• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil

Kematangan Gonad

Kematangan gonad ikan betutu ditentukan berdasarkan karakteristik kelamin sekunder pada ikan betina dan ikan jantan. Berikut merupakan data panjang, bobot dan kematangan gonad induk jantan Betutu (Oxyeleotris marmorata) yang disajikan pada Tabel 6.

Induk jantan ikan betutu pada perlakuan pemberian pakan mengalami pertumbuhan panjang dan bobot sebanyak 0,10 cm dan 0,69 g. Pemberian pakan dengan cacing tanah mengalami pertumbuhan panjang dan bobot sebanyak 0,21 cm dan 0,65 g, serta pemberian pakan ikan mas menghasilkan pertumbuhan panjang dan bobot yaitu 0,18 cm dan 0,76 g. Kematangan gonad pada perlakuan pakan ikan teri dan cacing tanah mengalami peningkatan hingga pertengahan pemeliharaan dan mengalami penurunan pada akhir pemeliharaan. Kematangan gonad pada perlakuan pakan ikan mas mengalami peningkatan pada pertengahan dan terus mengalami peningkatan pada akhir pemeliharaan.

Berikut merupakan data pertumbuhan panjang, bobot, dan kematangan gonad induk betina betutu (Oxyeleotris marmorata) yang diamati pada hari pemeliharaan 0, 15 dan 30 hari disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6 Panjang, bobot dan kematangan gonad induk jantan Betutu (Oxyeleotris marmorata) pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan

Parameter Waktu (hari) Perlakuan Pakan

Ikan teri Cacing Tanah Ikan Mas

Panjang Baku (cm) 0 19,00 ± 2,67 18,50 ± 2,81 17,40 ± 1,84 15 19,03 ± 2,63 18,54 ± 2,81 17,45 ± 1,82 30 19,10 ± 2,60 18,71 ± 2,78 17,58 ± 1,76 Bobot (g) 0 154,19 ± 55,85 156,69 ± 71,71 121,62 ± 54,20 15 154,44 ± 55,87 156,98 ± 71,73 121,82 ± 54,21 30 154,80 ± 55,80 157,34 ± 71,78 122,38 ± 54,08 Kemtangan Gonad 0 2 1 1 15 3 3 2 30 1 1 2

Tabel 7 Panjang, bobot dan kematangan gonad induk betina Betutu (Oxyeleotris marmorata) pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan

Parameter Waktu (hari) Perlakuan Pakan

Ikan teri Cacing Tanah Ikan Mas

Panjang Baku (cm) 0 18,69 ± 1,24 18,33 ± 2,55 16,05 ± 1,69 15 18,72 ± 1,22 18,39 ± 2,53 16,09 ± 1,68 30 18,78 ± 1,20 18,51 ± 2,46 16,24 ± 1,62 Bobot (g) 0 139,31 ± 39,41 154,99 ± 64,49 97,06 ± 34,33 15 139,51 ± 39,42 155,17 ± 64,46 97,27 ± 34,32 30 139,90 ± 39,38 155,52 ± 64,43 97,81 ± 34,17 Kematangan Gonad 0 2 2 1 15 3 3 2 30 2 2 2

12

Induk betina ikan betutu pada perlakuan pemberian pakan mengalami pertumbuhan panjang dan bobot sebanyak 0,09 cm dan 0,59 g. Pemberian pakan dengan cacing tanah mengalami pertumbuhan panjang dan bobot sebanyak 0,18 cm dan 0,53 g, serta pemberian pakan ikan mas menghasilkan pertumbuhan panjang dan bobot yaitu 0,19 cm dan 0,75 g. Kematangan gonad pada perlakuan pakan ikan teri dan cacing tanah mengalami peningkatan hingga pertengahan pemeliharaan dan mengalami penurunan pada akhir pemeliharaan. Kematangan gonad pada perlakuan pakan ikan mas mengalami peningkatan pada pertengahan dan terus mengalami peningkatan pada akhir pemeliharaan.

Frekuensi Pemijahan

Frekuensi pemijahan merupakan berapa kali atau jumlah ulangan ikan tersebut melakukan pemijahan pada periode tertentu. Frekuensi pemijahan dan jumlah telur yang teramati selama kegiatan penelitian untuk masing-masing perlakuan pakan disajikan pada Tabel 8.

