Hasil
Perbanyakan inokulum CMA
Jenis CMA, formulasi media vermikompos dan interaksi antara jenis CMA dengan formulasi media berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar tanaman inang P. javanica, jumlah spora CMA, bobot kering akar, bobot kering akar terinfeksi, dan bobot kering total (Tabel 2).
Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap kolonisasi akar, jumlah spora, dan pertumbuhan tanaman inang P. javanica
Peubah CMA Vermikompos CMA x
vermikompos KK (%) kolonisasi akar 75,97*** 19,78*** 6,05** 18,35 % Jmlh spora 55,04*** 26,52*** 9,72*** 17,32 % Bobot kering akar 11,45*** 37,59*** 7,15*** 12,88 % Bobot kering akar
terinfeksi 14,37
** 9,04*** 3,20* 30,90 %
Bobot kering total 78,47*** 159,09*** 5,43*** 7,45 % Keterangan : ***) berpengaruh sangat nyata pada P=0.001, **) berpengaruh nyata pada P=0.01, *)
berpengaruh nyata pada P=0.05
Kolonisasi akar dan jumlah spora
Hasil uji lanjut pengaruh interaksi antara jenis CMA dan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar inang P. javanica menunjukkan bahw a perlakuan terbaik dihasilkan oleh jenis CMA G. etunicatum dengan pemupukan hyponex merah. Kemudian diikuti oleh jenis Glomus sp. dengan hyponex merah dan jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40%. Penurunan yang sangat tajam terjadi pada jenis Glomus sp. akibat pemberian vermikompos (Gambar 5).
Pada peubah jumlah spora, perlakuan terbaik dihasilkan oleh jenis Glomus sp. dengan hyponex merah yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Data menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang sangat signifikan pada jumlah spora kedua jenis CMA seiring dengan penambahan vermikompos (Gambar 6). Akan tetapi jenis G. etunicatum mampu menghasilkan kolonisasi akar dan jumlah spora
yang lebih baik dibandingkan jenis Glomus sp. Hal ini diduga karena G. etunicatum lebih toleran terhadap penambahan vermikompos (Gambar 5 dan 6).
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Kolonisasi akar (%)
Formulasi media vermikompos (%)
G. etunicatum 86,11 53,15 57,78 72,77 79,45
Glomus sp. 84,45 27,78 25,55 25,56 29,89
0 10 20 30 40
Gambar 5. Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar tanaman inang P. javanica pada bulan ketiga
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Jumlah spora
Formulasi media vermikompos (%)
G. etunicatum 345 124 95 148 95
Glomus sp. 889 13 8 12 10
0 10 20 30 40
Gambar 6. Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap jumlah spora CMA tanaman inang P. javanica pada bulan ketiga
0% +Hyponex
Gambar 7. Hifa (a) dan vesikel (b) akar tanaman inang P. javanica pada bulan ketiga di rumah kaca (Pengamatan menggunakan mikroskop binokuler Nikon YS100 dengan perbesaran 100x)
Tabel 3. Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap bobot kering tanaman P. javanica
Formulasi media vermikompos (%)
Jenis CMA 0%+Hyponex 10 20 30 40
Rerata bobot kering akar (g)
G.etunicatum 2,74 b 2,64 b 2,46 bc 2,53 bc 2,39 bcd Glomus sp. 2,98 b 2,96 b 3,96 a 2,52 bc 2,74 b
Rerata bobot kering akar terinfeksi (g)
G.etunicatum 2,35 ab 1,39 bcd 1,51 bcd 1,81 abc 1,90 ab Glomus sp. 2,53 a 0,83 cde 0,51 de 0,31 e 0,59 de
Rerata bobot kering total (g)
G.etunicatum 11,93 d 14,41 c 16,77 b 16,91 b 16,28 b Glomus sp. 11,33 de 15,61 bc 18,74 a 16,95 b 15,41 bc Keterangan : Rerata sebaris dan sekolo m diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%
Jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 20%, menghasilkan bobot kering akar tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya , dan bobot kering akar tanaman inang terendah dihasilkan oleh jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40%. Jenis Glomus sp. dengan pemupukan hyponex merah menghasilkan bobot kering akar terinfeksi tertinggi, sedangkan terendah dihasilkan oleh jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 30%. Bobot kering tanaman tertinggi dihasilkan oleh perlakuan jenis Glomus sp. pada penambahan vermikompos 20% dan terendah adalah jenis Glomus sp. pada pemupukan dengan hyponex merah (Tabel 3).
