• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan

Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah, teknik dan waktu emaskulasi serta pengaruh tetua pada hasil penyerbukan buatan telah dilaporkan bervariasi 38–70 % tergantung pada teknik yang digunakan dan efisiensi operator (Halim et al., 1980 dalam Lim dan gumpil, 1984). Pengamatan efisiensi keberhasilan hibridasasi ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat keberhasilan hibridisasi buatan. Tetua Betina Tetua jantan ∑ bunga yang disilangkan ∑ ginofor ∑ polong yang dihasilkan Ratio JG/JB (%) Ratio JP/JG (%) Ratio JP/JB (%) Bima NC 7 56 12 7 21 58 13 Talam K/SR-3 19 5 2 26 40 11 Jerapah K/SR-3 44 5 3 11 60 7 Gajah K/SR-3 37 10 4 27 40 11 Kelinci K/SR-3 44 3 1 7 33 2 Rata-rata 40 7 3 18 46 9

Keterangan: JG = Jumlah ginofor yang dihasilkan, JB = Jumlah bunga yang dihasilkan, JP = Jumlah polong yang dihasilkan.

4.1.1 Ratio JG/JB

Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JG/JB) tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%. Sedangkan ratio JG/JB terendah terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3 yaitu sebesar 7%.

4.1.2 Ratio JP/JG

Berdasarkan Tabel 1 bahwa ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ginofor yang dihasilkan (Ratio JP/JG) tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%. Sedangkan ratio JP/JG terendah terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3 sebesar 33%.

4.1.3 Ratio JP/JB

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JP/JB) tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%, sedangkan ratio JP/JB terendah terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3 yaitu sebesar 2%.

4.2 Aksi Gen yang Mengendalikan Karakter Tipe Pertumbuhan

Perbedaan tipe pertumbuhan kacang tanah dapat dengan mudah dibedakan secara visual antara tipe tegak (varietas unggul nasional) dengan tipe setengah menjalar dan menjalar (NC 7 dan K/SR 3). Sebagian besar lini atau genotipe K/SR 3 atau NC 7 kacang tanah tumbuh setengah menjalar atau menjalar sedangkan varietas unggul nasional tumbuh tegak. 83% tipe pertumbuhan F1 pada populasi Bima x

33 NC 7 identik dengan tetua C yaitu setengah menjalar (Gambar 4). Pada populasi Gajah x K/SR 3 71% memiliki tipe pertumbuhan F1 berbeda dengan tetua A maupun C yaitu setengah menjalar, pada populasi Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3 100% memiliki tipe pertumbuhan F1 juga berbeda dengan tetua A maupun C yaitu setengah menjalar (Gambar 5−8). Berdasarkan

hasil evaluasi karakter tipe pertumbuhan F1, aksi gen yang mengendalikan

karakter tipe pertumbuhan setengah menjalar dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak (Tabel 10).

A B C

Gambar 4. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima), F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7) A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

A B C

Gambar 5. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3) A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 6. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3) A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar

35

A B C

Gambar 7. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam), F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3) A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 8. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3) A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar

Tabel 10. Hasil hibridisasi karakter tipe pertumbuhan kacang tanah.

Nomor Tetua betina Tetua jantan Tipe Pertumbuhan Persilangan Genotipe Tipe pertumbuhan Genotipe Tipe pertumbuhan tanaman F1 1 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar Mati 2 Bima Tegak NC7 Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

3 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Mati

4 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

5 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

6 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

7 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

8 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar Mati 9 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar Tegak 10 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 11 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 12 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Tidak Tumbuh

13 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Tegak

14 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Tegak

15 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar

16 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Mati

17 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 18 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 19 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 20 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 21 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Tidak Tumbuh 22 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Tidak Tumbuh 23 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 24 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 25 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 26 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 27 Kelinci Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar

37 Berdasarkan Tabel 10 populasi pada hasil hibridisasi pewarisan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah terdapat tiga tanaman tidak tumbuh dan empat

tanaman mati. Tanaman yang mati disebabkan terserang penyakit busuk akar oleh cendawan Sclerotium rolfsii. Sedangkan tanaman yang tidak tumbuh disebabkan kondisi fisik benih hasil hibridisasi tidak memenuhi syarat tumbuh benih untuk ditanam. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persentase hasil

hibridisasi buatan diperoleh tipe pertumbuhan setengah menjalar sebesar 84 %, sedangkan persentase hasil hibridisasi untuk tipe pertumbuhan tegak sebesar 16%.

