• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 sampai dengan 27 bulan November tahun 2016. Wawancara dilakukan satu kali untuk partisipan pertama dan dua kali untuk partisipan kedua. Partisipan pertama, wawancara dilakukan di kantor beliau tepatnya di Gedung Rektorat UNS dan dilaksanakan pada tanggal 18 November 2016. Dan untuk partisipan kedua, wawancara dilakukan di rumah beliau pada t7anggal 19 dan 27 November 2016.

Partisipan pertama (P1) beinisial H, partisipan lahir dan dibesarkan di kota Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1969. H menganut agama Islam. H merupakan anak kedua dan mempunyai dua adik, dia mempunyai seorang kakak yang sudah meninggal. H saat ini tinggal bersama ibu, kedua adiknya dan satu keponakan. Ayah H sudah meninggal dunia, dan ibu H merupakan seorang ibu rumah tangga. Saat ini H merupakan pegawai bagian administrasi Universitas Sebelas Maret (UNS). Setelah lulus SMEA, H memutuskan untuk bekerja dahulu. H mempunyai hobi berenang, membaca dan nonton.

18

Partisipan kedua (P2) berinisial S, partisipan lahir di Pati pada tanggal 10 Oktober 1963, S kecil pernah tinggal di Semarang. Pada saat SD, S pindah ke Solo dan tinggal di Solo hingga sekarang. S menganut agama Kristen, orang tua dan kedua adik S menganut agama Islam. S merupakan putri pertama dan memmiliki dua adik laki – laki, yang salah satunya sudah menikah. Saat ini S bekerja sebagai guru PKN di salah satu SMP di Surakarta. S mempunyai hobi membuat karya seni seperti: kristik, membuat pernak – pernik dari manik – manik, selain itu S juga mempunyai hobi menyanyi.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kedua partisipan mempunyai gambaran SWB yang tinggi. Selain itu gambaran SWB pada kedua partisipan hampir sama, walaupun mereka memiliki selisih usia 6 tahun, dan salah satu dari mereka masih ingin untuk memiliki keluarga. Gambaran SWB tersebut dapat dilihat dari dimensi yang digunakan oleh penulis yaitu dimensi umum dari Diener (dalam Eid & Larsen).

1. Dimensi kognitif

Kedua partisipan mempunyai penilaian yang tidak jauh berbeda mengenai hidup mereka, yang dalam dimensi ini dibagi ke dalam dua evauasi. a. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global (life satisfaction).

P1 mengatakan bahwa dirinya sudah cukup puas dengan kehidupannya saat ini, P1 senantiasa bersyukur atas apa yang sudah didapatkannya baik itu materi maupun non materi. P1 tidak merasa statusnya saat ini (melajang) Untuk kehidupannya masa lalu, P1 hanya menyayangkan mengapa dulu dia seenaknya sendiri pada waktu sekolah. sedangkan untuk P2, partisipan belum merasa puas dengan kehidupannya saat ini. P2 merasa belum bisa membahagiakan kedua adiknya karena kedua orang tuanya sudah

19

tiada. P1 dan P2 mensyukuri apa yang sudah terjadi pada diri mereka. P1 dan P2 berusaha yang terbaik untuk kehidupannya di masa yang akan datang, mereka berusaha memperbaiki apa yang kurang di masa lalu. P1 belum memiliki pasangan hingga saat ini hanya karena P1 belum menemukan seseorang yang pas dengan dirinya. P1 mengatakan bahwa dia ingin segera menikah dengan laki – laki pilihannya, tetapi teman dekatnya mengatakan bahwa P1 selalu mengatakan hal yang sama ketika di tanya mengenai pasangan hidupnya. Sedangkan P2 mempunyai pengalaman masa lalu yang membuatnya trauma hingga sekarang. Trauma yang dirasakan oleh P2 adalah takut jika apa yang dialami oleh kedua orang tuanya dahulu terjadi pada dirinya juga. Keluarga P2 bukanlah keluarga yang harmonis, ayah P2 sering menelantarkan ibu P2. P2 mengatakan bahwa sang ayah tidak memenuhi kebutuhan dari sang ibu, seperti contoh yang disampaikan oleh P2, sang ayah tidak membelikan baju baru untuk ibunya ketika lebaran. P2 juga mengatakan bahwa ibunya sering mendapat tindak kekerasan dari ayahnya. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab mengapa P2 tidak menikah hingga saat ini, P2 takut jika hal yang dialami ibunya juga terjadi pada dirinya.

