• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Singkat Perusahaan

Perkebunan Bah Butong dibuka pada tahun 1917 oleh Nederland Handel Maskapai (NHM). Pabrik pertama didirikan pada tahun 1927 dan mulai beroperasi sejak tahun 1931. Secara kelembagaan, pada tahun 1957 pemerintah Indonesaia melakukan pengambilalihan perusahaan yang dikelola bangsa asing, termasuk perusahaan NHM, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 229/UM/57, tanggal 10 Agustus 1957 yang diperkuat dengan Undang-Undang Nasionalisasi No. 86/1958.

Tahun 1961, Pusat Pekebunan Negara (PPN) dilebur menjadi Badan Pimpinan Umum PPN Daerah Sumatera Utara I-IX melalui UU No. 141 Tahun 1961 Sumut III dan Jo PP No.141 Tahun 1961. Tahun 1963 Perkebunan Teh Sumatera Utara dialihkan menjadi Perusahaan Aneka Tanaman IV (ANTAN IV) melalui PP No. 27 Tahun 1963. Pada tahun 1968 terjadi perubahan menjadi Perusahaan Negara Perkebunan VIII (PNP VIII) melalui PP No. 141 Tanggal 13 April 1968. Perubahan berikutnya mulai tahun 1974 menjadi Persero yaitu PT. Perkebunan VIII (PTP VIII) melalui Akta Notaris GHS Lumban Tobing SH No. 65 Tanggal 31 April 1974 yang diperkuat SK Menteri Pertanian No. YA/5/5/23, tanggal 07 Januari 1975.

Semenjak tanggal 11 Maret 1996 terjadi restrukturisasi kembali dimana Perkebunan Bah Butong masuk dalam lingkup PTP. Nusantara IV melalui Akte Pendirian PTPN IV No. 37 tanggal 11 Maret 1996 yang mengatur peleburan PTP VI, VII, dan VIII menjadi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero). Sejak tahun

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

1998 hingga tahun 2000 dibangun pabrik baru yang lebih besar dan modern yang diresmikan tanggal 20 Januari 2001.

Luas areal Kebun Bah Butong berada di Kecamatan Sidamanik, 26 Km dari kota Pematang Siantar dan 155 Km dari Kantor Pusat yang berada di kota Medan. Luas areal Hak Guna Usaha (HGU) adalah 2891,84 ha dengan luas tanaman menghasilkan (TM) 1599,64 Ha diketinggian 890 m dpl.

Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu sistem tugas, wewenang dan tanggung jawab dari tiap-tiap fungsi atau bagian yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi maka bagian-bagian dari organisasi perusahaan akan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang baik dalam perusahaan.

Struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong di mulai dari administratur kebun atau disebut juga dengan manajer unit usaha. Manajer unit bertanggung jawab penuh terhadap jalannya proses produksi sejak awal penanaman sampai tahap pengiriman untuk ekspor. Besaranya tanggung jawab ini mengharuskannya untuk mengangkat pembantu-pembantu yang lazim disebut dengan staf atau karyawan pimpinan. Karyawan pimpinan ini terdiri dari kepala dinas tanaman, kepala dinas teknik (KDT), kepala dinas pengolahan (KDP), dan asisten tata usaha. Seorang kepala dinas tanaman bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan pengelolan tanaman dengan bantuan asisten afdeling (pembantu perkebunan). Dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

Butong terdiri dari lima afdeling. Masing-masing afdeling dipimpin oleh satu orang asisten tanaman. Namun untuk afdeling I dan afdeling V dipimpin oleh satu orang asisten tanaman. Dalam melaksanakan tugasnya dilapangan, setiap asisten afdeling dibantu oleh seorang mandor besar yang mengawasi langsung semua aktivitas kebun dengan dibantu oleh beberapa mandor bawahannya. Seorang mandor besar membawahi beberapa mandor petik, mandor hama dan penyakit tanaman, mandor gulma, mandor kesehatan, mandor pangkas, mandor boyan, dan membawahi seorang juru tulis afdeling. Sementara itu pengawasan terhadap jalannya mesin pengolahan dipercayakan pada kepala dinas teknik dan kepala dinas pengolahan.

Berdasarkan hirarki, dibawah mandor-mandor adalah para pekerja perkebunan. Pekerja perkebunan ini dibedakan menurut tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Para pekerja terdiri dari pemeliharaan tanaman, pemetik teh, bagian pengolahan yang terdiri dari bagian pelayuan, penggulungan, pengeringan, sortasi dan pekerja pengepakan.

