Substansi Aturan Internasional Negara Bendera (Flag State) dalam International Plan of Action Ilegal, Unreported and Unregulated Fishing
(IPOA-IUU Fishing)
Substansi aspek Negara Bendera (Flag State) dibagi menjadi dua kelompok besar aturan, yaitu aturan pendaftaran dan aturan pemantauan, pengendalian dan pengawasan atau biasa disebut Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS).
Aturan Internasional Pendaftaran Kapal
Aturan Negara Bendera dalam aspek pendaftaran kapal yang pertama mengatur tentang pendaftaran kapal sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tidak terlibat pelanggaran IUU fishing. Namun demikian, dijelaskan bahwa kapal yang pernah terdapat catatan pelanggaran bisa berlayar kembali dengan catatan kepemilikan baru dan pemilik baru tidak terlibat pelanggaran hukum. Pelanggaran mengenai keuangan dan kendali kapal yang dimiliki.
Aspek pendaftaran kapal yang kedua adalah mengenai pemesanan kapal baik ekspor maupun impor. Kapal yang dipesan baik ekspor maupun impor harus sesuai dengan tata cara dari masing-masing negara dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pendaftaran dan penerbitan hak kapal dalam aturan Negara Bendera dilakukan di lembaga terpisah.
Aturan internasional pendaftaran kapal yang ketiga mengenai pendaftaran kapal secara bersyarat untuk kapal yang menangkap ikan di laut lepas. Pendaftaran kapal untuk berlayar di laut lepas dilengkapi dengan dokumen tentang kapal sebelum atau sesudah kepemilikan. Dokumen tersebut juga mencakup:
a. nama sebelumnya jika ada dan diketahui;
b. nama, alamat dan kebangsaan dari orang asli atau pribumi atau sah berdasarkan hukum bahwa nama kapal tersebut telah terdaftar;
c. nama, alamat jalan, alamat dan kebangsaan dari perorangan atau badan hukum yang bertanggungjawab untuk mengelola operasi kapal;
d. nama, alamat jalan, alamat dan kebangsaan dari perorangan atau badan hukum yang bertanggungjawab atas kepemilikan kapal;
e. nama dan sejarah kepemilikan kapal;
f. ruang kapal/dimensi kapal foto atau gambar diambil saat pendaftaran atau akhir saat perubahan fisik kapal.
Berdasarkan informasi aturan internasional IPOA-IUU fishing pada aspek pendaftaran kapal dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok utama. Adapun ketiga kelompok utama tersebut yang akan dibahas mengenai pendaftaran kapal sesuai standar, pengadaan kapal, dan pendaftaran kapal untuk menangkap ikan di laut lepas.
Aturan Internasional Pemantauan, Pengendalian, dan Pengawasan/ Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS)
Aturan internasional Negara Bendera berdasarkan IPOA-IUU dalam aspek pemantauan, pengendalian, dan pengawasan atau monitoring, controlling, surveillance yang pertama membahas mengenai sistem pemantauan kapal.
Aturan Negara Bendera dalam memudahkan pemantauan, pengendalian dan pengawasan maka yang kedua membahas mengenai informasi laporan kondisi yang biasa disebut logbook. Dalam aturan Negara Bendera, logbook dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian dari rangkaian operasi kapal dan alih muatan.
Rangkaian operasi kapal terdiri dari:
a. rangkaian waktu dari hasil tangkapan dan upaya statistik kapal;
b. jumlah hasil tangkapan, berat tertulis, dengan jenis (baik target ataupun by catch)
c. statistik yang tidak terhitung, termasuk perkiraan yang diperlukan, dilaporkan sebagai jumlah atau berat hasil tertulis menurut jenis, sebagaimana dianggap layak bagi perikanan;
d. tindakan statistik yang tepat untuk masing-masing metode penangkapan ikan; e. lokasi penangkapan ikan, tanggal dan waktu penangkapan ikan dan statistik
tentang tindakan penangkapan ikan lainnya.
Pada bagian alih muatan administrasi yang dilakukan ke lembaga terkait harus mencakup:
a. tanggal dan lokasi semua pemindahan muatan ikan di laut;
b. berat jenis ikan, daerah tangkapan, dan hasil tangkapan dalam pemindahan muatan tersebut;
c. nama, pendaftaran, pelayaran dan informasi terkait pengenalan kapal yang terlibat; pelabuhan pendaratan hasil tangkapan alih muatan ikan tersebut.
