• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan penyebaran kuisioner untuk memperoleh informasi mengenai bentuk-bentuk atau praktek yang dilaksanakan masyarakat terhadap hutan rakyat terkait kriteria dan indikator PHML. Kuisioner disebarkan kepada sampel atau responden yaitu seluruh anggota Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas yang memiliki hutan rakyat. Jumlah responden yang memiliki hutan rakyat adalah 19 orang. Setiap responden diberikan satu eksemplar kuisioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang dijawab oleh responden. Peneliti disini berperan sebagai enumerator, dimana peneliti yang menanyakan langsung pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner kepada responden.

Kriteria Kesehatan Hutan Terjamin

a. Perencanaan (zonasi dan kawasan dilindungi)

Pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan dilakukan oleh perorangan anggota koperasi dengan pengawasan dari kelompok pengelola hutan rakyat yaitu KSU Hutan Mas. Sebelum dibentuknya KSU Hutan Mas, masyarakat hanya memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa getah kemenyan secara turun temurun, sedangkan hasil hutan kayu yang dimanfaatkan adalah ranting-ranting pohon untuk kayu bakar dan hanya untuk keperluan pribadi. Dengan terbentuknya KSU Hutan Mas, direncanakan hasil hutan berupa kayu gelondongan dapat

dimanfaatkan dari lahan hutan rakyat masing-masing anggota menjadi komoditi pasar secara berkelanjutan dan lestari untuk meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat pemilik hutan rakyat di Desa Matiti.

Masyarakat yang memiliki hutan rakyat kemudian dirangkul untuk menjadi anggota koperasi ini. Status kepemilikan hutan rakyat yang dimiliki oleh anggota- anggota KSU Hutan Mas awalnya hanya berdasarkan warisan turun-temurun dengan batas-batas alam yang juga telah disepakati turun-temurun. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran lahan dan pengambilan titik oleh pihak koperasi untuk memperjelas pembagian zonasi wilayah tiap anggota serta untuk pengurusan akte tanah atau Surat Keterangan Pemilik Tanah (SKPT) demi keabsahan status kepemilikan lahan.

Anggota KSU Hutan Mas yang memiliki hutan rakyat mengelola hutannya tanpa perencanaan pembagian zonasi. Secara umum, zonasi yang dilakukan adalah untuk wilayah pemanfaatan atau wilayah produksi. Tidak ada pembagian wilayah untuk zona pemanfaatan dan zona kawasan lindung. Namun dalam pengelolaan hutan rakyat ini direncanakan dalam Standard Operating Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh KSU Hutan Mas, pemanfaatan yang dilakukan tidak secara keseluruhan dan tetap mempertahankan prinsip pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL). Dalam SOP, pemanenan diterapkan dengan sistem tebang pilih yaitu kayu yang boleh diusulkan ditebang harus memenuhi kriteria diameter >20 cm dengan pengukuran lingkar batang dilakukan pada ketinggian 120 cm. Pasca pemanenan juga diwajibkan penanaman kembali minimal tebang 1 tanam 5. Sehingga dengan prinsip pengelolaan seperti itu diharapkan kelestarian hutan

tetap terjaga selaras dengan meningkatnya kondisi perekonomian pemilik hutan rakyat.

b. Pengelolaan fungsi ekosistem (daratan, air dan api)

Pengelolaan fungsi ekosistem di Desa Matiti oleh anggota KSU Hutan Mas pemilik hutan rakyat merupakan suatu hal yang sangat penting selain pengelolaan pohon di lahan hutan rakyat itu sendiri. Pengelolaan fungsi ekosistem yang dinilai adalah bagaimana cara/praktek pengelolaan tanah yang dilakukan, bagaimana pengelolaan dalam menjaga sumber daya air, dan pengelolaan api dalam pembukaan lahan.

Hutan rakyat di Desa Matiti belum dikelola sepenuhnya, keadaan hutan masing-masing anggota KSU Hutan Mas masih ditumbuhi tegakan alami. Belum dilakukan pembukaan lahan dan pengelolaan tanah untuk budidaya pohon semenjak berdirinya KSU Hutan Mas. Oleh karena itu, pengelolaan yang dilakukan di kawasan hutan rakyat di Desa Matiti hanya terkait pengelolaan dalam menjaga sumber daya air. Sedangkan terkait pengelolaan tanah dan api masih belum dilaksanakan.