Produktifitas Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Produksi merupakan pengubahan bentuk atau transformasi sumberdaya menjadi barang dan jasa. Kegiatan produksi ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, bahan dan metode, serta kinerja. Nasution (2003) menyatakan bahwa sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Pengukuran produktifitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan sebuah lembaga. Dengan mengetahui produktifitas perusahaan maka pihak

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

manajemen PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Butong akan mendapatkan gambaran perkembangan dari sistem yang di jalankan. Parameter produktifitas diukur dari keseluruhan produksi daun teh basah (tea leaves

production), produksi teh jadi (black tea production), produksi daun teh basah per

hektar, produksi teh jadi per hektar, rendemen teh jadi, dan grade I teh jadi yang dihasilkan. Analisis produktifitas dilakukan dengan menggunakan data produksi teh selama 10 tahun dari tahun 1999 hingga tahun 2008. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Setiawati dan Nasikun (1991) bahwa secara umum produktifitas hasil di pergunakan dengan cara membagi angka produksi total dengan luas areal tanaman menghasilkan.

Tabel 2 di bawah ini menyajikan jumlah produksi daun teh basah dan juga teh jadi berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP) dan hasil realisasi setiap tahunnya.

Tabel 2. Produksi daun teh basah dan teh jadi periode 1999-2008

Tahun

Luas TM (Ha)

Total Daun Teh Basah (Kg) Teh Jadi (Kg)

Realisasi RKAP % Terhadap RKAP Realisasi RKAP % Terhadap RKAP 1999 1.755,10 19.805.800 21.558.000 (8,13) 4.371.280 4.743.000 (7,84) 2000 1.755,10 17.348.920 23.299.000 (25,54) 3.696.917 5.047.400 (26,72) 2001 1.803,63 16.874.940 21.914.000 (22,89) 3.399.690 4.821.000 (24,98) 2002 1.991,73 17.196.000 21.772.000 (28,74) 3.516.436 4.572.000 (23,09) 2003 2.078,20 18.159.400 21.150.000 (14,14) 3.873.050 4.441.500 (12,80) 2004 2.127,16 20.218.200 23.407.000 (13,62) 4.369.282 4.938.600 (11,55) 2005 1.782,59 22.629.670 22.439.000 0,85 4.993.514 4.779.507 4,48 2006 1.969,75 21.568.760 24.092.000 (10,47) 4.766.365 5.252.000 (9,25) 2007 1.969,75 21.197.560 22.804.000 (7,04) 4.722.266 5.016.000 (5,86) 2008 1.599,64 16.050.720 18.095.000 (11,30) 3.555.269 3.997.000 (11,05)

Fluktuasi jumlah produksi ini menunjukkan bahwa lebih banyak penurunan produksi jika dibandingkan dengan kenaikan produksi selama 10 tahun

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

yaitu periode tahun 1999 sampai tahun 2000. Untuk mempermudah dalam melakukan analisis dan evaluasi, maka produksi daun teh basah dan produksi teh jadi dapat dibuat dalam bentuk grafik seperti berikut ini.

Produksi daun teh basah periode 1999-2008

10,000,000 12,000,000 14,000,000 16,000,000 18,000,000 20,000,000 22,000,000 24,000,000 26,000,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 T a hun D a u n t e h b a s a h ( K g ) Realisasi Panen RKAP

Gambar 6. Produksi daun teh basah periode 1999-2008

Produksi te h jadi pe riode 1999-2008

-1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 T a hun T e h J a d i (K g ) Realiasi panen RKAP

Gambar 7. Produksi teh jadi periode 1999-2008

Luas lahan atau areal tanaman menghasilkan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam fluktuasi produktifitas baik daun teh basah maupun teh jadi selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Dari data yang ada ternyata tidak semua peningkatan produksi daun teh basah dan teh jadi disertai dengan peningkatan produksi per hektarnya. Seperti pada tahun 2001 dan 2002 terjadi peningkatan

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

produksi yang disebabkan karena perluasan lahan sekalipun masih berada dibawah RKAP. Namun demikian produksi daun teh per hektarnya merupakan kebalikannya yakni mengalami penurunan. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana produktifitas per hektar untuk daun teh basah dan juga teh jadi seperti yang disajikan dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Produksi daun teh basah dan teh jadi per hektar periode 1999-2008

Tahun

Daun Teh Basah Per Hektar (Kg/ha) Teh Jadi Per Hektar (kg/ha) Realisasi RKAP % Terhadap