Informasi ketiga dalam aturan internasional Negara Bendera mengenai pemantauan dan pengawasan terhadap hasil tangkapan dan dukungan angkutan kapal. Dalam pemantauan diharapkan tidak ada kapal yang kembali dengan pasokan kapal penangkap ikan yang terlibat dalam kegiatan atau pemindahan muatan ikan ke atau dari kapal yang terlibat IUU fishing.
Berdasarkan aturan internasional dalam aspek pemantauan, pengendalian dan pengawasan secara garis besar berdasarkan penjabaran di atas dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu sistem pemantauan kapal (Vessel Monitoring System, VMS), logbook, dan observer (pemantau di atas kapal).
Substansi Aturan Peraturan Perundang-Undangan Nasional Pemberantasan IUU Fishing dalam Aturan Internasional Negara Bendera
Aturan Nasional Pendaftaran Kapal
Aturan internasional Negara Bendera mengenai pendaftaran kapal secara garis besar membahas mengenai pendaftaran kapal sesuai standar yang ditetapkan, pengadaan kapal, dan pendaftaran kapal untuk menangkap ikan di laut lepas. Pada bahasan pertama terkait pendaftaran kapal sesuai standar bahwa di Indonesia sudah mengacu dan menerapkan pada peraturan perundang-undangan nasional. Peraturan perundang-undangan nasional yang dimaksud yaitu Undang-Undang
11
(UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009. Pasal 36 ayat (2) UU No. 45 Tahun 2009, yang kemudian diatur kembali dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 13 Tahun 2012 tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal pada Pasal 2 ayat (1) mengenai pendaftaran kapal, dan diperkuat kembali melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 23/PERMEN-KP/2013 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal pada Pasal 5 mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran kapal perikanan. Pendaftaran kapal pada UU Perikanan Pasal 36 ayat (2) menjelaskan bahwa pendaftaran kapal harus dilengkapi dengan dokumen: a) bukti kepemilikan; b) identitas pemilik; c) surat ukur. Pendaftaran kapal berdasarkan Permenhub No. 13 Tahun 2012 harus memenuhi syarat pendaftaran kapal, yaitu: a) pendaftaran hak milik; b) pembebanan hipotek; c) pendaftaran hak kebendaan lainnya atas kapal.
Aturan pendaftaran kapal juga diatur pada Permen KP No. 23/PERMEN-KP/2013 pada Pasal 5 yang menjelaskan mengenai dokumen pendaftaran kapal, yaitu:
a. fotokopi SIUP;
b. fotokopi bukti kepemilikan (gross akte);
c. rekomendasi dari Direktur Jenderal, untuk kapal pengangkut ikan hasil tangkapan;
d. fotokopi surat tanda kebangsaan kapal;
e. fotokopi sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan;
f. foto kapal keseluruhan tampak samping dengan ukuran 5x10 cm sebanyak 2 lembar berwarna;
g. surat keterangan penghapusan dari daftar kapal yang diterbitkan oleh negara asal untuk kapal yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri dan sudah terdaftar di negara asal;
h. surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan bertanggungjawab atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan.
Aturan nasional mengenai pendaftaran kapal juga diatur dalam Permen KP No. PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Pasal 85 ayat (1) yang menjelaskan bahwa setiap orang yang mengoperasikan kapal perikanan berbendera Indonesia di WPP-NRI wajib didaftarkan dan dimuat dalam buku kapal perikanan yang dipergunakan untuk memperoleh SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) atau SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan) dan bagi yang telah memiliki SIPI dan/atau SIKPI wajib didaftarkan kepada Direktur Jenderal untuk memperoleh buku kapal perikanan. Pasal tersebut diperjelas kembali oleh Pasal 85 ayat (2) bahwa kapal perikanan yang telah dilengkapi dengan buku kapal perikanan diberi tanda pengenal kapal perikanan. Dokumen di atas kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dalam Pasal 86 PER.30/MEN/2012 terdiri atas: (a) SIPI/SIKPI asli; (b) Surat Laik Operasi (SLO) asli; dan (c) Surat Persetujuan Berlayar (SPB) asli.
