• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Hama

Data hasil pengamatan dibeberapa daerah dapat dilihat bahwa hama yang paling banyak ditemukan adalah Famili Kalotermitidae sebanyak 9 ekor pada 2 daerah pengamatan , yaitu di daerah Sidamanik dan Desa Jatisari sementara yang paling sedikit adalah Famili Cerambicydae yaitu hanya 1 ekor didaerah Kasindir. Table 1. Hama yang diperoleh dari lokasi pengambilan penelitian.

No. Desa Kecamatan Kabupaten Ketinggian jumlah Hama jmlh tan (ordo:Family)

1 Kasindir Jorlang Hataran Simalungun 542 mdpl 5 Isopoda 2 Coleoptera: Cerambycide 1 2 Sidamanik Manik maraja Simalungun 357mdpl 6 Isopoda 1

Isoptera:

Kalotermitidae 4 Coleoptera: Chrysomelidae 1 3 Kbn Kelapa Sicanggang Langkat 57 mdpl 7 Isopoda 2

Coleoptera: Chrysomelidae 1 4 Mekar Sari Deli Tua Deli Serdang 61 mdpl 4 Isopoda 2

5 Jati Sari Lubuk Pakam Deli Serdang 63 mdpl 12 Isoptera: 5 Kalotermitidae 5

Coleoptera: Chrysomelidae 2 Jumlah 34 22

Gambar 2. Coleoptera: Cerambycidae

Hama ini merupakan jenis hama penggerek batang tanaman sukun. Pada batang terlihat ada bekas-bekas lubang gerekan berukuran sekitar 5 mm ketika kulit batang dibuka. Pada saat identifikasi hama ini tergolong famili Cerambycidae (Borror, 1996).

Gambar 3. Coleoptera: Chrysomelidae

Hama ini merupakan hama penggerek batang tanaman sukun. Serangan terjadi sama seperti famili Cerambycidae. Pada batang terdapat bekas gerekan berupa lubang-lubang tanaman (Borror,1996).

Gambar 4. Isopoda

Hama ini juga tergolong penggerek batang tanaman sukun. Hama ini ditemukan pada bagian akar tanaman. Pada akar terlihat banyak sisa-sisa bahan tanaman dan kotoran-kotoran hama tersebut. Identifikasi hanya sampai kelas, karena kurangnya buku identifikasi yang membahas tentang Isopoda (Borror, 1996).

Gambar 5. Isoptera: kalotermitidae

Hama ini merupakan jenis rayap. Pada gejala serangan terlihat ada jalur lintasan rayap dan hidup secara berkelompok. Hama ini ditemukan di pangkal batang tanaman (Borror, 1996).

Pembahasan

Ada beberapa Famili dari hama yang diperoleh dilokasi penelitian umumnya adalah jenis penggerak batang pada tanaman sukun. Ini dapat dilihat pada saat pengambilan data hama pada tanaman sukun ketika dilakukan pengelupasan kulit ataupun dipermukaan batang tanaman telihat ada lubang-lubang bekas gerekan. Gerekan-gerekan ini dapat menyebabkan kematian pada tanaman karena mengganggu transportasi nutrisi ke bagian atas tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Eko (1997) yang menyatakan bahwa gejala yang tampak pada pohon yang tergerek adalah adanya lubang-lubang yang berukuran 3–5 mm yang ditutupi serbuk kayu hasil gerekan. Dari dalam lubang gerekan tersebut keluar cairan kental bercampur kotoran hama. Menurut Borror (1996) bahwa serangga menggerek masuk ke dalam kayu atau kambium pohon yang hidup umumnya adalah kumbang terutama famili (Cerambycidae, Buprestidae, Scolytidae, dan Curculionidae).

Dari hasil dan data pengamatan dapat dilihat serangan hama pada (Gambar 6) bahwa pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian 860 mdpl pada desa manik maraja, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, terdapat batang sukun yang terserang hama penggerek yang dapat mengurangi produktivitas sukun, dan dapat menyebabkan layu pada bagian pucuk batang.serta dapat mengakibatkan pembusukan pada tangkai batang.