a b
Hifa
Pengujian potensi inokulum CMA
Tabel 4. Potensi inokulum cendawan mikoriza arbuskula per 100 g media zeolit Jumlah pr opagul infektif (KA 10%) Perlakuan Jumlah/100 g
zeolit
Kisaran jumlah propagul *) G. etunicatum
G. etunicatum dengan vermikompos 30% G. etunicatum dengan vermikompos40% Glomus sp.
Glomus sp. dengan vermikompos 30% Glomus spdengan vermikompos 40%
308 x 104 7,7 x 104 5,4 x 104 10120 x 104 0,12 x 104 0,19 x 104 145 – 652 x 104 3,6 – 16,3 x 104 0,50 – 2,50 x 104 4770 – 21440 x 104 0,41 – 0,57 x 104 0,88 – 3,96 x 104 Keterangan : *) Kisaran jumlah propagul pada selang kepercayaan 95 %
Jenis Glomus sp. menghasilkan jumlah propagul terbanyak yaitu 10120 x 104 propagul dan terendah dihasilkan oleh Glomus sp. dengan vermikompos 30% yaitu 0,12 x 104 propagul (Tabel 4).
Uji efektivitas formulasi inokulum CMA pada semai jati Muna
Hasil analisis sidik ragam pada peubah pertumbuhan semai jati Muna menunjukkan bahwa formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap tinggi semai, diameter, bobot kering puc uk, bobot kering akar, bobot kering akar terinfeksi, bobot kering total, nisbah pucuk akar, kolonisasi akar semai jati Muna dan jumlah spora CMA . Dosis formulasi inokulum juga berpengaruh nyata terhadap tinggi semai jati, diameter dan bobot kering pucuk. Sedangkan interaksi antara jenis formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar semai jati Muna dan jumlah spora CMA (Tabel 5).
Tabel 5. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap peubah pertumbuhan, kolonisasi akar dan jumlah spora semai jati Muna
Peubah CMA DOSIS CMA x DOSIS KK (%) Tinggi semai 2 MST 0,31tn 0,40 tn 0,68 tn 23,45 Tinggi semai 4 MST 1,72 tn 1,20 tn 1,70 tn 20,80 Tinggi semai 6 MST 3,15** 4,41 ** 1,25 tn 20,11 Tinggi semai 8 MST 5,37 *** 4,45 ** 1,27 tn 18,03 Tinggi semai 10 MST 5,65 *** 4,99 ** 1,55 tn 14,41 Tinggi semai 12 MST 4,99 *** 6,57 *** 1,40 tn 12,81 Diameter semai 4,87 ** 4,41 ** 1,01 tn 14,11 Bobot kering pucuk 8,32 *** 3,20 ** 0,34 tn 26,74 Bobot kering akar 11,56 *** 1,40 tn 0,42 tn 27,80 Bobot kering akar
terinfeksi 11,12
*** 0,54 tn 0,81 tn 19,36
Bobot kering total 10,36 *** 2,67 tn 0,22 tn 25,62 Nisbah pucuk akar 4,79 *** 2,15 tn 1,86 tn 8,48 kolonisasi akar 4,77 *** 1,04 tn 3,60 *** 15,04 Jmlh spora 9,32 *** 1,24 tn 2,76 ** 7,53 Keterangan : ***) berpengaruh sangat nyata pada P=0.001, **) berpengaruh nyata pada P=0.01, *)
berpengaruh nyata pada P=0.05, tn) berpengaruh tidak nyata pada P>0.05
Pertumbuhan semai jati Muna
Secara umum inokulasi CMA cenderung memberikan respon pertumbuhan semai jati Muna yang lebih baik dibanding tanpa pemberian CMA (kontrol). Perlakuan formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap tinggi dan diameter semai jati pada saat berumur 6 MST. Perlakuan formulasi inokulum G. etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan tinggi semai jati Muna yang tidak berbeda nyata dengan formulasi inokulum Glomus sp. dengan vermikompos 40%. Sedangkan perlakuan tanpa formulasi inokulum CMA (kontrol) menghasilkan pertumbuhan semai jati Muna terendah (Gambar 8).