RKAP Realisasi RKAP

% Terhadap RKAP 1999 11.284,45 12.283,06 (8,13) 2.400,62 2.702,41 (7,84) 2000 9.884,86 13.275,03 (25,54) 2.107,52 2.876,02 (26,72) 2001 9.305,10 12.140,94 (22,99) 1.884,82 2.672,94 (24,98) 2002 8.633,70 10.961,20 (21,02) 1.765,52 2.295,49 (23,09) 2003 8.738,04 10.177,80 (14,14) 1.863,66 2.137,19 (12,80) 2004 9.604,79 11.003,67 (13,62) 2.053,57 2.321,69 (11,55) 2005 12.761,11 12.587,66 1,38 2.801,27 2.681,21 4,48 2006 11.022,85 12.230,99 (9,88) 2.419,78 2.666,33 (9,25) 2007 10.821,72 11.577,10 (7,40) 2.397,39 2.546,52 (5,86) 2008 10.086,73 11.311,92 (10,83) 2.222,54 2.498,69 (11,05)

Untuk mempermudah dalam melakukan analisis dan evaluasi, maka produksi daun teh basah dan produksi teh jadi per hektar dapat dibuat dalam bentuk grafik seperti berikut ini.

Produksi daun teh basah per hektar

6,000 7,000 8,000 9,000 10,000 11,000 12,000 13,000 14,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 T a hun D a u n t e h b a s a h ( K g /h a ) Realisasi RKAP

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

Produksi teh jadi per hektar

1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2,000 2,200 2,400 2,600 2,800 3,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 T a hun T e h j a d i (K g /h a ) Realisasi RKAP

Gambar 9. Produksi teh jadi per hektar

Mutu teh hitam yang dihasilkan berbeda setiap tahunnya dan persentasi teh jadi grade I cenderung mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Demikian juga halnya dengan RKAP, teh jadi yang dihasilkan selalu berada dibawah RKAP. Jika dirata-ratakan selama 10 tahun, jumlah grade I teh jadi 25,46% dibawah RKAP. Hasil teh jadi yang termasuk dalam grade I dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Produksi grade I teh jadi Tahun BOP I (Kg) BOP (Kg) BOP F (Kg) BP (Kg) BT (Kg) PF (Kg) Dust I (Kg) Jumlah Grade I % Terhadap teh jadi RKAP % Terhadap RKAP 1999 258.600 131.084 548.623 148.731 45.865 633.166 402.009 2.168.078 56,67 3.015.000 (28,09) 2000 256.381 139.362 362.689 93.749 45.792 521.549 290.536 1.678.967 59,36 3.283.500 (44,96) 2001 394.542 228.047 431.694 114.014 60.054 620.416 222.486 2.071.253 62,47 3.181.860 (33,26) 2002 339.231 272.507 431.980 138.041 105.643 546.904 269.994 2.104.291 61,13 3.107.520 (28,74) 2003 233.275 306.509 548.197 88.136 201.347 472.608 252.289 2.102.361 57,81 2.886.975 (22,38) 2004 160.213 365.317 536.899 107.860 265.802 501.182 306.869 2.244.122 56,95 3.111.318 (20,02) 2005 148.449 301.920 640.822 74.270 239.817 490.844 319.449 2.215.571 53,55 2.663.463 (11,54) 2006 109.136 285.590 585.703 82.702 287.361 398.253 301.648 2.050.393 47,78 3.256.240 (30,06) 2007 114.832 32.043 606.878 92.169 395.305 406.631 306.920 2.213.165 47,50 3.009.600 (25,47) 2008 92.947 253.805 430.117 62.324 322.387 338.360 298.545 1.798.485 50,59 1.998.500 (10,01)

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

Keterangan: BOP I : Broken Orange Pekoe I BOP : Broken Orange Pekoe

BOP F : Broken Orange Pekoe Fanning BP : Broken Pekoe

BT : Broken Tea PF : Pekoe Fanning

Untuk mempermudah dalam melakukan analisis dan evaluasi, maka data

grade I teh jadi yang dihasilkan selama periode 1999 sampai 2008 dapat dibuat

dalam bentuk grafik seperti berikut ini.

