dan kelompok kasein dibandingkan kelompok biskuit standar dan biskuit blondo diduga terjadi karena terbentuknya ikatan silang (cross-linkage)dan reaksi Maillard.

Reaksi Maillard atau biasa dikenal dengan reaksi pencoklatan adalah reaksi non-enzimatis yang terjadi antara protein dan gula-gula pereduksi. Menurut Hurrell (1984) reaksi Maillard lanjutan menjadi penyebab atas timbulnya flavor dan bau pangan yang diolah, serta menurunkan daya cerna protein akibat destruksi beberapa asam amino. Tepung ikan gabus dan kasein merupakan bahan-bahan yang memiliki kadar protein cukup tinggi sehingga peluang terjadinya reaksi Maillard cukup besar mengingat adanya penambahan gula pada bahan baku biskuit dan pemanggangan dengan suhu tinggi (150 ºC) pada proses pembuatannya.

Pendugaan Umur Simpan Penentuan Ordo Reaksi

Laju atau kecepatan perubahan mutu parameter yang diamati dapat ditentukan oleh ordo nol dan ordo satu. Jika laju kerusakannya terjadi secara konstan atau linier maka mengikuti ordo reaksi nol. Namun jika laju kerusakannya terjadi secara tidak konstan, secara logaritmik atau eksponensial maka mengikuti ordo reaksi satu. Pemilihan ordo reaksi dapat dilihat dengan memplotkan data perubahan nilai TBA pada setiap titik pengamatan mengikuti ordo nol dan ordo satu, lalu dilihat persamaan regresi liniernya. Ordo reaksi ditentukan dengan melihat nilai r2 yang mendekati satu.

Tabel 14. Plot nilai r2 pada ordo nol dan ordo satu Biskuit Suhu Penyimpanan

(ºC)

r2 Ordo Reaksi

yang Dipilih Ordo Reaksi 0 Ordo Reaksi 1

Standar 25 0.9134 0.9189 0 35 0.8599 0.8169 45 0.9554 0.9110 Blondo 25 0.9829 0.9871 0 35 0.8891 0.8683 45 0.9751 0.8958 Blondo + ikan gabus 25 0.9650 0.9661 1 35 0.9261 0.9676 45 0.9932 0.9863

Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Jenis Biskuit 1. Biskuit Standar

Penurunan nilai TBA pada biskuit standar diolah berdasarkan reaksi ordo nol dan ordo satu. Berdasarkan grafik, nilai r2 yang mendekati satu lebih banyak terdapat pada ordo nol, maka untuk seterusnya digunakan ordo nol dalam perhitungan umur simpan pada biskuit standar. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln TBA dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat persamaan garis ordo terpilih, nilai k (slope) dan ln k seperti pada Tabel 15.

Tabel 15. Persamaan biskuit standar pada ordo terpilih (ordo nol) Suhu (ºC) Suhu (K) (1/T) Persamaan Ordo Terpilih Slope (k) ln k 25 273+25= 298 0.003356 y = 8.8309x + 0.2355 8.8309 2.178256 35 273+35=308 0.003247 y = 6.8428x + 1.15 6.8428 1.923197 45 273+45=318 0.003145 y = 6.137x + 4.8441 6.137 1.814336 Keterangan : T = suhu penyimpanan (K)

Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka diperoleh grafik seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik hubungan ln k TBA dengan suhu (1/T) pada biskuit standar

Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar 6, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut:

y = 1731.8x – 3.6552

ln k = 1731.8 (1/T) – 3.6552

Dari persamaan diperoleh nilai Ea (Energi aktivasi) dan nilai ln ko: -Ea/R = 1731.8 K Ea = (1731.8 K) x (1.986 kal/mol K) Ea = 3439.355 kal/mol Nilai ko diperoleh: ln ko = 3.6552 ko = 38.6753