0 5 10 15 20 25 30 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Umur semai (minggu)
Tinggi semai (cm) KONTROL GE GE+V30% GE+V40% E E+V30% E+V40%
Gambar 8. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna sampai umur 12 MST di persemaian rumah kaca, GE (G.etunicatum), GE+V30%, (G.etunicatum dengan vermikompos 30%), GE+V40% (G.etunicatum dengan vermikompos 40%), E (Glomus sp.), E+V30% (Glomus sp. dengan vermikompos 30%), E+V40% (Glomus sp. dengan vermikompos 40%)
Gambar 9. Semai jati Muna yang diinokulasi CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% (kiri), jenis Glomus sp. dengan vermikompos 40% (kanan) dan tanpa CMA (tengah) pada umur 12 MST
GE + V40%
0,360 0,62 0,68 0,77 0,62 0,71 0,78 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 Diameter semai (cm)
KONTROL GE GE+V30% GE+V40% E E+V30% E+V40% Formulasi inokulum CMA
Gambar 10. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna 12 MST di persemaian rumah kaca
Formulasi inokulum CMA juga berpengaruh nyata terhadap diameter semai jati Muna pada umur 12 MST. Secara umum semai yang diinokulasi dengan CMA menghasilkan diameter yang lebih besar dibandingkan semai tanpa inokulasi CMA (kontrol). Penggunaan formulasi CMA G. etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan diameter semai yang tidak berbeda nyata dengan diameter semai Glomus sp. dengan vermikompos 40% (Gambar 10).
0 5 10 15 20 25 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST
Umur semai (minggu)
Tinggi semai (cm)
Kontrol 10 g 15 g 20 g
Gambar 11. Pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna sampai umur 12 MST di persemaian rumah kaca
c b ab a b ab a
Dosis formulasi inokulum CMA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai jati Muna. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan semai jati yang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pemberian dosis formulasi inokulum. Pada umur 12 MST pemberian formulasi inokulum CMA sampai dosis 20 g per semai nyata meningkatkan tinggi semai, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 15 g per semai (Gambar 11).
0,54 0,64 0,73 0,72 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 Diameter semai (cm) Kontrol 10 g 15 g 20 g
Dosis formulasi inokulum
Gambar 12. Pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna umur 12 MST di persemaian rumah kaca
Perkembangan diameter semai jati Muna juga dipengaruhi oleh dosis formulasi inokulum. Secara umum peningkatan dosis cenderung meningkatkan diameter semai jati Muna, namun demikian pemberian dosis formulasi inokulum 15 g per semai yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan pemberian dosis formulasi inokulum 20 g per semai (Gambar 12).
Peningkatan bobot kering semai, bobot kering pucuk, bobot kering akar, dan bobot kering akar terinfeksi nyata dipengaruhi oleh formulasi inokulum CMA. Secara umum bobot kering semai jati Muna yang diinokulasi dengan CMA cenderung lebih meningkat dibandingkan dengan semai tanpa inokulasi CMA (kontrol). Perlakuan formulasi inokulum G. etunicatum dengan vermikompos 40% menghasilkan bobot kering semai dan bobot kering pucuk terbesar dengan peningkatan berturut-turut sebesar 529% dan 408% dibandingkan dengan kontrol. Terjadi penurunan nisbah pucuk akar jati Muna pada semai yang diinokulasi dengan
c
b
