• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Keluarga Contoh

Cleland et al. (2009) melakukan penelitian mengenai hubungan antara status sosial ekonomi orangtua remaja contoh dengan daya tahan kardiorespirasi. Ditemukan posisi sosial ekonomi yang tinggi melalui pendidikan maternal pada saat remaja berhubungan dengan peningkatan kebugaran kardiorespirasi remaja. Karakteristik keluarga pada 90 contoh yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi umur contoh, besar kelurga, tingkat pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, dan pendapatan kelurga (Tabel 6). Distribusi umur contoh memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh (71.1%) berumur 16 tahun dan sebagian kecil (6.7%) berumur 15 tahun.

10

Tabel 6 Karakteristik keluarga contoh

Karakteristik SMA 9

n %

Umur contoh (tahun)

15 6 6.7 16 64 71.1 17 20 22.2 Total 90 100.0 Rata-rata±SD 16.6 ± 0.5 Besar keluarga Kecil (≤4 orang) 34 37.8 Sedang (5-6 orang) 52 57.8 Besar (≥7 orang) 4 4.4 Tingkat Pendidikan - Ayah Tamat SD/sederajat 5 5.6 Tamat SMP/sederajat 5 5.6 Tamat SMA/sederajat 37 41.1 Tamat PT/sederajat 43 47.8 - Ibu Tamat SD/sederajat 9 10.0 Tamat SMP/sederajat 11 12.2 Tamat SMA/sederajat 39 43.3 Tamat PT/sederajat 31 34.4 Pekerjaan - Ayah PNS 0 0.0 TNI/POLRI 29 32.2 Pegawai BUMN/swasta 37 41.1 Wiraswasta/pedagang/jasa 5 5.6 Petani/nelayan/buruh 4 4.4 Lainnya 15 16.7 - Ibu PNS 61 67.8 TNI/POLRI 18 20.0 Pegawai BUMN/swasta 6 6.7 Wiraswasta/pedagang/jasa 0 0.0 Petani/nelayan/buruh 0 0.0 Lainnya 5 5.6

Pendapatan keluarga (per bulan)

< Rp2 000 000 11 12.2

Rp2 000 000 – Rp3 000 000 14 15.6 Rp3 000 000 – Rp5 000 000 29 32.2

≥ Rp5 000 000 36 40.0

Rata-rata±SD Rp4 616 022 ± Rp3 476 019

Kategori besar keluarga contoh sebagian besar termasuk dalam kategori sedang (57.8%). Tingkat pendidikan ayah contoh sebagian besar (47.8%) tamat perguruan tinggi/sederajat sedangkan tingkat pendidikan ibu contoh sebagian besar (43.3%) tamat SMA/sederajat. Temuan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua berhubungan positif dengan peningkatan aktifitas dan kebugaran fisik remaja (Cleland et al. 2009). Pekerjaan ayah contoh sebagai pegawai

BUMN/swasta sebanyak 41.1%, TNI/POLRI sebanyak 32.2%, Lainnya sebanyak 16.4%, wiraswasta/pedagang/ jasa sebanyak 5.6%, dan petani/nelayan/buruh sebanyak 4.4%. Ibu contoh mayoritas (67.8%) bekerja sebagai PNS, dan sebagian (20.0%) sebagai TNI/POLRI.

