• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam mempengaruhi parameter tinggi tanaman (6-8 MST), jumlah akar, volume akar, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk tetapi tidak mempengaruhi panjang akar, diameter sebaran akar, bunga jantan dan bunga betina.

Perlakuan Populasi F1 tidak mempengaruhi parameter panjang akar, jumlah akar, diameter sebaran akar, volume akar, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, tinggi tanaman, bunga betina dan bunga jantan.

Interaksi antara media tanam dan Populasi F1 mempengaruhi parameter diameter sebaran akar, volume akar dan bobot basah akar, tetapi tidak mempengaruhi parameter tinggi tanaman, jumlah akar, panjang akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bunga jantan dan bunga betina. Tabel 2. Hasil sidik ragam gabungan karakter morfofisiologi akar di rhizotron.

Karakter KT Genotipe KT Lingkungan KT G*L

Tinggi tanaman (cm) 150.05 16817.54* 130.52

Jumlah akar (buah) 15.88 182.53* 3.28

Panjang akar (cm) 57.43 16.28 40.80

Diameter sebaran akar (cm) 0.79 49.67 8.10*

Volume akar (cm3) 1.68 106.86* 6.74**

Bobot basah akar (g) 2.60 149.86* 8.26*

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa genotipe berpengaruh tidak nyata pada seluruh karater yang diamati. Lingkungan berpengaruh nyata pada karakter tinggi tanaman, jumlah akar, volume akar, bobot kering akar, dan berpengaruh sangat nyata pada karakter bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. Sedangkan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh nyata pada karakter diameter sebaran akar, dan bobot basah akar serta berpengaruh sangat nyata pada karakter volume akar. Interaksi yang nyata menunjukkan adanya perbedaan respon populasi F1 yang diuji pada dua media tanam.

Penampilan Karakter Morfofisiologi Akar Pada Beberapa Populasi F1 Tinggi Tanaman, Jumlah Akar (buah) dan Panjang Akar (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah akar dan panjang akar beserta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 4-21. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah akar namun berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar. Populasi F1 dan interaksi keduanya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Tabel 3. Pengaruh media tanam dan populasi F1 pada karakter tinggi tanaman jumlah akar dan panjang akar

Perlakuan Tinggi Tanaman Jumlah Akar Panjang Akar

(cm) (buah) (cm) Populasi F1 CLA84 x NEI9008 146.06 18.17 66.65 NEI9008 x CLA84 147.52 16.67 60.40 CLA84 x 102713 135.43 16.00 61.45 102713 x CLA84 146.90 15.83 60.93

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan tertinggi untuk karakter tinggi tanaman adalah pada perlakuan tanah topsoil yaitu 167.37 cm dan rataan terendah adalah pada perlakuan tanah masam yaitu 120.02 cm.

Rataan tertinggi untuk karakter jumlah akar adalah pada perlakuan tanah topsoil yaitu 19.73 buah dan rataan terendah adalah pada perlakuan tanah masam yaitu 14.80 buah.

Pertumbuhan tinggi tanaman dari 2 MST sampai 8 MST pada perlakuan media tanam dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. menunjukkan bahwa jagung yang di tanam pada tanah topsoil dapat tumbuh tinggi lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah masam.

Diameter Sebaran Akar (cm), Volume Akar (cm3) dan Bobot Basah Akar (g)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2 3 4 5 6 7 8 T in g g i T a n a m a n (c m )

Minggu Setelah Tanam

M1

sebaran akar. Populasi F1 menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap seluruh parameter sedangkan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap diameter sebaran akar dan bobot basah akar serta berpengaruh sangat nyata terhadap volume akar.

Tabel 4. Interaksi antara media tanam dan populasi F1 pada karakter diameter sebaran, akar, volume akar dan bobot basah akar.

Populasi DSA VA BBA

F1 (cm) (cm3) (g)

M1 M2 M1 M2 M1 M2

CLA84 x NEI9008 10.03cde 11.63bcd 34.00de 61.67bc 27.93ef 69.20bcd NEI9008 x CLA84 11.43bcd 10.73bcde 34.33de 54.33cd 34.97cdef 56.97cde CLA84 x 102713 8.97e 12.70ab 26.00e 91.67ab 24.63ef 102.53ab 102713 x CLA84 8.9 e 14.43a 21.67e 126.00a 20.83f 148.63a NEI9008 x CLA46 9.50de 12.23abc 22.00e 82.33bc 19.63f 93.30abc

Rataan 9.77 12.34 27.60b 83.20a 25.59b 94.12a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris ataupun kolom yang sama, menunjukkan tidak nyata pada BNT Taraf 5% ; M1 = Tanah masam ; M2 = Tanah Optimum ; DSA = Diameter Sebaran Akar ; VA = Volume Akar ; BBA = Bobot Basah Akar.