Sumber daya air yang ada di kawasan hutan rakyat di Desa Matiti adalah aliran-aliran air yang kecil yang kemungkinan merupakan anak-anak sungai yang mengalir ke Sungai Aek Sibundong karena daerah Desa Matiti merupakan bagian dari DAS Sibundong. Tidak semua lahan hutan rakyat milik anggota KSU Hutan Mas yang dilintasi aliran anak sungai. Aliran ini hanya melintasi beberapa lahan hutan rakyat yang dimiliki oleh anggota KSU Hutan Mas. Namun para anggota

yang memiliki hutan rakyat paham dan menyadari bahwa sumber daya air ini perlu dijaga agar tetap mengalir dan tidak kekeringan. Kepedulian seluruh anggota pemilik hutan rakyat dalam menjaga kelestarian hutannya menjadi bentuk pengelolaan sumber daya air yang dilakukan karena dengan terjaminnya kelestarian hutan tentunya juga akan menjaga kelestarian sumber daya air di kawasan hutan rakyat di Desa Matiti.

c. Intervensi produktif 1 (pertanian dan agroforestri)

Penduduk Desa Matiti khususnya anggota KSU Hutan Mas pemilik hutan rakyat pada umumnya tidak mengelola lahan hutan untuk pertanian. Sebagian besar dari mereka bekerja setiap hari mengumpulkan HHBK berupa getah kemenyan dari lahan hutan rakyat yang mereka miliki. Sedangkan sebagian lagi bertani kopi atau cabai di luar lahan hutan rakyat disebabkan hasil getah kemenyan yang semakin menurun setiap tahunnya.

Gambar 2. Lahan pertanian kopi masyarakat di Desa Matiti

Umumnya di Desa Matiti tidak dipraktekkan perladangan berpindah. Tanaman kopi atau cabai biasanya ditanam di lahan pertanian yang tetap.

Sebagian petani ada juga yang menerapkan sistem agroforestri dengan menanam kopi diantara pohon-pohon di dalam hutan rakyat yang mereka miliki. Namun tanaman kopi ini ditanam dalam jumlah yang sedikit dan hasilnya pun tidak banyak. Oleh karena belum terlaksananya pemanenan kayu dari hutan rakyat, pemilik hutan rakyat yang memilih bertani saat ini berupaya mengoptimasikan produk pertanian mereka. KSU Hutan Mas yang menaungi mereka pun saat ini sedang fokus untuk membantu para petani untuk peningkatan kapasitas petani di Desa Matiti khususnya petani kopi dengan mengadakan program Sekolah Lapang Kopi.

Praktek pertanian yang dilakukan oleh pemilik hutan rakyat di Desa Matiti ini termasuk praktek yang baik untuk kelestarian hutan rakyat. Karena pada praktek pertanian di desa ini dilakukan metode untuk meningkatkan hasil tanpa memperluas areal budidaya, optimasi hasil pertanian, dan mengembangkan pertanian menetap di daerah yang cocok, tidak perladangan berpindah. Praktek seperti ini dapat menjaga kelestarian hutan karena para petani fokus untuk mengelola tanaman pertanian di lahan yang menetap agar hasilnya menguntungkan tanpa memperluas lahan pertaniannya dengan mengkonversi hutan rakyat yang mereka miliki menjadi lahan pertanian.

d. Intervensi produktif 2 (HHBK berupa tumbuhan)

Produk HHBK yang paling utama yang berasal dari tumbuhan di hutan rakyat di Desa Matiti adalah getah kemenyan. Para pemilik hutan rakyat yang tergabung di KSU Hutan Mas pada umumnya adalah penyadap getah kemenyan.

Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM) menjadi tumbuhan paling dominan di seluruh lahan hutan rakyat di Desa Matiti.

Selain kemenyan, dahulu rotan juga diambil masyarakat dari hutan rakyat di Desa ini. Namun saat ini tidak ada lagi masyarakat yang mengambil rotan karena jumlahnya sudah sangat sedikit karena tidak ada upaya peremajaan berupa penanaman bibit baru yang dilakukan agar pemanfaatan rotan tersebut bisa terus berlangsung dari hutan rakyat.

