• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual melalui proses pengumpulan data yang dilakukan dari tanggal 15 Februari sampai 28 Maret 2010 terhadap 96 orang responden di Puskesmas Padang Bulan.

Hasil dari penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit meular seksual di Puskesmas Padang Bulan:

1.1Deskripsi Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

Dari 96 responden yang terkumpul, mayoritas responden berada pada rentang usia 20 – 26 tahun (n=72;75%), jenis kelamin perempuan (n=59;61,5%). Pendidikan responden lebih banyak adalah SMA (n=48;50%), Mayoritas pekerjaan responden yaitu mahasiswa (n=57;59.4%).

Table 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden di Puskesmas Padang Bulan Medan (N=96).

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Usia 20 – 26 tahun 27 – 33 tahun 34 – 40 tahun 41 – 48 tahun Jenis kelamin Laki – laki Perempuan Pendidikan SD SMP SMA Perguruan tinggi Pekerjaan

Ibu rumah tangga Wiraswasta

Pegawai negeri sipil Mahasiswa 72 16 5 3 37 59 2 17 48 29 13 19 7 57 75 16,7 5,2 3,1 38,5 61,5 2,1 17,7 50,0 30,2 13,5 19,8 7,3 59,4

1.2. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penyakit Menular Seksual

Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa mayoritas responden dalam kategori pengetahuan masyarakat yang baik (n=43;44,8%), dan 38 responden (39,6%) kategori pengetahuan masyarakat yang cukup, sedangkan untuk kategori penetahuan masyarakat yang kurang, ada 15 responden (15,6%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan persentase tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit menular seksual di Puskesmas Padang Bulan Medan (N=96). Tingkat pengetahuan Masyarakat Frekuensi Persentase (%) Pengetahuan mayarakat baik Pengetahuan masyarakat sedang Pengetahuan masyarakat buruk 43 38 15 44.8 39,6 15,6

1.3. Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Menular Seksual

Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa mayoritas responden dalam kategori sikap positif (n=88;91,7%), dan hanya 8 responden (8,3%) berada pada sikap negative.

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual di Puskesmas Padang Bulan Medan (n=96).

Sikap masyarakat terhadap PMS Frekuensi Persentase (%) Sikap positif Sikap negatif 88 8 91,7 8,3

1.4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan sikap Masyarakat Terhadap Penyakit

Menular Seksual

Hasil uji statistik korelasi Spearman dengan komputerisasi didapatkan kekuatan korelasi (r) = 0,263 Angka tersebut menunjukkan korelasi antara pengetahuan dan

menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat akan semakin besar sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual, begitu pula sebaliknya. Tingkat signifikansi (p) dari hasil korelasi Spearman diperoleh p sebesar 0,010 dimana nilai ini kurang dari level of significance (α) yaitu 0,05 yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual

Tabel 4. Hasil analisa hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual di Puskesmas Padang Bulan (N=96).

2. PEMBAHASAN

Dari data hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap penyakit menular seksual di Puskesmas padang Bulan Medan.

2.1Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penyakit Menular seksual.

Pengetahuan Sikap Pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .263** Sig. (2-tailed) . .010 N 96 96 Sikap Correlation Coefficient .263** 1.000 Sig. (2-tailed) .010 . N 96 96

Pengetahuan masyarakat adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki oleh individu dalam masyarakat tersebut ( Keraf dan Mikhael ). Pada penelitian ini, pengetahuan masyarakat terhadap penyakit menular seksual meliputi jenis penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat berpengetahuan baik 43 responden atau 44%, responden berpengetahuan cukup 38 responden atau 39,6% dan berpengetahuan kurang 15 responden atau 15,6%. Banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya tingkat pendidikan, sumber informasi, dan pengalaman ( Notoadmojo, 2003). Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pengetahuan. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal dan semakin tinggi pendidikan maka semakin luas pengetahuan ( Notoadmojo, 2003). Dari hasil data demografi diperoleh bahwa mayoritas responden berpendidikan SMA 48 responden atau 50%. Dari hasil peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan SMA mendukung tingkat pengetahuan baik, pada masyarakat terhadap penyakit menular seksual, sesuai yang di sampaikan oleh Rohana (1999) bahwa sebagian besar tingkat pendidikan yang berpengetahuan baik adalah adalah pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Adi Sarininggar (2001) yang dilakukan di Kota Semarang tentang pengetahuan remaja terhadap penyakit menular seksual yang menyatakan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang besar terhadap

Dari hasil kuesioner pengetahuan pada jawaban responden dengan persentase di bawah 50, di dapat rata – rata responden menjawab salah pertanyaan berkaitan dengan penyebab dari penyakit menular seksual (pertanyaan 4), masa inkubasi sifilis (pertanyaan 9), bahan uji pada pemeriksaan gonore (pertanyaan 11), dan sifilis dapat di tularkan pada janin di dalam kandungan (pertanyaan 12) seharusnya tidak salah karena bakteri sifilis dapat masuk ke plasenta, sedangkan pertanyaan yang sulit di lapangan yaitu mengenai faktor resiko dari kandidiasis dan sifilis (pertanyaan 14) yang rata – rata masyarakat bertanya ulang pada peneliti menghasilkan persentase di atas 50% yaitu sebesar 54,4%. Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan masyarakat terhadap penyakit menular seksual pada penelitian ini hanya sampai pada tahap mengetahui dimana masyarakat mengetahui mengenai penyakit menular seksual tapi tidak sampai pada tahap memahami apa itu penyakit menular seksual dan bagaimana tanda dan gejala dari setiap jenis penyakit menular seksual (Subidio, 2008).

