• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Serangan

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam intensitas serangan disajikan pada lampiran satu sampai dengan enam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa intensitas serangan pada setiap klon berbeda nyata. Hasil uji rataan klon terhadap intensitas serangan ini dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil uji rataan klon terhadap intensitas serangan (%)

KLON PENGAMATAN (minggu ke-n)

I II III IV V VI

K1 0.489abc 0.404bc 0.509b 0.482ab 0.494c 0.417def K2 0.534abc 0.439abc 0.659ab 0.457b 0.500c 0.405ef K3 0.577abc 0.502abc 0.705a 0.544ab 0.554abc 0.535cd K4 0.514abc 0.595a 0.510b 0.454b 0.537abc 0.595bc K5 0.550abc 0.432abc 0.510ab 0.534ab 0.527abc 0.502cde K6 0.587abc 0.485abc 0.577ab 0.622a 0.649a 0.526cde K7 0.623ab 0.547ab 0.501b 0.459b 0.537abc 0.665ab K8 0.545abc 0.566ab 0.552ab 0.419b 0.585abc 0.688ab K9 0.390c 0.366c 0.544ab 0.485ab 0.572abc 0.363f K10 0.686a 0.459abc 0.619ab 0.550ab 0.539abc 0.618abc K11 0.558abc 0.467abc 0.556ab 0.501ab 0.512bc 0.514cde K12 0.602abc 0.545ab 0.567ab 0.442b 0.638a 0.725a K13 0.517abc 0.582a 0.556ab 0.452b 0.629ab 0.687ab K14 0.472bc 0.395bc 0.515b 0.476ab 0.542abc 0.445def Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Pada tabel 6, tampak bahwa perlakuan klon terhadap intensitas serangan memberikan nilai intensitas tertinggi, yakni sebesar 0,725 pada klon BPM 24 (K12) di pengamatan minggu ke 6. Secara statisktik, perlakuan ini berbeda nyata dengan RRIC 100(K1), PB 260(K2), IRR 112(K3), IRR 118(K4), IRR 104(K5), IRR 5(K6), IRR 119(K9), PB 340(K11)dan AVROS 2037(K14). Tetapi K12 tidak berbeda nyata dengan IRR 220(K7), IRR 230(K8), PB 330(K10), dan GT-1(K13)

Pada tabel 6, menunjukkan bahwa perlakuan klon terhadap intensitas serangan memberikan nilai intensitas terendah, yakni sebesa 0,393 pada klon IRR 119 (K9). Secara statisktik, perlakuan ini berbeda nyata dengan IRR 112(K3), IRR 118(K4), IRR 104(K5), IRR 5(K6), IRR 220(K7), IRR 230(K8), PB 330(K10), PB 340(K11), BPM 24(K12) dan GT-1(K13). Dalam perbandingannya dengan klon RRIC 100 (K1)sebagai pembanding, klon IRR 119 (K9) tidak berbeda nyata namun nilai intensitas serangan K9 lebih kecil (sedikit) dibandingkan K1. Hal ini menunjukkan bahwa pada klon K9 memiliki intensitas serangan yang paling rendah dan serangan penyakitnya sedikit.

Setiap klon memiliki sifat ketahanan berbeda- beda. Sehingga dari pengamatan minggu ke I hingga ke VI, intensitas serangan yang terbesar dan terbaik berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan literatur Siregar (2010) yang menyatakan bahwa Setiap klon yang baik yang tergolong anjuran maupun komersial mempunyai sifat ketahanan yang berbeda-beda terhadap intensitas serangan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa intensitas serangan pada setiap klon berbeda nyata. Hasil uji rataan penyakit gugur daun terhadap intensitas serangan ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil uji rataan penyakit gugur daun dengan intensitas serangan (%)

PENYAKIT PENGAMATAN (Minggu ke-n)

I II III IV V VI

P1 0.331b 0.274b 0.483b 0.488b 0.537b 0.559b P2 1.037a 0.917a 0.945a 0.768a 0.842a 0.817a P3 0.270b 0.262b 0.2662c 0.256c 0.2966c 0.270c Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Dari tabel 7 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nyata dari penyakit gugur daun dalam intensitas serangan dari pengamatan I hingga ke VI. Pada

perlakuan P2 (Oidium heveae) berbeda nyata dengan P1 (Colletotrichum gloeosporioides) dan P3 (Corynespora cassiicola) namun tidak lebih baik dari P1 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa P2 merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang klon-klon karet.

Pada perlakuan P1(Colletotrichum gloeosporioides) tidak berbeda nyata dengan P3 (Corynespora cassiicola) namun tidak lebih baik dari P3. Hal ini menunjukkan bahwa P3 merupakan penyakit yang sedikit serangan pada pengamatan .

