• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolat Bakteri Tahan Krom(VI)

Bakteri tahan logam dapat ditemukan dalam lingkungan alamiah atau lingkungan buatan yang mengandung ion logam dalam konsentrasi tinggi (Atlas and Bartha, 1998). Berdasarkan data penelitian yang memantau kinerja reaktor pengolahan limbah pelapisan logam yang terdapat di Laboratorium Pengendalian Pencemaran Puslit Limnologi LIPI (komunikasi pribadi) diketahui bahwa kisaran konsentrasi Cr(VI) dalam reaktor tersebut adalah berkisar antara 25-30 mg/L. Dalam kondisi yang demikian diharapkan dari efluen reaktor pengolah limbah dapat diisolasi bakteri yang tahan terhadap Cr(VI). Isolasi bakteri tahan Cr(VI) dilakukan dengan menginokulasikan efluen reaktor pengolahan limbah dalam medium agar Peptone Yeast Extract yang mengandung Cr(VI) 25 mg/L. Penambahan Cr(VI) ke dalam medium dimaksudkan agar hanya bakteri yang tahan terhadap Cr(VI) saja yang akan tumbuh. Pada tahap ini sebanyak 95 isolat bakteri berhasil diisolasi dari efluen reaktor pengolahan limbah.

Seluruh isolat bakteri yang diperoleh diuji ketahanannya terhadap Cr(VI) 50, 100, dan 250 mg/L. Uji ketahanan dimaksudkan sebagai seleksi awal bagi isolat unggul. Uji ini dilakukan dengan menggunakan metoda Luli, et.al., (1983) dan ketahanan terhadap Cr(VI) diketahui dengan kemunculan koloni bakteri pada tepi kertas saring dalam waktu 24-48 jam (Gambar 5).

Kertas saring

Gambar 5. Pertumbuhan koloni bakteri di tepi kertas saring pada uji resistensi terhadap Cr(VI) 250 mg/L (pengamatan menggunakan mikroskop digital dengan perbesaran 10x (foto B) dan 100-200x(foto A dan C)).

Dari uji ketahanan didapatkan bahwa ke-95 isolat bakteri memiliki ketahanan terhadap Cr(VI) 50 mg/L dan 100 mg/L. Sementara pada konsentrasi Cr(VI) 250 mg/L hanya satu isolat uji, yaitu isolat nomor 84, yang tidak dapat tumbuh dalam kondisi tersebut. Fakta bahwa hanya satu isolat saja yang tidak dapat tumbuh dalam Cr(VI) 250 mg/L menunjukkan bahwa isolat-isolat bakteri yang diperoleh dari efluen reaktor pengolahan limbah memiliki ketahanan yang baik terhadap Cr(VI). Hal ini dikuatkan juga dengan penggunaan bakteri pembanding yaitu Alcaligenes sp. dan Pseudomonas stutzeri dalam uji ketahanan. Kedua bakteri pembanding tidak dapat tumbuh dalam waktu 48 jam pada konsentrasi Cr(VI) 250 mg/L.

Gambar 6. Bentuk koloni ke enam isolat bakteri tahan Cr(VI).

Tahap selanjutnya untuk memperoleh isolat unggul adalah pengelompokan isolat bakteri berdasarkan bentuk koloni dan bentuk sel bakteri. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop digital pada perbesaran 100-200x menunjukkan bahwa dari ke-94 isolat bakteri terdapat tiga bentuk koloni, yaitu koloni melebar dengan tepi halus, koloni melebar dengan tepi bergelombang seperti kerang, dan koloni yang membulat (Lampiran 4). Sementara hasil pengamatan bentuk sel bakteri menunjukkan bahwa di tiap bentuk koloni terdapat dua bentuk sel bakteri yaitu bentuk batang dan bulat. Berdasarkan bentuk koloni