CMA dan cenderung hampir seimbang berkisar dari 1,20 sampai 2,07. Nisbah pucuk akar terendah dihasilkan oleh perlakuan formulasi inokulum jenis Glomus sp. dengan vermikompos 30%, sedangkan nisbah pucuk akar pada perlakuan tanpa CMA (kontrol), peningkatan nilai NPA sampai mencapai 4,03 (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh inokulum CMA terhadap bobot kering dan nisbah pucuk akar semai jati Muna
Formulasi inokulum CMA Rerata BK semai (g) Peningkatan (%) Rerata BK pucuk (g) Peningkatan (%) Nisbah pucuk akar G. etunicatum 6,96 c 208 4,40 d 154 1,81 ab GE + V30% 11,23 b 397 6,69 bc 287 1,52 bc GE + V40% 14,21 a 529 8,79 a 408 1,63 bc Glomus sp. 7,70 c 241 5,08 cd 194 2,07 a E + V30% 11,13 b 392 6,27 c 262 1,30 c E + V40% 13,58 ab 500 8,06 ab 366 1,46 bc Rerata CMA 10,80 x 378 6,55 x 279 1,63 x Tanpa CMA 2,26 y 0 1,73 y 0 4,03 y
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Tabel 7. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi semai jati Muna
Formulasi inokulum Rerata BK akar (g) Peningkatan (%) Rerata BK akar terinfeksi (g) Peningkatan (%) G. etunicatum 2,55 b 381 1,26 b 207 GE + V30% 4,54 a 757 1,86 a 354 GE + V40% 5,42 a 923 2,10 a 412 Glomus sp. 2,62 b 394 1,35 b 229 E + V30% 4,86 a 817 2,02 a 393 E + V40% 5,51 a 939 2,13 a 419 Rerata CMA 4,25 x 701 1,79 x 337 Tanpa CMA 0,53 y 0 0,41 y 0
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Pada Tabel 7 menunjukkan terjadinya peningkatan bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi pada semai jati Muna yang diinokulasi dengan CMA dibandingkan dengan semai jati yang tidak diinokulasi CMA. Perlakuan formulasi inokulum jenis Glomus sp. dengan vermikompos 40% mampu menghasilkan bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi berturut-turut sebesar 939% dan 419% dibandingkan dengan semai jati kontrol.
Kolonisasi akar dan jumlah spora
Tabel 8. Pengar uh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum terhadap kolonisasi akar pada semai jati Muna
Dosis formulasi inokulum (g) Formulasi
inokulum CMA 10 15 20
G. etunicatum 65,56 defg 71,11 cdefg 52,22 g G. etunicatum dengan
vermikompos 30 % 80,00 abcde 71,18 cdefg 84,44 abcde G. etunicatum dengan
vermikompos 40% 97,78 a 75,56 abcde 74,44 bcdef Glomus sp. 81,11 abcde 53,33 fg 82,22 abcde Glomus sp. dengan residu
vermikompos 30% 87,78 abcd 84,44 abcde 83,33 abcde Glomus sp. dengan
vermikompos 40% 64,45 efg 90,00 abc 95,55 ab
Rerata CMA 79,45 x 74,27 x 78,70 x
Tanpa CMA (kontrol) 35,55 y
Keterangan : Rerata sekolom dan sebaris diikuti oleh huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Interaksi antara formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar dan jumlah spora. Secara umum perlakuan formulasi inokulum CMA mampu meningkatkan kolonisasi akar dan jumlah spora CMA pada semai jati Muna jika dibandingkan dengan semai jati Muna kontrol (Tabel 8). Kolonisasi akar pada semai yang diberi perlakuan formulasi inokulum CMA mem iliki rerata lebih dari 70% dan termasuk dalam kategori tingkat kolonisasi akar kelas 5 (Lampiran 9b). Penggunaan formulasi inokulum jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% pada dosis 10 g per semai telah menghasilkan
kolonisasi akar tertinggi bila diba ndingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan semai kontrol menunjukkan kolonisasi akar yang terendah.