Pengadaan kapal dalam aturan internasional mengenai pemesanan kapal baik ekspor maupun impor yang sesuai dengan aturan masing-masing negara, informasi ini sudah diatur peraturan perundang-undangan nasional. Peraturan
perundang-undangan nasional yang mengatur mengenai informasi tersebut, yaitu UU No. 45 Tahun 2009, pada Pasal 36 ayat (3), Permen KP No. PER.30/MEN/2012, pada Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), dan Permen KP No. 56/PERMEN-KP/2014 tentang Pemberhentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI pada Pasal 1 ayat (2). Pada aturan peraturan perundang-undangan nasional yang telah dijabarkan membenarkan pengadaan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dapat dilakukan dari dalam negeri dan/atau luar negeri dengan cara membeli, membangun, atau memodifikasi. Pengadaan kapal ini dilakukan dalam keadaan baru atau bekas atas nama pemegang surat ijin usaha perikanan (SIUP). Kemudian pengadaan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dari dalam negeri harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, sedangkan pada kapal penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dari luar negeri hanya persetujuan dari direktur jenderal.
Kriteria kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dari luar negeri sudah diatur sebagaimana pada Permen KP No. PER.30/MEN/2012, Pasal 31 ayat (5) bahwa kapal penangkap ikan dari luar negeri:
a. keadaan baru, dengan ketentuan berukuran diatas 100 GT; b. keadaan bekas berukuran diatas 100 GT dengan ketentuan:
1) paling banyak 50% dari alokasi kapal yang tercantum dalam SIUP; 2) umur kapal tidak lebih dari 10 tahun; dan
3) dilakukan oleh perusahaan perikanan yang berbadan hukum.
Kriteria kapal pengangkut ikan dari luar negeri berdasarkan Permen KP No. PER.30/MEN/2012, Pasal 31 ayat (6):
a. keadaan baru, dengan ketentuan berukuran diatas 500 GT; b. keadaan bekas berukuran diatas 1.000 GT dengan ketentuan: 1) paling banyak 50% dari alokasi kapal yang tercantum dalam SIUP; 2) umur kapal tidak lebih dari 10 tahun; dan
3) dilakukan oleh perusahaan perikanan yang berbadan hukum.
Berdasarkan Permen KP No. 56/PERMEN-KP/2014 pada Pasal 1 ayat (2) menjelaskan hal yang berbeda mengenai penghentian sementara untuk kapal yang pembangunannya dilakukan di luar negeri.
Pendaftaran kapal untuk menangkap ikan di laut lepas didalam aturan internasional dilakukan secara bersyarat. Dalam hal ini, Indonesia sudah mengatur dan mengacu pada aturan internasional dengan diadakannya peraturan khusus untuk penangkapan di laut lepas, yaitu Permen KP No. PER.12/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas tercantum pada Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang menjelaskan bahwa usaha perikanan tangkap di laut lepas, wajib untuk setiap orang memiliki izin usaha perikanan tangkap. Izin usaha perikanan tangkap yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal yang meliputi: (a) izin usaha perikanan yang diterbitkan dalam bentuk SIUP, (b) izin penangkapan ikan yang diterbitkan dalam bentuk SIPI, dan (c) izin kapal pengangkut ikan yang diterbitkan dalam bentuk SIKPI. Aturan dalam perincian mengenai Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) tertera pada Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) mengenai aturan perincian SIPI, serta pada Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) mengenai aturan SIKPI dalam menangkap ikan di laut lepas .
13
Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) berdasarkan Pasal 5 ayat (2) PER.12/MEN/2012 bahwa SIUP berlaku selama pemilik atau perusahaan melakukan kegiatan usaha perikanan. Dalam memenuhi pengajuan atas SIUP kepada Direktur Jenderal dijelaskan pada Pasal 5 ayat (3) harus melampirkan: a. rencana usaha meliputi rencana investasi, rencana kapal, dan rencana
operasional;
b. fotokopi Nomor Pokok Wajib (NPWP) penanggungjawab perusahaan atau pemilik kapal, dengan menunjukkan aslinya;
c. fotokopi Kartu Tanda Penduduk penanggungjawab perusahaan atau pemilik kapal, dengan menunjukkan aslinya;
d. surat keterangan domisili usaha;
e. fotokopi akta pendirian perusahaan yang menyebutkan bidang perikanan yang telah disahkan oleh instansi yang terkait atau pejabat yang berwenang dengan menunjukkan aslinya;
f. surat pernyataan bermaterai cukup dari penanggungjawab perusahaan atau pemilik kapal yang menyatakan:
1) kebenaran data dan informasi yang disampaikan 2) kesediaan merealisasikan rencana usaha
3) kesediaan mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan peraturan perundang-undangan, persyaratan dan/atau standar internasional yang diterima secara umum.