dan bentuk sel bakteri ke-94 isolat bakteri tahan Cr(VI), diperoleh enam kelompok bakteri. Dari masing-masing kelompok bakteri diambil satu isolat yang memiliki ukuran diameter koloni terbesar sebagai calon isolat unggul untukdiuji lanjut. Diharapkan bakteri dari koloni berukuran terbesar memiliki daya tahan terhadap Cr(VI) yang paling baik. Keenam isolat tersebut adalah isolat nomor 15, 17, 72, 73, 86, dan 94. (Gambar 6). Dari hasil uji Gram, diketahui bahwa isolat nomor 15, 17, 72, 73, dan 86 bersifat Gram negatif, sedangkan isolat nomor 94 bersifat Gram positif. Pengamatan kurva tumbuh ke enam isolat uji yang ditumbuhkan dalam medium cair PYECr-25 25% bertujuan untuk mengetahui fase eksponensial bakteri. Pengamatan dilakukan dalam dua ulangan. Fase eksponensial perlu diketahui karena diperlukan dalam tahap uji penyisihan Cr(VI) untuk seleksi isolat unggul. Kurva tumbuh keenam isolat dapat dilihat pada Gambar 7. Dari kurva tersebut terlihat bahwa isolat 15, 17, 72, dan 73 yang bentuk koloninya hampir sama ternyata memiliki pola kurva pertumbuhan yang hampir sama, dengan fase eksponensial pada waktu 18 jam. Isolat bakteri nomor 86 dan 94 menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda, dengan fase eksponensial lebih lama yaitu masing-masing 54 jam dan 35 jam.

-0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 O p ti ca l D e n si ty ( O D -6 1 0 n m ) Waktu (jam) 17 73 15 72 86 94

(A) (B)

Gambar 7. Bentuk kurva pertumbuhan ke enam isolat bakteri tahan Cr(VI).

Seleksi tahap akhir untuk memperoleh isolat unggul adalah dengan melakukan pengukuran daya penyisihan Cr(VI) dari keenam isolat bakteri dan

isolat unggul dipilih berdasarkan nilai rata-rata daya penyisihan yang tertinggi. Dari uji daya penyisihan Cr(VI) didapatkan bahwa isolat nomor 15 memiliki daya penyisihan Cr(VI) terbesar dengan nilai 4,11 x 10-8 µg Cr(VI)/jam/sel bakteri sedangkan daya penyisihan terkecil dimiliki oleh isolat nomor 94 dengan nilai daya penyisihan sebesar 5,47 x 10-10 µg Cr(VI)/jam/sel bakteri (Gambar 8). Tingginya daya penyisihan isolat nomor 15 diduga berhubungan dengan laju pertumbuhannya yang relatif cepat dibandingkan isolat 94 dan 86. Oleh karena itu, isolat nomor 15 potensial untuk dijadikan agen bioremediasi untuk Cr(VI) dalam lingkungan perairan.

4,11,E-08 1,52,E-09 6,25,E-09 2,46,E-091,91,E-095,47,E-10 0,E+00 5,E-09 1,E-08 2,E-08 2,E-08 3,E-08 3,E-08 4,E-08 4,E-08 5,E-08 15 17 72 73 86 94 D ay a P en yi si h an (u g C r( V I) /j am /sel b ak ter i) Isolat

Gambar 8. Nilai daya penyisihan isolat bakteri tahan Cr(VI).

Hasil Identifikasi Isolat Unggul Tahan Cr(VI)

Identifikasi bakteri berdasarkan urutan basa 16S rRNA dilakukan melalui perbandingan urutan basa DNA isolat uji yang menyandikan RNA ribosom (rDNA) terhadap database urutan rDNA dari isolat lain yang telah diketahui jenisnya. Tahap awal dalam analisis 16S rRNA adalah ekstraksi DNA genom yang dilanjutkan dengan amplifikasi rDNA bakteri menggunakan PCR. Hasil elektroforesis dari amplikon rDNA isolat nomor 15 menghasilkan satu pita tunggal dengan molekul berukuran 1200 pb (Gambar 9). Ini menunjukkan bahwa amplikon rDNA telah murni dan dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu pengurutan basa rDNA (sequencing).

1200 bp 1000 bp 500 bp 100 bp Marker 15 Marker 2000 bp 4300 bp 23130 bp

Gambar 9. Hasil elektroforesis amplikon

Konsentrasi DNA hasil pemurnian amplikon adalah sebesar 3600 ng/µL dengan volume total hasil pemurnian sebanyak 50 µL. Konsentrasi DNA ini cukup untuk analisis urutan basa. Jumlah DNA yang diperlukan dalam analisis urutan basa berkisar antara 200-500 ng DNA dengan volume larutan DNA berkisar antara 8-11 uL (Spangler, 2002).