Kendala dalam pertumbuhan sukun adalah serangan hama, seperti pada batang hama terdapat lubang akibat serangan hama penggerek batang (borer) yang dapat menurunkan produktivitas buah sukun (Tridjaja, 2003).

Gambar 6. Batang sukun terserang hama

Bagian batang merupakan bagian yang sangat mudah untuk terserang hama penggerek yang dapat merusak bagian batang yang menyebabkan layu pada bagian pucuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Pitojo (1999) bahwa serangan hama penggerek dapat menyebabkan pembusukan dan kematian pada tanaman yang terserang oleh hama penggerek sukun.

Pada Desa Jatisari, Kabupaten Deli Serdang tingkat atau jumlah hama tergolong tinggi. Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah tanaman yang terdapat di daerah tersebut cukup tinggi maka hama juga semakin banyak, karena banyak tanaman dapat menjadi inangnya.

Pada daerah Jati Sari, ditemukan Famili Kalotermitidae. Famili ini merupakan jenis rayap. Pada tanaman yang terserang dapat mengalami kematian karena rayap mampu menyerang dari akar dan menggerek ke bagian tengah tanaman, untuk gejala daun akan menguning dan dapat terlihat ada jalan lintasan untuk rayap menggerek. Untuk pengendalian dapat dilakukan dengan termisida ataupun menuangkan insektisida disekitar batang tanaman.

Fungi

Pengamatan gejala penyakit pada tanaman sukun dilakukan pada saat pengambilan sampel dilapangan dengan mengamati secara visual pada lokasi pengambilan sampel. Pengamatan secara visual tidak bisa dijadikan acuan dalam menentukan jenis fungi yang menyerang tanaman. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan jenis fungi dilaboratorium dengan menggunakan mikroskop.

Hal ini sesuai dengan pendapat Semangun (2001) bahwa pengamatan secara visual dilapangan tidak dapat digunakan dalam menentukan berbagai jenis fungi yang menyerang tanaman. Untuk dapat menentukan jenis fungi yang menyerang tanaman dilakukan penelitian dilaboratorium. Perlunya melakukan identifikasi disebabkan karena banyak penyakit yang memiliki gejala yang hampir sama sehingga sulit untuk dibedakan.

Hasil penelitian yang dilakukan dilaboratorium menunjukkan ada beberapa jenis-jenis fungi yang berbeda-beda dari ketiga lokasi tersebut.

Tabel 2. Isolat Fungi yang diperoleh dari 3 kabupaten.

Kode Kelas Ordo Famili Species A.s1 Ascomycetes Pleosporales Pleosporaceae Curvularia sp A.s2 Zygomicetes Mucorales Mucoraceae Mucor sp B.s1 Zygomicetes Mucorales Mucoraceae Rhizopus sp B.s2 Zygomicetes Mucorales Absidiaceae Absidia sp B.s3 Ascomycetes Eurotiales Eurotiaceae Aspergillus sp D.s1 Deutromycetes Moniliales Tuberculariaceae Fusarium sp A.d1 Zygomicetes Mucorales Mucoraceae Mucor sp A.d2 Ascomycetes Pleosporales Pleosporaceae Curvularia sp B.d1 Ascomycetes Eurotiales Eurotiaceae Aspergillus sp B.d2 Zygomicetes Mucorales Absidiaceae Absidia sp D.d1 Zygomicetes Mucorales Absidiaceae Absidia sp A.l1 Ascomycetes Pleosporales Pleosporaceae Curvularia sp A.l2 Zygomicetes Mucorales Mucoraceae Mucor sp B.l1 Ascomycetes Eurotiales Eurotiaceae Penicillium sp D.l1 Zygomicetes Mucorales Absidiaceae Absidia sp D.l2 Zygomicetes Mucorales Absidiaceae Absidia sp

