• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian pada responden dari variabel kemampuan pembimbing klinik dari akademi (dosen), kemampuan pembimbing klinik dari rumah sakit, manajemen pembelajaran klinik dan kinerja praktek klinik dapat diketahui dari table 8 berikut ini :

Tabel 7. Nilai hasil penelitian variable dependen dan independent Hasil Penelitian Variabel

Kemampuan pembimbing klinik dari akademi (dosen)

139 179 160.10 13.145

Kemampuan pembimbing klinik dari rumah sakit

140 194 169.13 14.626

Manajemen pembelajaran klinik 82 112 92.87 9.878

Kinerja praktek klinik 17 34 26.77 4.847

b. Analisis Hipotesis

Tabel 8. Corelasi antara variable X (dependen) dan Y(independen)

Correlations 1 .791** .585** .638** . .000 .001 .000 30 30 30 30 .791** 1 .666** .522** .000 . .000 .003 30 30 30 30 .585** .666** 1 .582** .001 .000 . .001 30 30 30 30 .638** .522** .582** 1 .000 .003 .001 . 30 30 30 30 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N x1 x2 x3 y x1 x2 x3 y

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

1. Hasil analisis hubungan antara kemampuan pembimbing klinik dari dosen dengan kinerja praktek klinik mahasiswa.

Hubungan Kemampuan Pembimbing Klinik dari Dosen dengan Kinerja Praktek Mahasiswa mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, dengan nilai Pearson 0,638 maka H0 ditolak dengan demikian terdapat hubungan antara Kemampuan Pembimbing Klinik dari Dosen dan Kinerja Praktek Mahasiswa.

Kontribusi atau koefisien penentuan (Coefficient of determination) persepsi mahasiswa tentang kemampuan pembimbing klinik dari dosen terhadap peningkatan atau penurunan kinerja pratek klinik mahasiswa adalah : KP = r2 = (0,638)2 = 0,4070 atau sebesar 40,70 %.

2. Hasil analisis hubungan antara kemampuan pembimbing klinik dari Rumah Sakit dengan kinerja praktek klinik mahasiswa.

Hubungan Kemampuan Pembimbing Klinik dari RS dengan Kinerja Praktek Mahasiswa mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,003 < 0,05, dengan nilai Pearson 0,522 maka H0 ditolak dengan demikian terdapat hubungan antara Kemampuan Pembimbing Klinik dari RS dan Kinerja Praktek Mahasiswa. Kontribusi atau koefisien penentuan (Coefficient of determination) persepsi mahasiswa tentang kemampuan pembimbing klinik dari Rumah sakit terhadap peningkatan atau penurunan kinerja pratek klinik mahasiswa adalah : KP = r2 = (0,522)2 = 0,275 atau sebesar 27,5 %.

3. Hasil analisis hubungan antara manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa.

Hubungan Manajemen Pembelajaran Klinik dengan Kinerja Praktek Mahasiswa mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,001 < 0,05, dengan nilai Pearson 0,582 maka H0 ditolak dengan demikian terdapat hubungan antara Manajemen Pembelajaran dan Kinerja Praktek Mahasiswa.

Kontribusi atau koefisien penentuan (Coefficient of determination) persepsi mahasiswa tentang manajemen pembelajaran klinik terhadap peningkatan atau penurunan kinerja pratek klinik mahasiswa adalah :

KP = r2 = (0,582)2 = 0, 339 atau sebesar 33,9 %.

4. Hasil analisis hubungan antara kemampuan pembimbing klinik dari dosen, kemampuan pembimbing klinik dari rumah sakit, manajemen bimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa.

Berdasarkan uji Regresi linier berganda didapatkan hubungan dari variabel independent kemampuan pembimbing klinik dari dosen, kemampuan pembimbing klinik dari rumah sakit, manajemen bimbingan klinik terhadap variabel dependent kinerja praktek klinik mahasiswa secara simultan yaitu nilai F hitung 8,011 sedangkan nilai signifikansinya 0,001 lebih kecil dari 0,05 dengan demikian terdapat hubungan yang bermakna antara kemampuan pembimbing klinik dari dosen, kemampuan pembimbing klinik dari rumah sakit, manajemen bimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa.

Hasil analisis hubungan kemampuan pembimbing klinik dari dosen dengan inerja praktek pahasiswa mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, dengan nilai Pearson 0,638 maka H0 ditolak dengan demikian terdapat hubungan antara kemampuan pembimbing klinik dari dosen dan kinerja praktek mahasiswa. Artinya semakin tinggi kemampuan dosen sebagai pembimbing klinik akan meningkatkan kinerja praktik klinik mahasiswa.

Menurut pendapat Notoatmojo (2003) kemampuan pembimbing klinik tersebut dapat inilai dari pengetahuan, sikap dan perilaku pembingan klinik.