Pemijahan induk dengan pemberian pakan berupa ikan teri menghasilkan frekuensi pemijahan yang lebih sering yaitu 0,44 kali dibandingkan dengan pemeberian pakan cacing tanah yang hanya terjadi sebanyak 0,33 kali. Pemberian pakan menggunakan ikan mas tidak mengalami pemijahan. Jumlah telur yang dihasilkan berdasarkan pemberian pakan menunjukkan bahwa pemberian pakan berupa ikan teri menghasilkan jumlah telur yang lebih banyak yaitu 32.277 butir dan pemberian pakan berupa cacing tanah yaitu 22.959 butir.

Produksi Telur

Produksi telur yang teramati pada luasan penempelan telur yang teramati pada substrat penempelan telur disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Produksi telur ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) berdasarkan pengelompokan pakan yang diberikan (butir)

Pemberian pakan Ulangan Frekuensi pemijahan n Produksi Telur Produksi telur

Per induk Tanggal

Ikan Teri 1 1 4 15.895 15.895 19-Mar-14 2 3 5 16.382 4.811 24-Feb-14 6.882 25-Feb-14 4.689 25-Mar-14 Cacing Tanah 1 0 4 0 0 2 3 5 22.959 3.167 21-Feb-14 9.683 28-Feb-14 10.109 04-Mar-14 Ikan Mas 1 0 5 0 0 2 0 5 0 0

Tabel 8 Frekuensi pemijahan ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) berdasarkan pengelompokan pakan yang diberikan

Perlakuan Pakan Jumlah Induk Betina Pemijahan (kali) Frekuensi Pemijahan (kali) Jumlah Telur (butir) Ikan Teri 9 4 0,44 32.277 Cacing Tanah 9 3 0,33 22.959 Ikan Mas 10 0 0,00 0

13 Berdasarkan jumlah produksi telur pada pemberian pakan ikan teri untuk ulangan 1 menghasilkan jumlah produksi telur dalam satu kali pemijahan yaitu sebanyak 15.895 butir. Sedangkan pada perlakuan pakan ikan teri ulangan kedua jumlah produksi telur sebanyak 16.382 butir yang berasal dari akumulasi produksi telur individu yaitu 4.811, 6.882, dan 4.689 butir. Perlakuan pakan cacing tanah untuk ulangan 1 tidak menghasilkan produksi telur selama pemeliharaan. Sedangkan pada perlakuan pakan cacing tanah ulangan kedua menghasilkan jumlah produksi telur sebanyak 22.959 butir yang berasal dari akumulasi produksi telur individu yaitu 3.167, 9.683, dan 10.109 butir. Perlakuan pemberian pakan ikan mas untuk kedua ulangan tidak menghasilkan produksi telur selama masa pemeliharaan.

Tingkat Pemberian Pakan dan Konversi Pakan

Manajemen pemberian pakan dapt dievaluasi berdasarkan tingkat pemberian pakan (FR) dan konversi pakan (FCR) disajikan pada Tabel 10.

Berdasarkan tabel 10, menunjukkan tingkat pemberian pakan untuk ikan teri, cacing tanah dan ikan mas masing-masing yaitu 4,00%, 4,00%, dan 4,00%. Konversi pakan ikan mas lebih rendah dibandingkan dengan pemberian pakan yang lain yaitu 5,79.

Pertumbuhan Bobot dan Panjang Mutlak

Pertumbuhan bobot mutlak induk ikan jantan dan betina ikan betutu selama masa pemeliharaan 30 hari berdasarkan pemberian pakan yang berbeda disajikan pada Tabel 11.

Table 10 Tingkat pemberian pakan dan konversi pakan yang diberikan selama kegiatan pemijahan ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) berdasarkan jumlah pakan dan biomassa ikan pada awal dan akhir pemeliharaan.

Parameter Perlakuan Pakan

Ikan teri Cacing tanah Ikan mas

Jumlah pakan (g) 3.360,62 3.373,59 2.629,29

Biomassa ikan awal (g) 2.795,70 2.805,10 2.186,80

Bimassa ikan akhir (g) 2.807,50 2.815,80 2.201,90

FR (%) 4,00 4,00 4,00

FCR 9,48 10,49 5,79

Tabel 11 Laju pertumbuhan bobot induk ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) dengan pemberian pakan yang berbeda.