Produksi grade I teh jadi

-500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 T a hun J u m la h g ra d e I ( K g ) Realisasi grade I RKAP

Gambar 10. Produksi grade I teh jadi

Pada tahun 1999 produksi daun teh basah 8,13% dibawah RKAP. Hal ini tentu saja membuat produksi teh jadi juga dibawah target sebesar 7,84% dan

grade I teh jadi dibawah RKAP 28,09%. Diharapkan pada tahun berikutnya

mencapai anggaran yang ditetapkan. Pada tahun 2000 ternyata produksi yang diperoleh lebih buruk dari tahun sebelumnya dimana daun teh basah hingga 25,54% dibawah RKAP yang disebabkan karena curah hujan yang tinggi dan

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

sinar matahari yang terlalu sedikit. Penurunan produksi terus berlanjut hingga tahun 2001. Padahal luas tanaman menghasilkan (TM) mengalami peningkatan dari 1755 Ha tahun sebelumnya menjadi 1803 Ha di tahun 2001. Pertambahan luas areal TM ini adalah karena tanaman teh yang ditanam pada tahun 1998 telah menjadi tanaman muda yang menghasilkan. Iklim yang kurang mendukung dimana curah hujan terlalu banyak hingga 3.686 mm dan intensitas sinar matahari yang sedikit yaitu 1164,8 jam di duga menjadi penyebabnya.

Pada tahun 2002 dan 2003 terjadi peningkatan berturut- turut dari tahun sebelumnya walaupun tetap masih berada dibawah anggaran. Peningkatan jumlah produksi ini juga karena penambahan luas areal TM pada tahun 2002 seluas 188,10 Ha yang ada di afdeling A dan afdeling D Bah Butong. Penambahan luas areal TM juga terjadi pada tahun 2003 seluas 86,47 Ha yang berada di afdeling A dan afdeling F Kebun Bah Butong. Hal ini karena tanaman yang ditanam pada tahun 1999 dan 2000 sudah menjadi tanaman muda yang menghasilkan. Namun demikian produksi per hektarnya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

Pada tahun 2004 jumlah produksi mengalami peningkatan kembali dari tahun sebelumnya namun pada tahun ini areal tanaman teh dikonversi menjadi kelapa sawit seluas 344,57 ha. Hal ini dilakukan pihak manajemen dengan pertimbangan bahwa terjadi perubahan iklim secara signifikan. Sementara budidaya tanaman teh sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada tahun ini juga terjadi perubahan besar dalam hal pemetikan daun teh basah dilapangan yakni sudah mulai menggunakan mesin petik walaupun realisasinya masih 8% dari pemetikan.

Pada tahun 2005 terjadi kenaikan teh jadi diatas anggaran sebesar 4,48%. Hal ini juga menyebabkan kenaikan rendemen teh jadi sebesar 0,77% sedangkan

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

pada tahun 2006 terjadi penurunan kembali. Pada tahun 2007 produksi teh jadi kembali turun dan berada di bawah RKAP hingga 9,25%. Hal ini disebabkan karena produksi dari kebun seinduk dan termasuk pembelian dari pihak ketiga dalam hal ini PPTK Gambung yang berada 51% diatas RKAP dan untuk produksi kebun sendiri disebabkan karena faktor teknis dimana pelaksanaan pemupukan sejak September 2007 hanya 25% terealisasi dari anggaran untuk pupuk. Selain itu curah hujan yang tinggi dan udara yang lembab mempengaruhi aspek fisiologis tanaman yaitu lambatnya pertumbuhan pucuk daun.

Produktifitas teh pada tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup drastis. Produksi daun teh basah (DTB) 11,30% dibawah RKAP dan mengalami penurunan hingga 24,31% dibandingkan dengan jumlah produksi tahun sebelumnya yaitu tahun 2007. Hal ini disebabkan antara lain karena pengaruh cuaca yang buruk dan iklim yang kurang baik di tahun 2008. Faktor teknis yang menjadi penyebab penurunan produksi ini adalah keterlambatan pemupukan hingga 1 bulan. Pemupukan biasanya dilakukan 4 kali dalam setahun yakni di bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Namun pemupukan diawal tahun 2008 baru dilakukan pada bulan Februari. Adanya penanaman ulang (replanting) seluas 101,48 Ha dan serangan jamur pada tanaman teh seluas 1,30 Ha juga menyebabkan penurunan produksi daun teh basah.

Rendemen adalah persentase perbandingan antara produk yang dihasilkan terhadap bahan bakunya. Dalam pengolahan teh hitam, rendemen berarti persentase perbandingan antara teh jadi yang dihasilkan terhadap daun teh basah. Berikut ini disajikan rendemen teh jadi PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong selama 10 tahun.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

Tabel 5. Rendemen teh jadi Kebun Bah Butong selama 10 tahun.