Dengan demikian persamaan laju perubahan nilai TBA: k = ko . exp (-Ea/R)(1/T) k = 38.6753 exp-1731.8 (1/T) y = 1731.8x - 3.6552 r² = 0.957 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034 ln k (1/T)

Maka dapat diduga laju perubahan nilai TBA pada suhu 25 ºC: k25 = 38.6752 exp-1731.8 (0.003356)

= 0.1157 / 2 minggu = 0.0579 / minggu

Nilai TBA biskuit standar pada suhu 25, 35 dan 45 ºC diawal pengamatan (hari ke-14) secara berturut-turut adalah 12.3405, 10.8111 dan 9.9553 mg malonaldehid/kg sampel. Ordo reaksi yang terpilih ordo nol, maka umur simpan biskuit standar pada suhu penyimpanan 25 ºC adalah:

t25 = (Ao – At) / k

= (12.3405 – 6) / 0.0579 = 109.6 minggu

= 27 bulan

Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan pendugaan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 35 dan 45 ºC:

k35 = 0.06987

t35 = 68.86 minggu = 17 bulan k45 = 0.08337

t45 = 47.44 minggu = 11 bulan 2. Biskuit Blondo

Berdasarkan grafik, nilai r2 yang mendekati satu lebih banyak terdapat pada ordo nol, maka untuk seterusnya digunakan ordo nol dalam perhitungan umur simpan pada biskuit blondo. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln TBA dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat persamaan garis ordo terpilih, nilai k (slope) dan ln k seperti pada Tabel 16.

Tabel 16. Persamaan biskuit blondo pada ordo terpilih (ordo nol) Suhu (ºC) Suhu (K) (1/T) Persamaan Ordo Terpilih Slope (k) ln k 25 273+25= 298 0.003356 y = 7.9588x + 2.1015 7.9588 2.074278 35 273+35=308 0.003247 y = 6.9465x + 1.9672 6.9465 1.938238 45 273+45=318 0.003145 y = 7.5177x + 2.4122 7.5177 2.017260 Keterangan : T = suhu penyimpanan (K)

Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k biskuit seperti yang dilakukan pada biskuit standar maka didapatkan persamaan penurunan mutu sebagai berikut:

y = 281.4x + 1.0956

ln k = 281.4 (1/T) + 1.0956

Dari persamaan diperoleh nilai Ea (Energi aktivasi) dan nilai ln ko: -Ea/R = 281.4 K Ea = (281.4 K) x (1.986 kal/mol K) Ea = 558.8604 kal/mol Nilai ko diperoleh: ln ko = 1.0956 ko = 2.9910

Dengan demikian persamaan laju perubahan nilai TBA: k = ko . exp (-Ea/R)(1/T)

k = 2.9910 exp-281.4 (1/T)

Maka dapat diduga laju perubahan nilai TBA pada suhu 25 ºC: k25 = 2.9910 exp-281.4 (0.003356)

= 1.1633 / 2 minggu = 0.5816 / minggu

Nilai TBA biskuit standar pada suhu 25, 35 dan 45 ºC diawal pengamatan (hari ke-14) secara berturut-turut adalah 11.2115, 11.6155 dan 8.5153 mg malonaldehid/kg sampel. Ordo reaksi yang terpilih ordo nol, maka umur simpan biskuit standar pada suhu penyimpanan 25 ºC adalah:

t25 = (Ao – At) / k

= (11.6155 – 6) / 0.5816 = 8.96 minggu

= 2 bulan

Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan pendugaan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 35 dan 45 ºC:

k35 = 0.5997

t35 = 9.36 minggu = 2 bulan k45 = 0.6172

t45 = 4.08 minggu = 1 bulan 3. Biskuit Blondo + Ikan Gabus

Berdasarkan grafik, nilai R2 yang mendekati satu lebih banyak terdapat pada ordo satu, maka untuk seterusnya digunakan ordo satu dalam perhitungan umur simpan pada biskuit blondo + ikan gabus. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln TBA dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat persamaan garis ordo terpilih, nilai k (slope) dan ln k seperti pada Tabel 17.