Gambar 13. Hifa (a) dan vesikel (b) pada akar semai jati Muna pada umur 12 MST (pengamatan menggunakan mikroskop binokuler Nikon YS100 dengan perbesaran 100x)
Tabel 9. Pengaruh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum terhadap jumlah spora pada semai jati Muna
Dosis formulasi inokulum (g) Jenis formulasi
inokulum CMA 10 15 20
G. etunicatum 234 abc 323 ab 278 abc
G. etunicatum dengan
vermikompos 30% 151 bcde 369 a 199 abcd G. etunicatum dengan
vermikompos 40% 294 abc 139 cde 209 abc
Glomus sp. 238 abc 299 abc 230 abc
Glomus sp. dengan
vermikompos 30% 77 ef 152 bcde 60 f Glomus sp. dengan
vermikompos 40% 180 abcd 86 def 154 abcde
Rerata CMA 196 x 232 x 188 x
Tanpa CMA (kontrol) 14 y
Keterangan : Rerata sekolom dan sebaris diikuti oleh huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, perbandingan antara rerata CMA dan tanpa CMA diuji berdasarkan sidik ragam
Peningkatan jumlah spora cenderung terjadi pada semai jati Muna yang diinokulasi dengan CMA jika dibandingkan dengan semai jati yang tidak diinokulasi CMA (Tabel 9). Pemberian dosis formulasi inokulum sebanyak 15 g per semai menghasilkan rerata jumlah spora sebesar 232 spora per 30 g sampel tanah. Pada
Hifa
b a
perlakuan kontrol juga terdapat spora yang diduga berasal dari spora media tanah yang digunakan, akan tetapi jumlahnya sangat sedikit yaitu 14 spora per 30 g sampel tanah.
Pembahasan
Perbanyakan inokulum CMA
Perbanyakan inokulum CMA dengan penambahan pupuk vermikompos dilakukan untuk mendapatkan suatu inokulum yang tidak hanya menyediakan propagul CMA akan tetapi juga didapatkan residu vermikompos. Pupuk vermikompos dicobakan dengan harapan dapat meningkatkan mutu inokulum yang diproduksi, dengan menguji komposisi yang seimbang dimana kolonisasi dan pembentukan spora masih dapat terjadi dengan baik. Sedangkan residu pupuk vermikompos dapat digunakan oleh tanaman sebagai sumber unsur hara awal sebelum mendapatkan suplai unsur hara secara optimal dari asosiasinya dengan cendawan mikoriza. Isolat yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu G. etunicatum (terseleksi) adalah isolat eksotik yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Kemudian isolat tersebut diperbanyak di Laboratorium Silvikultur IPB. Isolat kedua adalah jenis Glomus sp. yang diisolasi dari bawah tegakan jati Muna kemudian ditrapping dan diperbanyak (Koleksi laboratorium Budidaya pertanian Fakultas Pertanian UNHALU Kendari). Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa sampel tanah diambil pada bawah tegakan jati Muna di daerah Wakuru dengan pH tanah 4,6, kandungan N sebesar 0,06%, P2O5 13,07 ppm, dan
K2O 0,22 cmol/kg serta ketinggian 10-15 mdpl (BALITBANGHUT dan DISHUT
SULTRA 2004).
Secara umum pada percobaan perbanyakan inokulum CMA, penambahan vermikompos cenderung menekan perkembangan kolonisasi CMA dan pembentukan spora kedua jenis CMA jika dibandingkan dengan pemberian hara hyponex merah. Pemberian hara hyponex merah sebanyak 1 g/l air diberikan ke tanaman seminggu sekali sesuai dengan prosedur baku yang dikembangkan oleh Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Bioteknologi IPB. Pemberian hara hyponex merah menghasilkan kolonisasi akar dan jumlah spora tertinggi jika
dibandingkan dengan perlakuan penambahan vermikompos. Nam un hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan respon antara kedua jenis CMA terhadap penambahan vermikompos. Jenis CMA G. etunicatum cenderung mampu berkolonisasi dengan baik dan terjadi peningkatan kolonisasi seiring dengan penambahan vermikompos sampai formulasi 40%. Sebaliknya jenis Glomus sp. menunjukkan respon yang berbeda, dimana penambahan vermikompos sampai 10% dari volume zeolit (170 g) justru menekan perkembangan kolonisasinya (Gambar 5).