Gambar 3. Pemanenan HHBK getah kemenyan

Berbeda dengan rotan, kemenyan tetap bisa terus dimanfaatkan getahnya meskipun masyarakat yang memanfaatkannya juga tidak membudidayakannya. Kemenyan di hutan rakyat di Desa Matiti tumbuh secara alami. Hanya dilakukan perawatan terhadap anakan-anakan kemenyan agar dapat tumbuh besar. Berdasarkan pengalaman masyarakat petani kemenyan di Desa Matiti, kemenyan yang tumbuh secara alami menghasilkan getah yang lebih banyak dalam hal

kuantitas dan lebih bagus dalam hal kualitasnya daripada kemenyan yang ditanam. Alasan ini yang menyebabkan para petani kemenyan tidak membudidayakan kemenyan di lahan hutan rakyat mereka.

e. Intervensi produktif 3 (HHBK berupa satwa)

Untuk kegiatan pemanfaatan HHBK yang berasal dari hewan belum ada peraturan yang ditetapkan untuk menjaga kelestarian ekosistem di hutan rakyat oleh KSU Hutan Mas sebagai kelompok pengelola hutan rakyat. Hal ini disebabkan karena HHBK berupa satwa sangat jarang dimanfaatkan dari hutan rakyat di Desa Matiti oleh pemiliknya. Potensi HHBK yang berasal dari hewan yang ada di hutan rakyat di Desa Matiti adalah berupa hewan buruan seperti babi hutan. Sedangkan satwa yang lain seperti burung, kancil, atau ular yang ada di hutan rakyat tidak diburu. Dari keseluruhan anggota KSU Hutan Mas pemilik hutan rakyat, hanya satu orang yang memanfaatkan HHBK berupa hewan buruan jenis babi hutan. Namun intensitas kegiatan berburu ini sangat jarang karena dikerjakan berdasarkan hobi bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

f. Intervensi produktif 4 (kayu)

Kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang ada di Desa Matiti saat ini belum berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Pembukaan lahan hutan belum dilakukan karena terkendala dalam hal modal dan pengurusan surat keterangan asal-usul kayu (SKAU) yang belum diperoleh dari Dinas Kehutanan setempat. Kendala ini menyebabkan para pemilik hutan rakyat belum berani membuka kawasan hutannya untuk dipasarkan melalui koperasi sehingga penanaman juga belum berjalan.

Pemanfaatan kayu yang berasal dari hutan rakyat yang dikelola oleh KSU Hutan Mas di Desa Matiti saat ini hanya dalam skala kecil untuk keperluan rumah tangga pemilik hutan rakyat seperti untuk kayu bakar dan kayu bangunan. Belum dilakukan pemanenan kayu untuk dipasarkan demi meningkatkan kondisi ekonomi pemilik hutan rakyat.

Potensi kayu yang ada di hutan rakyat di Desa Matiti sebenarnya sangat menguntungkan secara ekonomi. Sebelum tergabung dengan KSU Hutan Mas, sebagian masyarakat pernah memanen kayu dari lahan hutan rakyat mereka dengan sistem borongan. Sistem ini dilakukan apabila masyarakat membutuhkan dana untuk hal penting yang mendadak. Caranya adalah dengan memborongkan pohon yang tumbuh di lahan yang mereka miliki kepada pemborong. Teknik pemanenan yang dilakukan adalah dengan tebang habis. Berdasarkan pengalaman masyarakat, hasil yang diperoleh sebanyak Rp 100.000/pohon.

Berdirinya KSU Hutan Mas sebagai kelompok pengelola hutan rakyat di Desa Matiti menanggapi keinginan masyarakat untuk bisa mengelola hutan rakyat yang mereka miliki dengan keuntungan yang lebih besar serta kelestarian hutan yang tetap terjaga. Dari hasil percobaan pemanenan yang dilakukan koperasi di lahan seluas 1 Ha dengan sistem tebang pilih, keuntungan ekonomi yang diperoleh meningkat menjadi Rp 250.000/kubik. Rencana pengelolaan hutan rakyat oleh KSU Hutan Mas di Desa Matiti menjadi pilihan utama yang lebih menjanjikan dibandingkan pengalaman masyarakat mengelola dengan sistem borongan.