4.3 Pembahasan

Dalam rangka perakitan varietas produktivitas tanaman kacang tanah dapat ditingkatkan melalui program pemuliaan tanaman. Teknik pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul tanaman kacang tanah di Indonesia dapat ditempuh dengan cara perluasan genetik populasi, inbreeding, seleksi, dan uji daya hasil. Agar dapat mengumpulkan atau memunculkan karakter yang diinginkan,

diperlukan perluasan keragaman genetik sehingga seleksi lebih efektif.

Keragaman genetik dapat dibangun atau diperluas antara lain dengan melakukan hibridisasi seksual. Hibridisasi bertujuan mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan bunga dua atau lebih tetua yang berbeda

genotipenya (Utomo, 2012). Kegiatan hibridisasi buatan harus efisien dengan tujuan mendapatkan populasi dalam jumlah banyak.

Pada hibridisasi buatan, manusia hanya membantu kegiatan penyerbukan secara terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala putik pada pasangan-pasangan yang dikehendaki. Faktor – faktor yang mempengaruhi suatu hibridisasi

efektif dan efisien antara lain ketepatan waktu berbunga, waktu emaskulasi, dan waktu penyerbukan (Kasno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian hibridisasi buatan kacang tanah menunjukkan bahwa ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JG/JB) tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%, ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ginofor yang dihasilkan (Ratio JP/JG) tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%, dan ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JP/JB) tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%. Sedangkan ratio terendah baik itu ratio JG/JB, ratio JP/JG, dan ratio JP/JB terdapat pada populasi Kelinci x K/SR-3.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JG/JB) adalah 18%. Ratio JG/JB merupakan fase pembentukan ginofor. Menurut Somaatmadja (1981) dalam Trustinah (1993), ginofor yang jaraknya cukup jauh dari permukaan tanah (sekitar 15cm) umumnya tidak bisa mencapai tanah dan ujungnya akan mengering dan mati. Berdasarkan hasil penelitian juga dapat diketahui rata-rata ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi jumlah ginofor yang dihasilkan (Ratio JP/JG) sebesar 46,9%. Ratio JP/JG merupakan fase pembentukan polong. Pada stadia pembentukan polong masih berkaitan dengan ginofor-ginofor yang terbentuk dan telah masuk ke dalam tanah. Pembentukan polong dimulai ketika ujung ginofor mulai membesar sampai mencapai ukuran maksimum. Menurut Othman et al. (1979) dalam Lim dan gumpil (1984), kacang tanah merupakan tanaman yang secara alami menyerbuk sendiri akan membutuhkan sedikit bantuan serangga.

39 Namun telah dilaporkan bahwa hanya kurang dari 10 % dari banyak bunga yang dihasilkan, berkembang menjadi polong matang.

Rata-rata ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi jumlah bunga yang

disilangkan (Ratio JP/JB) pada penelitian ini sebesar 9%. Ratio JP/JG merupakan fase keberhasilan hibridisasi buatan. Menurut Halim et al. (1980) dalam Lim dan gumpil (1984) dalam hibridisasi kacang tanah, teknis dan waktu emaskulasi serta pengaruh tetua pada hasil penyerbukan merupakan pertimbangan penting. Fase pembentukan ginofor dan fase pembentukan polong berkaitan dalam menentukan keberhasilan suatu hibridisasi. Setelah ginofor masuk ke dalam tanah dan

membesar akan menghasilkan polong, setelah polong mencapai ukuran maksimal akan dimulai pembentukan biji dan berlangsung sampai bagian dalam polong terisi biji (biji penuh). Efisensi keberhasilan hibridisasi buatan dalam penelitian ini dapat dikatan rendah, terlihat pada ratio JG/JB tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 hanya sebesar 27%. Hali ini sesuai dengan pernyataan Halim et al., (1980) dalam Lim dan gumpil (1984) yaitu dalam hibridisasi kacang tanah, teknik dan waktu emaskulasi serta pengaruh tetua pada hasil penyerbukan buatan telah dilaporkan bervariasi 38–70 % tergantung pada teknik yang digunakan dan efisiensi operator. Polong yang terbentuk dalam penelitian ini jumlahnya jauh lebih sedikit daripada jumlah bunga yang telah disilangkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Kasno (1993) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi suatu

hibridisasi buatan antara lain ketepatan waktu berbunga, waktu emaskulasi, dan waktu penyerbukan.