Berdasarkan jumlah genus fungi yang ditemukan dilokasi, genus yang terbanyak adalah Absidia sp, dengan jumlah 5 species, yaitu 31,25 % dari 16 species yang ditemukan, diikuti Curvularia sp dan Mucor sp masing-masing 18,75 %, Aspergillus sp yaitu 12,5 %, dan diikuti oleh Penicillium sp, Rhizopus sp, dan Fusarium sp masing-masing 6,25 %. Pada tabel 3 disajikan jumlah genus yang diisolasi dari 3 kabupaten.

Table 3. Jumlah Genus yang diisolasi dari 3 kabupaten.

Genus Fungi jumlah species persentase (%)

Absidia sp 5 31,25 % Curvularia sp 3 18,75 % Mucor sp 3 18,75 % Aspergillus sp 2 12,5 % Penicillium sp 1 6,25 % Rhizopus sp 1 6,25 % Fusarium sp 1 6,25 % 16 100 %

Karakteristik fungi berdasarkan warna permukaan koloni (Tabel.3) didominasi oleh warna putih yang bervariasi. Fungi yang memiliki warna permukaan koloni putih sebanyak 6 species yaitu Curvularia sp (A.s1), Fusarium sp (D.d1), Absidia sp (D.l1), Curvularia sp (A.d2), Absidia sp (D.l1) dan

Curvularia sp (A.l1). Fungi yang memiliki permukaan koloni abu-abu kehitaman

ditemukan sebanyak 4 species yaitu, Mucor sp (A.s2), Absidia sp (B.d2),

Rhizopus sp (B.s1), dan Mucor sp (A.l2), sedangkan fungi yang memiliki

permukaan koloni warna putih kekuningan sebanyak 3 species yaitu Absidia sp (B.s2), Mucor sp A.d1), dan Absidia sp (D.d1), dan fungi yang memilki koloni warna hijau keputihan sebanyak 2 species yaitu Aspergillus sp (B.s3) dan

Aspergillus sp (D.d1). Fungi yang memiliki warna koloni hijau kehitaman

Hasil penelitian dilaboratorium menunjukkan pertumbuhan 16 jenis fungi pada media PDA tidak sama. Pertumbuhan koloni fungi yang paling cepat adalah

curvularia sp. Fungi ini dapat menutupi seluruh media biakan pada hari ke-2

dengan diameter 12 cm. Sedangkan fungi Mucor sp , merupakan fungi yang paling lambat pertumbuhanya dibandingkan dengan fungi-fungi yang lainnya. Tabel 4. Ciri-ciri Mikroskopik beberapa jenis fungi pada tanaman sukun.

Kode Species Warna Koloni Diameter (cm) Atas Bawah / Umur 7 (Hari) A.s1 Curvularia sp Putih Kuning pupus 6,25

A.s2 Mucor sp Abu-abu kehitaman Hitam 10

B.s1 Rhizopus sp Abu-abu kehitaman Kuning pupus 11

B.s2 Absidia sp Putih kekuninagn Kuning pupus 10

B.s3 Aspergillus sp Hijau keputihan Kuning pupus 10

D.s1 Fusarium sp Putih Kuning pupus 9

A.d1 Mucor sp Putih kekuningan Kuning pupus 6,6 A.d2 Curvularia sp Putih Kuning pupus 7,9 B.d1 Aspergillus sp Hijau keputihan Kuning pupus 7,75 B.d2 Absidia sp Abu-abu kehitaman Hitam 10,5 D.d1 Absidia sp Putih kekuningan Kuning pupus 9,6 A.l1 Curvularia sp Putih Kuning pupus 12