Induk Pakan Ulangan Waktu pemeliharaan (hari) Bm (g)

0 15 30 Jantan Ikan teri 1 183,06 183,32 183,68 0,62 Ikan teri 2 125,32 125,56 126 0,68 Cacing tanah 1 218,85 219,175 219,55 0,7 Cacing tanah 2 106,96 107,22 107,58 0,62 Ikan mas 1 166,72 166,92 167,34 0,62 Ikan mas 2 76,52 76,72 77,42 0,9 Betina Ikan teri 1 165,125 165,35 165,8 0,68 Ikan teri 2 118,66 118,84 119,18 0,52 Cacing tanah 1 205,95 206,1 206,425 0,48 Cacing tanah 2 114,22 114,42 114,8 0,58 Ikan mas 1 120,44 120,68 121,04 0,6 Ikan mas 2 73,68 73,86 74,58 0,9

14

Pertumbuhan bobot induk ikan betutu selama pemeliharaan 30 hari menunjukkan pertumbuhan bobot untuk induk jantan pada masing-masing pemberian pakan berupa ikan teri, cacing tanah dan ikan mas yaitu rata-rata 0,65 g, 0,66 g dan 0,76 g. Sedangkan pertumbuhan bobot untuk induk betina pada masing-masing pemberian pakan berupa ikan teri, cacing tanah dan ikan mas yaitu rata-rata 0,6 g, 0,53 g, dan 0,75 g.

Pertambahan panjang induk ikan jantan dan betina ikan betutu dengan pemberian pakan yang berbeda disajikan pada Tabel 12

Pertumbuhan panjang induk ikan betutu selama pemeliharaan 30 hari menunjukkan pertumbuhan panjang untuk induk jantan pada masing-masing pemberian pakan berupa ikan teri, cacing tanah dan ikan mas yaitu rata-rata 0,1 cm, 0,21 cm dan 0,18 cm. Sedangkan pertumbuhan panjang untuk induk betina pada masing-masing pemberian pakan berupa ikan teri, cacing tanah dan ikan mas rata-rata yaitu 0,095 cm, 0,17 cm, dan 0,19 cm.

Kualitas Air

Air merupakan faktor utama keberlangsungan kegiatan akuakultur secara kualitatif dan kuantitatif. Kualitas air pada wadah pemijahan ikan betutu selama kegiatan penelitian disajikan pada Tabel 13 beserta referensi kualitas air yang dianjurkan untuk pemeliharaan ikan air tawar.

Tabel 13 Kualitas air wadah pemijahan ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)

Pakan Waktu (hari ke) Parameter Suhu (ºC) pH DO (mg/l) CO2 (mg/l) Nitrit (mg/l) Kesadahan (mg/ l) Ikan teri 0 24 - 25 7,0 -7,2 5,1 - 5,2 0,00 - 4,00 0,09 - 0,35 5,91 - 33,51 15 24 - 25 7,1 - 7,4 4,7 - 5,4 4,00 - 23,97 0,35 - 0,43 21,68 - 23,65 30 24 - 25 7,1 - 7,4 4,9 - 5,0 11,99 - 15,98 0,09 - 0,72 15,77 - 31,54 Cacing tanah 0 24 - 25 7,0 - 7,1 6,0 - 6,2 7,99 - 4,00 0,14 - 0,71 19,71 - 31,54 15 24 - 25 7,1 - 7,2 6,0 - 6,2 4,00 0,43 - 1,24 23,65 - 33,51 30 24 - 25 7,1 - 7,3 5,7 - 6,0 4,00 - 7,99 0,28 - 0,53 23,65 - 27,60 Ikan mas 0 24 - 25 7,0 - 7,2 5,0 - 5,2 7,99 - 4,00 0,14 - 0,16 25,63 - 27,60 15 24 - 25 7,0 - 7,3 4,9 - 5,6 4,00 0,46 - 0,51 17,74 30 24 - 25 7,1 - 7,2 4,7 - 4,9 11,99 - 15,98 0,14 - 0,16 43,37 - 47,31 Referensi 25-32 Boyd (1979) 6,5-9 Effendi (2003) >5 mg/ l Boyd (1968) <10 mg/ l Effendi (2003) < 1 mg/ l Menlh (2001) <25 mg/ l Boyd (1979) Tabel 12 Pertambahan panjang induk ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)

dengan pemberian pakan yang berbeda.