Pengetahuan pebimbing klinik, hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat Notoatmojo (2003) dimana pengetahuan merupakan resultan dari akibat penginderaan terhadap suatu obyek, Penginderaan tersebut sebagian berasal dari penglihatan dan pendengaran yang pengukurannya dapat dilakukan dengan tes atau wawancara. Maka diperlukan pembimbing klinik yang mempunyai pengetahuan yang kokoh selain mempunyai kemampuan klinik, terampil sebagai pengajar dan mempunyai sebagai komitmen sebagai pembimbing klinik. Dosen sebagi pembimbing klinik maupun sebagai pengajar dikelas harus berlatar belakang pendidikan keperawatan yang lebih tinggi dari pendidikan mahasiswa bila sudah lulus. Mempunyai kemampuan professional dalam area klinik tertentu sehingga dapat memberikan pelayanan/asuhan keperawatan berdasarkan prinsip-prinsip saintifik, dengan demikian seorang pembimbing klinik harus terus menerus memperbaharui pengetahuan dan ketrampilan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Pengetahuan dosen sebagai pembimbing klinik perlu mendapatkan perhatian serius dari bagian

akademik atau pihak pendidikan untuk memperbaharui pengetahuan dosen selaku pembimbing klinik dengan memberikan kesempatan kepada dosen untuk studi lanjut atau cara lain seperti mengikuti seminar atau menyediakan buku-buku pendukung dan lain-lain. Tidak kalah penting lagi perlu dilakukan pendekatan individual pada para dosen selaku pembimbing klinik dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi saat melakukan bimbingan klinik.

Sikap sangat penting perannya sebagai pendukung kemampuan pembimbing klinik, karena pembimbing klinik dituntut untuk bersikap dan berperan sebagai role model. Menurut azwar (2005), sikap yang positif akan menyebabkan bertahannya seseorang dari pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Dengan demikian sikap yang positif yang sudah dimiliki oleh oleh dosen selaku pembimbing klinik harus dipertahankan karena akan mempengaruhi langsung atau tidak langsung perilaku pembimbing yang diberikan kepada mahasiswa, (Widianti, 2000). Menurut Azwar (2005) bahwa sikap merupakan suatu respon evaluatif. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (tak favorable) obyek tersebut. Pengukuran sikap akan mengklasifikasikan respon evaluatif seseorang pada posisi memihak dan tidak memihak, pada posisi setuju atau tidak setuju. Sikap dikatakan sebagai respon, respon akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon. yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberikan kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam

bentuk baik, buruk, positif, negatif, yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap. Secara definitif, sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikiran yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung pada perilaku dalam menilai. Sikap social terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi social mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok social. Dalam interaksi social, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis disekelilingnya. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai factor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dari individu.

Kemampuan pembimbing klinik dalam hal kemampuan profesionalisme ketrampilan pembimbing klinik tercermin terlihat dari kinerja mahasiswa dalam melaksanakan praktek klinik terutama dalam kemampuan interpersonal, kemampuan sebagai model peran dan kemampuan bekerja sesuai

prosedur yang telah ditetapkan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat maria (1996) menjelaskan bahwa, ciri-ciri pekerjaan professional adalah pekerjaan seumur hidup, motivasi kuat/panggilan, komitmen mantap, kelompok ilmu pengetahuan dan ketrampilan khusus melalui pendidikan dan latihan, kepentingan klien, aplikasi prinsip dan teori, berorentasi pada pelayanan, tidak memiliki interest pribadi, pelayanan berdasarkan kebutuhan serta otonomi dalam menentukan tindakan standar etik dan standar profesi yang kuat.

Hasil analisis hubungan antara kemampuan pembimbing klinik dari Rumah Sakit dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Hubungan Kemampuan Pembimbing Klinik dari RS dengan Kinerja Praktek Mahasiswa mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,003 < 0,05, dengan nilai Pearson 0,522 maka H0 ditolak dengan demikian terdapat hubungan antara Kemampuan Pembimbing Klinik dari RS dan Kinerja Praktek Mahasiswa.

Penjelasan secara teori hubungan antara kemampuan pembimbing klinik dari Rumah Sakit dengan kinerja praktek klinik mahasiswa sama dengan pembahasan hubungan antara kemampuan pembimbing klinik dari Rumah Sakit dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian ini jelas bahwa pembimbing klinik baik dari dosen maupun dari rumah dakit berhubungan dengan kinerja praktek klinik mahasiswa ini berarti peran keduanya tidak bisa bisa diabaikan.

Hasil analisis hubungan antara manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Hubungan Manajemen Pembelajaran Klinik dengan Kinerja Praktek Mahasiswa mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,001

< 0,05, dengan nilai Pearson 0,582 maka H0 ditolak dengan demikian terdapat hubungan antara Manajemen Pembelajaran dan Kinerja Praktek Mahasiswa.