Mengenai penilaian orang lain terhadap kehidupan partisipan, kedua partisipan hampir sama dalam menyikapi hal tersebut. P1 dan P2 cenderung tidak peduli dengan perkataan atau penilaian orang lain terhadap mereka, apalagi ditambah dengan status mereka saat ini. P2 mengatakan bahwa dirinya sudah terbiasa, sehingga dia tidak mau memikirkan perkataan orang lain, dia cenderung membuat segalanya happy. P1 dan P2 seseorang yang

20

hampir sama mereka mempunyai cukup banyak teman di sekeliling mereka. Selain banyak teman, P1 saat ini masih memiliki hubungan dengan seorang laki – laki yang. P1 dan P2 termasuk yang memiliki banyak mantan pacar, mereka mempunyai tipe laki – laki yang mereka sukai. Tetapi untuk P2 saat ini sudah menutup diri, jika dia dekat laki – laki lebih baik seseorang itu menjadi saudara. P2 mengatakan bahwa dirinya dahulu cukup sering diajak untuk menikah, tetapi dirinya tidak mau. Alasan yang cukup kuat adalah karena P2 sudah trauma, disamping itu P2 selalu menjalin hubungan dengan seseorang yang berbeda agama.

P1 dan P2 menerima keadaan dirinya saat ini dengan senang hati, P1 dan P2 sangat bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan kepada mereka. P1 menerima dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, P2 happy dengan yang dia miliki saat ini. Walaupun P1 dan P2 tidak sempurna tetapi mereka tidak menjadikan itu sebagai kelemahan mereka.

b. Evaluasi terhadap kepuasan pada domain tertentu

P1 dan P2 memiliki persamaan yaitu mereka sama – sama PNS. P1 Mengatakan bahwa dirinya saat ini sudah cukup puas dengan pekerjaannya, karena menurut dia menjadi seorang PNS itu adalah sesuatu yang dia cari. Mengenai penghasilan P1 merasa penghasilannya sudah cukup, dia menggunakan uang tersebut dengan “belanja pintar”. Sedangkan untuk P2 mengatakan bahwa dirinya belum puas, belum puas disini karena dia menganggap bahwa tujuan pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai. Dia mengatakan bahwa keadaan dunia pendidikan sekarang ini sangat memprihatinkan. P2 sangat menyayangkan mengapa pendidikan moal di

21

Indonesia saat ini tidak ada, mengapa pendidikan PMP harus digantikan dengan PKN yang tidak ada pendidikan moralnya. P2 sangat memikirkan nasib anak – anak jaman sekarang, P2 mengatakan bahwa dirinya akan merasa puas dalam pekerjaannya jika dia bisa berkontribusi dalam mewujudkan tujuan bangsa dan Negara Indonesia.