Induk Pakan Ulangan Waktu pemeliharaan (hari) Lm (cm)

0 15 30 Jantan Ikan teri 1 20,2 20,22 20,3 0,1 Ikan teri 2 17,8 17,84 17,9 0,1 Cacing tanah 1 21,125 21,175 21,3 0,18 Cacing tanah 2 16,4 16,44 16,64 0,24 Ikan mas 1 18,8 18,86 18,92 0,12 Ikan mas 2 16 16,04 16,24 0,24 Betina Ikan teri 1 19,05 19,075 19,175 0,13 Ikan teri 2 18,4 18,44 18,46 0,06 Cacing tanah 1 20,25 20,3 20,35 0,1 Cacing tanah 2 16,8 16,86 17,04 0,24 Ikan mas 1 17 17,04 17,18 0,18 Ikan mas 2 15,1 15,14 15,3 0,2

15 Kualitas air pada wadah pemijahan ikan betutu memiliki rentang kisaran suhu 24º C hingga 25º C, pH air pada wadah berkisar 7,0 hingga 7,4, parameter DO yaitu 4,7 mg/l O2 hingga 6,0 mg/l O2, kadar karbondioksida (CO2) yaitu 0,00 mg/l hingga 15,98 mg/l, nilai nitrit yaitu berkisar 0,09 mg/l NO2-N hingga 1,24 mg/ l NO2

-N dan parameter kesadahan yaitu berkisar 5,91 mg/l hingga 47,31 mg/ l.

Pembahasan

Pemijahan ikan betutu dilakukan dengan rasio pemijahan 1:1 untuk setiap perlakuan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tavarutmaneegul dan Lin (1988). Proses pemijahan ikan betutu secara alami terjadi pada luar tubuh. Induk betina akan mengeluarkan telur dan menempelkannya pada permukaan substrat buatan diiringi dengan penyemprotan sperma oleh induk jantan. Proses pemijahan umumnya terjadi pada malam hari (Tavarutmaneegul dan Lin 1988), namun tidak jarang juga pemijahan terjadi di siang hari (Komarudin 2000). Ikan betutu dapat memijah sepanjang tahun (Tavarutmaneegul dan Lin 1988), pemijahan lebih sering terjadi saat memasuki musim penghujan dan cendrung menurun pada musim kemarau yaitu pada bulan juli hingga september (Komarudin 2000). Menurut Welcome (1985) menyatakan puncak pemijahan pada kebanyakan spsies ikan di daerah tropis adalah pada saat air melimpah atau banjir.

Dinamika musim penghujan ini ditiru pada setiap perlakuan dengan penurunan air pada pagi menjelang siang hari dan penambahan air dilakukan pada sore hari. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan kegiatan pemijahan. Berdasarkan penelitian Sumawidjaja et al. (2002), penambahan air pada kolam tanah (200 m2) sebanyak 983.080 L saat periode pemijahan musim kemarau menghasilkan jumlah pemijahan lebih banyak terjadi yaitu 36 ekor/kolam. Sedangkan pada kolam beton (200 m2) dengan penambahan air 65.020 L tidak terjadi proses pemijahan. Lagler (1972) dalam Adji (2013) menyatakan perubahan ketinggian permukaan air dapat mempengaruhi atau merangsang ikan untuk melakukan reproduksi. Penambahan air pada kolam tanah dapat merangsang pemijahan ikan dengan menghasilkan jumlah pemijahan yang lebih banyak terjadi dibandingkan pada kolam beton saat musim kemarau. Hal ini menunjukkan pemijahan ikan betutu dapat dioptimalkan baik pada musim penghujan maupun musim kemarau dengan meniru dinamika musim penghujan yaitu penambahan air.

Reproduksi merupakan hal yang sangat penting dari suatu siklus hidup organisme, dengan mengetahui biologi reproduksi ikan dapat memberikan keterangan yang berarti mengenai tingkat kematangan gonad, fekunditas, frekuensi dan musim pemijahan, dan ukuran ikan pertama kali matang gonad dan memijah (Nikolsky 1963). Salah satu aspek biologi reproduksi adalah kematangan gonad yaitu tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 1979). Tingkat kematangan gonad induk jantan dan betina pada awal pemeliharaan untuk setiap perlakuan menunjukkan tingkat kematangan yang berbeda. Perbedaan pematanga gonad tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur, ukuran ikan, dan sifat fisiologis masing-masing individu. Sedangkan faktor luar meliputi suhu, makanan, dan arus perairan (Lagler et al. 1977 dalam Rahmawati 2006).