Tabel 4 menunjukkan bahwa karakter diameter sebaran akar yang terbaik umumnya pada tanah topsoil kecuali NEI9008 x CLA84 yaitu terbaik pada tanah masam. Pada karakter volume akar yang terbaik adalah pada tanah top soil yaitu 102713 x CLA84. Dan pada karakter bobot basah akar juga yang terbaik adalah pada tanah top soil yaitu pada 102713 x CLA84.

Populasi F1 yang ditanam pada tanah masam menunjukkan bahwa populasi F1 hasil persilangan NEI9008 x CLA84 berbeda nyata dengan populasi F1 hasil persilangan CLA84 x 102713 dan 102713 x CLA84 namun berbeda tidak

Populasi F1 yang ditanam pada tanah top soil menunjukkan bahwa populasi F1 hasil persilangan 102713 x CLA84 berbeda nyata dengan populasi F1 hasil persilangan CLA84 x NEI9008 dan NEI9008 x CLA84 namun berbeda tidak

nyata dengan populasi F1 hasil persilangan CLA84 x 102713 dan NEI9008 x CLA46 pada karakter diameter sebaran akar dan Bobot basah akar.

Sedangkan pada karakter volume akar menunjukkan bahwa populasi F1 hasil persilangan 102713 x CLA84 berbeda nyata dengan populasi F1 hasil persilangan CLA84 x NEI9008, NEI9008 x CLA84 dan NEI9008 x CLA46 namun berbeda tidak nyata dengan populasi F1 hasil persilangan CLA84 x 102713.

Rataan tertinggi untuk karakter volume akar adalah pada perlakuan tanah topsoil yaitu 83.20 cm3 dan rataan terendah adalah pada perlakuan tanah masam yaitu 27.60 cm3 .

Rataan tertinggi untuk karakter bobot basah akar adalah pada perlakuan tanah topsoil yaitu 94.12 g dan rataan terendah adalah pada perlakuan tanah masam yaitu 25.59 g.

Bobot Kering Akar (g), Bobot Basah Tajuk (g), Bobot Kering Tajuk (g) Hasil pengamatan bobot kering akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk beserta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 28-33. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, serta berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah tajuk dan bobot

Tabel 5. Pengaruh media tanam dan populasi F1 pada karakter bobot kering akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.

Perlakuan BKA BBT BKT (g) (g) (g) Populasi F1 CLA84 x NEI9008 6.78 157.75 35.45 NEI9008 x CLA84 6.73 147.36 31.62 CLA84 x 102713 7.58 148.96 35.18 102713 x CLA84 10.65 143.03 32.28 NEI9008 x CLA46 6.86 150.18 33.58 Media Tanam Masam (M1) 4.94 b 79.05b 18.89b Top Soil (M2) 10.50a 219.86a 48.35a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris ataupun kolom yang sama, menunjukkan tidak nyata pada BNT Taraf 5% ; BKA = Bobot Kering Akar ; BBT = Bobot Basah Tajuk ; BKT = Bobot Kering Tajuk.

Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan tertinggi untuk karakter bobot kering akar adalah pada perlakuan tanah topsoil yaitu 10.50 g dan rataan terendah adalah pada perlakuan tanah masam yaitu 4.94 g.

Rataan tertinggi untuk karakter bobot basah tajuk adalah pada perlakuan tanah topsoil yaitu 219.86 g dan rataan terendah adalah pada perlakuan tanah masam yaitu 79.05 g.

Rataan tertinggi untuk karakter bobot kering tajuk adalah pada perlakuan tanah topsoil yaitu 48.35 g dan rataan terendah adalah pada perlakuan tanah masam yaitu 18.89 g.

Bunga Jantan (HST) dan Bunga Betina (HST)

Tabel 6. Pengaruh media tanam dan populasi F1 pada karakter bunga jantan dan bunga betina.