2.2Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual.

Sikap merupakan sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan ada kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun dan Acocella, 1990). Sikap dapat bersifat positif yaitu terdapat kecenderungan tindakan untuk mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu dan dapat bersifat negatife yaitu kecenderungan untuk menghindari, menjauhi, dan tidak mempercayai atau menyakini objek tertentu (Purwanto, 1999).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat bersikap positif sebanyak 88 responden atau 91,7% dan masyarakat bersikap negatif sebanyak 8 responden atau 8,3%. Ada 2 faktor yang mempengaruhi perubahan sikap

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kemampuan daya pilih seseorang untuk menerima atau menolak pengaruh – pengaruh yang datang dari luar (selectivity) dan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi social di luar kelompok, misalnya : interaksi antar manusia, dalam bentuk kebudayaan, yang sampai kepada individu melalui surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain sebagainya (Ahmadi, 1999).

Pada penelitian ini di dapat hasil bahwa mayoritas responden setuju sudah paham tentang penyakit menular seksual sebanyak 42 responden, 39 responden setuju harus menjauhi teman yang terkena HIV, 41 responden sangat setuju bahwa gejala PMS dapat muncul dan menyerang seluruh organ tubuh, 57 responden sangat setuju untuk menjauhi narkoba, 36 responden sangat setuju bahwa gonore , sifilis, HIV bukan merupakan PMS yang tidak berbahaya, 34 responden setuju bahwa PMS diakibatkan oleh virus, 45 responden sangat setuju tes sampel darah adalah tes paling mudah untuk mendeteksi HIV, 53 responden sangat setuju harus berolah raga dan kegiatan positif dari pada menjadi pecandu narkotik, 39 responden sangat setuju bahwa homoseksual merupakan kelompok resiko tinggi PMS, 35 responden setuju bahwa HIV, herpes dan hepatitis merupakan akibat dari infeksi virus DNA, 42 responden sangat setuju PSK sebagian besar terkena PMS, 42 responden sangat setuju gejela tahap 3 sifilis (lumpuh dan gila) merupakan tahap yang paling fatal, 61 responden sangat setuju AIDS merupakan perkembangan HIV, dan harus menjauhi pergaulan bebas, 62 responden sangat setuju penting belajar PMS, untuk menghindari dampak yang terjadi di dalamnya, 70 responden sangat setuju harus menjauhi semua

(selectivity) yang mempengaruhi sikap responden yang mayoritas positif. Pembentukan sikap pada masyarakat ini tidak terjadi begitu saja, melainkan melewati suatu proses yang secara bertahap diserap, berkembang dengan bertambahnya pengalaman dan akhirnya meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa masyarakat seingga menyebabkan terbentuknya sikap (Purwanto, 1999). Maka pada penelitian ini mayoritas responden bersikap positif dipengaruhi oleh kemampuan daya pilih responden terhadap pengaruh – pengaruh dari luar. Dari hasil kuesioner peneliti mendapatkan bahwa masyarakat yang memiliki persentase paling rendah pada pertanyaan sikap mengenai penyakit menular seksual yang tidak berbahaya (24%). Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa sikap yang sudah terbentuk dan berkembang dalam diri seseorang dan sudah menjadi bagian dalam dirinya dalam kehidupan sehari – hari akan cenderung di pertahankan dan akan berubah sesuai dengan ilmu yang didapat (Perosi, 2007). Karena mengubah sikap yang dasar berarti mengadakan penyesuaian baru terhadap objek atau ilmu baru yang didapat, harus memilih kembali respon dan memberi makna baru kepada objek yang dihadapi.

2.3 Hubungan pengetahuan dan sikap mayarakat terhadap penyakit

menular seksual terhadap penyakit menular seksual

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 96 orang yang datang di puskesmas padang Bulan Medan di dapatkan nilai kekuatan korelasi (r) = 0,263, nilai signifikansi (p) 0,010. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif yang sangat signifikan antara pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual, yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat akan semakin besar sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual. Begitu juga

sebaliknya, semakin rendah tingkat pengetahuan masyarakat maka semakin rendah sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual. Maka hipotesis peneliti ini diterima (terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit menular sesual di Puskesmas Padang Bulan). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Adi Sarininggar (2001) ada pengaruh yang sangat signifikan (F=1,003; sig=0,523) antara pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual.

Hasil penelitian juga menunjukkan secara deskriptif dapat dianalisa bahwa pada responden dengan tingkat pengetahuan yang baik maka akan mempunyai sikap yang positif, sedangkan tingkat pengetahuan yang buruk maka akan mempunyaai sikap yang diterima dalam kategori negatif.

Sikap dapat bersifat positif yaitu terdapat kecenderungan tindakan untuk mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu dan dapat bersifat negatif yaitu kecenderungan untuk menghindari, menjauhi, dan tidak mempercayai atau menyakini objek tertentu (Purwanto, 1999).

BAB 6

Dokumen terkait