4.1 Hasil Pembuatan Sari Kacang Kedelai
Filtrat sari kacang kedelai yang diperoleh sebanyak 480 ml, kemudian
dikeringkan dengan freezee dryer dan diperoleh sari kacang kedelai berupa
ekstrak kering sebanyak 55,3920 g.
4.2 Pemeriksaan terhadap Sediaan 4.2.1 Homogenitas sedíaan
Dari percobaan yang dilakukan pada sedíaan krim cair tidak diperoleh
butiran-butiran kasar, maka sedíaan tersebut dikatakan homogen. Perlakuan yang
sama juga dilakukan terhadap sedíaan pembanding yaitu blanko, gliserin 2%, dan
Vaseline®, hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada
objek gelas.
4.2.2 Tipe emulsi sediaan
Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sedíaan dengan mengamati
kelarutan dalam air dan dalam metilen biru dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Menurut Syamsuni (2006), untuk membedakan tipe emulsi dapat
dilakukan dengan pengenceran fase dan pengecatan atau pewarnaan. Emulsi tipe
m/a dapat diencerkan dengan air dan memberikan warna biru jika ditambah
Tabel 4.1 Data penentuan tipe emulsi sediaan
No Formula Kelarutan dalam Air Kelarutan dalam Metilen Biru
Ya Tidak Ya Tidak 1 Blanko √ - √ - 2 SKK 1% √ - √ - 3 SKK 2% √ - √ - 4 SKK 3% √ - √ - 5 SKK 4% √ - √ - 6 SKK 5% √ - √ - 7 SG 2% √ - √ - 8 Vaseline® √ - √ - Keterangan :
SKK : Sediaan mengandung sari kacang kedelai SG 2% : Sediaan mengandung gliserin 2% (pembanding) Vaseline® : Vaseline® total moisture lotion (pembanding)
Dari hasil uji tipe emulsi yang dapat dilihat pada tabel di atas, formula
krim cair dengan konsentrasi sari kacang kedelai 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, gliserin
2%, Vaseline® total moisture nourishing, dan blanko dapat bercampur dengan air
dan metilen biru. Dengan demikian terbukti bahwa sediaan krim cair yang dibuat
mempunyai tipe emulsi m/a.
4.2.3 pH sedíaan
pH sedíaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Hasil pengukuran
pH dapat dilihat pada Tebel 4.2 dan Tabel 4.3.
Hasil pengukuran pH dari sediaan krim cair tangan dan badan
menunjukkan bahwa pH sediaan Blanko adalah 7,0. Sedangkan pH sediaan krim
cair yang mengandung sari kacang kedelai adalah 6,7–6,9, dan pH sediaan
pembanding yaitu formula SG 2% adalah 6,8 serta Vaseline® yang terdapat di
pasaran adalah 6,9. Setelah penyimpanan selama 12 minggu, tidak terjadi
perubahan pH yang signifikan. pH sediaan antara 6,7–6,9. Menurut Balsam
Tabel 4.2 Data pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat No Formula pH pH rata-rata pH 1 pH 2 pH 3 1 Blanko 7,1 7,0 6,9 7,0 2 SKK 1% 7,0 6,9 6,9 6,9 3 SKK 2% 7,0 6,8 6,9 6,9 4 SKK 3% 7,0 6,8 6,8 6,8 5 SKK 4% 6,9 6,8 6,8 6,8 6 SKK 5% 6,9 6,7 6,7 6,7 7 SG 2% 7,0 6,8 6,8 6,8 8 Vaseline® 7,1 6,9 6,8 6,9
Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan setelah penyimpanan selama 12 minggu
No Formula pH pH rata-rata pH 1 pH 2 pH 3 1 Blanko 6,9 7,0 7,0 6,9 2 SKK 1% 7,0 6,9 6,9 6,9 3 SKK 2% 6,9 6,9 6,8 6,8 4 SKK 3% 6,8 6,9 6,8 6,8 5 SKK 4% 6,8 6,8 6,7 6,7 6 SKK 5% 6,7 6,8 6,7 6,7 7 SG 2% 6,9 6,9 6,9 6,9 8 Vaseline® 6,8 7,0 6,9 6,9 Keterangan :
SKK : Sediaan mengandung sari kacang kedelai SG 2% : Sediaan mengandung gliserin 2% (pembanding) Vaseline® : Vaseline® total moisture lotion (pembanding)
4.2.4 Stabilitas sediaan
Hasil pengamatan stabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.4. Menurut Ansel
(2005), suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik, apabila pada penyimpanan
terjadi “up ward creaming” yaitu pembentukan massa krim keatas yang