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) pada Pasal 8 ayat (2) PER.12/MEN/2012 dijelaskan bahwa SIPI berlaku hanya satu tahun dan pada Pasal 8 ayat (3) PER.12/MEN/2012 dalam pengajuan kepada Direktur Jenderal harus melampirkan:
a. fotokopi SIUP;
b. fotokopi grosse akta, dengan menunjukkan aslinya;
c. fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement) termasuk spesifikasi teknis alat penangkap ikan;
d. data kapal dengan format mengacu pada standar Regional Fisheries Management Organization (RFMO);
e. rencana target spesies penangkapan ikan di laut lepas untuk kapal penangkap ikan;
f. surat keterangan pemasangan transmitter (on line);
g. surat pernyataan bermaterai cukup dari penanggungjawab perusahaan atau pemilik kapal yang menyatakan:
1) kesanggupan mnggunakan perwira bersertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ATKAPIN) sesuai ketentuan perundang-undangan;
2) kesanggupan menerima, membantu kelancaran tugas, serta menjaga keselamatan pemantau di atas kapal penangkap ikan (observer on board); 3) kesanggupan mengisi logbook secara lengkap dan benar;
4) kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal, unreported and unregulated fishing (IUU fishing).
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) pada Pasal 10 ayat (2) PER.12/MEN/2012 menjelaskan bahwa SIKPI berlaku selama satu tahun. Pengajuan permohonan untuk memiliki SIKPI yang ditujukan kepada Direktur Jenderal diatur dalam Pasal 10 ayat (3) yang melampirkan:
a. fotokopi SIUP;
b. fotokopi gross akta dengan menunjukkan aslinya;
c. fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement) termasuk spesifikasi teknis kapal pengangkut ikan;
d. data kapal dengan format mengacu pada standar RFMO; e. surat keterangan pemasangan transmitter (on line);
f. surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan bahwa kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang melakukan pengangkutan ikan secara IUU fishing.
Tabel 4 Kesesuaian antara aturan internasional Negara Bendera mengenai pendaftaran kapal dengan peraturan perundang-undangan Indonesia (Lampiran 1)
Aturan Internasional Negara Bendera
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia
Isi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia Pendaftaran kapal
sesuai standar
-UU No. 31 Tahun 2004 diubah menjadi UU No. 45 Tahun 2009
-Permenhub No. 13 Tahun 2012 -Permen KP No. 23/PERMEN-KP/2013 -Permen KP No. PER.30/MEN/2012 -Kelengkapan dokumen pendaftaran kapal -Pendaftaran kapal
-Kapal perikanan berbendera Indonesia yang beroperasi di WPP-NRI wajib didaftarkan dalam buku kapal perikanan
Pengadaan kapal -UU No. 31 Tahun 2004 diubah menjadi UU No. 45 Tahun 2009
-Permen KP No. PER.30/MEN/2012
-Permen KP No. 56/PERMEN-KP/2014
-Pengadaan kapal dapat dilakukan dari dalam negeri atau luar negeri dan atas nama pemegang SIUP
-Pengadaan kapal dari dalam negeri harus mendapat izin dari pemegang kewenangan -Pengadaan kapal dari luar
negeri harus mendapat persetujuan dari DirJen -Kriteria pengadaan kapal
dari luar negeri
-Moratorium kapal yang pembangunannya dari luar negeri
15
Aturan Internasional Negara Bendera
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia
Isi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia Pendaftaran kapal untuk menangkap di laut lepas -Permen KP No. PER.12/MEN/2012
-Pelaku usaha wajib memiliki izin usaha perikanan tangkap yang dikeluarkan oleh DirJen -Kapal yang melakukan penangkapan di laut lepas harus memenuhi standar RFMO
Berdasarkan isi dari aturan internasional IPOA-IUU fishing mengenai Negara Bendera bahwa dalam memenuhi aturan internasional pendaftaran kapal tersebut, Indonesia sudah menerapkan dengan baik dan lengkap. Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah menjadi UU No. 45 Tahun 2009, Permenhub No. 13 Tahun 2012, Permen KP No. 23/PERMEN-KP/2013, dan Permen KP No. PER.30/MEN/2012. Sehingga kapal-kapal yang ingin melakukan operasi penangkapan ikan dan sudah memenuhi peraturan pendaftaran kapal tersebut boleh menggunakan kapalnya untuk menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia.