Pendapatan merupakan faktor utama yang menentukan konsumsi pangan (Martianto dan Ariani 2004). Menurut teori Bennet, peningkatan pendapatan akan membuat seseorang beralih dari pangan yang berharga murah ke pangan yang lebih mahal. Peningkatan pendapatan juga akan menurunkan persentase alokasi untuk pangan. Pendapatan keluarga contoh bervariasi mulai kurang dari Rp2 juta sampai lebih dari Rp5 juta. Pendapatan kelurga contoh mayoritas (36.0%) pada kelompok lebihdari Rp5 juta. Pendapatan keluarga contoh pada kelompok pendapatan kurang dari Rp2 juta hanya sebagian kecil, yaitu 12.2%.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2011). Sebaran status gizi contoh pada Tabel 7 menunjukkan 67.8% contoh normal, 18.9% contoh gizi lebih, dan 13.3 % contoh gizi kurang. Hasil hasil Riskesdas 2013 (Kemenkes 2014) menunjukkan prevalensi status gizi remaja umur 16-18 tahun berdasarkan IMT/U di Jawa Barat, yaitu 1.4% sangat kurus, 7.7% kurus, 83.4% normal, 6.2% berat badan lebih, dan 1.4% obese. Penelitian yang dilakukan oleh Ferreira (2013) menemukan bahwa persentase remaja yang mengalami obesitas ada sebesar sekitar 15% dan sekitar 15-20% remaja memiliki status gizi kurang dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Kegemukan dan obesitas pada remaja (12-17 tahun) menyebabkan penurunan tingkat kebugaran kardiorespirasi (Ferreira 2013; Ortega et al. 2012).

Tabel 7 Sebaran status gizi contoh No Kategori Status Gizi n SMA 9 %

1 Kurus 0 0 2 Normal 13 14.4 3 At Risk 74 87.2 4 Gemuk 3 3,3 5 Obesitas 0 0 Pengetahuan Gizi

Penentuan nilai pengetahuan gizi adalah dengan cara pemberian 15 soal kepada contoh yang dikerjakan dalam waktu 15 menit dengan alokasi waktu satu menit untuk mengerjakan satu soal. Pemberian nilai terhadap contoh adalah dengan cara menjumlahkan jumlah soal yang dijawab benar dan dibagi dengan total soal (15) dan dikali 100.

Sebagian besar contoh dapat menjawab pertanyaan dengan baik hal ini terlihat dari rata-rata persentase contoh menjawab tiap soal di atas 80 persen. Contoh memiliki persentase menjawab pertanyaan yang tinggi pada kategori soal fungsi zat gizi dan sumber zat gizi makro. Hal ini terlihat dari jumlah contoh yang menjawab dengan tepat 100 persen pada soal nomor 5 yang membahas mengenai

12

pangan sumber karbohidrat. Sedangkan contoh memiliki kesulitan di dalam menjawab pertanyaan mengenai kategori soal sumber zat gizi mikro. Hal ini terlihat dari rendahnya persentase contoh yang menjawab tepat pada soal nomor 6 yang membahas mengenai pangan sumber vitamin D yaitu sebesar 48,9 persen.

Tabel 8 Jumlah contoh yang menjawab benar setiap pertanyaan

No Pertanyaan SMA 9

n %

1 Zat gizi diperlukan oleh tubuh untuk menunjang kehidupan sehari-harinya.

80 88,9 2 Terpenuhinya kebutuhan zat gizi akan membentuk anak yang

aktif dan sehat.

65 72,2 3 Zat gizi terdiri dari zat gizi makro dan mikro. 76 84,4 4 Susu, keju dan tempe adalah pangan sumber protein. 83 92,2 5 Kentang, beras dan singkong adalah pangan sumber karbohidrat. 90 100,0 6 Kuning telur dan susu adalah pangan sumber vitamin D. 44 48,9

7 Zat gizi mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tubuh. 75 83,3 8 Asupan gizi yang tidak seimbang akan mengakibatkan tumbuh

kembang anak terhambat. 56 62,2

9 Sebelum makan dan setelah makan sebaiknya mencuci tangan. 76 84,4 10 Makanan yang tidak segar dapat menyebabkan keracunan

makanan.

78 86,7 11 Kekurangan vitamin C akan mengakibatkan sariawan. 83 92,2 12 Kekurangan energi dan protein disebut kwashiorkor-marasmus. 57 63,3

13 Wortel adalah pangan nabati sumber vitamin A. 74 82,2

14 Daging kambing mengandung kolesterol. 78 86,7

15 Buah alpukat kaya akan lemak didalamnya. 74 82,2 Dari hasil perhitungan nilai tersebut masing-masing nilai contoh dimasukan kedalam tiga kategori pengetahuan gizi. Sebagian besar (54.4%) pengetahuan gizi contoh termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan ada sebanyak 12 orang contoh yang termasuk dalam kategori pengetahuan gizi kurang (13.3%). Untuk kategori pengetahuan gizi baik ada sebanyak 29 orang (32.2%).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi No Kategori Pengetahuan Gizi SMA 9

n %

1 Kurang 12 13.3

2 Sedang 49 54.4

3 Baik 29 32.2

Aktifitas Fisik (PAL)