Manajemen mengandung funsi organisasi, yang dicerminkan dengan pola struktur organisasi . Struktur organisasi merefleksikan pekerjaan yang secara umum harus dikerjakan oleh satu organisasi dan juga menggambarkan arus informasi dalam organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam tahap persiapan pelaksanaan pembelajaran klinik harus dibuat struktur organisasi/kepanitiaan penyelenggaraan pembelajran klinik minimal 3 bulan sebelum waktu pelaksanaan (Dep. Kes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 2001)

Manajemen pembelajaran klinik dalam penelitian ini adalah desentralisasi dan aliansi, dan menurut Mintzberg (1979) dengan adanya desentralisasi organisasi akan dapat merespon dengan cepat suatu kondisi lokal, sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap pelanggan. Melalui pelaksanaan desentralisasi juga dapat merangsang motivasi kerja dari karyawan pada suatu organisasi.

Desentralisasi dalam pembelajaran klinik termasuk desentralisasi horisontal karena itu kekuasaan untuk mengambil keputusan dalam penyelenggaraan pembelajaran klinik dilimpahkan kepada para ahli yang memiliki pengetahuan sesuai dengan materi/teori yang dipelajari mahasiswa.

Desentralisasi mencerminkan rasa saling menghormati, anggota-anggota mempunyai peran yang tepat sesuai dengan kekuatannya, peran anggota melihat kerjasama dari sudut kepentingan mereka dan mempunyai kemampuan

berkompromi . Struktur dan proses kerja yang baik, dicerminkan oleh para anggota secara bersama dalam melakukan proses kegiatan dan menilai hasilnya. Adanya pengambilan keputusan yang terintegrasi, fleksibel pada struktur dan metoda. Adanya pengembangan mengenai uraian tugas yang jelas, tanggung jawab, hak yang bersifat terbuka dan sering disertai dengan usaha membuat komunikasi yang formal maupun informal .

Manajemen pembelajaran klinik dalam hal aliansi dalam penyelenggaraan pembelajaran klinik merupakan komponen penting, oleh karena organisasi pendidikan keperawatan tidak bisa melaksanakan pembelajaran klinik terhadap mahasiswa tanpa mengadakan hubungan kerjasama dengan organisasi unit-unit pelayanan kesehatan terkait. Dalam mengadakan aliansi untuk penyelenggaraan pembelajaran klinik, pimpinan organisasi pendidikan dan pimpinan organisasi pelayanan kesehatan merumuskan tujuan bersama sehingga terjadi kesamaan persepsi/pendapat dalam penyelenggaraan pembelajaran klinik. Pemanfaatan sumber daya manusia disesuaikan dengan kebutuhan pada kegiatan pembelajaran tanpa mengabaikan kebutuhan pelayanan di organisasi masing-masing (akademi dan institusi pelayanan kesehatan). Pengaturan pemberian pengalaman belajar kepada mahasiswa yang berkaitan dengan kasus-kasus, dipertimbangkan dan dibuat satu keputusan bersama supaya jangan sampai merugikan pasien dan mahasiswa. Semua permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pembelajaran klinik, dipecahkan dan ditindak lanjuti bersama-sama. Maka Departemen Kesehatan RI dalam hal ini Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan

(2001) menegaskan bahwa sebelum pelaksaan pembelajaran klinik bagi mahasiswa di tempat pelayanan kesehatan harus diawali dengan pembuatan surat perjanjian kerjasama (Memorandum of Understanding / MOU) dan isi surat perjanjian kejasama tersebut didiskusikan bersama, dan setelah disetujui isinya ditandangani oleh kedua belah pihak.

Pelaksanaan pembelajaran klinik merupakan hal yang tidak terpisahkan dari sistem program pengajaran serta merupakan wadah yang tepat untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh pada proses belajar mengajar di kampus. Lahan praktek (tempat pelayanan kesehatan) sebagai sarana belajar mengajar utama untuk mewujudkan profesionalisme mahasiswa, dan juga sebagai wahana untuk meningkatkan ketrampilan secara utuh dari seorang mahasiswa yang telah mendapat pelajaran teori dikelas atau praktek di laboratorium/bengkel kerja (Dep. Kes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 2001)

Kinerja praktek berkualitas merupakan aktivitas yang dilakukan baik proses maupun hasilnya mendekati kesempurnaan secara ideal sesuai dengan standar yang ditentukan. Dalam hal ini penafsiran kinerja praktek klinik mahasiswa dapat ditinjau dari kemampuan profesionalnya dalam menjalankan asuhan keperawatan berdasarkan peran dan fungsi perawat sesuai standar dari tuntutan profesi keperawatan demikian juga kuantitas yang merupakan jum lah kegiatan atau produk jasa yang telah dihasilkan. Semakin profesional seseorang dalam menjalankan profesinya maka produk atau jasa yang dihasilkan akan semakin meningkat secara maksimal dan bertanggung jawab.Dunham (1994)

berpendapat kinerja karyawan dipengaruhi dukungan organisasi, kemampuan dan ketrampilan individu. Senada dengan pendapat muchlas (1997) mengatakan bahwa kesempatan berprestasi karyawan perlu diperhatikan dalam meningkatkan kinerja karyawan selain motivasi dan kemapuan.

BAB V

Dokumen terkait