Dari sisi kelestarian hutan, hutan rakyat di Desa Matiti ini terbilang masih terjaga kelestariannya karena semenjak dikelola dibawah naungan KSU Hutan Mas, belum pernah dilakukan pemanenan untuk dipasarkan. Bahkan dengan skenario pengelolaan yang direncanakan, kelestarian hutan cukup terjaga dengan sistem tebang pilih serta penanaman kembali dengan sistem tebang 1 tanam 5 jika dibandingkan dengan sistem borongan dengan teknik tebang habis. Hutan rakyat di Desa Matiti yang tersebar di beberapa tempat dengan luas total 47 Ha ini ditumbuhi jenis pohon seperti kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM), meranti (Shorea sp.), pinus (Pinus merkusii), sampinur bunga (Podocarpus imbricata BL), dan sampinur tali (Dacrydium junghuhnii).

g. Kesehatan hutan 1 (keanekaragaman hayati)

Keanekaragaman hayati di dalam ekosistem hutan perlu dijaga dan dilestarikan. Perlakuan masyarakat anggota KSU Hutan Mas terhadap keanekaragaman hayati di hutan rakyat tergolong baik. Pernah dilakukan penanaman bibit pinus (Pinus merkusii) di beberapa lahan hutan rakyat. Bibit diperoleh dari hasil pembibitan kelompok tani hutan (KTH) di Desa Matiti II.

Perburuan satwa di kawasan hutan rakyat di Desa Matiti tidak dilakukan secara besar-besaran dan tidak memburu satwa-satwa yang dilindungi. Dalam kegiatan pemanfaatan HHBK berupa tumbuhan, masyarakat sangat menjaga keanekaragaman hayati di hutan rakyat yang mereka miliki. Kemenyan yang menjadi sumber HHBK utama di hutan rakyat Desa Matiti membutuhkan tempat tumbuh yang mendukung, yaitu keberadaan pohon asosiasi. Menurut Jayusman, dkk., (1999), di Pulau Sumatera kemenyan dijumpai secara alami di pantai barat, hidupnya berkelompok dan berasosiasi dengan pohon lain. Dengan keadaan ini, masyarakat petani kemenyan tetap menjaga keberadaan pohon-pohon lain sebagai pendukung tumbuh pohon kemenyan demi menghasilkan getah kemenyan yang lebih baik dan banyak. Pengelolaan yang baik terhadap HHBK berupa tumbuhan dan satwa ini menjamin terpeliharanya keanekaragaman jenis dan genetik.

h. Kesehatan hutan 2 (struktur dan regenerasi)

Pentingnya kemenyan untuk mendukung perekonomian masyarakat juga memberi pengaruh bagi terjaganya struktur vegetasi dan kekayaan jenis di hutan rakyat itu sendiri. Kemenyan yang hidup berkelompok dan berasosiasi dengan pohon lain membuat pemilik hutan rakyat tidak bisa mengabaikan jenis pohon lain yang tumbuh di dalam hutan rakyat tersebut. Terjaganya struktur vegetasi dan kekayaan jenis pohon di hutan rakyat tentunya juga turut membantu menjaga habitat satwa.

Berdasarkan pengalaman masyarakat dalam mengelola hutan rakyat, pohon kemenyan butuh tanah yang kaya akan humus dan kelembaban yang cukup

tinggi. Keberadaan jenis pohon lain seperti jenis meranti (Shorea sp.), pinus (Pinus merkusii), sampinur bunga (Podocarpus imbricata BL), dan sampinur tali (Dacrydium junghuhnii) dan yang lainnya jelas mampu mendukung syarat tumbuh kemenyan. Dengan keberagaman jenis pohon di hutan rakyat tersebut tentunya akan membuat hutan cukup lembab dan tanahnya kaya akan humus dari sisa bagian pohon yang mati atau gugur seperti daun, dahan dan ranting pohon.

Kelestarian ekosistem di hutan rakyat di Desa Matiti tidak terlepas dari kemampuan hutan untuk beregenerasi. Terjaminnya kemampuan ekosistem hutan untuk beregenerisasi atau pulih kembali secara alami dapat diketahui dari lantai hutan yang kaya akan anakan pohon, diameter batang bervariasi, dan pohon- pohonnya memiliki tinggi yang berbeda-beda membentuk stratifikasi kanopi hutan. Para pemilik hutan rakyat juga meyakini bahwa hutan mereka dapat tumbuh kembali secara alami namun tentunya tetap dengan adanya perawatan anakan pohon yang dilakukan seperti membersihkan tumbuhan bawah di sekitar anakan pohon tersebut, khususnya terhadap anakan pohon kemenyan.