FAO (2001) menyatakan bahwa aktifitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Besarnya aktifitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktifitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan per kilogram berat badan dalam 24 jam. Tingkat aktifitas

fisik contoh sebagian besar (67.8%) dalam kategori sangat ringan. Contoh aktifitas fisik yang termasuk dalam kategori sangat ringan adalah menonton tivi, sedangkan yang termasuk ke dalam kategori berat adalah berlari dan jogging minimal selama 20 menit. Sallis (2000) mengatakan bahwa dua dari tiga remaja putri melakukan kegiatan dengan kategori ringan minimal selama 20 menit dengan frekuensi 3 kali perminggu.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan PAL No Kategori Nilai PAL n SMA 9 %

1 Sangat Ringan 61 67.8

2 Ringan 27 30.0

3 Sedang 0 0.0

4 Berat 2 2.2

Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga dapat dilihat dari seberapa sering seseorang melakukan olahraga dalam periode waktu tertentu. Frekuensi olahraga pada penelitian ini diamati dalam periode waktu seminggu. Secara umum kebiasaan olahraga terbukti dapat meningkatkan daya tahan kardiorespirasi (Cleland et al. 2009) dan dipercaya bermanfaat dalam mengurangi kejadian dismenore. Dismenore merupakan salah satu gangguan ginekologi yang paling umum dirasakan perempuan usia produktif yang mengalami sensasi nyeri selama menstruasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian dismenore terjadi secara signifikan pada remaja putri yang tidak berolahraga (Thing 2011).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga No

Kebiasaan Olahraga n SMA 9 % 1 Frekuensi olahraga (per minggu)

<1 kali 1 1.1

1-2 kali 68 75.6

≥ 3 kali 21 23.3

Total 90 100.0

Rata-rata±SD 1.7±0.7

2 Durasi Olahraga (jam per minggu)

< 1 jam 1 1.1

1-2 jam 66 73.3

> 3 jam 23 25.6

Total 90 100.0

Rata-rata±SD 1.5±0.7

Tabel 11 menunjukkan bahwa contoh paling banyak melakukan olahraga sebanyak 1-2 kali dalam seminggu, sebagian contoh (23.3%) melakukan olahraga lebih dari tiga kali dalam seminggu, serta ada 1.1% contoh yang tidak rutin melakukan olahraga tiap minggu. Durasi olahraga mengukur seberapa lama seseorang melakukan olahraga dalam satu waktu. Durasi olahraga pada sebagian besar contoh dilakukan selama 1-2 jam dan sebanyak 25.6% contoh melakukan

14

olahraga selama lebih dari 3 jam. Pengukuran frekuensi olahraga kepada contoh hanya yang dilakukan di luar dari jam olahraga yang dilakukan secara rutin setiap minggunya di sekolah.

Daya Tahan Kardiorespirasi

Daya tahan kardiorespirasi contoh kebanyakan (46.7%) berada pada kategori Poor, 40.0% pada kategori Fair, dan 8.9% berada pada kategori Very Poor.

Terdapat 4.4% contoh yang memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Good.

Menurut hasil Riskesdas 2013 (Kemenkes 2014) kelompok umur 15-19 tahun memiliki proporsi 43,1% aktifitas sedentary dengan durasi 3-5,9 jam. Daya tahan kardiorespirasi remaja putri sebagian besar berada kategori rendah sebesar 34,3 persen (Ortega 2012).