Aturan internasional mengenai pengadaan kapal yang disesuaikan dengan tata cara masing-masing negara sudah diterapkan dengan lengkap dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur mengenai pengadaan kapal yaitu melalui UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah menjadi UU No. 45 Tahun 2009, Permen KP No. PER.30/MEN/2012, dan Permen KP No. 56/PERMEN-KP/2014. Berdasarkan peraturan yang sudah ada, Indonesia memiliki 2 (dua) perbedaan pengaturan, yaitu memperbolehkan kapal diimpor dari luar negeri dalam dan pemberhentian sementara (moratorium) bagi kapal perikanan yang pembangunannya dari luar negeri. Dalam hal ini, belum ada perubahan terkait perbedaan aturan tersebut yang bisa menjadikan celah untuk melakukan pelanggaran oleh pelaku usaha.
Pendaftaran kapal perikanan di laut lepas secara bersyarat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sudah menerapkan dengan spesifik melalui Permen KP No. PER.12/MEN/2012. Pendaftaran kapal secara bersyarat dalam kegiatan penangkapan ikan di laut lepas berbeda dengan pendaftaran kapal di WPP-NRI. Perbedaan tersebut terdapat pada aturan SIPI/SIKPI dengan penambahan data kapal dengan format mengacu pada standar RFMO.
Berdasarkan ketiga isi substansi baik pendaftaran kapal sesuai standar, pengadaan kapal dan pendaftaran kapal untuk menangkap ikan di laut lepas dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sudah ada dan diatur dengan baik, hanya saja terjadi ketimpangan aturan hukum yaitu pada substansi pengadaan kapal. Ketimpangan tersebut bisa menjadikan kelemahan bagi Indonesia. Hal ini bisa terjadi diakibatkan tidak adanya keselarasan hukum antara UU Perikanan dan Permen KP No. 30 Tahun 2012 dengan Permen KP No. 56/PERMEN-KP/2014. Keselarasan hukum sangat penting agar tidak terjadinya kesalahpahaman pada saat implementasi peraturan tersebut. Sehingga perlunya penyelarasan hukum agar
aturan tersebut bisa terimplementasi dengan baik dan agar tidak menjadi celah untuk pelaku pelanggaran.
Aturan Nasional Pemantauan, Pengendalian, dan Pengawasan/Monitoring, Controlling, Surveillance
Negara Bendera dalam aturan internasional secara garis besar membahas pertama mengenai sistem pemantauan kapal sudah diterapkan pada aturan khusus, yaitu Permen KP No. 42/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal pada Pasal 12 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), serta Pasal 22 ayat (2). Pada peraturan menteri tersebut berdasarkan Pasal 12 ayat (1), bahwa kapal dengan ukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di WPP-NRI atau di laut lepas wajib memasang transmiter Sistem Pemantau Kapal Perikanan (SPKP). Surat Keterangan Aktivasi Transmiter (SKAT) berdasarkan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal yang dalam pelaksanaannya diterbitkan oleh Direktur Pemantauan dan Peningkatan Infrastruktur dan berlaku paling lama satu tahun disesuaikan dengan airtime fee SPKP yang telah dibayar. Bukti kapal perikanan telah mengaktifkan transmiter SPKP diterbitkan SKAT. Cara memperoleh SKAT berdasarkan Permen KP No. 42/PERMEN-KP/2015 Pasal 17 ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. fotokopi SIPI atau SIKPI;
b. fotokopi bukti pembayaran airtime fee SPKP online, selama satu tahun; c. lembar pemasangan transmiter SPKP;
Berdasarkan Permen KP No. 42/PERMEN-KP/2015 pada Pasal 22 ayat (2) menegaskan bahwa pengguna SPKP wajib mengaktifkan transmiter SPKP secara terus-menerus dan membawa SKAT asli pada saat kegiatan perikanan.