A.l2 Mucor sp Abu-abu kehitaman Hitam 10

B.l1 Penicillium sp Hijau kehitaman Hitam 12

D.l1 Absidia sp Putih Putih pupus 10 D.l2 Absidia sp Putih Putih pupus 8,5

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, species fungi yang terdapat pada ketiga lokasi ( kab. Simalungun, kab. Deli Serdang, kab, Langkat) terdiri dari 16 species yaitu, Curvularia sp, Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp, Aspergillus sp Fusarium sp dan Penicillium sp

Berdasarkan hasil frekuensi kehadiran fungi, Absidia sp merupakan fungi yang paling banyak jumlahnya yaitu 5 species , dari 16 species yang ditemukan, sedangkan frekuensi kehadiran Mucor sp dan Curvularia sp yaitu masing-masing

3 species, sedangkan dari kehadiran Aspergillus sp 2 species, dan kehadiran

Rhizopus sp, Penicillium sp dan Fusarium sp masing-masing 1 species.

Tingginya kehadiran fungi pada tanaman sukun pada ketiga lokasi penelitian Menurut Sutedjo dkk (1991) disebabkan faktor lingkungan yang terdapat pada lokasi yang mendukung pertumbuhan fungi, seperti suhu udara, kelembaban udara, Ph tanah, dan ketersediaan nutrisi dalam tanah. Lingkungan yang sesuai pada pertumbuhan fungi akan merangsang kelimpahan dari sejumlah fungi tanah sehingga terlibat dalam proses seperti pembentukan tanah, penghancuran serasah, ketersediaan unsur hara, daur ulang, dan metabolisme pada tanaman. Menurut Rao (1994) kuantitas dan kualitas bahan organik yang ada dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap fungi karena fungi dalam tanah nutrisinya heterotrofik.

Berdasarkan hasil penelitian, variasi keanekaragaman fungi pada Kab. Simalungun lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi tanah tanaman sukun, lebih subur, hal ini didukung oleh kandungan substrat dalam tanah yang mampu mendukung pertumbuhan fungi dalam tanah, dimana kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada didalam tanah. Fungi sebagian besar memanfaatkan sisa-sisa bahan organik dengan mudah, tetapi jumlahnya dalam tanah bervariasi dan tergantung pada speciesnya masing-masing.

Gambar 7. Absidia sp koloni berumur 14 harinpada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)

Absidia sp (Gambar 7) berdasarkan penelitian merupakan fungi yang

memberi manfaat bagi tanaman Pteridium aqualinium (Bacon, 2000). Menurut Sukarno (1999) umumnya ditemukan pada daerah tropis dan hidup secara simbiosis mutualistik pada tanaman. Absidia sp berfungsi mendekomposisi bahan organik dalam tanah, dan membantu penyerapan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Pertumbuhan koloni Absidia sp sangat cepat.

Pada saat berumur 7 hari koloni Absidia sp sudah menutupi keseluruhan permukaan media PDA. Bentuk koloni Absidia sp tampak seperti kapas, dan berwarna abu-abu. Menurut Gandjar (1999) hifa Absidia sp berwarna kecoklatan, dan seringkali terdapat tetes-tetes cair yang melekat pada tubuhnya dan memiliki dinding halus hingga agak kasar, kadang-kadang tubuh Absidia sp memiliki septa. Sporangiosfornya berpigmen agak pucat, berdinding halus hingga agak kasar, tampak sederhana dan kadang-kadang sporangiosfornya bercabang. Absidia sp memiliki banyak spora, berwarna abu-abu kecoklatan ketika matang dan berdinding transparan. Sporangiosporanya bervariasi bentuknya dari semi bulat, hingga elips.

A B

b a

Gambar 8. Aspergillus sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk Mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b)

Menurut dwijoseputro (1978), Aspergillus sp terdapat dimana-mana, baik di daerah kutub maupun di daerah tropik, dan hampir pada setiap substrat.