Tahun Realisasi RKAP % Terhadap RKAP

1999 22,07 22,05 0,07 2000 21,32 21,66 (1,59) 2001 20,15 22,00 (6,42) 2002 20,45 21,00 (2,62) 2003 21,33 21,00 1,56 2004 21,61 21,10 2,40 2005 22,07 21,30 3,60 2006 22,10 21,80 1,37 2007 22,28 22,00 1,28 2008 22,15 22,09 0,28

Untuk mempermudah dalam melakukan analisis dan evaluasi, maka data rendemen teh jadi yang dihasilkan dapat dibuat dalam bentuk grafik seperti berikut ini.

Rendemen teh jadi

19.00 19.50 20.00 20.50 21.00 21.50 22.00 22.50 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 T a hun R e n d e m e n ( % ) Realisasi RKAP

Gambar 11. Rendemen teh jadi selama 10 tahun

Berdasarkan data produksi teh jadi terlihat bahwa terjadi penurunan mutu teh hitam grade I di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong sejak penggunaan mesin pemetik teh yaitu sejak tahun 2005 sebesar 8% hingga 10% dibandingkan dengan pemetikan manual. Sedangkan untuk rendemen teh jadi tidak banyak terjadi penurunan atau dapat dikatakan relatif stabil.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)

Penyusunan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) adalah proses pengambilan keputusan mengenai program-program yang akan dilaksanakan oleh perusahaan dan penaksiran tentang jumlah sumber-sumber yang harus dialokasikan kepada tiap program tersebut. Proses penganggaran difokuskan pada kurun waktu satu tahun. Program anggaran yang terdapat dalam RKAP merupakan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan oleh perusahaan.

Secara komprehensif di dalam penyusunan RKAP PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong terlebih dahulu masing-masing devisi atau bagian pekerjaan harus menentukan anggaran biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Penyusunan RKAP ini harus berdasarkan rencana, strategi dan kebijaksanaan perusahaan yang ditetapkan oleh kantor direksi PT. Perkebunan Nusantara IV. RKAP dari setiap bagian pekerjaan dikoordinasikan bersama dengan manajer unit kebun, kemudian RKAP ini dikirim dan diajukan ke kantor direksi. Di kantor direksi, RKAP ini bersama RKAP unit kebun lainnya dibahas dalam rapat. Hasil rapat ini akan menentukan dengan mempertimbangkan hasil kerja (realisasi), kondisi dan kemampuan unit kebun pada tahun sebelumnya. Setelah RKAP diterima dan disetujui oleh kantor direksi, RKAP tersebut dikirim kembali ke unit Kebun Bah Butong, yang kemudian RKAP ini digunakan sebagai dasar pedoman untuk melaksanakan kegiatan perusahaan sesuai dengan anggaran yang ditargetkan. Proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran merupakan penetapan peran yang penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong di dalam

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

melaksanakan semua aktifitasnya harus berpedoman pada anggaran yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Stakeholder dan Analisis Kebutuhan Sistem Budidaya Teh

Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal pengkajian mengenai sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.

Semua stakeholder yang terkait dengan sistem produksi teh mempunyai kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing stakeholder terhadap sistem tersebut. Whitten, dkk (2004) mendefenisikan stakeholder sebagai orang yang mempunyai ketertarikan terhadap sistem yang ada ataupun sistem yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan non teknis, bisa juga pekerja dalam dan luar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Butong sebagai salah satu stakeholder, diidentifikasi adanya sejumlah kebutuhan yang harus terpenuhi guna mempertahankan kelangsungan produksi teh dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Analisis kebutuhan pihak manajemen ini antara lain proses budidaya teh dilapangan secara efektif, optimalisasi biaya produksi, ketersediaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja yang terampil dan alat-alat produksi, informasi penting mengenai produksi, produktifitas yang stabil bahkan relatif meningkat setiap tahunnya dan laba bagi perusahaan.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

Analisis kebutuhan stakeholder berikutnya adalah kebun seinduk. Kebun seinduk adalah kebun yang berada dalam satu grup unit usaha (GUU) di PT. Perkebunan Nusantara IV. Grup Unit Usaha-V (GUU-V) terdiri dari 5 unit usaha yaitu Marjandi, Bah Butong, Sidamanik, Tobasari, dan Bah Birong Ulu, serta satu kantor GUU-V yang bertempat di Bah Jambi. Kebun seinduk ini juga mempunyai kebutuhan dalam sistem khususnya unit usaha yang mengembangkan komoditas yang sama yaitu teh seperti Sidamanik dan Tobasari. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama adalah kebutuhan paling utama. Kemudahan administratif atau birokratif dirasa juga merupakan kebutuhan.

