• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisa Kualitas Air Muara Sungai Deli

Sungai Deli digunakan masyarakat sekitar sudah turun-temurun untuk kegiatan mencuci pakaian, mencuci piring dan mandi, dan juga kakus. Topografi daerah hilir Sungai Deli semakin landai dengan kemiringan 0.2 % laju air pada daerah ini semakin lambat, terutama ke arah muara. Daerah hilir merupakan sentral industri, terdapat lebih dari 54 (lima puluh empat) kegiatan/industri disepanjang Sungai Deli, termasuk hotel dan rumah sakit. Banyak diantara industi ini yang membuang limbahnya ke Sungai Deli tanpa pengolahan terlebih dahulu (Poernomo, 2007).

Hasil penelitian yang diakukan diketahui bahwa kualitas air muara Sungai Deli sudah tercemar, hal ini dapat dilihat dari data hasil kualitas air Sungai Deli sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Faktor Fisika Kimia Kualitas Air di Lokasi Pemukiman Penduduk dan Mangrove

Parameter Pasang I Februari Pasang II Maret Surut I Maret Surut II April P M P M P M P M pH 8,13 7,33 8,20 7,50 6,62 7,26 6,58 7,18 DO (mg/l) 6,30 5,80 6 3,40 2 4,13 1,80 3,79 Fosfat (mg/l) 0,90 1,00 1,00 1,10 0,80 1,00 1,10 1,20 Nitrit (mg/l) 0,12 0,11 0,13 0,15 0,16 0,18 0,15 0,16 Suhu (oC) 29 28 28 27 29 29,50 32 30 Kecerahan (cm) 50 45 45 55 50 50 48 60 Salinitas (0/00) 11 17 10,50 18,33 8 14,50 8,30 15 BOD5 (mg/l) 3,05 11,67 3,10 8,37 14,60 11,30 15 16,50 Kecepatan arus (m/dt) 0,13 0,14 0,13 0,16 0,14 0,20 0,20 0,18 Keterangan * P : Pemukiman Penduduk * M : Mangrove

Hasil analisis kuaitas air Sungai Deli (Tabel 1) menunjukkan hasil yang bervairiasi. Adapun pH di lokasi mangrove dan penduduk relatif sama yaitu berkisar 6,58-8,2. Suhu di sepanjang lokasi pengamatan Sungai Deli juga relatif sama yaitu berkisar 27-32oC. Fosfat di lokasi mangrove dan penduduk juga relatif sama yaitu 0,8-1,2 dan kandungan nitrit sebesar 0,11-0,18. Adapun kecerahan air sebesar 45-60 cm. Salinitas air Sungai Deli berkisar 8-18,33 (0/00). BOD5 di lokasi mangrove dan penduduk memiliki fluktuasi nilai yang berbeda yaitu terendah sebesar 3,05 dan tertinggi sebesar 16,5 mg/l. DO terendah sebesar 2 mg/l sedangkan DO tertinggi sebesar 6,3 mg/l. Kecepatan arus di sepanjang muara Sungai Deli relatif sama sebesar 0,13- 0,20 m/dt.

Kedua lokasi titik pengamatan dalam identifikasi bakteri patogen di muara Sungai Deli memiliki kedalaman berkisar ± 1-7 m dan dianggap dapat mewakili seluruh muara Sungai Deli. Perairan muara Sungai Deli tersebut pada musim tertentu (kemarau) dapat terjadi blooming fitoplankton yang ditandai dengan sungai berwarna coklat-kehijauan. Keadaan ini disebabkan terlalu suburnya perairan (eutrofikasi). Kondisi perairan muara Sungai Deli yang demikian dapat mendorong pertumbuhan bakteri perairan pantai termasuk bakteri patogen yang berpengaruh terhadap seluruh kehidupan biota akuatik.

Hasil Analisa Kualitas Air Muara Sungai Deli Berdasarkan Fecal coli

Analisis kualitas air Sungai Deli berdasarkan mikrobiologi diperoleh hasil pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah sel Bakteri (TPC) dan uji MPN di Lokasi Pemukiman Penduduk (P) dan Mangrove (M)

Kondisi Jenis Jumlah cfu / MPN

Pasang I (P) TPC Coliform Fecal coli 249,67 x 105 1100 11 Surut I (P) TPC Coliform Fecal coli 331 x 105 1100 75 Pasang II (P) TPC Coliform Fecal coli 253 x 105 75 43 Surut II (P) TPC Coliform Fecal coli 254,67 x 105 460 93 Pasang I (M) TPC Coliform Fecal coli 285,34 x 105 1100 150 Surut I (M) TPC Coliform Fecal coli 374 x 105 2400 150 Pasang II (M) TPC Coliform Fecal coli 101,34 x 105 43 7 Surut II (M) TPC Coliform Fecal coli 243 x 105 210 120