Dari tabel 7 menunjukkan terjadinya perbedaan penyakit dalam menyerang tanaman. Pada pengamatan I hingga VI, penyakit Oidium heveae yang paling banyak menyerang tanaman sebesar 1.037%. hal ini dikarenakan adanya usaha yang berbeda-beda setiap tanaman dalam menghadapi serangan patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Semangun (2006) yang menyatakan bahwa dalam menghadapi serangan patogen, tanaman memiliki ketahanan mekanis dapat berupa aktif dan pasif.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa antara klon dan penyakit pda intensitas serangan tidak berpengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan karena nilai signifikan tabel dengan signifikan hitung berbeda tetapi tidak nyata nilainya. Hal tersebut terlampir pada sidik ragam pada lampiran satu sampai enam.

Kelembaban, Suhu dan Curah Hujan

Data suhu, kelembaban dan curah hujan di lapangan pada saat penelitian dari bulan Maret hingga Mei dapat dilihat pada lampiran tujuh .Dari data suhu

terendah sebesar 81%. Suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi patogen dalam menyerang tanaman. Semakin rendah suhu maka penyakit dapat timbul dan semakin tinggi kelembaban, penyakit muncul namun ada penyakit yang dapat menyerang dalam keadaan suhu tinggi dan kelembaban tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Nirwanto (2007) yang menyatakan bahwa patogen yang telah menempel pada jaringan tanman lebih mudah menginfeksi tanaman apabila kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban meningkat. Penyakit tanaman banyak berkembang pada musim hujan. Akan tetapi terdapat pula penyakit yang mudah berkembang pada musim kemarau dengan kelembaan tinggi.

Dari data curah hujan pada lampiran tujuh menunjukkan bahwa kelembaban tertinggi yakni 8 mm/hari dan yang terendah 0 mm/hari. curah hujan menentukan tumbuhnya penyakit, semakin tinggi curah hujan semakin tinggi pula penyakit yang menyerang pada tanaman. Dilihat dari data intensitas serangan, penyakit Corynespora cassiicola paling sedikit menyerang tanaman karet dikarenakan curah hujan kurang mendukung dalam pembentukan miselium. Hal ini sesuai dengan literatur Sumarmadji (2005) yang menyatakan bahwa penyakit Corynespora cassiicola pada umumnya muncul dalam kondisi lembab yaitu dengan curah hujan rata-rata 12,4 mm/hari.

Jumlah Stomata Daun

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam jumlah stomata daun disajikan pada lampiran delapan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah stomata daun pada setiap klon berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Stomata daun

KLON Jumlah Stomata

K1 1772.850a K2 1039.650de K3 1223.31cd K4 632.030f K5 1459,700bc K6 677.300f K7 592.010f K8 1044.670de K9 905.560def K10 739.700ef K11 1629.240ab K12 834.940def K13 1004.970de K14 1020.230de

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Dari tabel 10 menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata baik pada K1(RRIC 100), K2 (PB260), K3 (IRR 112), K4 (IRR 118), K5 (IRR 104), K6 (IRR 5), K7 (IRR 220), K8 (IRR 230), K9 (IRR 119), K10 (PB 330), K11 (PB 340), K12 (BPM 24) , K13 (GT-1) maupun K14 (AVROS 2037). Pada perlakuan K1 berbeda nyata dengan K2, K3, K4, K5, K6, K7, K8, K9, K10, K12, K13 dan K14, tetapi tidak berbeda nyata dengan K11 namun K11 tidak lebih baik dari K1. Hal ini membuktikan bahwa K1 merupakan klon yang memiliki jumlah stomata yang banyak, tetapi dalam intensitas serangan penyakit gugur daun K1 sedikit mengalami serangan. Bentuk stomata pada RRIC 100(K1) memiliki kerapatan yg kecil sehingga serangan dari penyakit gugur daun sedikit. Hal ini dibuktikan dengan literatur Hadi (2003) yang menyatakan bahwa kerapatan stomata daun menentukan ketananan tanaman karet walaupun pengaruhnya kecil.

(PB 340), K13 (GT-1) dan K14 (AVROS 2037), tetapi tidak berbeda nyata dengan K4, K6, K9, K10, dan K12 namun K7 tidak lebih baik dari klon yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa K7 merupakan klon yang memiliki jumlah stomat yang sedikit.