P1 dan P2 mempunyai keluarga yang sangat mendukung mereka. Ibu dari P1 memang sering menanyakan mengenai kehidupan asmaranya dan juga sering menanyakan kapan mau menikah, tetapi ibu P1 tidak memberikan target untuk cepat – cepat menikah. P1 tidak pernah merasa terganggu dengan pertanyaan – pertanyaan sang ibu, dia merasa hal tersebut wajar jika terjadi. Dan juga keluarga P2 mendukung segala keputusannya, memang dahulu ketika orang tua P2 masih ada, mereka sering bertanya tetapi juga tidak memberikan target. Saat ini P2 tinggal bersama adik – adiknya, mereka tidak pernah menyuruh kakaknya untuk menikah, karena adiknya juga tahu apa yang dirasakan oleh P2. Adik P2 sangat menyayanginya, hal ini bisa dibuktikan dengan adik – adik P2 masih tinggal bersama dengan dirinya, meskipun salah satu adiknya sudah berkeluarga. Kedua partisipan memiliki keluarga yang hanya sehingga mereka sangat dekat dengan keluargya, hal tersebut yang membuat mereka merasa sangat mendapat dukungan dari keluarganya. Salah satu tujuan hidup mereka adalah membahagiakan keluarganya yang masih ada saat ini.

P1 dan P2 sama – sama sibuk bekerja, mereka bekerja dari pagi hingga sore hari bahkan terkadang hingga malam hari. P1 memanfaatkan waktu luang yang ada untuk melakukan hobinya, selain itu terkadang ia juga

22

berkumpul bersama teman – teman atau keluarganya, terkadang dia mengerjakan pekerjaan yang belum selesai. Dia tidak pernah merasa kesepian karena ketika dia sendirian banyak sekali hal – hal yang bisa dikerjakan, dia bisa malakukan hobinya yaitu : nonton, membaca dan berenang. Untuk P2 waktu luang digunakan juga untuk melaksanakan hobinya dalam bidang kesenian. P2 sangat menyukai karya seni seperti: kristik, membuat pernak – pernik dari manik – manik. Selain untuk melaksanakan hobinya P2 juga menggunkan waktu luangnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti: mencuci pakaian, masak, dan juga merawat cucu dari adiknya.

P1 dan P2 mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai riwayat sakit yang serius. Hanya beberapa penyakit ringan yang sering menyerang mereka, seperti: flu, terlalu capek dan kurang istirahat saja. P1 rutin berolahraga renang, dia sering pergi renang bersama dengan teman dekatnya. Sedangkan P2 hampir tidak pernah berolahraga kecuali ketika ada senam di sekolah tempat dia bekerja.

Mengenai kondisi keuangan, P1 dan P2 mengaku cukup dengan apa yang sudah dapat dari hasil bekerja mereka. Mereka memanfaatkan uang tersebut untuk membeli kebutuhan sehari – hari, dan menyampingkan keinginan mereka. P1 mengatakan metode dia berbelanja adalah “belanja pintar”. Selain untuk berbelanja kebutuhan, mereka juga menyisakan sedikit uang mereka untuk ditabung, dan memberikan sedikit kepada keluarganya. Mereka mensyukuri apa yang sudah mereka dapatkan, dan mereka tidak suka meminta kepada orang lain apabila kekurangan. P2 mengatakan bahwa

23

lebih baik dia berusaha dan sabar jika tidak punya uang sama sekali atau langsung pinjam di bank daripada harus “tutup lubang, buka lubang” ke orang – orang yang dia kenal.

2. Dimensi Afeksi

Kedua partisipan sering menunjukkan perasaan – perasaan yang menunjukkan emosi ketika suatu peristiwa terjadi.

a. Afek positif

P1 sangat tenang dan santai ketika menceritakan segala hal yang terjadi pada dirinya. P1 tidak merasakan adanya sesuatu yang bisa membuatnya sangat terpuruk, walaupun beberapa peristiwa yang menyedihkan terjadi. P1 sangat enjoy dalam menyikapi suatu hal, dan dia menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Begitu juga P2, dia selalu terlihat tenang dan selalu tersenyum ketika brcerita. Dia mengatakan bahwa dia selalu menyerahkan segala hal yang terjadi kepada Tuhan, dia mengatakan bahwa setiap yang terjadi dalam hidupnya itu kehendak Tuhan, dan Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar. b. Afek Negatif

Kedua partisipan pasti mengalami keterpurukan tetapi mereka tidak menunjukkan emosi negatif yang berlebihan. P2 mengatakan bahwa dirinya bisa bangkit dari keterpurukan setelah satu minggu. Setelah itu, dia merasa seperti biasa, bisa enjoy lagi dan gembira lagi seperti biasanya.