Tabel 17. Persamaan biskuit blondo + ikan gabus pada ordo terpilih (ordo satu) Suhu (ºC) Suhu (K) (1/T) Persamaan Ordo Terpilih Slope (k) ln k 25 273+25= 298 0.003356 y = 0.3574x + 2.1334 0.3574 -1.028900 35 273+35=308 0.003247 y = 0.3923x + 2.0134 0.3923 -0.935728 45 273+45=318 0.003145 y = 0.3737x + 2.0733 0.3737 -0.984302 Keterangan : T = suhu penyimpanan (K)

Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka diperoleh persamaan penurunan mutu sebagai berikut:

y = -218.71x – 0.2723

ln k = -218.71 (1/T) – 0.2723

Dari persamaan diperoleh nilai Ea (Energi aktivasi) dan nilai ln ko: -Ea/R = -218.71 K Ea = (218.71 K) x (1.986 kal/mol K) Ea = 434.35806 kal/mol Nilai ko diperoleh: ln ko = -0.2723 ko = 0.7616

Dengan demikian persamaan laju perubahan nilai TBA: k = ko . exp (-Ea/R)(1/T)

k = 0.7616 exp-218.71 (1/T)

Maka dapat diduga laju perubahan nilai TBA pada suhu 25 ºC: k25 = 0.7616 exp-218.71 (0.003356)

= 0.3656 / 2 minggu = 0.1828 / minggu

Nilai TBA biskuit blondo + ikan gabus pada suhu 25, 35 dan 45 ºC diawal pengamatan (hari ke-14) secara berturut-turut adalah 12.1348, 12.0699 dan 10.9480 mg malonaldehid/kg sampel. Ordo reaksi yang terpilih ordo satu, maka umur simpan biskuit blondo dan ikan gabus pada suhu penyimpanan 25 ºC adalah:

t25 = (ln Ao – ln At) / k

= (ln 12.1348 – ln 6) / 0.1828 = 3.85 minggu

= 0.96 bulan

Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan pendugaan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 35 dan 45 ºC:

k35 = 0.1872

t35 = 3.73 minggu = 0.93 bulan k45 = 0.1914

t45 = 3.14 minggu = 0.79 bulan

Berdasarkan hasil perhitungan umur simpan dengan menggunakan metode Arrhenius, dapat disimpulkan bahwa jenis bahan baku yang digunakan (blondo dan tepung ikan gabus) serta peningkatan suhu memberikan pengaruh terhadap umur simpan biskuit. Biskuit yang ditambahkan blondo dan tepung ikan gabus memiliki umur simpan lebih pendek jika dibandingkan biskuit standar (tanpa blondo dan tepung ikan gabus). Simulasi pendugaan umur simpan juga menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan mengakibatkan umur simpan biskuit semakin pendek. Rangkuman hasil perhitungan umur simpan biskuit pada masing-masing suhu dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil pendugaan umur simpan biskuit

Biskuit Suhu (ºC) Umur Simpan

Minggu Bulan Standar 25 109.60 27 35 68.86 17 45 47.44 11 Blondo 25 8.96 2 35 9.36 2 45 4.08 1

Blondo + ikan gabus

25 3.85 0.96

35 3.73 0.93

45 3.14 0.79

Bilangan TBA atau malonaldehid merupakan hasil dari kerusakan lemak yang diakibatkan reaksi hidrolisis dan oksidasi lanjut. Reaksi hidrolisis terjadi jika bahan berlemak berinteraksi langsung dengan air dan akan dipercepat dengan

adanya aktivitas enzim lipase serta proses pemanasan. Reaksi hidrolisis terjadi pada bahan pangan yang mengandung asam lemak jenuh maupun asam lemak tidak jenuh, sedangkan reaksi oksidasi hanya terjadi pada asam lemak tidak jenuh saja, karena reaksi oksidasi menyerang ikatan rangkap yang ada pada asam lemak tidak jenuh. Reaksi oksidasi terjadi jika bahan berlemak mengalami kontak langsung dengan oksigen dan cahaya. Selain itu, proses pemanasan dan adanya metal juga dapat mempercepat reaksi oksidasi (Kusnandar 2010).