Varietas-varietas unggul kacang tanah sangat diperlukan untuk terus memperbaiki karakter tanaman kacang tanah sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Varietas unggul nasional yang memiliki tipe pertumbuhan tegak unggul dalam hal tahan dari berbagai penyakit antara lain peyakit layu, karat daun, bercak daun, dan Aspergillus plavus. Sedangkan galur NC 7 dan K/SR-3 yang memiliki tipe

pertumbuhan setengah menjalar dan menjalar unggul dalam hal jumlah ginofor, jumlah polong per tanaman, ukuran polong (berbiji besar) sehingga persentase hasil panen tinggi, serta tahan terhadap bercak daun lambat untuk K/SR-3.

Karakter kualitatif umumnya dikendalikan oleh sedikit gen (mayor genes) serta diukur berdasarkan perwujudan ekspresi fenotipiknya jelas, seperti tipe

pertumbuhan. Keefektivan seleksi bergantung pada pola pewarisan gen yang mengendalikan karakter tipe pertumbuhan. Karakter agronomis yang mendukung daya hasil tinggi ssp. hypogaea antara lain memiliki jumlah polong banyak dan biji berukuran besar. Jumlah polong banyak berhubungan dengan tipe

pertumbuhan, baik tipe pertumbuhan tegak, menjalar atau setengah menjalar. Jika dibandingkan dengan tipe pertumbuhan tegak, kacang tanah yang tumbuh menjalar berpotensi menghasilkan polong lebih banyak karena jumlah ginofor yang dapat mencapai tanah dan membentuk polong lebih banyak (Utomo et al., 2011).

Hasil penelitian mununjukkan bahwa aksi gen yang mengendalikan tipe

pertumbuhan setengah menjalar dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak. Hal ini ditunjukkan dengan persentase hasil hibridisasi buatan diperoleh tipe

41 Gajah x K/SR 3, Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3

berturut-turut 83%, 71%, dan 100%. Secara keseluruhan diperoleh 84% untuk populasi yang memiliki tipe pertumbuhan setengah menjalar dan persentase hasil hibridisasi untuk tipe pertumbuhan tegak sebesar 16%. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Badami et al. (1928) dalam Wynne et al. (1982), tentang karakter kualitatif pada kacang tanah dijelaskan bahwa tipe pertumbuhan menjalar pada tanaman kacang tanah dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak dan

menurut Balaiah (1977) dalam Wynne et al. (1982), tipe pertumbuhan setengah menjalar (semi-spreading) pada tanaman kacang tanah dominan terhadap tipe menjalar (spreading) dan tipe tegak(erect). Hasil hibridisasi buatan yang masih memiliki tipe pertumbuhan tegak yaitu 16%. Tipe pertumbuhan tegak ini

kemungkinan disebabkan antara lain faktor lingkungan yang tidak seragam, tetua yang tidak homozigot, serta kesalahan manusia pada saat penandaan hasil

hibridisasi buatan karena penyerbukan sendiri atau selfing.

Pada penelitian ini dihasilkan benih F2, untuk kelanjutan penelitian ini adalah melakukan seleksi. Seleksi bertujuan untuk meningkatkan frekuensi gen dan genotipe karakter tipe pertumbuhan. Metode seleksi bulk merupakan metode untuk membentuk galur-galur homozigot dari populasi bersegregasi melelui selfing selema beberapa generasi tanpa seleksi (Syukur et al., 2012). Benih dan tanaman F1 dari persilangan tertentu akan seragam da sangat heterozigot, segregasi akan berlangsung pada generasi F2. Menurut Mahendra (2010) dalam Hartati et al. (2013) benih F2 merupakan populasi yang bersegregasi. Tingkat segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi F2 ini tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya. Sebaran frekuensi tersebut dapat digunakan sebagai

penduga pola pewarisan sifat dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat (Christiana, 1996 dalam Hartati et al., 2013). Generasi F2 akan memiliki jumlah ekstensif variabilitas genetik, maka penting untuk mendapatkan benih F2 dalam jumlah besar (Knauft, 1987). Penentuan minimum populasi benih F2 yang digunakan dalam mengestimasi parameter genetik karakter

agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah 72 benih( Lindiana, 2012). Pada penelitian ini didapatkan kurang dari 72 benih F2 sehingga perlu dilakukan kembali hibridisasi buatan agar didapatkan populasi yang cukup untuk melakukan seleksi pada generasi F2.