(a) (b)

Gambar 5. (a) Anakan kemenyan ((Styrax sumatrana J.J.SM) dan (b) Anakan pinus

i. Keanekaragaman bentang alam (fragmentasi dan mozaik)

Isu pembukaan wilayah hutan dan konversi hutan menjadi lahan pertanian pada pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti dihindari dan dilarang oleh pihak KSU Hutan Mas terhadap anggotanya. Pemanfaatan hutan rakyat di Desa Matiti terfokus pada pemanfaatan kemenyan yang telah dilakukan turun-temurun. Oleh karena itu, hutan yang terdapat di Desa Matiti umumnya adalah hutan yang diwariskan sehingga para pemilik hutan rakyat yang ada saat ini sangat menjaga keberadaan hutan dari pengalihfungsian menjadi lahan pertanian.

Pemeliharaan suatu mozaik dalam habitat alami menjaga keberadaan jenis- jenis yang saling melengkapi secara alami di dalam hutan rakyat di Desa Matiti. Pemeliharaan terhadap tanaman kehutanan yang dianggap penting bagi masyarakat di desa tersebut akan memberikan perlindungan yang maksimal terhadap terciptanya keanekaragaman bentang alamnya. Terlebih lagi terhadap jenis-jenis tanaman kehutanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti sampinur bunga (Podocarpus imbricata BL), dan sampinur tali (Dacrydium junghuhnii) yang perlu diberi perlakuan khusus sebagai aset yang berharga dalam meningkatkan pendapatan pemilik hutan rakyat jika nanti pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti sudah bisa berjalan.

Kriteria Lingkungan Eksternal Mendukung PHML a. Hubungan dengan pihak ketiga

Hubungan dengan pihak ketiga merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan hutan rakyat untuk menciptakan pengelolaan hutan yang lestari dan

berkesinambungan. Komunikasi yang baik antara pihak pengurus KSU Hutan Mas sebagai kelompok pengelola hutan rakyat di Desa Matiti dengan pihak ketiga merupakan hal yang sangat penting dijalin dalam hubungan tersebut.

Pada awal pembentukan dan perencanaan kegiatan KSU Hutan Mas, ada banyak pihak ketiga sebagai mitra kerja yang berasal dari berbagai stakeholder. Dari Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, KSU Hutan Mas didukung oleh Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Perizinan Terpadu, dan Dinas PERINDAKOP. Sedangkan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kelompok pengelola hutan rakyat di Desa Matiti ini didukung oleh KPHSU (Kelompok Penyelamat Hutan Sumatera Utara), KPHTB (Kelompok Penyelamat Hutan Tano Batak), dan SSS PUNDI.

Saat ini kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Tata usaha kayu di KSU Hutan Mas tidak dapat dijalankan karena terkendala lambatnya pengurusan SKAU (Surat Keterangan Asal Usul) untuk pengangkutan dan pemasaran kayu dari Dinas Kehutanan Kabupaten Humbang Hasundutan serta kurangnya modal untuk melaksanakan kegiatan. Sedangkan hubungan KSU Hutan Mas dengan stakeholder lain seperti KPHSU tetap berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan pada tahap perencanaan banyak (>5) stakeholder yang menjadi mendukung pengelolaan hutan oleh masyarakat secara lestari (PHML) di Desa Matiti dengan memberi bantuan penyuluhan dan pelatihan. Namun pada tahap pelaksanaan pengelolaan hanya KPHSU satu-satunya stakeholder yang tetap mendampingi pengelolaan hutan

membutuhkan bantuan untuk perencanaan pengembangan program pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti khususnya pemanduan tentang pengurusan izin penebangan dan pajak dalam jual beli kayu rakyat.

b. Kebijakan dan kerangka hukum (tidak termasuk status kepemilikan) Kebijakan pemerintah yang mendukung pengelolaan hutan secara lestari oleh masyarakat terkait pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.30/MENHUT-II/2012 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak. Kebijakan ini merupakan suatu pengakuan negara terhadap pengelolaan hutan oleh rakyat yang menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan sosial, terutama di Desa Matiti yang status kawasan hutan pada umumnya adalah lahan milik masyarakat di luar hutan negara.