24

Selain dimensi – dimensi di atas, hasil wawancara juga menunjukkan beberapa faktor yang memengaruhi SWB kedua partisipan, yaitu:

a. Faktor genetik

Kedua partisipan lahir dalam keluarga yang sangat mendukung mereka. Karena dukungan keluarga yang besar, kedua partisipan sangat mudah beradaptasi dengan keadaan yang menimpa mereka. Ketika mereka mendapatkan suatu masalah, mereka langsung cerita kepada keluarga dan meminta pendapat kepada keluarganya.

b. Faktor kepribadian

Kedua partisipan mempunyai afek positif yang baik, mereka selalu menunjukkan emosi positif dimanapun mereka berada. Mereka sangat terbuka dengan keadaan di lingkungan sekitar mereka. Mereka tidak menutupi hal – hal yang terjadi pada dirinya kepada orang – orang terdekat mereka.

c. Faktor demografis

Faktor demografis yang nampak pada kedua partisipan adalah pendapatan dan pendidikan. P1 dan P2 saat ini sudah mempunyai pendapatan yang tetap, mereka merasa apa yang didapat sekarang ini sudah cukup. Mereka bisa memenuhi segala kebutuhan sehari – hari mereka. Selain itu, kedua partisipan menempuh pendidikan yang tinggi. P1 adalah lulusan S1 jurusan ekonomi, dan P2 saat ini sedang menempuh pendidikan S1-nya di Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan. Mereka mempunyai pemikiran yang luas akan beberapa hal, hal tersebut menjadikan mereka seseorang yang melihat sesuatu tidak hanya dari satu sisi saja.

25

d. Hubungan sosial

P1 dan P2 mempunyai hubungan sosial yang baik, mereka mempunyai banyak teman di sekitar mereka. Mereka mudah bergaul dengan siapa saja yang ada. Mereka tidak pernah membeda – bedakan satu orang dengan orang lain. e. Dukungan sosial

Kedua partisipan memiliki dukungan sosial yang sangat besar, tidak hanya dari keluarganya tetapi juga dari orang – orang di sekitarnya. Mereka tidak pernah merasakan kesepian atau hal – hal yang membuat mereka sedih terlalu lama.

f. Proses Kognitif

P1 dan P2 memiliki pemikiran yang sangat optimis dalam segala hal. Mereka selalu bersyukur atas segala hal yang telah mereka dapatkan. P2 cenderung menyerahkan segalanya kepada Tuhan, dan jika dia ingin sesuatu dia pasti berpikir bahwa suatu saat nanti dia akan memilikinya. P1 dan P2 memiliki pemikiran yang luas tentang hal – hal di sekitar mereka.

g. Tujuan

Kedua partisipan mempunyai tujuan hidup yang jelas, yang bisa memotivasi mereka untuk melakukan hal – hal yang lebih baik dari hari ini. P2 sangat bersemangat untuk memajukan bangsa dan Negara. Mungkin apa yang mereka cita – citakan dari kecil tidak terpenuhi, tetapi semangat mereka dalam pekerjaannya saat ini sangat kuat.

26

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada dua dimensi subjective well-being pada wanita karir yang melajang yaitu dimensi kognitif dan dimensi afeksi dari kedua partisipan terpenuhi. Kedua partisipan pastinya mempunyai masalah dan cara mengatasinya sendiri – sendiri. Kedua partisipan sangat menikmati dan enjoy dalam menghadapi hidupnya dan dalam menyikapi statusnya yang melajang. Kedua partisipan menyerahkan segala hidupnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan begitu mereka merasa lebih nyaman dalam menjalani hidup mereka. Dengan berpegang kepada Tuhan, kedua partisipan menjadi kuat dan lebih tenang dalam menjalani kehidupannya bersama dengan orang – orang yang mereka sayangi.