Kromatogram dari primer 1492R memiliki lebih banyak gangguan (noise) daripada kromatogram dari primer 9F (Lampiran 5). Sumber kesalahan pada hasil sekuen dapat berasal dari penanganan sampel, tahap sekuensing, dan adanya variasi secara intergenom maupun secara intraspesies (Hagstrom, et.al., 2002). Rendahnya kualitas kromatogram dapat diatasi antara lain dengan merubah suhu

annealing pada tahap amplifikasi rDNA genom atau pada tahap analisis urutan

basa dan menaikkan jumlah pereaksi ddNTP dan pewarna pada tahap analisis urutan basa (Harwood and Wipat, 2001). Suhu annealing (55oC) pada amplifikasi rDNA menggunakan PCR sudah sesuai karena primer 9F dan 1492R memiliki nilai Tm rata-rata sebesar 57. Amplifikasi DNA yang optimal dapat diketahui dengan melakukan amplifikasi DNA pada rentang suhu antara 47oC-55oC.

Pensejajaran nukleotida 16S rDNA dengan basis data nukleotida 16S rDNA bakteri pada program BLASTN (Zhang, et.al., 2000) hanya dilakukan terhadap urutan basa dari primer 9F. Jumlah basa isolat uji yang dianalisis adalah 650 basa yang berasal dari basa nomor 70 sampai dengan 720. Hasil pensejajaran menunjukkan bahwa isolat bakteri nomor 15 memiliki keidentikan maksimum sebesar 96% dengan Ralstonia pickettii 12D dan Ralstonia sp. M2S3 (Gambar 10).

Gambar 10. Hasil pensejajaran urutan basa dari primer 9F pada program BLASTN

Nilai keidentikan sebesar 96% dengan dua spesies bakteri Ralstonia mengindikasikan bahwa isolat nomor 15 merupakan spesies dari genera

Ralstonia. Dengan demikian, berdasarkan nilai keidentikan tadi isolat nomor 15

dinamakan Ralstonia sp. Cr6NS. Hasil analisis taksonomi pada program BLASTN menunjukkan bahwa genera Ralstonia termasuk ke dalam kelas β proteobakteria dari filum Proteobakteria dalam Domain Bakteria (Gambar 11).

Gambar 11. Hasil analisis taksonomi dari genus Ralstonia pada program BLASTN

Sejumlah bakteri Gram negatif dari genus Ralstonia diketahui memiliki sifat resistan-logam termasuk resistens terhadap Cr(VI) (Goris, et.al. 2001). Spesies Ralstonia metallidurans, yang sebelumnya dikenal dengan nama

Alcaligenes eutrophus, telah lama diketahui akan sifatnya yang resisten-logam

dan telah banyak dipelajari mekanismenya dalam pertahanan terhadap toksisitas logam (Mergeay, et.al., 1985). Menurut Juhnke, et.al., (2002), ketahanan R.

metallidurans CH34 terhadap ion kromat disebabkan oleh proses reduksi Cr(VI)

menjadi Cr(III) dan adanya sistem efluks ion kromat oleh pompa efluks ChrA.

Aktivitas Enzim Cr(VI) Reduktase

Pengujian aktivitas enzim dilakukan untuk mengetahui apakah isolat unggul, yaitu Ralstonia sp. Cr6NS, menghasilkan enzim Cr(VI) reduktase untuk mendetoksifikasi Cr(VI) yang terdapat dalam medium dan untuk mengetahui lokasi enzim pada sel bakteri. Aktivitas enzim diukur dengan menggunakan Cr(VI) dalam bentuk K2CrO4 sebagai substrat. Unit aktivitas enzim Cr(VI) reduktase didefinisikan sebagai jumlah nmol Cr(VI) dalam bentuk K2CrO4 yang direduksikan oleh enzim dalam waktu satu menit.

Ekstraksi enzim dilakukan bertahap untuk mengetahui lokasi enzim. Tahap pertama adalah ekstraksi enzim ekstraseluler menggunakan metoda sentrifugasi dan diikuti filtrasi supernatan pada membran selulosa nitrat steril yang memiliki ukuran pori-pori 0,45 µm. Tahap ke dua adalah ekstraksi enzim periplasma yang dilakukan terhadap pelet bakteri yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Enzim periplasma diekstrak dari sel bakteri dengan menggunakan metoda osmotic shock dalam campuran larutan buffer Tris-HCl dan EDTA (Michel, et.al. 2001). Pada tahap ekstraksi periplasma, sel bakteri masih utuh. Tahap terakhir ekstrasi adalah ekstraksi enzim sitoplasma. Enzim sitoplasma diperoleh dengan cara memecahkan sel bakteri menggunakan sonikasi dan dilanjutkan sentrifugasi untuk mendapatkan supernatan yang mengandung matriks sitoplasma.