16

Kematangan gonad induk betina pada perlakuan pakan ikan teri mengalami peningkatan saat pertengahan pemeliharaan dan mengalami penurunan pada akhir pemeliharaan. Hal ini menunjukkan adanya pematangan gonad hingga terjadi ovulasi. Kematangan gonad pada perlakuan pakan ikan mas mengalami peningkatan pada pertengahan dan terus mengalami peningkatan pada akhir pemeliharaan. Hal ini menunjukkan pengaruh energi pada pakan yang dikonsumsi oleh ikan tidak dapat terserap secara optimal, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses pematangan gonad. Menurut Susanti dan Mayudin (2012) faktor yang mempengaruhi penyerapan energi dari pakan yang dikonsumsi salah satunya adalah faktor pakan dan lingkungan. Pakan dengan kadar protein yang rendah mempengaruhi komposisi protein pada induk yang kemudian digunakan oleh tubuh sebgai cadangan untuk pembentukan dan pematangan gonad (Gunasekera et al. 1996; Al hafedh et al. 1999 dalam Susanti dan Mayudin 2012).

Produksi telur ikan betutu dapat diketahui melalui pengukuran luasan penempelan telur pada substrat/sarang dengan menghitung jumlah telur/cm2 (Tavarutmaneegul dan Lin 1988). Produksi telur pada ikan diketahui untuk mengevaluasi ketersedian ikan untuk memenuhi kebutuhan pasar ikan, pelaksananaan kegiatan budidaya dan mengevaluasi manajemen perikanan yang baik (Musa dan Bhuiyan 2007). Berdasarkan jumlah produksi telur pada pemberian pakan ikan teri dan cacing tanah relatif mengalami peningkatan selama kegiatan pemijahan berlangsung. Jumlah telur induk ikan betutu terbanyak yang dihasilkan melalui pemberian pakan ikan teri yaitu sebanyak 15.895 butir dengan rata-rata bobot induk betina 139,31 g ± 39,41. Jumlah telur induk ikan betutu terbanyak yang dihasilkan melalui pemberian pakan cacing tanah yaitu sebanyak 10.109 butir dengan rata-rata bobot induk betina 154,99 g ± 64,49. Berdasarkan Sukendi (2001), nilai fekunditas suatu spesies ikan selain dipengaruhi oleh ukuran panjang total juga dipengaruhi oleh bobot tubuhnya. Menurut Effendi (1997), produksi telur sering dihubungkan dengan bobot ikan, karena bobot ikan lebih mendekati kondisi ikan tersebut daripada panjang tubuh.

Menurut Komarudin (2000) bobot induk betutu antara 150 – 200 g menghasilkan kisaran fekunditas sebanyak 26.000 – 129.000 butir dengan rata-rata fekunditas 62.000 butir. Jumlah produksi telur yang dihasilkan pada ketiga perlakuan pemberian pakan masih sedikit, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi fekunditas ikan yaitu panjang (Clark 1943 dalam Musa dan Bhuiyan 2007), bobot (Reynold dan Gross 1992), jumlah telur pada ovary (Bagenal 1957) dan umur induk (Musa dan Bhuiyan 2007). Faktor eksternal menurut Bagenal (1957) yang mempengaruhi fekunditas diantaranya lingkungan dan pakan.

Pemijahan induk dengan pemberian pakan berupa ikan teri menghasilkan frekuensi pemijahan yang lebih sering yaitu 0,44 kali dengan jumlah total telur sebanyak 32.277 butir. Frekuensi pemijahan induk betutu dengan pemberian pakan cacing tanah yang hanya terjadi sebanyak 0,33 kali dan jumlah total telur yang dihasilkan sebanyak 22.959 butir. Pemberian pakan yang berbeda menunjukan pengaruh yang nyata terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi kadar protein yang terkandung pada pakan yang diberikan. Protein berfungsi sebagai zat pembangun yang dapat membentuk kembali jaringan yang rusak dan untuk bereproduksi (Rujiman 1997; Kawatu 1999 dalam Solang 2010)

17 Protein pada induk ikan juga digunakan oleh tubuh sebagai cadangan energi dalam pembentukan dan pematangan gonad (Gunasekera et al 1996; Al hafedh et al 1999 dalam Susanti 2012). Selain protein, lemak juga berperan penting dalam struktur biologi membran, komponen hormon dan prekursor dari berbagai fungsi metabolisme seperti hormon prostaglandin pada proses reproduksi (NRC 1983).