Hasil Identifikasi Bakteri Salmonella thypi dan Vibrio cholera

Hasil uji identifikasi bakteri patogen di muara Sungai Deli menunjukkan bahwa koloni bakteri Salmonella thypi dan koloni bakteri Vibrio cholera dapat tumbuh di media spesifik. Media spesifik bakteri Salmonella thypi adalah Salmonella Shigella (SS) Agar. Koloni Salmonella thypi ditandai dengan terbentuknya koloni berbentuk titik-titik embun putih bening jernih (transparan). Koloni yang diduga sebagai bakteri Salmonella thypi tersebut selanjutnya diambil 1 ose dan dilanjutkan ke reaksi biokimia atau dengan metode API 20 E. Namun pada hasil uji identifikasi bakteri dengan metode API 20 E menunjukkan bahwa jenis bakteri Salmonella thypi dinyatakan negatif pada semua sampel. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat bakteri patogen Salmonella thypi pada muara Sungai Deli.

Bakteri Vibrio tumbuh pada media alkalis pepton sebagai media enrictment dan media Thiosulfat Citrate Bile Salt Sucrose Agar (TCBS). Bakteri yang diduga sebagai Vibrio cholera ditandai dengan terdapatnya koloni berwarna kuning metalik pada media agar. Koloni tersebut diambil 1 ose untuk dilanjutkan pada uji Biokimia dengan metode API 20 E. Namun pada hasil uji dengan metode API 20 E menunjukkan bahwa bakteri Vibrio cholera dinyatakan negatif tetapi ditemukan jenis bakteri Vibrio lain yaitu Vibrio fluvialis. Hal ini disebabkan bakteri Vibrio sp. dapat tumbuh pada media TCBS. Bakteri Vibrio fluvialis

ditemukan pada sampel air yang berada di daerah mangrove muara Sungai Deli. Hasil Identifikasi Bakteri Patogen

Dua puluh empat sampel bakteri yang berhasil diisolasi terdapat 9 jenis bakteri patogen. Koloni bakteri gram negatif yang didapat dengan metode API 20 E yaitu Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, Klebsiella ornithynolytica, Cedecea lapegei, Aeromonas hydrophyla, Aeromonas sobria, Aeromonas caviae, Ewingella Americana dan Vibrio fluvialis. Hasil identifikasi jenis bakteri patogen di stasiun I dan stasiun II dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Identifikasi Bakteri Patogen di Muara Sungai Deli

No Jenis Bakteri Stasiun I (Penduduk) Stasiun II (Mangrove) 1. Escherichia coli ada ada

2. Klebsiella oxytoca ada ada 3. Klebsiella ornithinolytica ada ada 4. Cedecea lapegei Tidak ada ada 5. Aeromonas hidrophyla ada ada 6. Aeromonas sobria ada ada 7. Aeromonas caviae ada ada 8. Ewingella americana ada ada 9. Vibrio fluvialis Tidak ada ada

Bakteri Vibrio fluvialis

Bakteri Vibrio fluvialis ditemukan dari hasil uji identifikasi bakteri patogen menggunakan metode API 20 E. Bakteri Vibrio fluvilis dapat hidup di air laut dan air tawar dan dapat mengkontaminasi biota akuatik seperti seafood. Koloni V. fluvialis berbentuk bundar, kuning 0,9-3,0 mm. Hasil Uji Biokimia

Vibrio fluvialis menyatakan Catalase (+) Oxidase (+) Indol (- )Motility (+) H2S(-) Reduksi nitrat (+) Dekarboksilase (Moeller) (-)Arginin (+) Lysin (+) Ornithine (-) Hidrolisa : Pati (+) Asam dari : Arabinosa (-) Sukrose (-) Xylose (–). Ciri lain bakteri Vibrio fluvialis adalah dapat tumbuh pada pH yang sangat tinggi 8,5-9,5 dan sangat cepat mati oleh asam. Pertumbuhan sangat baik pada pH 7 karenanya pembiakan pada media yang mengandung karbohidrat yang dapat difermentasi akan cepat mati. Bakteri Vibrio fluvialis bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah pada suhu 18-30oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada berbagai jenis media, termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen. V. fluvialis ini tumbuh baik pada agar Thiosulfate-Citrate-bile-Sucrose (TCBS) yang menghasilkan koloni berwarna kuning (Afifah, 2010).