Aspergillus sp memilki fungsi penting bagi tanaman, Aspergillus sp dapat

berperan dalam merambat N bebas dari udara dan melarutkan fosfat di dalam tanah yang berfungsi sebagai perekat dalam pembentukan agregat tanah yang dapat dijadikan sebagai nutrisi Organik bagi tanaman. Oleh sebab itu Aspergillus sp memiliki asosiasi simbiotik dengan tumbuhan dan berperan penting dalam menjaga tingkat kesuburan alami tanah, selain itu Aspergillus sp juga dapat menekan perkembangan penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh patogen tanah (Goto, 1999, Bruggen 2000, Budi 2000).

Menurut ilyas (2007) faktor yang menyebabkan tingginya kehadiran

Aspergillus sp memiliki sebaran kosmopolitan, yang dapat menghasilkan spora

vegetatif (konidia) dalam jumlah yang besar dan pertumbuhannya yang sangat cepat. Menurut Syarifuddin (2002) Tingginya kehadiran Aspergillus sp disebabkan karena aspergillus sp mampu bertahan hidup pada kondisi yang rendah.

A B

a

Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti bahwa Aspergillus sp adalah fungi yang bermanfaat (endofit) dari berbagai tanaman diantaranya, tanaman Gambir (Ilyas et al, 2008), pada pohon Prosopis cineraria (Praven et al, 2008), tanaman Mangrove (Maria et al, 2005), tanaman Juniperus communis (Kusari, 2008), tanaman Calotropis procera (Rezwana et al, 2007), tanaman Whitania

somnifera (Rezwana et al, 2010), dan pada tanaman kelapa sawit (Rizki, 2008).

Bentuk koloni Aspergillus sp pada media PDA ketika berumur 7 hari berwarna hijau keputihan. Pada umur 10 hari koloni Aspergillus sp hampir menutupi seluruh permukaan media PDA. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar, koloni Aspergillus sp pada umumnya tipis. Menurut Gandjar (1999) konidia Aspergillus sp berwarna putih kemudian krem, dan agak basah pada koloni yang masih segar. Konidia Aspergillus sp sering kali ada yang kecil dan berbentuk bulat hingga semi bulat, dan memiliki dinding tipis dan halus./

Gambar 9. Curvularia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)

Curvularia sp (Gambar 9) berdasarkan penelitian Ravindra et al, (2008),

merupakan fungi yang bermanfaat pada bakung Cantharanthus roseus, menurut Vijai et al, (2006) Curvularia sp merupakan fungi bermanfaat pada tanaman

Azardirachta indica, dan pada tanaman kelapa sawit (Rizki, 2008).

A B

b

Menurut Rao (1994) Curvularia sp pada tanaman mampu mendokomposisikan bahan organik dalam tanah, mengoksidasi aneka garam Mn, meningkatkan kadar fosfor, dan berperan sebagai agen biokontrol terhadap berbagai patogen tanaman dalam tanah.

Berdasarkan penelitian Saragih (2005) tingginya kehadiran Curvularia sp pada daerah tropis disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Menurut Gandjar (1999) koloni Curvularia sp memiliki warna coklat dan bentuknya mirip beludru atau kapas. Konidiofornya berbentuk tunggal atau berkelompok, tampak sederhana, lurus atau membengkok.

Pada umumnya konidia Curvularia sp berbentuk geniculate, berwarna coklat dan memucat. Porokonidia (konidia) Curvularia sp memiliki septa pada tubuhnya antara 3-4 septa.

Gambar 10. Fusarium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), Konidiofornya (a), makrokonidia (b)

Fusarium sp (Gambar 10) merupakan patogen yang menyebabkan

penyakit pada tanaman sukun, patogen ini menyerang daun yang menyebabkan nekrotik. Walaupun patogen ini umum pada tanaman, tetapi serangan yang ditimbulkan tidak menyebabkan kerugian ekonomi yang begitu berarti.