Pihak ketiga yaitu Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung Jawa Barat yang membantu pihak manajemen dalam melangsungkan produksi. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama dan kemudahan administratif merupakan kebutuhan. Kerjasama dengan pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Butong diharapkan menghasilkan laba bagi perusahaan.

Pekerja atau karyawan adalah sekelompok orang atau masyarakat yang berada dan menetap di sekitar perkebunan. Pekerja atau karyawan yang dimaksud adalah karyawan perusahaan selain pihak manajemen. Penyediaan lapangan pekerjaan dirasa merupakan kebutuhan yang terpenting. Selain itu, kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi yang mengarah pada pembangunan infrastruktur desa.

Analisis kebutuhan para stakeholder sistem budidaya teh PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong disajikan secara terperinci pada Tabel 6.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

Tabel 6. Analisis kebutuhan para stakeholder

No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder

1. Manajemen PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Butong

1. Proses budidaya teh di lapangan secara efektif

2. Optimalisasi proses produksi

3. Ketersediaan faktor produksi yang mendukung aktifitas produksi seperti tenaga kerja yang trampil dan alat-alat produksi 4. Informasi penting pendukung aktifitas

produksi

5. Produktifitas yang stabil dan relatif tinggi 6. Laba bagi perusahaan

1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama 2. Kemudahan administratif atau birokratif 3. Laba bagi perusahaan

1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama 2. Kemudahan administratif atau birokratif 3. Laba bagi perusahaan

1. Penyediaan lapangan kerja

2. Kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi

3. Pembangunan infrastruktur desa 2. Kebun Seinduk

3. PPTK Gambung

4. Masyarakat sekitar

Identifikasi Permasalahan Sistem

Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul di dalam sistem dan harus diselesaikan. Tunas (2007) mengatakan bahwa melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem kita akan dapat melihat permasalahan dengan prespektif yang lebih menyeluruh. Adapun ruang lingkup atas permasalahan utama yang terjadi pada sistem produksi teh adalah :

1. Usia tenaga kerja produktif

Usia dominan dari para pekerja sistem berada pada usia 40-59 tahun. Usia ini sudah hampir tidak produktif lagi dalam sistem sehingga keterbatasan tenaga menjadi permasalahan sistem. Sedikitnya usia produktif yang bekerja pada sistem merupakan bukti bahwa bekerja pada perkebunan teh menjadi suatu hal

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2009.

yang kurang menarik. Hal ini muncul karena masyarakat yang produktif lebih tertarik bekerja di luar sistem seperti di perkotaan yang memiliki banyak pilihan pekerjaan yang dirasa dapat meningkatkan taraf hidup.

2. Pemeliharaan konsistensi mutu

Perhatian penuh pada perbaikan kualitas atau konsistensi mutu akan memberikan dampak positif kepada perusahaan. Melalui analisa persentase

grade I teh jadi yang di produksi selama periode 10 tahun terakhir yaitu tahun

1999-2008 dapat diperoleh informasi bahwa kebijakan standar pemetikan teh di PT. Perkebunan Nusantara IV kebun teh Bah Butong pada umumnya untuk menjaga keseimbangan antara kuantitas dan kualitas sehingga kualitas teh jadi sebagian besar masuk pada kategori mutu sedang. Adanya pemetikan dengan menggunakan mesin petik menyebabkan produksi daun teh basah dari lapangan kurang mendukung dalam produksi teh jadi. Hal ini terlihat bahwa sejak penggunaan mesin pemetik teh terjadi penurunan mutu teh jadi grade I sebesar 8% hingga 10% dibandingkan dengan pemetikan manual.

3. Kondisi cuaca

Cuaca merupakan faktor produksi yang seringkali dianggap sebagai kendala dalam kegiatan produksi. Kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap faktor ini. Terhambatnya kegiatan produksi seringkali disebabkan oleh cuaca hujan. Jika hujan deras, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi secara optimal khususnya pada pemetikan pucuk teh segar dilapangan. Hasil produksi daun teh yang di panen juga akan mengandung banyak air yang menyebabkan selisih timbangan di lapangan dengan jembatan timbang yang ada di pabrik cukup besar. Selain itu daun teh basah ini juga akan

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,

Dokumen terkait