Hibridisasi dilakukan antara NC 7 atau K/SR 3 dan lima varietas unggul nasional. Benih F1 dikeringkan dan ditanam di lahan untuk pengamatan karakter tipe

pertumbuhan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%, ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ginofor yang dihasilkan tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%, dan ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%. Sedangkan ratio terendah baik itu ratio JG/JB, ratio JP/JG, dan ratio JP/JB terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3. Dan untuk pewarisan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah setengah menjalar tanaman F1 hasil hibridisasi Bima x NC 7 , Gajah x K/SR 3, Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3 berturut-turut 83%, 71%, dan 100%. Sehingga aksi gen yang mengendalikan tipe pertumbuhan setengah menjalar dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ratio JG/JB tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%, ratio JP/JG tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%, dan ratio JP/JB tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%.

Sedangkan ratio terendah baik itu ratio JG/JB, ratio JP/JG, dan ratio JP/JB terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3.

2. Aksi gen yang mengendalikan pewarisan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah setengah menjalar tanaman F1 hasil hibridisasi dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak pada populasi Bima x NC 7 , Gajah x K/SR 3, Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3.

5.2 Saran

Perlu dilakukan hibridisasi buatan kembali serta evaluasi lebih lanjut untuk mendapatkan varietas unggul baru yang memiliki tipe pertumbuhan setengah menjalar.

PUSTAKA ACUAN

Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Breeding peanut. Blackwell Publishing : 529-536.

Alif, M. D. 2008. Pola Pewarisan Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Pada Cabai (Capsicum annum L.). (Skripsi). IPB. Bogor. 47 Hlm.

Ashri,A. 1964. Intergenic and genic-cytoplasmic interactions affecting growth habit in peanuts. Genetics 50 : 363-372.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2012.

“Talam 1” Varietas Kacang Tanah Unggul Adaptif Lahan Masam dan

Toleran Aspergillus flavus.

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/801-talam-1-varietas- kacang-tanah-unggul-adaptif-lahan-masam-dan-toleran-aspergillus-flavus.html. Diakses tanggal 20 Januari 2014.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Kacang Tanah. Buletin Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi.

http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/47_Bulletin%20Kc%20Ta nah%20September%202012.pdf. Diakses tanggal 28 Januari 2014.

Hartati, Sri., Maimun Barmawi, dan Nyimas Sa’diyah., 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.]Merrill) generasi F

2

hasil persilangan Wilis X B3570. Jurnal Agrotek Tropika 1(1): 8-13.

ICRISAT and IBPGR. 1992. Descriptors for groundnut. International Crop Research Institute for the Semi-Arid Tropics, Patancheru, India.

45 Kasno, A. 1993. Pengembangan Varietas Kacang Tanah. Risalah Hasil

Penelitian Kacang Tanah. Monograf Balittan Malang. No.12: 31-68.

Knauft, D.A., A.J. Norden, and D.W. Gorbet,. 1987. Principles of Cultivar Development (2). Crop Species. Iowa State Univercity, Ames, IA, USA. 366-369 pp.

Lim, E.S. and J.S. Gumpil. 1984. The flowering, pollination and hybridization of groundnuts (Arachis hypogaea L.). Jurnal Pertanika 7(2): 61-66.

Lindiana. 2012. Estimasi Parameter Genetik Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L] Merrill) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis x B3570. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 48 Hlm.

Novalina 2009. Pewarisan beberapa karakter kualitatif pada tanaman karet. Jurnal Agronomi 13 (1):17-20.

Nugroho, W.P., Maimun Barmawi, dan Nyimas Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.]Merrill) generasi F

2

hasil persilanganYellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1): 38-44.

Oktarisna, F.A., Andi Soegianto, dan Arifin Noor Sugiharto. 2013. Pola pewarisan sifat warna polong pada hasil persilangan tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) varietas Introduksi dengan varietas Lokal. Jurnal Produksi Tanaman. 1(2): 81-89.

Suhartina. 2005. Studi Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-Umbi-umbian. Malang.154 Hlm.