Pemijahan ikan betutu yang dilakukan oleh Taverutmaneegul dan Lin (1988) menggunakan 250 hingga 300 ekor pasang jantan dan betina dengan bobot berkisar 300 – 500 gram per ekor pada wadah seluas 1600 m2. Hal ini setara dengan padat tebar pemijahan yang digunakan yaitu 62 ekor sampai 75 ekor/ 200 m2. Pemijahan ikan betutu yang dilakukan Sumawidjaja et al.. (2002) menggunakan 16 pasang induk pada kolam seluas 200 m2. Hal ini menunjukkan padat tebar yang digunakan yaitu 32 ekor/200 m2. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan pada tebar yang digunakan yaitu 10 ekor/6 m2. Jika padat tebar yang digunakan pada penelitian kali ini dikonversi ke luas kolam 180 m2 maka, padat tebar yang digunakan yaitu 300 ekor/180 m2. Berdasarkan penelitian tersebut menjelaskan bahwa padat tebar yang tinggi dapat digunakan pada pemijahan ikan betutu.

Ketinggian air yang digunakan pada penelitian Sumawidjaja et al. (2002) pada kolam 200 m2 yaitu 85 cm sehingga volume air sebanyak 170.000 l. Sedangkan ketinggian air pada penelitian kali ini dengan luas bak 6 m2 yaitu 40 cm sehingga volume air yang digunakan sebanyak 2400 l. Ketinggian air yang mencapai 40 cm untuk setiap bak pemijahan beracuan pada sifat ikan betutu lebih sering mendiami dasar perairan dan mampu hidup pada kedalaman 40 cm. Hal ini menunjukkan ketinggian air minimum yang digunakan tidak mempengaruhi proses pemijahan ikan betutu.

Upaya perbaikan kegiatan pemijahan dapat dilakukan salah satunya melalui perbaikan pakan, jenis pakan, dan nutrisi pakan. Pemberian pakan pada penelitian kali ini berupa pakan ikan segar yang terdiri dari ikan teri, cacing tanah dan ikan mas. Sumawidjaja et al. (2002) pada penelitian pemijahan ikan betutu sebelumnya menggunakan tingkat pemberian pakan (FR) pada induk yaitu sebesar 7% dari biomassa perhari. Sedangkan menurut Komarudin (2002) menyatakan tingkat pemberian pakan ikan betutu yang dipelihara dalam kolam yaitu sebesar 5% dari biomassa perhari. Berdasarkan tingkat pemberian pakan (FR) pada penelitian ini menunjukkan tingkat pemberian pakan yang diberikan rata-rata mencapai 5,68%. Namun, tingkat pemberian pakan sebesar 4 - 5% pada pemijahan ikan betutu menunjukkan bahwa tingkat pemberian pakan 4% dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemijahan ikan betutu. Konversi pakan (FCR) pada perlakuan masing-masing pemberian pakan menunjukkan hasil yang belum optimal yaitu 9,48; 10,49; dan 5,79.

Ikan merupakan hewan poikilothermal atau suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu media pemeliharaan ikan berdampak pada migrasi, pemijahan, penetasan telur (Thompson dan Larsen 2004), metabolisme, fisiologi dan terutama kegiatan reproduksi (Bhatnagar dan Devi 2013). Suhu media pemijahan ikan betutu pada penelitian kali ini berkisar 24ᴼ C – 27ᴼ C, suhu ini masih berada dikisaran toleransi ikan tropis yaitu 25ᴼ C – 32ᴼ C (Boyd dan Lichtkoppler 1979). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan batas bawah) untuk melangsungkan kegiatan metabolisme (Purnamaningtyas dan Satria 2010).