Bakteri Kleibsiella oxytoca dan bakteri Kleibsiella ornithylitica

Raoultella ornithinolytica merupakan istilah lain bagi bakteri Klebsiella ornithinolytica. Bakteri ini ditemukan dari hasil identifikasi bakteri patogen menggunakan metode API 20 E. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif dari Famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini dapat hidup di berbagai habitat dan perairan tawar maupun estuari.

Penyebaran bakteri K. ornithinolytica dan K. oxytoca yang paling umum juga melalui kontaminasi makanan laut (seafood) yang telah terinfeksi bakteri tersebut. Bakteri spesies ini berhubungan dengan produksi histamin yang menyebabkan keracunan pada ikan. Gejala penyakit yang diakibatkan oleh terinfeksi bakteri K. ornithinolytica pada manusia adalah terjadinya sindrom berupa demam (Hidayati dkk, 2002).

Bakteri Aeromonas hidrophyla, Aeromonas caviae dan Aeromonas sobria Hasil uji identifikasi bakteri patogen dengan metode API 20 E ditemukan jenis bakteri Aeromonas hidrophyla, Aeromonas caviae dan Aeromonas sobria. Bakteri Aeromonas hidrophyla, Aeromonas caviae dan Aeromonas sobria adalah spesies bakteri yang sangat umum ditemukan di perairan tawar, payau dan laut yang dapat menginfeksi berbagai jenis spesies ikan. Bakteri ini biasanya menginfeksi tubuh ikan bersama jenis bakteri patogen lainnya, umumnya menginfeksi pada luka dan borok pada ikan. Infeksi ini biasanya terjadi pada musim panas ketika temperatur perairan meningkat. Bakteri Aeromonas biasanya menginfeksi ikan yang mengalami stress, mengalami penurunan imunitas atau yang mengalami luka atau borok pada tubuh. Pada umumnya, bakteri Aeromonas hidrophyla dan Aeromonas sobria menginfeksi ikan yang sudah terinfeksi oleh bakteri patogen lain, sehingga dapat menyebabkan kematian pada ikan. Motile aeromonad septicaemia (MAS) adalah istilah penyakit pada ikan disebabkan oleh

Bakteri Ewingella americana

Hasil uji identifikasi bakteri patogen dengan metoda API 20 E ditemukan jenis bakteri Ewingella americana. Ewingella sp. merupakan bakteri yang termasuk ke dalam golongan genus Enterobacteriaceae. Beberapa penelitian menyatakan bahwa bakteri ini termasuk bagian relung ekologi. Bakteri Ewingella

secara umum resisten terhadap beberapa β-lactam antibiotik.

Bakteri Cedecea lapegei

Hasil uji identifikasi bakteri patogen dengan metoda API 20 E ditemukan bakteri jenis Cedecea lapegei. Bakteri yang ditemukan pada sampel air muara Sungai Deli adalah bakteri Cedecea lapegei. Bakteri ini dapat hidup di berbagai habitat. Bakteri Cedecea lapegei merupakan bakteri gram negatif dan termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae. Hasil biokimia dari bakteri Cedecea lapegei

menunjukkan Motil positif, Voges-Proskauer dan o-nitrophenil-P-D-galactopyranoside test positif. Lisin, indol, H2S, urea dan fenilalanin tidak diproduksi. Lipase positif, tetapi gelatin, deoxiribonuclease, chitinase, amilase, and polygalacturonase tidak diproduksi/ negatif. Gas dihasilkan dari fermentasi glukosa. Asam diproduksi dari D-arabitol, D-cellobiose, maltose, D-mannitol, mannose, salicin, dan trehalose tetapi tidak dari adonitol, larabinose, dulcitol atau L-rhamnose. Bakteri Cedecea lapegei tumbuh pada nutrien agar pada suhu 37 oC, memproduksi convex koloni dengan diameter sekitar 1.5 mm. Bakteri ini merupakan fakultatif anaerobik. Adapun seluruh strain bakteri Cedecea lapegei

Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli ditemukan di muara Sungai Deli yang berada di daerah pemukiman penduduk dan di daerah mangrove. Adanya E. coli telah dibuktikan dengan serangkaian uji, mulai dari uji pendugaan, uji penegasan dan uji lengkap/ uji kepastian. Uji lengkap dilakukan dengan menggoreskan 1 mata ose dari tabung kaldu EC yang positif ke agar EMB, setelah diinkubasi selama 24 jam maka akan terlihat perubahan warna goresan pada cawan yang tumbuh E. coli

akan berwarna hijau metalik. Hasil Uji Penegasan bakteri terduga E.coli ditandai dengan adanya kilap plat logam (hijau metalik). Warna hijau metalik/plat logam disebabkan terdapat zat fuksin di dalam media M-Endo agar, sedangkan pada media lain tidak mengandung zat fuksin. Pada uji SIM setelah ditetesi Regent covac maka pada tersangka bakteri E.Coli dinyatakan positif indol dan motiliti negatif sedangkan pada bakteri tersangka Salmonella dan Vibrio dinyatakan motility positif dan indol negatif. Hasil indol positif pada uji SIM ditandai dengan terbentuknya cicin merah pada lapisan atas media.

Pengamatan terhadap air muara Sungai Deli pada masing-masing stasiun menunjukkan hasil positif dalam uji pendugaan terhadap adanya bakteri coliform. Hal ini ditandai dengan adanya kekeruhan dan gelembung gas didalam tabung durham pada seluruh tabung dari semua seri pegenceran. Timbulnya gas ini disebabkan karena kemampuan bakteri coliform yang terdapat dalam sampel air dalam memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 37°C (Pelczar dan Chan, 2006).

Pembahasan Suhu

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu kedua stasiun berkisar 27-32oC dengan suhu tertinggi pada stasiun II yaitu di lokasi pemukiman penduduk sebesar 32oC dan yang terendah pada stasiun II sebesar 27oC. Rendahnya suhu pada stasiun II disebabkan kondisi yang lebih ternaungi oleh tumbuhan bakau yang berada di sisi kanan–kiri muara Sungai Deli.

Menurut Odum (1996) suhu ekosistem perairan dipengaruhi oleh penetrasi cahaya, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya, ketinggian kanopi (penutup vegetasi) dari pepohonan yang di pinggiran perairan. Penetrasi cahaya kedua stasiun berkisar 45-60 cm, tertinggi di stasiun II sebesar 60 cm dan terendah di stasiun I sebesar 45 cm. Seperti yang dikemukakan oleh Simanjuntak (2006) bahwa cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan suspensi atau bahan organik terlarut terlalu tinggi, akibatnya akan mempengaruhi proses fotosintesis di dalam perairan tersebut.

Salinitas

Salinitas pada kedua stasiun berkisar 8-18,33 o/oo. Salinitas tertinggi pada stasiun II yaitu di lokasi mangrove sebesar 18,33o/oo dan terendah pada stasiun I sebesar 8 o/oo. Tingginya salinitas pada stasiun II disebabkan lokasi mangrove ini lebih dekat dengan laut bebas. Salinitas pada waktu surut lebih rendah dari pada waktu pasang karena pengaruh air sungai lebih dominan. Nilai salinitas pada perairan muara sungai Deli masih mendukung bagi kehidupan dan pertumbuhan bakteri fecal. Bakteri fecal bersifat halotoleran lemah yaitu hidup pada toleransi

salinitas rendah artinya bakteri ini berasal dari daratan. Akan tetapi bakteri fecal

masih dijumpai di perairan laut lepas. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut (DO) pada kedua stasiun berkisar 1,8-6,3. DO tertinggi pada stasiun I pada saat pasang naik sebesar 6,3 dan terendah juga pada stasiun I pada saat surut yaitu sebesar 1,8. Nilai DO pada stasiun I pada saat surut berkaitan dengan tingginya suhu perairan tersebut.

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Muara Sungai Deli pada titik-titik pengambilan sampel menunjukkan bahwa terjadi penurunan kualitas air dari hulu ke hilir. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, kualitas air muara Sungai Deli tergolong tercemar. Kandungan oksigen terlarut 1,8 mg/l tergolong kualitas air kelas IV. Air lingkungan yang telah tercemar kadar oksigennya sangat rendah. Perairan dapat dikategorikan sebagai perairan yang tingkat pencemaran rendah jika kadar oksigen terlarutnya > 5 ppm (Yuliastuti, 2011).

Nitrit

Kandungan nitrit terendah berada di stasiun II sebesar 0,11 mg/l dan yang tertinggi pada stasiun II pada 0,18 mg/l. Adapun kisaran kandungan nitrit pada stasiun I dan II hampir relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan nitrit pada muara Sungai Deli ini cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Efendi, 2003) yang menyatakan bahwa kadar nitrit pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l. Hal ini tentu akan membahayakan kehidupan biota akuatik di muara Sungai Deli.