Dari kedua partisipan, mempunyai faktor – faktor yang sama dalam meningkatkan subjective well-being mereka. Faktor – faktor yang berpengaruh diantaranya adalah pendapatan, dukungan sosial, hubungan sosial. Kedua partisipan mengaku puas dengan kehidupannya dalam beberapa hal, tetapi tetap ada hal – hal yang mereka masih ingin capai karena manusia pasti akan selalu merasa kurang.

SARAN

Sesuai dengan hasil penelitian dan berdasarkan pemahaman dan kesimpulan yang ada, maka penulis memberikan beberapa saran, yaitu:

1. Bagi kedua partisipan diharapkan dapat meningkatkan subjective well-being pada dirinya dengan cara lebih mempertahankan dan meningkatkan relasi terhadap Tuhan dan lingkungan sekitar.

27

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih jeli melihat faktor – faktor lain yang mempengaruhi subjective well-being pada partisipan.

28

Daftar Pustaka

Bartram, D., & Boniwell, L. 2007. The science of happiness: Achieving sustained psychological well being. Positive Psychology in Practice.

Baumgardner, S. R., & Crothers, M. K. 2009. Positive psychology. Prentice Hall/Person Education.

Burns, D. D. 1988. Counseling singles. Christian Counseling, A Comprehensive Guide,

Word Publishing.

Continuing Psychology Education. 2005. Subjective well being (happiness). San Diego, California: Author.

Christie, Y., Hartanti & Nanik. 2013. Perbedaan Kesejahteraan Psikologis pada Wanita Lajang Ditinjau dari Tipe Wanita Lajang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas

Surabaya vol. 2 no.1

Diener, E. 2009. The Science of Well-Being The Collected Works of Ed Diener. USA: Springer

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. 2002. Subjective Well-Being. Handbook of

positive psychology.

Diener, E., Oishi, S., & lucas, R. E. 2009. Subjective Well-Being : the science of happiness and life satisfaction. In S J Lopez & C.R. Snyder (Eds.), Oxford

handbook of positive psychology. New York : Oxford University Press.

Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. 1999. Subjective Well-Being :

Three decades of progress. Psychological bulletin,.

Gunadi, P. 2001. Kehidupan lajang dari perspektif wanita. Retrieved 1, 2001, from

http://www.telaga.org/transkrip.php?kehodupan_lajang.htm

Hanggoro, Yohanes. 2015. Penelitian Deskriptif : Subjective Well-Being pada Biarawati di Yogyakarta. Skripsi Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas

Sanata Dharma. Dilihat 09 Oktober 2016

Kapteyn, A., Smith, J. P., & Van Soest, A. 2009. Life satisfaction.

Laswell, M. & Laswell, T. 1987. Marriage & the family. Belmont, California: Wadworth, Inc.

Lopez, S. J., Pedrotti, J. T., & Snyder, C. R. 2014. Positive psychology: The scientific

and practical explorations of human strengths. Sage Publications.

Mujamiasih, Murti. 2013. Subjective Well-Being (SWB) : Studi Indigenous pada PNS dan Karyawan Swasta yang Bersuku Jawa di Pulau Jawa. Skripsi Jurusan

29

Rubianto, G. 2000. Wanita lajang di kota besar, tuntutan jaman ataukah soal

kejiwaan?. Dilihat 09 Oktober 2016. Retrived November 22, 2000, from http://www.pdpersi.co.id?show=detailnews&kode=352&tbl=biaswanita

Santrock, W.J. 2002. Life span development (9th ed). New York: Mc Grow Hill

Cmpany.

Sugiyono, Prof., Dr. 2012. Metode Penelitian Kuanttatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Dokumen terkait