Perlakuan Bunga Jantan Bunga Betina

(HST) (HST) Populasi F1 CLA84 x NEI9008 53.00 59.50 NEI9008 x CLA84 53.33 62.00 CLA84 x 102713 55.50 64.50 102713 x CLA84 53.83 64.17 NEI9008 x CLA46 52.00 60.33 Media Tanam Masam (M1) 54.20 63.53 Top Soil (M2) 52.86 60.66

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris ataupun kolom yang sama, menunjukkan tidak nyata pada BNT Taraf 5%

Heritabilitas

Nilai heritabilitas berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Koefisien keragaman genetik juga merupakan informasi yang sangat penting dalam menunjukkan luas sempitnya keragaman dalam suatu populasi. Nilai heritabilitas (h2) dan KKG untuk masing-masing parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Heritabilitas dan KKG

Parameter Pengamatan KKG Kriteria σ2

G σ2

P h2 Kriteria Tinggi tanaman (cm) 1.26 Rendah 3.25 70.36 0.05 Rendah Jumlah akar (buah) 8.39 Rendah 2.10 3.71 0.57 Tinggi Panjang akar (cm) 2.63 Rendah 2.77 22.15 0.13 Rendah Diameter sebaran akar (cm) -9.99 Rendah -1.22 -0.22 0.00 Rendah Volume akar (cm3) -13.00 Rendah -0.84 -0.02 0.00 Rendah

Analisis korelasi Antar Karakter

Korelasi dapat digunakan untuk mempertimbangkan karakter yang akan diseleksi. Karakter dengan koefisien keragaman tinggi, nilai hertabilitas tinggi dan korelasi yang nyata dapat digunakan sebagai karakter seleksi serta dapat menjelaskan hubungan antara karakter tersebut.

Efisiensi akar dalam penyerapan hara dari dalam tanah sangat mempengaruhi biomassa total tanaman yang terbentuk melalui visualisasi tajuk yang dihasilkan. Dalam hal ini, karakter jumlah akar, diameter sebaran akar dan volume akar berkorelasi nyata dengan karakter produksi sehingga peningkatan biomassa total tanaman dapat dijelaskan oleh ketiga karakter tersebut.

Korelasi antar karakter morfofisiologi dengan karakter produksi (bobot basah dan bobot kering tajuk) dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Korelasi antar karakter morfofisiologi dengan bobot basah dan bobot kering jagung.

JA PA DSA VA BBA BKA BBT

PA 0.179* DSA 0.478** -0.075 VA 0.478** 0.073 0.890** BBA 0.482** 0.012 0.891** 0.976** BKA 0.311* 0.048 0.700** 0.827** 0.801** BBT 0.737** 0.086 0.668** 0.793** 0.762** 0.619** BKT 0.715** 0.053 0.721** 0.808** 0.777** 0.627** 0.974**

Pembahasan

Pengaruh Media Tanam, Populasi F1 dan Interaksi Media Tanam dan Populasi F1 Terhadap Karakter Morfofisiologi Akar

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara statistik, diperoleh bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah akar, volume akar, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk tetapi tidak mempengaruhi panjang akar, diameter sebaran akar, bobot basah akar, bunga jantan dan bunga betina.

Jagung yang ditanam pada tanah optimum cenderung memiliki jumlah akar yang lebih banyak, volume akar yang lebih baik, tanaman lebih tinggi dan tajuk yang lebih jagur dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada media masam. Perbedaan pertumbuhan dan produktivitas ini terjadi karena pada media masam, akar tanaman tidak dapat menyerap hara secara maksimal karena kurangnya ketersediaan hara. Hal ini sesuai dengan literatur Tufaila dan Alam (2014) yang menyatakan bahwa tingkat kemasaman (pH) tanah sangat mempengaruhi status ketersediaan hara bagi tanaman. Reaksi (pH) tanah masam dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah ketersediaan unsur hara tertentu dan kadang menyebabkan kelebihan ketersediaan unsur hara lainnya. Hal ini dapat

bobot kering akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bunga jantan dan bunga betina. Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor genetik.

Interaksi antara media tanam dan Populasi F1 mempengaruhi parameter diameter sebaran akar, volume akar dan bobot basah akar, tetapi tidak mempengaruhi parameter tinggi tanaman, jumlah akar, panjang akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk bobot kering tajuk, bunga jantan dan bunga betina.