Ketebalan Kutikula Daun

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam ketebalan kutikula daun disajikan pada lampiran sembilan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ketebalan kutikula daun pada setiap klon berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Ketebalan Kutikula Daun (µm)

Klon Ketebalan Kutikula

K1 4.611a K2 4.027bc K3 3.722cd K4 4.111abc K5 3.777bcd K6 4.000bc K7 3.805bcd K8 4.111abc K9 4.194abc K10 3.361d K11 3.777bcd K12 4.250abc K13 4.222abc K14 4.277ab

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Dari tabel 11 menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata baik pada K1 (RRIC 100), K2 (PB 260), K3 (IRR 112), K4 (IRR 118), K5 (IRR 104), K6 (IRR 5), K7 (IRR 220), K8 (IRR 230), K9 (IRR 119), K10 (PB 330), K11 (PB 340), K12 (BPM 24), K13 (GT-1) maupun K14 (AVROS 2037). Pada perlakuan K1 berbeda nyata dengan K2, K3, K5, K6, K7, K10, dan K11 tetapi

tidak berbeda nyata dengan K4, K8, K9, K12, K13, dan K14 namun K1 lebih baik dari klon lainnya. Hal ini membuktikan bahwa K1(RRIC 100) merupakan klon yang memiliki kutikula yang tebal.

Dari tabel 11 menunjukkan bahwa K1 memiliki lapisan kutikula yang tebal dan intensitas serangan penyakit gugur daun terhadap RRIC (K1) sedikit. Hal ini dapat menunjukkan bahwa RRIC 100 tahan terhadap patogen yang masuk melalui lubang-lubang alami. Kutikula yang tebal dapat menahan patogen masuk secara langsung melalui lapisan epidermis. Hal ini sesuai dengan literatur Agrios (1997) yang menyatakan bahwa sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan atau bahkan tidak mungkin dilakukan sama sekali oleh patogen. Kutikula yang tebal mungkin dapat meningkatkan ketahanan tumbuhan terhadap infeksi penyakit untuk jenis patogen yang masuk ke tumbuhan inangnya melalui penetrasi secara langsung.

Hubungan Korelasi antara intensitas serangan dengan ketebalan kutikula dan stoma daun

Hasil pengamatan dan analisis korelasi hubungan intensitasi serangan dengan ketebalan kutikula dan stomata daun disajikan pada lampiran lima belas sampai dua puluh. Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Korelasi antara intensitas serangan dengan ketebalan kutikula dan stomata daun

Pengamatan Intensita serangan

minggu ke-(n)

Korelasi Anatomi Daun Jumlah Stomata Ketebalan kutikula I Pearson correlation 0.070 -0.074 Sig. (2-tailed) 0.661 0.641 II Pearson correlation 0.012 -0.138 Sig. (2-tailed) 0.941 0.383 III Pearson correlation 0.099 -0.130

Sig. (2-tailed) 0.535 0.411 IV Pearson correlation 0.081 -0.187 Sig. (2-tailed) 0.610 0.236 V Pearson correlation -0.014 0.032 Sig. (2-tailed) 0.927 0.839 VI Pearson correlation -0.036 -0.072 Sig. (2-tailed) 0.822 0.649

Dari tabel 12 menunjukkan bahwa korelasi(hubungan) antara intensitas serangan penyakit gugur daun baik Colletotrichum gloeosporioides, Corynespora cassiicola, maupun Oidium heveae, jumlah stomata dengan ketebalan kutikula. Pada pengamatan I hingga IV, menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi yang lemah, tidak signifikan dan hubungan searah. Sedangkan pada pengamatan V dan VI menunjukkan bahwa hubungan intensitas serangan dengan stomata daun menunjukkan adanya hubungan korelasi yang lemah, tidak signifikan dan hubungan tidak searah.

Dari tabel 12 menunjukkan bahwa korelasi(hubungan) antara intensitas serangan penyakit gugur daun baik Colletotrichum gloeosporioides, Corynespora cassiicola, maupun Oidium heveae, jumlah stomata dengan ketebalan kutikula. Pada pengamatan I, II, III, IV, dan VI, hubungan intensitas serangan dengan kutikula daun menunjukkan bahwa hubungan korelasi yang

lemah, tidak signifikan dan hubungan tidak searah. Sedangpada pengamatan V hubungan intensitas serangan dengan ketebalan kutikula menunjukkan bahwa hubungan korelasi yang lemah, tidak signifikan dan hubungan searah.

Dari tabel 12 menunjukkan bahwa korelasi(hubungan) antara intensitas serangan penyakit gugur daun baik Colletotrichum gloeosporioides, Corynespora cassiicola, maupun Oidium heveae, jumlah stomata dengan ketebalan kutikula adanya hubungan korelasi lemah, tidak signifikan dan arah hubungan searah dan tidak searah. Hubungan intensitas serangan dengan anatomi daun tidak begitu kuat dikarenakan semakin tinggi nilai intensitas terdapat nilai anatomi yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan literatur Pawirosoemardjo (2007) yang menyatakan bahwa ketahanan klon terhadap penyakit dengan meneliti sifat anatomi dan sifat morfologis daun tidak tepat, karena tidak ada hubungan yang nyata dengan ketahanan klon terhadap penyakit. Hal ini disebabkan karena lapisan epidermis tidak selalu berhubungan dengan ketahanan penyakit, masih banyak faktor-faktor yang lain membuat patogen masuk ke tanaman.

Dokumen terkait