A B

a

Menurut Gandjar (1999) konidiofor Fusarium sp semua berbentuk lateral dan bercabang-cabang, kemudian percabangannya semakin banyak dan lebat. Makrokonidia Fusarium sp pada umumnya berbentuk sabit, langsing, dan bersepta mulai 3 hingga 5. Bentuk koloni Fusarium sp pada umur 4 hari berwarna putih bersih, kemudian pada hari ke 7 koloninya mulai mengalami perubahan warna. Warna koloni berubah menjadi warna orange kekuningan hingga hari ke 10, dan pertumbuhan koloni Fusarium sp pada hari yang sama telah menutupi seluruh permukaan koloni.

Gambar 11. Penicillium sp koloni berumur 14 pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)

Penicillium sp (Gambar 11) menurut berbagai penelitian merupakan fungi yang endofit pada jati putih (Sukanyanne et al, 2005), pada tanamaman

Melia azadarach (Regina et al, 2003), tanaman Prosopis cineraria (Preveen et al,

2008), Calotropis procera (Rezwana et al, 2007), tanaman Gambir (Ilyas et al, 2008), dan pada tanaman kelapa sawit (Rizki, 2008).

Penicillium sp merupakan fungi yang banyak digunakan dalam bidang medis karena kemampuannya dalam menghasilkan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Selain itu Penicillium sp mempunyai kemampuan dalam menghasilkan enzim urea reduktase dan fosfatase yang

A B

b

berperan dalam penambat N bebas dari udara dan pelarut P yang berfungsi sebagai perekat dalam pembentukan agregat tanah dan mampu menekan

perkembangan penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen (Goto, 1999; Bruggen, 2000; Budi, 2000),

Pertumbuhan koloni Penicillium sp pada umumnya sangat cepat dan bentuk permukaan koloninya mirip seperti beludru, dan memiliki warna hijau kecoklatan. Menurut Gandjar (1999) konidiofor Penicillium sp bercabang tidak teratur dan berdinding halus. Fialidnya sering soliter, berbentuk silindris, berdinding halus, berwarna hijau redup dalam jumlah yang sangat banyak.

Gambar 12. Rhizopus sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) sporangiosfor (a), sporaangia (b)

Berdasarkan penelitian Rhizopus sp merupakan fungi yang endofit pada tanaman Broussonetia popyrifera, Celtis accidentalis, Ligustrum lucidum (Errasti, 2010), dan pada belimbing (Pratella 2003). Menurut Gandjar (1999)

Rhizopus sp memiliki koloni awalnya berwarna keputihan kemudian berubah

menjadi coklat keabu-abuan. Hal ini disebabkan karena warna coklat yang berasal dari sporangiosfor dan coklat kehitaman yang berasal dari sporangia. Pada umur 4 hari koloni Rhizopus sp sudah membesar dan pertumbuhan koloninya sangat cepat. Sporangia Rhizopus sp berbentuk bulat hingga semibulat dan berwarna coklat kehitaman saat matang. Bentuk sporangiosfora Rhizopus sp pada umumnya

A B

a b

tidak teratur, bulat, elips dan memiliki garis pada permukaannya. Sporangiosfornya tidak berwarna hingga berwarna coklat gelap, dan memiliki dinding halus.

Gambar 13. Mucor sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) sporangiosfor (a), sporangia (b)

Mucor sp merupakan jenis fungi yang bersifat endofit pada tumbuhan

daun wungu (Graptohyllum pictum) menurut strobel and daysi (2003). Mucor sp (Gambar 13), menurut Gandjar (1999) miselium Mucor sp tersebar luas didalam ataupun diatas substrat, tanpa rizoid, dan pada umumnya banyak memiliki percabangan. Sporangia biasanya tegak lurus pada simpodial sporangiosfora, dan memiliki banyak warna. Mucor sp memiliki kolumela dengan variasi bentuk dan tipe, ada yang berwarna dan ada pula yang tidak berwarna. Zigospora pada misellium tidak pada bagian percabangan khusus dan tidak memiliki pembungkus, gametangia tumbuh lurus.

A B

a b

Dokumen terkait