Sulistyo, A.,Sriani Sujiprihati, dan Trikoesoemaningtyas. 2006. Studi

persilangan dan efek metaxenia pada pepaya. Prosiding Kongres V dian Simposium Nasional PERIPI : 282-289.

Suyamto, H. 1993. Hara Mineral Dan Pengelolaan Air Pada Tanaman Kacang Tanah. Risalah Hasil Penelitian Kacang Tanah. Monograf Balittan Malang. No.12: 108-137.

Syukur, M., Sriani Sujiprihati,dan Rahmi Yunianti. 2012. Teknik Pemulian Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 348 Hlm.

Trustinah. 1993. Biologi Kacang Tanah. Risalah Hasil Penelitian Kacang Tanah. Monograf Balittan Malang. No.12: 9-23.

Utomo, S D. 2012. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 170 Hlm.

Utomo, S D., M. Imam Surya, Ansori, Hasriadi Mat Akin, dan Tjipto Roso Basuki. 2005. Pemanfaatan subspesies hypogaea dalam perakitan varietas unggul kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berbiji besar dan berpolong banyak di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian 12(2): 84-93.

Utomo, S D., Hermanus Suprapto, Bagus Sarjono, Hendri Sinaga., dan Erwin Yuliadi. 2011. Evaluasi karakter agronomi galur-galur unggul kacang tanah keturunan subspesies hypogaea. Prosiding Semirata 3: 438-448.

Wynne, J. C. and T.A. Coffelt. 1982. Genetics of Arachis hypogaea L., p. 51-94. In H.E. Pattee and C.T.Young (eds.). Peanut Science and Technology. Amer. Peanut. Res. Educ. Soc., Inc. Yoakum, Texas, USA.

47

Tabel 11. Hibridisasi buatan kacang tanah. Persilangan ∑ Bunga yang

disilangkan ∑ Ginofor ∑ Polong yang dihasilkan NC7 (SM) x Kelinci (T) 63 9 7 NC7 (SM) x Jerapah (T) 56 6 2 NC7 (SM) x Bison (T) 32 10 1 NC7 (SM) xK/SR3 (M) 39 5 0 NC7 (SM) x Talam (T) 80 14 6 NC7 (SM) x K/Flg1 (T) 38 6 1 Bima (T) X NC7 (SM) 56 12 7 Kancil (T) x NC7 (SM) 34 0 0 Kelinci (T) x NC7 (SM) 9 0 0 KTG1 (T) x NC7 (SM) 25 3 0 K/C55437 (T) x NC7 (SM) 27 5 2 K/FLG (T) x Kancil (T) 102 9 4 K/FLG (T) x K/SR3 (M) 122 10 6 K/FLG (T) x Gajah (T) 26 0 0 K/FLG (T) x Talam (T) 64 4 2 K/FLG (T) x Bison (T) 4 0 0 K/FLG (T) x K/WS6 (T) 2 0 0 K/FLG (T) x Tuban(T) 21 0 0 K/FLG (T) x Jerapah (T) 25 7 1 Kancil (T) x K/FLG (T) 34 3 0 K/SR3 (M) x K/FLG (T) 232 13 0 Jerapah (T) x K/FLG (T) 46 11 6 Talam (T) x K/FLG (T) 55 3 2 Bison (T) x K/FLG (T) 29 7 2 K/WS 6 (T) x K/FLG (T) 22 0 0 Kelinci (T) x K/FLG (T) 19 1 1 Tuban (T) x K/FLG (T) 72 10 6 K/SR 3(M) x Kancil (T) 91 9 0 K/SR 3 (M) x Tuban (T) 57 5 0 K/SR 3 (M) x Jerapah (T) 39 1 0 K/SR 3 (M) x Gajah (T) 65 5 0 K/SR 3 (M) x Bison (T) 28 2 0 K/SR 3 (M) x Bima (T) 23 2 0 K/SR 3 (M) x Kelinci (T) 33 2 0 Kancil (T) x K/SR 3 (M) 41 7 0 Talam (T) x K/SR 3 (M) 19 5 2 Jerapah (T) x K/SR 3 (M) 44 5 3 Gajah (T) x K/SR 3 (M) 37 10 4 Tuban (T) x K/SR 3 (M) 43 6 1 Kelinci (T) x K/SR 3 (M) 44 3 1