Bahan sumber lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit antara lain margarin, butter, blondo dan tepung ikan gabus. Komposisi asam lemak margarin didominasi oleh palmitat (44.53%) yang merupakan asam lemak jenuh, diikuti oleat (36.62%) dan linoleat (12.45%) yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Triana et al. 2014). Komposisi asam lemak butter didominasi oleh palmitat dan stearat yang merupakan asam lemak jenuh dan oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Gun dan Simsek 2011). Komposisi asam lemak blondo mengacu pada komposisi asam lemak minyak kelapa karena blondo merupakan hasil samping dari proses pembuatan minyak kelapa. Asam lemak minyak kelapa didominasi oleh laurat, miristat, kaprilat dan kaprat (Tabel 19) yang merupakan

asam lemak jenuh Tan dan Man 2002; O’Brien 2004; Jeyarani et al. 2009; Mursalin 2013). Komposisi asam lemak ikan gabus didominasi oleh asam lemak tidak jenuh sebesar 60.7% (Chedoloh et al. 2011).

Tabel 19. Komposisi asam lemak kelapa dari beberapa sumber pustaka Jenis Asam Lemak Konsentrasi Asam Lemak (%)

(a) (b) (c) (d) C8:0 Kaprilat 13.5 7.8 8.5 10.61 C10:0 Kaprat 8.7 6.7 6.0 8.27 C12:0 Laurat 51.1. 47.5 47.3 51.73 C14:0 Miristat 14.5 18.1 17.9 15.57 C16:0 Palmitat 5.5. 8.8 9.6 6.26 C18:0 Stearat 1.4 2.6 0.7 2.02 C18:1 Cis-9-oleat 3.3. 6.2 6.8 4.12 C18:2 Linoleat 0.7 1.6 2.4 1.43

Sumber: (a) Tan dan Man (2002)

b O’Brien 2004

(c) Jeyarani et al.(2009) (d) Mursalin (2013)

Berdasarkan komposisi asam lemak penyusunnya, maka bahan yang berpotensi besar mengalami reaksi hidrolisis dan oksidasi adalah margarin, butter dan ikan gabus, sedangkan blondo hanya berpeluang mengalami reaksi hidrolisis saja. Jika dilihat dari peroses pembuatannya, blondo merupakan bahan baku yang sangat berpeluang mengalami kerusakan lemak karena pada proses pembuatan blondo dilakukan pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, interaksi dengan air, oksigen dan cahaya juga tidak bisa dibatasi. Proses pembuatan tepung ikan gabus juga berkaitan erat dengan air dan suhu walaupun bisa lebih dikontrol prosesnya. Hal inilah yang diduga menyebabkan kenapa biskuit yang ditambahkan blondo dan tepung ikan gabus memiliki umur simpan jauh lebih pendek dibandingkan biskuit standar. Biskuit blondo + ikan gabus memiliki umur simpan tersingkat karena biskuit ini ditambahkan margarin,

butter, blondo dan tepung ikan gabus sehingga peluang terjadinya kerusakan lemak selama penyimpanan lebih tinggi.

Umur simpan biskuit blondo + ikan gabus yang kurang dari 1 bulan mirip dengan hasil penelitian Rieuwpassa (2005) yang menunjukkan bahwa biskuit konsentrat ikan dengan krim probiotik memiliki umur simpan selama 3 minggu. Selain itu, pada penelitian Widodo (2015) dilakukan penambahan tepung beras merah dalam proses pembuatan biskuit padat gizi berbasis blondo dan tepung ikan gabus dengan asumsi bahwa antioksidan pada beras merah bisa memperpanjang

Dokumen terkait