• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intersepsi terbesar di tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) terjadi pada tegakan umur 35 tahun, sedangkan yang terkecil pada tegakan umur 10 tahun. Hasil pengukuran intersepsi, aliran batang, curah hujan dan air lolos umur 10, 25 dan 35 tahun pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Curah Hujan, Aliran Batang, Air Lolos dan Intersepsi Tajuk pada tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Umur 10 Tahun, 25 Tahun, dan 35 Tahun

Umur Hari Jumlah Air lolos Aliran batang Intersepsi

  Hujan Curah           Hujan           (mm) (mm) % (mm) % (mm) % 10 Tahun 9 62,500 29,237 46,77% 0,020 0,03% 32,743 52,38% 25 Tahun 8 38,500 15,999 41,56% 0,187 0,49% 22,323 57,98% 35 Tahun 12 118,000 33,670 28,53% 0,673 0,57% 83,662 70,90%

Air lolos (throughfall)

Hasil pengukuran air lolos pada tegakan umur 10 tahun selama periode penelitian sebesar 29,237 mm atau 46,77% dari total curah hujan. Hasil pengukuran air lolos pada tegakan umur 25 tahun adalah sebesar 15,999 mm atau 41,56% dari total curah hujan, dan air lolos pada umur 35 tahun diperoleh 33,670 atau 28,53% dari total curah hujan. Hasil pengukuran air lolos umur 10 tahun, 25 tahun, 35 tahun Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009

disajikan pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Sedangkan fluktuasi air lolos yang terjadi selama periode penelitian disajikan pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7.

Gambar 5. Fluktuasi air lolos throughfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun.

Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur 10 tahun berjumlah 29,237 mm atau 46,77% dari total curah hujan. Air lolos tertinggi pada tegakan umur 10 tahun terjadi pada tanggal 2 September 2008 yaitu sebesar 5,625 mm, sedangkan air lolos terendah yang diukur pada 11 Juni 2008 yaitu sebesar 0,708 mm.

Gambar 6. Fluktuasi air lolos (throughfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun.

Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur 25 tahun berjumlah 15,999 mm atau 41,56% dari total curah hujan. Pada tegakan umur 25 tahun air lolos tertinggi terjadi pada tanggal 28 Agustus 2008 dengan jumlah air yang tertampung 3,917 mm sedangkan air lolos terendah terjadi pada tanggal 23 Mei 2008 yaitu sebesar 0,465 mm.

Gambar 7. Fluktuasi air lolos (throughfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun.

Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur 35 tahun berjumlah 33,670 mm atau 28,53% dari total curah hujan. Untuk tegakan umur 35 tahun air lolos tertinggi terjadi pada tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah 5,908 mm dan terendah terjadi pada tanggal 23 Mei dengan jumlah 0,250 mm.

Aliran batang (stemflow)

Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya aliran batang adalah struktur batang tersebut. Semakin halus struktur batangnya pada umumnya aliran batangnya akan semakin tinggi, demikian sebaliknya. Struktur batang kelapa sawit umur dari 10 tahun, 25 tahun dan 35 tahun disajikan pada Gambar 11, sedangkan hasil pengukuran aliran batang umur 10, 25, dan 35 tahun disajikan pada Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6. Fluktuasi aliran batang yang terjadi selama pengamatan dilakukan disajikan pada Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10.

Gambar 8. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun

Hasil pengukuran aliran batang (stemflow) selama penelitian pada tegakan umur 10 tahun diperoleh jumlah aliran batang 0,020 mm atau 0,03% dari total curah hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 2 September 2008 dengan jumlah 0,013 mm. Pada beberapa kali pengukuran diperoleh air hujan yang tidak menjadi aliran batang, hal ini disebabkan karena permukaan batang kelapa sawit yang memiliki pelepah sehingga curah hujan yang terjadi sebagian melekat pada pangkal pelepah tersebut.

Gambar 9. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit umur 25 tahun.