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan daya tahan kardiorespirasi No Kategori Daya Tahan Kardiorespirasi n SMA 9 %

1 Very Poor 8 8.9

2 Poor 42 46.7

3 Fair 36 40.0

4 Good 4 4.4

Total 90 100

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi

Pengetahuan gizi contoh berhubungan dengan status gizi contoh (r=-0.456; p=0.08). Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat 9 contoh yang memiliki status gizi normal dan memiliki pengetahuan gizi kategori sedang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustini (2007) menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p<0,05). Contoh yang memiliki pengetahuan kategori baik dan status gizi normal sebanyak 15.4%. Adapun contoh yang memiliki pengetahuan gizi kategori kurang dan memiliki status gizi normal adalah sebanyak 15.4%.

Prevalensi gemuk pada remaja umur 15-18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas (Kemenkes 2013). Contoh dengan status gizi normal dan memiliki pengetahuan gizi kategori baik sebanyak 2,2%. Sedangkan contoh yang memiliki status gizi normal dengan pengetahuan gizi sedang sebanyak 10%.

Tabel 13 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi Pengetahuan Gizi

Status Gizi

Total Normal At Risk Gemuk

n % n % n %

Kurang 2 15.4 9 12.2 1 33.3 12

Sedang 9 69.2 39 52.7 1 33.3 49

Baik 2 15.4 26 35.1 1 33.3 29

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Daya Tahan Kardiorespirasi

Pengetahuan gizi contoh tidak berhubungan dengan daya tahan kardiorespirasi contoh (r=0.2; p=0.051). Sebanyak 11.1% contoh dengan pengetahuan gizi kurang, 52.8% contoh dengan pengetahuan gizi sedang, dan 36.1% contoh dengan pengetahuan gizi baik memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Fair. Contoh dengan pengetahuan gizi kategori sedang dan memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Good adalah sebanyak 75.0%. Hasil penelitian yang dilakukan di beberapa SMA di Jawa Tengah adalah 19,1% Very Poor dan 29,8%

Poor (Wahyu 2008)

Tabel 14 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan daya tahan kardiorespirasi Pengetahuan Gizi

Daya Tahan Kardiorespirasi

Total

Very Poor Poor Fair Good

n % n % n % n %

Kurang 4 50.0 4 9.5 4 11.1 0 0.0 12

Sedang 4 50.0 23 54.8 19 52.8 3 75.0 49

Baik 0 0.0 15 35.7 13 36.1 1 25.0 29

Total 8 100.0 42 100.0 36 100.0 4 100.0 90

Hubungan Status Gizi dengan Daya Tahan Kardiorespirasi

Status gizi contoh berhubungan dengan daya tahan kardiorespirasi contoh (r=-0.472; p=0.077). Sebanyak 50% contoh memiliki status gizi normal dan daya tahan kardiorespirasi kategori Good. Sebanyak 25% contoh dengan status gizi kurus dan sebanyak 25% contoh yang memiliki status gizi overweight memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Good. Terdapat 83.3% contoh dengan status gizi normal memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Fair. Contoh dengan status gizi normal dan memiliki daya tahan kardioraspirasi kategori Very Poor sebanyak 12.5%. Sebanyak 62.5% contoh yang memiliki status gizi overweight memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Very Poor. Hubungan antara IMT dan tingkat kesegaran jasmani pada penelitian ini tidak terlihat dengan jelas. Secara teoritis, semakin tinggi tingkat kesegaran jasmani, maka kemampuan melakukan aktivitas fisik juga akan meningkat, demikian pula dengan jumlah pengeluaran energi sehingga neraca energi cenderung negatif yang akan menyebabkan penurunan IMT (Ortega et al. 2012; Anam 2010; Wahyu A 2008; Utari A 2007).

Tabel 15 Hubungan antara status gizi dengan daya tahan kardiorespirasi Status Gizi

Daya Tahan Kardiorespirasi

Total

Very Poor Poor Fair Good

n % n % n % n %

Normal 1 12.5 5 11.9 6 16.7 1 25.0 13

At Risk 7 87.5 35 83.3 29 80.6 3 75.0 74

Gemuk 0 0 2 4.8 1 2.8 0 25.0 3

16

Hubungan Aktifitas Fisik dengan Daya Tahan Kardiorespirasi

Aktifitas fisik contoh tidak berhubungan dengan daya tahan kardiorespirasi contoh (r=0.1; p=0.422). Sebanyak 75% contoh dengan PAL kategori ringan memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Good. Sebanyak 25% contoh dengan PAL kategori sangat ringan memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Good. Sebanyak 87.5% contoh dengan PAL kategori sangat ringan dan sebanyak 12.5% contoh dengan PAL kategori ringan memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori

Very Poor.