49 Tabel 11. (Lanjutan).

Persilangan ∑ Bunga yang

disilangkan ∑ Ginofor ∑ Polong yang dihasilkan

K/WS 6 (T)x K/SR 3 (M) 56 4 2

KTG-1 (T) x K/SR 3 (M) 27 2 1

Bison (T) x K/SR 3 (M) 8 1 0

B1 B2 B2 B12 A8 A6 A9 B15 B15 B4 B3 B2 A6 B22 B27 B15 B15 B16 B5 B5 B1 A4 B17 B28 B24 B25 B26 B5 B4 B1 A10 A17 A16 B17 B30 B29 B5 B6 B1 A12 A18 A14 B18 B16 B16 B5 B5 B1 A2 A13 A13 B19 B16 B16 B6 B7 B8 A1 A14 A12 B20 B21 B16 A3 A2 A1 A1 B13 B9 B20 B21 B31 B5 B2 A1 A3 B1 B3 A17 B20 B32 B9 B2 A1 A10 B23 B22 A13 B14 B33 B10 B11 A4 A11 B10 B18 B12 A18 A15

Gambar 9. Tata letak hibridisasi kacang tanah di rumah kaca

Keterangan:

A1 : Kancil x K/Flg 1 B1 : K/SR 3 x Gajah B18 : K/Flg 1 x Tuban A2 : Kancil x K/SR 3 B2 : K/SR 3 x Kancil B19 : K/Flg 1 x Bison A3 : Kancil x NC 7 B3 : K/SR 3 x Kelinci B20 : K/Flg 1 x Jerapah A4 : Gajah x K/SR 3 B4 : K/SR 3 x Tuban B21 : K/Flg 1 x Gajah A5 : Gajah x NC 7 B5 : K/SR 3 x K/Flg 1 B22 : K/WS 6 x K/SR 3 A6 : Tuban x K/Flg 1 B6 : K/SR 3 x Jerapah B23 : K/WS 6 x K/Flg 1 A7 : Tuban x K/SR 3 B7 : K/SR 3 x Bison B24 : K/C55437 x K/SR 3 A8 : Talam x K/SR 3 B8 : K/SR 3 x Bima B25 : K/C55437 x K/Flg 1 A9 : Talam x K/Flg 1 B9 : NC 7 x Kelinci B26 : K/C55437 x NC 7 A10 : Bison x K/flg 1 B10 : NC 7 x Jerapah B27 : K/SR 2 x Kelinci A11 : Bison x K/SR 3 B11 : NC 7 x Bison B28 : K/SR 2 x KTG 1 A12 : Bima x K/Flg 1 B12 : NC 7 x Talam B29 : K/SR 2 x KWS 6 A13 : Bima x NC 7 B13 : NC 7 x K/Flg 1 B30 : K/SR 1 x K/C55437 A14 : Jerapah x K/flg 1 B14 : NC 7 x K/SR 3 B31 : KTG 1 x K/SR 3 A15 : Jerapah x K/SR 3 B15 : K/Flg 1 x Kancil B32 : KTG 1 x K/Flg 1 A16 : Kelinci x NC 7 B16 : K/Flg 1 x K/SR 3 B33 : KTG 1 x NC 7 A17 : Kelinci x K/SR 3 B17 : K/Flg 1 x Talam A18 : Kelinci x K/Flg 1

51 2 meter A X1 U A A A X1 U A A A X1 U A A B X2 V B B B X2 V B B B X2 V B B C X2 W C C D X2 Y D C E X2 Z D D

Gambar 10. Tata letak penanaman kacang tanah hasil hibridisasi di laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila

Keterangan :

U A : Bima x NC 7 V : Gajah B : Gajah x K/SR-3 W : Jerapah C : Jerapah x K/SR-3 X1 : NC 7 D : Talam x K/SR-3 X2 : K/SR-3 E : Kelinci x K/SR-3 Y : Talam U : Bima Z : Talam 6 meter 50 cm

A B C

Gambar 11. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima),

F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7). Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam

A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

A B C

Gambar 12. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

53

A B C

Gambar 13. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3). Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 14. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam), F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 15. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3). Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

55

A B C

Gambar 16. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima), F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

A B C

Gambar 17. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 18. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 19. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam), F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

57

A B C

Gambar 20. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

Dokumen terkait