Perlakuan populasi F1 hasil persilangan NEI9008 x CLA84 pada tanah masam menunjukkan kriteria diameter sebaran akar, volume akar, dan bobot basah akar yang terbaik dibandingkan bila ditanam pada tanah top soil. Populasi F1 hasil persilangan 102713 x CLA84 menunjukkan pertumbuhan yang baik pada karakter diameter sebaran akar, volume akar, dan bobot basah akar apabila ditanam pada tanah top soil dibandingkan bila ditanam pada tanah masam. Hal ini menunjukkan bahwa populasi F1 memiliki respon yang berbeda terhadap media tanam tempat tumbuhnya dan terjadi secara spesifik pada media tertentu. Dengan demikian, populasi F1 hasil persilangan NEI9008 x CLA84 dapat direkomendasikan untuk ditanam di tanah masam dengan kriteria kemasaman tertentu dan Populasi F1 hasil persilangan 102713 x CLA84 dapat direkomendasikan untuk ditanam pada tanah optimum (top soil).

terjadi akibat pengaruh lingkungan yang jauh lebih besar dari pada pengaruh genetik. Untuk beberapa parameter seperti diameter sebaran akar,volume akar, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk bahkan memiliki nilai heritabilitas 0.00. Nilai ragam genetik nol berasal dari nilai negatif. Angka negatif pada ragam genetik disebabkan nilai kuadrat tengah genotipe lebih kecil daripada nilai kuadrat tengah galat. Karena nilai ragam genetik nol maka nilai heritabilitas untuk parameter-parameter tersebut juga 0. Hal ini sesuai dengan literatur Welsh (2005) yang menyatakan bahwa Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik.

Nilai hertabilitas untuk bunga betina tergolong dalam kriteria sedang yaitu 0.5, artinya karakter tersebut dipengaruhi secara seimbang oleh faktor genetik dan lingkungan. Sedangkan untuk parameter jumlah akar termasuk dalam kategori heritabilitas tinggi yaitu 0.57. Nilai heritabilitas yang tinggi disebabkan pengaruh varian genetik lebih besar sedangkan varian lingkungannya lebih kecil. Nilai heritabilitas yang tinggi akan mempermudah untuk menentukan karakter seleksi selanjutnya. Hal ini seduai dengan literatur Steel dan Torrie (1993) yang menyatakan bahwa Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk

lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.

Koefisien keragaman genetik untuk semua karakter tergolong dalam kategori rendah. Rendahnya nilai tersebut menunjukkan bahwa karakter yang diamati lebih dominan dipengaruhi oleh faktor lingkungan karena rendahnya variari genetik yang terjadi dalam populasi F1. Nilai koefisien keragaman genetik bersama-sama dengan nilai duga heritabilitas dapat memberikan gambaran yang lebih luas tentang variasi karakter yang dapat diwariskan. Hal ini sesuai dengan literatur Suharsono et al. (2006) yang menyatakan bahwa beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah keragaman genetik, heritabilitas, korelasi dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil. Adanya keragaman genetik, yang berarti terdapat perbedaan nilai antar individu genotipe dalam populasi merupakan syarat keberhasilan seleksi terhadap karakter yang diinginkan.

Suatu karakter dapat diturunkan kepada filialnya adalah apabila karakter tersebut memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Selain itu, nilai KT genotipe yang berbeda nyata, korelasi yang nyata serta KKG yang tinggi juga menjadi faktor penentu dalam kegiatan seleksi. Namun dalam penelitian ini yang terjadi justru pengaruh media (lingkungan) yang bersifat nyata sementara populasi F1 (genetik)

heritabilitas sangat bermanfaat dalam proses seleksi. Seleksi akan efektif jika populasi tersebut mempunyai keragaman genetik yang luas dan heritabilitas yang tinggi. Selain informasi ragam populasi, nilai tengah masing – masing genotipe juga berperan dalam efektivitas seleksi. Nilai tengah tersebut dihubungkan dengan idiotipe tanaman yang ingin dicapai.

Korelasi Antar Karaker

Akar merupakan organ yang paling responsif dengan media tempat tumbuhnya. Keracunan Al merupakan salah satu faktor terbesar yang menghambat pertumbuhan tanaman pada tanah masam (Ganados et al., 1993) hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang akar terhambat akibat kandungan Al yang terdapat didalam tanah. Selain tidak berkorelasi dengan diameter sebaran akar, karakter panjang akar ini juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter produksi seperti bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk sehingga peningkatan karakter produksi tidak dapat dijelaskan oleh karakter panjang akar.

Karakter jumlah akar, volume akar dan diameter sebaran akar berkorelasi positif dengan bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah akar, semakin luas diameter sebaran akar dan semakin berat volume akar maka bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk juga akan semakin meningkat.

Dokumen terkait