Kordi (2004), menyatakan bahwa nitrit (NO2) beracun terhadap udang dan ikan karena dapat mengoksidasi Fe2+ di dalam hemoglobin. Dalam hal ini

kemampuan darah dalam mengikat oksigen sangat menurun. Akumulasi nitrit dalam air terjadi sebagai akibat tidak seimbangnya antara kecepatan perubahan dari nitrit menjadi nitrat dan amonia menjadi nitrit.

BOD5

BOD5 pada kedua stasiun berkisar 3,05-16,5 mg/l. BOD5 tertinggi pada stasiun II sebesar 16,5 mg/l dan terendah pada stasiun I sebesar 3,05 mg/l. Tingginya BOD5 pada stasiun II disebabkan banyaknya limbah dari aktivitas masyarakat seperti pertambakan, perikanan dan pembuangan limbah masyarakat dari daratan yang mengalir menuju hilir sungai Deli yang berada di lokasi mangrove sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan tersebut semakin sedikit. Materi organik pada stasiun II (lokasi mangrove) semakin banyak disebabkan adanya serasah mangrove yang jatuh ke air.

Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun seperti fenol, detergen, asam sianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar oksigen biokimia (BOD) dalam airr yang tingkat pencemarannya masih rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik berkisar 0-10 ppm (Yuliastuti, 2011).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman atau kebasaan (pH) pada stasiun penelitian rata-rata mendekati netral berkisar 7,33-8,13. pH terendah pada stasiun II sebesar 7,33 dan tertinggi pada stasiun I sebesar 8,13. Derajat Keasaman (pH) sangat penting mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat

mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik.

Kondisi perairan yang sangat asam atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH yang rendah menyebabkan mobilitas kelangsungan hidup organisme perairan menjadi terganggu. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).

Berdasarkan pengamatan pada lokasi pengambilan sampel di lokasi pemukiman pendududuk dan mangrove menunjukkan nilai pH yang relatif sama berkisar 7-8. Hal ini membuktikan nilai pH masih menunjang kehidupan biota akuatik dan kehidupan bakteri di perairan muara Sungai Deli.

Fosfat

Nilai kandungan fosfat di muara Sungai Deli tertinggi berada pada stasiun II yaitu yang berada di lokasi mangrove yaitu sebesar 1,2 mg/l dan terendah pada stasiun I yaitu 0.9 mg/l. Tingginya kandungan fosfat pada badan air disebabkan meningkatnya kandungan limbah yang memasuki badan air sungai. Hal ini tentu berpotensi mengakibatkan terjadinya eutrofikasi yang juga dapat menurunkan kualitas perairan. Kualitas air yang menurun ini berpotensi menggangu kehidupan biota akuatik dan meningkatkan jumlah bakteri patogen dalam air. Kandungan fosfat ini juga meningkat sampai ke permukaan perairan. Hal ini sesuai pendapat Simanjuntak (2006) menyatakan bahwa tingginya kadar fosfat disebabkan arus dan pengadukan massa air yang mengakibatkan terangkatnya kandungan fosfat yang tinggi dari dasar ke lapisan permukaan.

Kualitas air muara sungai Deli tergolong tercemar hal ini dibuktikan dengan nilai kandungan fosfat yang berada di bawah 1mg/l hanya terdapat pada 1 sampel air yaitu di lokasi pemukiman penduduk, sedangkan pada pengambilan 7 sampel lainnya baik di lokasi pemukiman penduduk dan lokasi mangrove ditemukan nilai kandungan fosfat semuanya berada di atas ambang batas yaitu di atas 1 mg/l. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Effendi, 2003) menyatakan bahwa kadar fosfat total pada perairan alami tidak melebihi 1 mg/l.

Arus

Kecepatan arus di muara Sungai Deli yaitu berkisar antara 0,13-0,20 m/dt. Kecepatan arus pada stasiun I dan II relatif sama. Hal ini disebabkan karena perairan muara Sungai Deli yang berada di stasiun I dan II merupakan daerah yang dekat dengan estuarin, sehingga arus muara sungai relatif lambat.