disebabkan berat jenis fase terdispersi lebih kecil dari pada berat jenis fase
pendispersi, sebaliknya “down ward creaming” yaitu pembentukan massa krim ke
bawah, hal ini disebabkan berat jenis fase terdispersi lebih besar dari pada fase
Tabel 4.4 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8 dan 12 minggu
No Formula
Pengamatan setelah
Selesai dibuat 1 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu
x y z x y z x y z x y z x y z 1 Blanko - - - - 2 SKK 1% - - - - 3 SKK 2% - - - - 4 SKK 3% - - - - 5 SKK 4% - - - √ - - √ √ 6 SKK 5% - - - √ √ - √ √ 7 SG 2% - - - - 8 Vaseline® - - - - Keterangan :
SKK : Sediaan mengandung sari kacang kedelai SG 2% : Sediaan mengandung gliserin 2% (pembanding) Vaseline® : Vaseline® total moisture lotion (pembanding)
x : Perubahan warna
y : Perubahan bau
z : Pecahnya emulsi
- : Tidak terjadi
√ : Ya
Menurut Rawlins (1977), sumber tidak stabilnya suatu emulsi adalah
mikroorganisme. Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan-bahan alami seperti gom,
karbohidrat, dan protein mudah sekali ditumbuhi fungi, ragi, dan bakteri
pembusuk. Dan tingginya kandungan air juga menyebabkan mikroba cepat
berkembang, sehingga kebutuhan konsentrasi pengawet pada fase air harus cukup
untuk menghambat pertumbuhan mikroba, dan sebagian pengawet juga
dimasukkan dalam fase minyak.
Dari data di atas diperoleh hasil bahwa pada sediaan krim cair blanko,
gliserin 2%, Vaseline®total moisture nourishing dan krim cair sari kacang kedelai
konsentrasi 1%, 2% dan 3% tidak terjadi perubahan warna, bau, dan pecah emulsi
kedelai pada konsentrasi 4% mengalami perubahan bau pada penyimpanan 8
minggu dan pecah emulsi pada penyimpanan 12 minggu, krim cair sari kacang
kedelai konsentrasi 5% mengalami perubahan bau dan pecah emulsi pada
penyimpanan 8 minggu. Hal ini dikarenakan kacang kedelai mengandung protein
tinggi dan kandungan air dari sediaan krim cair mencapai ±90%. Menurut
Kuntaraf dan Kuntaraf (2003), hasil riset telah menunjukkan bahwa kacang
kedelai mempunyai kadar asam amino essensial dua kali lipat dibandingkan
dengan daging, dan empat kali lipat dari telur.
Menurut Voigt (1994), lesitin mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme,
yang disebabkan oleh peristiwa hidrolisa. Lesitin dalam lingkungan air dapat
mengalami hidrolisa. Kerusakan sediaan oleh hidrolisa ini sangat tergantung pada
pH (kira-kira pH 7) dan suhu optimum. Semakin tidak jenuh asam lemak dari
trigliserida, semakin kuat terjadinya kerusakan secara hidrolisa. Pada sediaan krim
cair yang dibuat ini mempunyai pH sekitar 6,7-7,0, sehingga kerusakan akibat
hidrolisa dapat terjadi.
Jadi, sari kacang kedelai dapat diformulasi dalam bentuk sediaan krim cair
tangan dan badan dengan konsentrasi 1, 2, dan 3%. Sedangkan sediaan dengan
konsentrasi sari kacang kedelai 4 dan 5% tidak memenuhi persyaratan kestabilan.
4.2.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan
Hasil pengamatan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dapat dilihat pada
Tabel 4.5.
Menurut Wasitaatmadja (1997), uji kulit dilakukan untuk mencegah
terjadinya efek samping terhadap kulit dengan mengoleskan sediaan pada bagian
jika setelah 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang tidak diinginkan. Dari data
tabel di atas, ternyata tidak terlihat adanya efek samping berupa bengkak,
kemerahan, dan gatal pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan.
Tabel 4.5 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan
Pernyataan
Sukarelawan