Kedua jenis CMA memperlihatkan fenomena yang ham pir sama, dimana penambahan vermikompos justru menurunkan jumlah spora. Akan tetapi jenis G. etunicatum ternyata lebih toleran jika dibandingkan dengan jenis Glomus sp. Perbedaan respon dari kedua jenis CMA tersebut diduga karena adanya perbedaan karakter dan kebiasaan (habit) terhadap kondisi lingkungannya. Penurunan kolonisasi dan jumlah spora yang sangat tajam pada inokulum jenis Glomus sp. diduga karena telah teradaptasi dengan kondisi tanah yang marginal. Sedangkan jenis G. etunicatum yang diuji adalah jenis yang terseleksi dan diduga lebih toleran terhadap kondisi media yang kandungan haranya relatif tersedia. Douds dan Schenck (1990) mendapatkan bukti bahwa A. longula memproduksilebih banyak spora per unit berat akar yang dikolonisasi ketika ditambahkan larutan air dibandingkan dengan pemberian larutan hara yang berbeda. Hal ini kemungkinan merupakan upaya adaptasi dari cendawan untuk mengoptimalkan reproduksinya pada kondisi miskin hara seperti umumnya ditemukan pada kondisi alam. Menurut Johnson dan Pfleger (1992) bahwa kesuburan tanah awal berperan penting dalam memperantarai pengaruh pemupukan terhadap mikoriza. Populasi CMA alami telah beradaptasi terhadap tingkat kesuburan yang ada sehingga pemupukan bersifat mengganggu perkembangan CMA alami pada tanah-tanah yang kurang subur dari pada CMA alami pada tanah-tanah yang subur.
Komposisi perbandingan hara yang ditambahkan juga dapat mempengaruhi kemampuan kolonisasi akar dan sporulasi dari jenis CMA. Hasil penelitian Douds dan Schenck (1990) mendapatkan bahwa terjadi perbedaan kolonisasi akar dan sporulasi pada jenis CMA A. longula, Sc. heterogama, G. intraradices dan Gi. margarita dengan perbedaan komposisi larutan hara Ca(NO3)2, KNO3, KH2PO4, dan
kolonisasi pada komposisi larutan hara yang diberikan tanpa P. Komposisi hara terbaik terdapat pada larutan Ca(NO3)2 904 mg kg-1, KNO3 606 mg kg-1 , KH2PO4
0 mg kg-1, dan MgSO4 240 mg kg-1.
Selanjutnya Bha dalung et al. (2005) mendapatkan bahwa jenis CMA yang berbeda juga memiliki kemampuan yang berbeda dalam merespon penambahan pupuk yang diberikan. CMA jenis Glomus digolongkan kedalam jenis yang agak peka dan peka terhadap tingkat pemupukan. Menurut Douds dan Schenck (1990) dalam Johnson dan Pfleger (1992) bahwa perbedaan sensitifitas terhadap pemupukan diduga merupakan akibat dari perbedaan terhadap kebutuhan karbohidrat terlarut dari eksudat akar. Gunawan (1993) menyatakan bahwa eksudat akar diproduksi lebih banyak pada perlakuan dengan takaran fosfor yang rendah. Besarnya eksudasi berkorelasi dengan penurunan fosfolipid pada membran sel dan penambahan permeabilitas membran akar. Hal ini diduga karena kolonisasi akar oleh CMA dihambat oleh kandungan fosfor tinggi sehingga terjadi penurunan eksudat akar. Adapun senyawa utama penyusun membran adalah protein dan lipida, dan salah satu lipida yang sering dijumpai adalah fosfolipida. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa fungsi dari membran adalah mengatur lalu lintas molekul air dan ion atau senyawa terlarut dalam air untuk keluar masuk sel dan organel-organel sel.
Penelitian ini memperkuat simpulan Mohammad et al. (2004) , bahwa pada benih gandum (Triticum aestivum var. Swift) yang diinfeksikan dengan inokulum akar G. intraradices kemudian ditaburkan pada tanah kahat P dan agak masam (pH 5,5) yang dipupuk dengan 0, 5, 10 dan 20 kg ha-1 pupuk P komersial, terjadi peningkatan kolonisasi akar pada tanaman yang diinokulasi mikoriza seiring dengan kenaikan dos is P akan tetapi terus menurun pada taraf P tertinggi. Selaras dengan hasil penelitian Tanu et al. (2004) yang mendapatkan bahwa perbedaan jenis bahan organik dan takaran masukan bahan organik berpengaruh nyata terhadap daya infeksi dan jumlah propagul CMA alam.