Kecerahan

Kecerahan air muara Sungai Deli terendah berada pada stasiun I yaitu 45 cm sedagkan yang tertinggi berada pada stasiun II yaitu 60 cm. Hal ini disebabkan semakin ke hilir, semakin banyak sedimentasi dan materi organik yang terkandung dalam air sungai. Hal ini tentunya mengurangi kecerahan perairan, yang juga dapat menurunkan intensitas cahaya matahari memasuki badan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi (2004) yang menyatakan bahwa dengan mengetahui kecerahan suatu operairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan- lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh dan yang paling keruh. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton.

Pembahasan Identifikasi Fecal coli

Pada uji penegasan dapat dilihat yang mempunyai nilai MPN koliform yang berada di lokasi pemukiman penduduk sangat bervariasi yaitu 75-1100. Sedangkan untuk nilai MPN koliform pengambilan di lokasi mangrove berkisar 43-1100, hal ini menunjukkan bahwa bakteri koliform yang berada di Sungai Deli cukup tinggi yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang terbiasa menjadikan Sungai Deli sebagai tempat pembuangan limbah domestik. Uji penegasan dari hasil tes di atas sangat perlu, mengingat bahwa tes pendugaan menunjukkan adanya mikroorganisme coliform, yang menunjukkan berarti terjadi polusi fecal.

Jumlah total bakteri rata-rata di lokasi pemukiman penduduk pada saat pasang naik adalah 251,33 x 105cfu dan jumlah total bakteri rata-rata di lokasi pemukiman penduduk pada saat pasang surut adalah 288.33 x 105 cfu. Jumlah total bakteri rata-rata di lokasi mangrove pada saat pasang naik adalah 193,34 x 105cfu dan jumlah total bakteri rata-rata di lokasi mangrove pada saat pasang surut adalah 308,5 x 105 cfu. Jumlah total bakteri di perairan muara Sungai Deli mengalami perubahan pada saat pasang naik dan surut dikarenakan pengaruh air hujan, limpasan air sungai dari daratan dan pengadukan oleh aktivitas kapal-kapal nelayan yang menuju pelabuhan. Adapun nilai fecal coli tertinggi di berada di lokasi mangrove yaitu sebesar 150 cfu sedangkan nilai fecal coli terendah berada di lokasi mangrove sebesar 7 cfu di lokasi mangrove pada saat pasang naik.

Total bakteri tertinggi berada di daerah mangrove yaitu sebesar 374 x 105cfu. Hal ini disebabkan dasar perairan menyediakan deposit hayati dan bahan-bahan anorganik unsur N dan P yang berasal dari limbah domestik, dan serasah

daun mangrove yang masuk ke badan air sungai dan mengendap di dasar perairan Adapun gelombang, arus dan pasang surut air laut membantu homogenitas kandungan–kandungan makanan tersebut sehingga fitoplankton dan bakteri banyak terdapat di dasar perairan. Penurunan dan peningkatan jumlah bakteri disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan (Darmayanti dkk, 2009).

Jumlah fecal coli lebih besar terjadi saat surut dibandingkan saat pasang naik. Hal ini terutama dipengaruhi oleh masukan bahan organik dan bakteri dari daratan. Semakin banyak pengaruh dari daratan semakin tinggi jumlah bakteri. Nilai fluktuasi coli fecal dan coliform ini sangat besar juga disebabkan adanya arus dan gelombang serta pengadukan air sungai oleh aktifitas kapal-kapal yang menjadikan daerah Sungai Deli sebagai jalur transportasi penduduk setempat. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) menyatakan bahwa arus dan gelombang dapat membawa bakteri dari satu tempat ke tempat lain.

Kuswandi (2001) menyatakan bahwa bakteri fecal dapat masuk ke perairan melalui aliran sungai serta limpasan air hujan sehingga mengakibatkan kelimpahan bakteri yang semakin tinggi pada saat hujan. Hal ini disebabkan oleh, suhu, perubahan salinitas, maupun intensitas cahaya dan konsentrasi materi organik.

Stasiun II merupakan kawasan tempat wisata mangrove serta terdapat pelabuhan. Hal ini yang menyebabkan perbedaan jumlah bakteri pada stasiun I (lokasi pemukiman penduduk) da stasiun II (lokasi mangrove). Dengan adanya kapal yang lewat akan terjadi proses pengadukan, dimana bahan organik yang berada di permukaan perairan maupun yang terdapat pada sedimen masing-masing akan bercampur sehingga menjadi sumber nutrien bagi pertumbuhan

bakteri yang ada di perairan tersebut. Hal ini dibantu pula dengan arus, hembusan

Dokumen terkait