Ekstraksi enzim dilakukan pada kultur Ralstonia sp. Cr6NS berumur 24 jam. Berdasarkan kurva pertumbuhan isolat dalam medium PYECr-25 100%, pada umur ini Ralstonia sp. Cr6NS berada dalam akhir fase eksponensial (Gambar 12). Penelitian yang dilakukan Shen dan Wang (1993) menunjukkan bahwa proses reduksi Cr(VI) secara enzimatis di permukaan sel Escherichia coli ATCC 33456 bersifat ko-metabolisme sehingga diperoleh energi alternatif bagi pertumbuhan bakteri. Hal ini mengindikasikan bahwa enzim Cr(VI) reduktase pada E. coli

ATCC 33456 merupakan metabolit primer. Metabolit primer pada prokaryot diproduksi ketika sel berada dalam fase eksponensial (Ratledge, 2001). Selain itu, inkubasi selama 24 jam ditujukan agar jumlah sel yang diperoleh lebih banyak sehingga konsentrasi protein. Nilai optical density (OD) Ralstonia sp. Cr6NS pada umur 24 jam dalam medium PYECr-25 100% hampir mencapai 4 kali lipat dibandingkan nilai OD isolat yang dibiakkan dalam medium PYECr-25 25% dalam kondisi yang sama. Medium PYECr-25 25% adalah medium yang digunakan untuk penyimpanan stok kultur bakteri dalam penelitian ini.

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 K e r ap at an O p ti k ( O D )

Waktu Inkubasi (jam)

Gambar 12. Kurva pertumbuhan Ralstonia sp. Cr6NS dalam medium PYECr-25 100%.

Tabel 2 menunjukkan data hasil pengujian aktivitas enzim Cr(VI) reduktase. Konsentrasi protein tertinggi ditemukan pada ekstrak sitoplasma sel sebesar 1,3572 mg/mL, diikuti ekstrak periplasma sel sebesar 0,0696 mg/mL. Sedangkan pada fraksi ekstraseluler tidak terdeteksi adanya protein. Penurunan jumlah Cr(VI) terbesar dalam uji aktivitas enzim ditemukan pada ekstrak enzim sitoplasma yaitu sebesar 7,2 nmol Cr(VI), diikuti ekstrak enzim periplasma sebesar 5,7 nmol. Walaupun terjadi penurunan konsentrasi Cr(VI) dalam fraksi ekstraseluler, penurunan ini diduga bukan berasal dari aktivitas enzim karena jumlah penurunan Cr(VI) sama dengan jumlah penurunan Cr(VI) dari larutan kontrol tanpa enzim (blanko). Dengan kata lain, penurunan Cr(VI) dalam fraksi ekstraseluler disebabkan oleh kondisi lingkungan percobaan. Penurunan jumlah

Cr(VI) pada ekstrak periplasma dan sitopasma sel menunjukkan bahwa Ralstonia sp. Cr6NS memiliki aktivitas enzim Cr(VI) redukstase baik pada fraksi periplasma maupun fraksi sitoplasma. Nilai aktivitas enzim periplasma dan enzim sitoplasma berturut-turut sebesar 0,19 nmol K2CrO4/menit dan 0,24 nmol K2CrO4/menit. Tidak adanya aktivitas enzim dalam fraksi ekstraseluler mengindikasikan bahwa enzim Cr(VI) reduktase tidak disekeresikan keluar sel walau pada daerah periplasma sel terdapat enzim Cr(VI) reduktase. Enzim periplasma dapat digolongkan sebagai enzim ekstraseluler.

Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas enzim Cr(VI) reduktase pada ekstrak kasar enzim dari isolat Ralstonia sp. Cr6NS

Keterangan Satuan Blanko Ekstrak Kasar Enzim

Ekstrasel Periplas ma Sitoplas ma 1 Konsentrasi protein mg/mL 0 0 0,0696 1,3572 Volume ekstrak protein yang digunakan pada pengujian aktivitas mL 0 0,1 0,1 0,1

Jumlah protein dalam pengujian aktivitas mg 0 0 0,00696 0,13572 2 Total penurunan CrO42- campuran pereaksi nmol 1,00 1,00 5,7 7,2

3 Waktu inkubasi menit 30 30 30 30

4 Unit Aktivitas nmol

K2CrO4/menit

0,03 0,03 0,19 0,24

5 Aktivitas spesifik nmol K2CrO4/ menit/mg protein

0 0 27,30 1,77

Berbeda dengan nilai aktivitas ezim, nilai aktivitas spesifik enzim terbesar ditemukan pada fraksi periplasma dengan nilai 2,730 nmol K2CrO4/menit/mg protein (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa enzim Cr(VI) reduktase dalam sitoplasma sel jumlahnya sedikit walaupun konsentrasi protein dalam ekstrak sitoplasma lebih tinggi dibandingkan ekstrak periplasma. Aktivitas enzim yang tinggi di daerah periplasma diduga melibatkan sitokrom P450 (Assfalg, et.al., 2002), sebagaimana yang ditemukan seperti pada beberapa bakteri pereduksi sulfat (Michel, et.al., 2001), Pseudomonas sp CRB5 (Mc Lean and Beveridge, 2001), dan Ochrobactrum anthropi (Li, et.al., 2008). Aktivitas enzim Cr(VI)

reduktase yang tinggi di daerah periplasma diduga merupakan strategi yang dilakukan oleh Ralstonia sp. Cr6NS untuk mendetoksifikasi Cr(VI). Hal ini sesuai seperti yang ditemukan dalam bakteri Ochrobactrum anthropi (Li, et.al., 2008). Li dan kawan-kawan menemukan bahwa reduksi Cr(VI) di daerah periplasma akan menyebabkan terendapkannya kromium sebagai Cr(III) diluar sel bakteri sehingga transpor kromium ke dalam sel akan terhambat (Gambar 13).

Gambar 13. Mekanisme penyerapan Cr(VI) oleh sel hidup O. anthropi (Sumber: Li, et.al., 2008)

Pengujian aktivitas enzim dengan menambahkan NADH dalam campuran pereaksi dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh donor elektron terhadap aktivitas enzim yang diisolasi dari isolat bakteri unggul. NADH merupakan senyawa pendonor elektron alamiah yang ditemukan dalam sistem biologis. Aktivitas reduksi Cr(VI) secara enzimatis dalam kondisi aerobik pada umumnya berhubungan dengan fraksi protein terlarut yang membutuhkan NADH untuk aktivitasnya atau menggunakan NADH untuk memaksimalkan aktivitasnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa aktivitas enzim Cr(VI) reduktase periplasma dan sitoplasma Ralstonia sp. Cr6NS meningkat dengan keberadaan NADH sebagai donor elektron. Aktivitas enzim periplasma meningkat 17,88 % dengan penambahan NADH 0,4 mM (konsentrasi akhir), sedangkan aktivitas enzim sitoplasma meningkat 306,21 % (Gambar 14). Total aktivitas spesifik enzim Cr(VI) reduktase yang paling tinggi tetap ditemukan pada enzim periplasma meskipun aktivitas enzim sitoplasma naik sebanyak 3 kali lipat akibat penambahan NADH.

0 27,3 1,77 0 32,18 7,19 0 5 10 15 20 25 30 35

Ekstra seluler Peripla sma Sitopla sma

A k ti vi tas s p es if ik (u n it / m g p rot ei n ) Jenis enzim Ta npa NADH Denga n NADH

Gambar 14. Pengaruh penambahan NADH sebagai donor elektron terhadap aktivitas enzim Cr(VI) reduktase

Hasil penelitian Ishibashi dan kawan-kawan (1990) pada P. putida mendapatkan bahwa NADH meningkatkan aktivitas reduksi Cr(VI) secara enzimatis. Sementara P. ambigua (Suzuki, et.al., 1992) dan E. cloacae (Wang,

et.al., 1990) NADH dibutuhkan untuk aktivitas enzim Cr(VI) reduktase terlarut.

Suzuki, et.al. (1992) mendapatkan bahwa ekstrak sel P. ambigua G-1 membutuhkan 3 mol NADH sebagai donor elektron untuk mereduksi secara enzimatis 1 mol Cr(VI) menjadi Cr(III). Pada ekstrak kasar E. coli ATCC 33456 aktivitas enzim Cr(VI) reduktase dapat terjadi tanpa adanya penambahan NADH karena dalam ekstrak kasar tersebut masih ada sumber elektron endogenus (Shen and Wang, 1993).

Dokumen terkait