Hasil pengukuran aliran batang (stemflow) selama penelitian pada tegakan umur 25 tahun diperoleh jumlah aliran batang 0,187 mm atau 0,49% dari total curah hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 29 Mei 2008 dengan jumlah 0,087 mm sedangkan aliran batang terendah terdapat pada tanggal 27 Agustus 2008 dan 1 September 2008 dimana tidak terdapat air hujan yang menjadi aliran batang.

Gambar 10. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit pada umur 35 tahun.

Pada tegakan kelapa sawit umur 35 tahun aliran batang adalah sebesar 0,673 atau 0,57% dari total curah hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah 0,243 mm, sedangkan aliran batang terendah yang terukur terdapat pada tanggal 1 September 2008 dimana tidak ada air hujan yang menjadi aliran batang. Dari ketiga kelas umur, kelapa sawit pada kelas umur 35 tahun memiliki aliran batang yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas umur 10 tahun dan 25 tahun. Hal disebabkan karena kondisi batang pada umur 35 tahun lebih halus jika dibandingkan dengan kelapa sawit umur 10 tahun dan 25 tahun.

Umur 10 Tahun Umur 25 Tahun Umur 35 Tahun Gambar 11. Kondisi batang kelapa sawit berdasarkan umur

Intersepsi tajuk

Besarnya intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh umur tegakan vegetasi yang bersangkutan. Dalam perkembangannya bagian-bagian tertentu vegetasi akan mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan bagian- bagian vegetasi yang mempunyai pengaruh terhadap besar-kecilnya intersepsi adalah perkembangan kerapatan luas tajuk, batang dan cabang vegetasi. (Asdak, 2004). Hasil pegukuran intersepsi tajuk pada tegakan umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun disajikan pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Sedangkan fluktuasi intersepsi yang terjadi selama pengamatan dilakukan disajikan pada Gambar 12, Gambar 13 dan Gambar 14.

Gambar 12. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun.

Hasil pengukuran intersepsi tajuk kelapa sawit yang diperoleh di lapangan selama penelitian pada umur 10 tahun diperoleh dengan jumlah 32,743 mm atau 52,38% dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk tertinggi terjadi pada tanggal 2 September 2008 dengan jumlah 13,362 mm sedangkan intersepsi terendah terjadi pada tanggal 11 Juni 2008 dengan jumlah 0,292 mm.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 Gambar 13. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur

Pengukuran intersepsi tajuk kelapa sawit yang diperoleh di lapangan selama penelitian pada umur 25 tahun diperoleh dengan jumlah 22,323 mm atau 57,98% dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk tertinggi terjadi pada tanggal 30 Mei 2008 dengan jumlah 6,227 mm, sedangkan intersepsi terendah terjadi pada tanggal 11 Juni 2008 dengan jumlah 0,480 mm.

Gambar 14. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun.

Pada tegakan kelapa sawit yang berumur 35 tahun diperoleh intersepsi tajuk 83,662 mm atau 70,90% dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk tertinggi terjadi pada tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah 18,349 mm, sedangkan terendah terjadi pada tanggal 11 Juni dengan jumlah 0,329 mm.

Hubungan Air Lolos dengan Curah Hujan

Jumlah air lolos akan semakin berkurang dengan adanya kerapatan tajuk yang bertambah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan dimana Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009

pertambahan umur tegakan menyebabkan jumlah air lolos (throughfall) semakin berkurang. Seperti yang disajikan pada Gambar 15, dimana jelas terlihat bahwa tegakan umur 35 tahun memiliki proyeksi tajuk yang lebih luas dan rapat jika dibandingkan dengan kelas umur 10 tahun dan 25 tahun.

Umur 10 tahun Umur 25 Tahun Umur 35 Tahun Gambar 15. Proyeksi Tajuk tegakan kelapa sawit di lokasi penelitian

Hubungan air lolos dengan curah hujan pada kelapa sawit kelas umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun dapat disajikan pada Gambar 16, Gambar 17, dan Gambar 18. Persamaan hubungan curah hujan dengan air lolos untuk masing-masing umur tegakan disajikan pada Tabel 2.