18

Oksigen terlarut (DO) menjadi faktor penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan budidaya. Oksigen terlarut pada wadah pemijahan dijaga menggunakan alat bantu berupa Hi Blow yang mendistribusikan udara pada tiga titik selang untuk masing-masing bak pemijahan. Kadar oksigen terlarut yang teramati selama penelitian yaitu berkisar 4.7 – 6.2 mg/l O2. Menurut Boyd dan Lichtkoppler (1979), kadar oksigen terlarut yang ditoleransi oleh ikan tropis yaitu 1 – 5 mg/l O2. Oksigen terlarut pada suatu perairan atau wadah budidaya sangat berpangaruh pada pertumbuhan, distribusi, fisiologi, tingkah laku ikan (Bhatnagar dan Devi 2013) terutama nafsu makan ikan (Boyd dan Lichtkoppler 1979). Menurut Bjornn dan Reiser (1991), kadar oksigen terlarut pada media pemijahan ikan yang baik tidak lebih rendah dari 5,00 mg/l O2.

Derajat keasaman (pH) pada media air pemijahan ikan betutu yaitu berkisar 7.0 – 7.5. Menurut Effendi (2003), pH pada media budidaya yang berkisar antara 6,5 – 9 dapat mendukung kegiatan perikanan. Menurut Boyd dan Lichtkoppler (1979), pH pada media budidaya kurang dari 6,5 akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lamban, dan pH kurang dari 5 - 4 mengakibatkan ikan tidak bisa melakukan kegiatan reproduksi. Derajat keasaman (pH) pada penelitian kali ini masih berada dibatas toleransi ikan yaitu 7,0 – 7,4. Kadar CO2 media pemijahan selama kegiatan penelitian berlangsung yaitu berkisar 4.00 – 23.97 mg/l CO2. Kadar CO2 pada penelitian kali ini lebih tinggi dibandingkan kadar CO2 yang dapat ditoleransi oleh organisme akuatik yaitu kurang dari 10 mg/l CO2 (Effendi 2003). Menurut NTAC (1968) menyarankan agar kandungan karbondioksida bebas tidak melampaui 25 mg/l CO2 dengan catatan oksigen terlarut cukup tersedia pada media budidaya.

Kesadahan pada suatu perairan menunjukkan konsentrasi kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) sebanyak miligram per liter (Boyd dan Lichtkoppler 1979). Kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) merupakan makromineral yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah yang relatif besar. Mineral kalsium (Ca) memiliki fungsi struktural yaitu pembentukan struktur seperti tulang, gigi dan sisik ikan serta berperan dalam kontraksi otot ikan. Magnesium (Mg) merupakan kofaktor kerja enzim dalam metabolisme protein, karbohidrat lemak. Oleh karena itu, magnesium berpengaruh pada nafsu makan ikan serta pertumbuhan ikan (Tambunan dan Nainggolan 2013). Pemberian pakan segar berupa ikan mas tidak menghasilkan pemijahan. Hal ini diduga karena konsentrasi kesadahan pada media pemeliharaan induk mencapai 47,31 mg/l CaCO3. Menurut Boyd dan Lichtkoppler (1979), konsentrasi kesadahan pada suatu media budidaya tidak boleh melewati 25 mg/l CaCO3. Menurut Susanto H (2001) kelebihan magnesium dari batas toleransi hidup ikan menyebabkan ikan tidak mampu mengekskresikan magnesium (Mg) yang terserap secara normal. Hal tersebut akan mengakibatkan hipermagnesia dan ikan menjadi lesu, penyerapan nutrisi berkurang sehingga kegiatan reproduksi ikan terganggu.

Nitrit seperti halnya amoniak juga bersifat racun terhadap ikan karena nitrit tersebut dapat mengoksidasi Fe2+ (Hb dalam darah ikan) sehingga kemampuan darah ikan untuk mengikat oksigen dari air akan merosot (Lubis 2002). Kadar nitrit media pemijahan ikan betutu pada pemberian pakan berupa cacing tanah lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan pakan lainnya yaitu 1,24 mg/ l NO2-N saat pertengahan pemeliharaan. Berdasarkan baku mutu perairan untuk kadar nitrit pada perairan lebih baik kurang dari 1 mg/l NO2-N (Menlh 2001). Menurut Lubis

19 (2002) nitrit (NO2) yang berlebih pada suatu perairan dapat mengakibatkan terganggunya transportasi oksigen dan kerusakan jaringan dalam tubuh ikan.

Dokumen terkait