Tabel 16 Hubungan antara aktifitas fisik dengan daya tahan kardiorespirasi PAL

Daya Tahan Kardiorespirasi

Total

Very Poor Poor Fair Good

n % n % n % n %

Sangat ringan 7 87.5 27 64.3 26 72.2 1 25.0 61 Ringan 1 12.5 14 33.3 9 25.0 3 75.0 27

Berat 0 0.0 1 2.4 1 2.8 0 0.0 2

Total 8 100.0 42 100.0 36 100.0 4 100.0 90

Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Daya Tahan Kardiorespirasi

Kebiasaan olahraga contoh tidak berhubungan dengan daya tahan kardiorespirasi (r=0.26; p=0.068). Tabel 17 menunjukkan bahwa 21.4% contoh dengan frekuensi olahraga tiga kali seminggu memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Good, 42.9% contoh dengan frekuensi olahraga tiga kali seminggu memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Fair, dan 35.7% contoh dengan frekuensi olahraga tiga kali seminggu memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori

Poor. Contoh dengan frekuensi olahraga sekali seminggu yang memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Good sebanyak 2.4% dan yang memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori Poor sebanyak 46.3%. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan oleh Agustini (2007) pada remaja di Semarang, tidak terdapat hubungan antara tingkat kebiasaan olahraga dengan daya tahan kardiorespirasi.

Tabel 17 Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan daya tahan kardiorespirasi Daya Tahan Kardiorespirasi Frekuensi Olahraga/minggu Total 0 1 2 3 n % n % n % n % Very Poor 0 0.0 6 14.6 2 5.9 0 0.0 8 Poor 1 100.0 19 46.3 17 50.0 5 35.7 42 Fair 0 0.0 15 36.6 15 44.1 6 42.9 36 Good 0 0.0 1 2.4 0 0.0 3 21.4 4 Total 1 100.0 41 100.0 34 100.0 14 100.0 90

Faktor yang Mempengaruhi Daya Tahan Kardiorespirasi

Hasil analisis regresi linear berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi ditunjukkan pada Tabel 17. Nilai R2 yang diperoleh yaitu sebesar 0.100, hal ini berarti 10.0% variasi daya tahan kardiorespirasi dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel independen, yaitu status gizi, pengetahuan gizi, PAL, dan frekuensi olahraga. Sedangkan sisanya (90.0%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar keempat variabel tersebut.

Tabel 18 Hasil uji signifikansi variabel-variabel yang mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 2.620 .316 8.285 .000

Status Gizi -.361 .126 -.287 -2.861 .005

Pengetahuan Gizi .165 .109 .150 1.513 .134

PAL .041 .122 .035 .336 .737

Frekuensi Olahraga .278 .100 .290 2.777 .007

Terdapat dua dari keempat variabel yang signifikan mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi pada α=5%, hal ini terlihat dari probalitas signifikansi keduanya jauh di bawah 0.05. Berdasarkan analisis regresi multivariat yang dilakukan oleh (Wahyu 2008) diketahui bahwa perubahan asupan diet merupakan prediktor yang lebih berpengaruh terhadap perubahan IMT (0,74 Kkal/hari; p-0,00), dibandingkan dengan beban olahraga (0,238 Kkal/minggu; p=0,176). Jadi dapat disimpulkan bahwa daya tahan kardiorespirasi dipengaruhi oleh status gizi, pengetahuan gizi, PAL, dan frekuensi olahraga, dengan persamaan sebagai berikut:

Y = 2.620 - 0.361X1 + 0.165X2 + 0.041X3 + 0.278X4 + ε Keterangan: X1 = Status gizi X2 = Pengetahuan gizi X3 = PAL X4 = Frekuensi olahraga

Dokumen terkait