Keseimbangan antar kandungan unsur hara yang diberikan merupakan hal penting dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan kolonisasi CMA. Dalam sel-sel hidup, reaksi-reaksi biokimia terjadi secara berantai dan ada saling ketergantungan antara reaksi yang satu dengan reaksi lainnya. Oleh sebab itu bila ada satu saja hara essensial dalam
keadaan kahat atau berlebih maka dapat menghambat satu reaksi enzim. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian ya ng menunjukkan bahwa rasio hara mempengaruhi respon mikoriza. Johnson dan Pfleger (1992) menunjukkan bahwa hara pupuk yang berimbang merangsang kolonisasi pada tanaman jagung. Sedangkan pemupukan N dengan dosis yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan kolonisasi. Selang antara kategori tinggi dan rendah kemungkinan berdasarkan pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Johnson dan Pfleger (1992) menyatakan bahwa aplikasi pupuk P saja ternyata menurunkan kolonisasi mikoriza namun pemupukan dengan hara NPK berimbang tidak menurunkan infeksi. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa status nitrogen tanaman inang mempengaruhi respon mikoriza terhadap P, dimana ada korelasi negatif antara kolonisasi akar oleh CMA dengan konsentrasi N dan nisbah N:P pada tanaman Artemisia vulgari. Penelitian Bressan (2002) pada akar tanaman Anthylis vulneraria sub sp. Sampaiana (Kidney vetch) yang diinokulasi dengan CMA jenis G. etunicatum Becker & Gerdemann (121 INVAM S329) dengan tiga konsentrasi media N (5, 10 dan 50 mg L-1) pada taraf P konstan (2 mg L-1) dan tiga konsentrasi P media (2, 10 dan 20 mg L-1) pada taraf N konstan (5 mg L-1) mendapatkan bahwa panjang akar terkolonisasi G. etunicatum meningkat nyata (p = 0,05) dengan penambahan P pada taraf N rendah. Pada taraf P rendah antara 10 dan 50 mg L-1 N berbeda tidak nyata pengaruhnya terhadap panjang akar terkolonisasi. Sehingga kesimpulannya bahwa interaksi antara P dan N berpengaruh nyata terhadap perkecambahan spora, pertumbuhan akar, dan panjang akar terkolonisasi. Selanjutnya Sainz et al. (1998) mendapatkan bahwa secara umum terjadi penurunan kolonisasi akar oleh CMA seiring dengan penambahan vermikompos sampai 100% dari volume yang digunakan. Pemberian 10% vermikompos menghasilkan kolonisasi akar yang lebih baik pada tanaman cengkeh merah.
Walaupun demikian rekomendasi akhir kandungan P tanah spesifik tidak dapat dibuat karena beberapa hal yaitu: tidak ada P tanah yang mengatur kolonisasi mikoriza, melainkan jumlah P yang diserap oleh tanaman inang; metode untuk mengevaluasi ketersediaan P tanah sering berbeda (metode analisis jaringan tanaman adalah lebih akurat untuk menentukan ketersediaan P tanah dibanding metode
analisis tanah); tanaman inang beragam kemampuannya dalam menyerap P dan jenis CMA juga beragam dalam merespon P (Bagyaraj 1991).
Penggunaan inokulum jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 20% menghasilkan bobot kering akar tertinggi pada tanaman P. javanica (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan CMA jenis Glomus sp. dengan penambahan vermikompos 20% berdampak positif pada pertumbuhan tanaman. Hal ini diakibatkan oleh tercukupinya kebutuhan unsur hara sehingga pertumbuhan semakin membaik dan translokasi fotosintat tidak hanya disalurkan pada bagian atas tanaman tetapi juga dialokasikan kebagian bawah pada akar. Sebaliknya bobot kering akar terinfeksi tertinggi dihasilkan oleh jenis Glomus sp. pada perlakuan pupuk hyponex merah (Tabel 3). Hal ini diduga karena peningkatan permeabilitas membran akar yang berakibat pada meningkatnya eksudat akar yang dibutuhkan oleh CMA untuk bisa survive dan berkoloni dalam akar tanaman inang.
Bobot kering tanaman P. javanica menurun pada perlakuan CMA dengan pemupukan hyponex merah jika dibandingkan dengan tanaman yang menggunaka n pupuk vermikompos. Fenomena ini mengindikasikan kemungkinan adanya alokasi