Kedua, aturan internasional mengenai aspek pemantauan, pengendalian dan pengawasan mengenai logbook terdapat dua hal, yaitu informasi laporan kondisi atau biasa disebut logbook dan administrasi alih muatan. Dalam hal ini Indonesia sudah mengatur lengkap tentang logbook dalam Permen KP No. 48/PERMEN-KP/2014 pada Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Peraturan khusus logbook menjelaskan bahwa logbook berisikan data kapal penangkap ikan, data alat penangkapan ikan, data operasi penangkapan ikan, dan data ikan hasil tangkapan. Pengisian logbook menjadi tanggung jawab Nahkoda dan diisi sesuai dengan data yang sebenarnya (objective) dan tepat waktu (up to date).
Hal kedua yang dibahas pada aturan internasional Negara Bendera mengenai logbook adalah administrasi alih muatan. Aturan mengenai alih muatan diatur pada Permen KP No. 57/PERMEN-KP/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Permen KP No. PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI. Pada aturan Permen KP No. 57/PERMEN-KP/2014 Pasal 37 ayat (6) dan ayat (9) dijelaskan bahwa kapal penangkap ikan wajib mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam SIPI atau SIKPI. Jika tidak mendaratkan di pelabuhan pangkalan maka diberikan sanksi pencabutan SIPI atau SIKPI.
17
Permen KP No. PER.12/MEN/2012 pada Pasal 30 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) menjelaskan tentang alih muatan atau biasa disebut transhipment. Berdasarkan Permen KP No. PER.12/MEN/2012 pada Pasal 30 ayat (1) menjelaskan bahwa Kapal penangkap ikan dapat melakukan transhipment di laut lepas maupun di negara lain yang menjadi anggota RFMO pada wilayah RFMO yang sama, dilanjutkan kembali dengan Pasal 30 ayat (2) bahwa kapal penangkap ikan yang melakukan transhipment di laut lepas harus memenuhi persyaratan:
a. nahkoda memberitahukan kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam SIPI paling lambat 72 jam sebelum pelaksanaan transhipment;
b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau;
c. kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tercantum dalam daftar kapal (record of vessels) sebagai kapal yang diizinkan (authorized vessels);
d. nahkoda harus menyampaikan secara elektronik rencana transhipment (transhipment declaration) kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia dan sekretariat RFMO paling lambat 24 jam sebelum pelaksanaan transhipment;
e. transhipment disaksikan oleh pemantau di atas kapal pengangkut ikan (observer on board) dari RFMO;
f. nahkoda harus mengisi dan menyerahkan secara elektronik pernyataan transhipment (transhipment declaration) yang telah disahkan oleh para pihak kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia paling lambat 15 hari setelah transhipment;
Aturan kapal penangkap ikan dalam Pasal 30 ayat (3) pada Permen KP No. PER.12/MEN/2012 yang melakukan transhipment di pelabuhan negara lain yang menjadi anggota RFMO pada wilayah RFMO yang sama harus memenuhi persyaratan:
a. nahkoda memberitahukan kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam SIPI paling lambat 72 jam sebelum pelaksanaan transhipment;
b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau;
c. kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tercantum dalam daftar kapal (record of vessels) sebagai kapal yang diizinkan (authorized vessels);
d. nahkoda harus menyampaikan secara elektronik rencana transhipment dengan mengisi pernyataan transhipment (transhipment declaration) kepada otoritas pelabuhan di luar negeri dan sekretariat RFMO paling lambat 48 jam sebelum pelaksanaan transhipment;
e. nahkoda harus menginformasikan secara elektronik pada saat transhipment berlangsung kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia dalam bentuk pernyataan transhipment (transhipment declaration)
f. nahkoda harus mengisi dan menyerahkan secara elektronik pernyataan transhipment (transhipment declaration) yang telah disahkan oleh para pihak kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia paling lambat 15 hari setelah transhipment.
Kapal pengangkut ikan dalam aturan perundang-undangan Indonesia mengenai syarat dalam transhipment diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 bahwa:
a. nahkoda memberitahukan kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam SIKPI paling lambat 72 jam sebelum pelaksanaan transhipment;
b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau;
c. kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tercantum dalam daftar kapal