Kebijakan dalam Permenhut ini terkait penatausahaan hasil hutan pada hutan hak dimaksudkan untuk ketertiban peredaran hasil hutan hak dan bertujuan untuk melindungi hak privat serta kepastian hukum dalam pemilikan/penguasaan dan pengangkutan hasil hutan yang berasal dari hutan hak. Kebijakan ini mendukung masyarakat pemilik hutan rakyat di Desa Matiti yang ingin menatausahakan hasil hutannya bergabung membentuk suatu kelompok pengelola hutan rakyat yaitu KSU Hutan Mas untuk mengelola hutan secara lestari (PHML).

c. Ekonomi

Aksesibilitas dan keberadaan pasar merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung pengelolaan hutan secara lestari oleh masyarakat (PHML).

Sarana jalan utama yang menghubungkan pasar dengan hutan rakyat di Desa Matiti sudah baik, berupa jalan aspal namun belum tersedia angkutan umum yang banyak untuk mengangkut hasil hutan, khususnya kayu. Jarak dari lokasi hutan rakyat ke jalan utama juga cukup jauh. Hal ini mengurangi harga jual kayu yang akan dijual karena dipengaruhi biaya operasional untuk mengangkut hasil hutan kayu dari dalam hutan ke jalan utama. Untuk hasil hutan bukan kayu seperti kemenyan, sarana jalan biasanya tidak menjadi masalah karena dianggap sudah cukup mendukung. Petani kemenyan membawa hasil sadapan kemenyannya dari dalam hutan cukup dengan sepeda motor.

Keberadaan pasar untuk hasil hutan kayu sebenarnya cukup banyak untuk menampung hasil hutan rakyat di Desa Matiti. Pasar yang ingin menampung hasil hutan kayu biasanya adalah pengusaha panglong yang berasal dari Medan, Parapat, Siantar dan Dolok Sanggul. Penjualan kayu sepenuhnya ditentukan oleh koperasi sesuai permintaan pasar, penentuan harga dengan anggota dilakukan sebelum usulan jatah penebangan ditentukan. Harga kayu tersebut ditentukan dengan negosiasi berdasarkan harga pasar yang ada, baik antara pengurus koperasi dengan konsumen maupun antara pengurus koperasi dengan pemilik kayu.

d.

Pendidikan dan informasi

Dukungan dari stakeholder yang menjadi mitra kerja KSU Hutan Mas sebagai kelompok pengelola hutan rakyat di Desa Matiti dilakukan dalam bentuk penyuluhan atau pelatihan kepada anggota koperasi sebagai pengelola hutan rakyat. Penyuluhan/pelatihan yang pernah diperoleh pengelola hutan rakyat di

Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan, tentang pembibitan dan pemanduan dalam penebangan oleh KPHSU, pengolahan tanaman palawija dan tanaman keras oleh Yapansu (Yayasan Pertanian Sumatera Utara).

Penyuluhan/pelatihan terkait bagaimana pengelolaan hutan yang baik dan lestari oleh masyarakat (PHML) yang diperoleh anggota koperasi sebagai pengelola hutan rakyat di Desa Matiti merupakan suatu bentuk dukungan dalam bidang pendidikan dan bentuk informasi yang diberikan oleh lingkungan eksternal untuk mendukung PHML di Desa Matiti. Kegiatan penyuluhan/pelatihan sebagai sumber pendidikan dan informasi untuk saat ini tetap sangat diperlukan oleh anggota koperasi sebagai pengelola hutan rakyat. Terlebih pada saat pelaksanaan penatausahaan hasil hutan yang belum dapat berjalan dengan baik pada saat ini.

Analisis Kuantitatif

Berdasarkan beberapa uraian sebelumnya tentang analisis kualitatif pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti, dilakukan analisis kuantitatif sesuai dengan indikator masing-masing dari kedua kriteria yang dinilai. Evaluasi dan penentuan skor dan pemberian bobot nilai untuk tiap indikator dari kriteria kesehatan hutan terjamin dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil penilaian untuk prinsip kesehatan hutan terjamin adalah baik dengan skor rata-rata adalah 3.22.

Tabel 6. Kriteria, indikator, parameter dan evaluasi serta pemberian nilai bobot PHML berdasarkan prinsip kesehatan hutan terjamin (Ritchie, dkk., 2001)

Kriteria Indikator Parameter Standar evaluasi Evaluasi Skor Kesehatan hutan terjamin Perencanaan (zonasi dan kawasan dilindungi)

Pembagian zonasi dan kawasan perlindungan (kepekaan terhadap adanya perbedaan tipe lahan dan wilayah)

Tidak ada pembagian zona pemanfaatan dan zona perlindungan Sangat buruk 1

Pengelolaan fungsi ekosistem

Dokumen terkait