Gambar 16. Garis regresi hubungan antara air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun

Garis regresi diatas menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan korelasi positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang menjadi air lolos juga akan meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis.

Rata-rata proporsi air hujan yang menjadi air lolos lebih besar jika dibandingkan dengan proporsi curah hujan yang menjadi aliran batang. Hal ini disebabkan karena struktur batang kelapa sawit dan adanya pelepah, sehingga curah hujan yang turun banyak yang kemudian melekat pada pangkal pelepah dan buah kelapa sawit. Hasil pengukuran air lolos umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun berturut-turut adalah: 29,237 mm (46,77%), 15,999 mm (41,56%), dan 33,670 mm (28,53%). Lee (2006) mengemukakan bahwa air lolos pada tegakan kelapa sawit di Malaysia mampu mencapai 65% dari total curah hujan. Hal ini menunjukkan bahwa air yang sampai ke permukaan tanah proporsi terbesar berasal dari air lolos.

Gambar 17. Garis regresi hubungan antara air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit umur 25 tahun

Garis regresi diatas menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan korelasi positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang menjadi air lolos juga akan meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis.

Tabel 2. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan air lolos dengan curah hujan

Umur Persamaan Regresi Koefisien Korelasi (r) R2 10 Tahun Th10= 1,034Ch0,637 0,909 0,825

25 Tahun Th25= 0,281Ch1,147 0,845 0,714

35 Tahun Th35= 0,377Ch0,870 0,836 0,699

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai r (koefisien korelasi) tertinggi terdapat pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun senilai 0,909. Nilai tersebut menunjukkan

bahwa tegakan kelapa sawit umur 10 tahun memiliki hubungan yang lebih signifikan dalam hubungan antara curah hujan dengan air lolos jika dibandingkan dengan tegakan umur 25 tahun dan 35 tahun. Demikian juga halnya nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi terjadi pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun yaitu

0,825. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 0,825 atau 82,50% variabel air lolos dipengaruhi oleh variabel curah hujan dalam persamaan yang diperoleh. Sementara sisanya 17,50% variasi variabel air lolos yang dipengaruhi oleh variabel lain diluar persamaan atau model.

Gambar 18. Garis regresi hubungan air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun

Garis regresi diatas menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan korelasi positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang menjadi air lolos juga akan meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis.

Hubungan aliran batang dengan curah hujan

Batang kelapa sawit memiliki banyak pelepah dan pangkal buah, sehingga ketika terjadi hujan maka sebagian air hujan melekat pada pangkal pelepah dan batang kelapa sawit. Kondisi ini akan menyebabkan air yang mengalir melalui batang terhambat sampai ke permukaan tanah. Koefisien korelasi, persamaan regresi dan koefisien determinasi (R2) pada tegakan umur 10, 25 dan 35 tahun disajikan pada

Tabel 3. Hubungan antara curah hujan dengan aliran batang disajikan pada Gambar 19, Gambar 20, Gambar 21.

Gambar 19. Garis regresi linear hubungan aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit pada umur 10 tahun

Gambar diatas menunjukkan bahwa aliran batang dengan curah hujan menunjukkan regresi linear dimana hal ini menunjukkan bahwa ketika curah hujan meningkat maka nilai aliran batang juga meningkat dan hal ini terjadi secara drastis yang tidak menunjukkan waktu konstan.

Tabel 3. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan aliran batang dengan curah hujan

Umur Persamaan Regresi Koefisien Korelasi (r) R2

10 Tahun Sf10=0,000Ch+0,000 0,769 0,592

25 Tahun Sf25=0,008Ch-0,015 0,810 0,656

35 Tahun Sf35= 0,010Ch-0,042 0,938 0,880

Dari persamaan diatas diperoleh persamaan aliran batang yang bernilai 0 pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : tinggi batang kelapa sawit umur 10 tahun yang jauh lebih rendah jika dibandingkan tegkan umur 25 tahun dan 35 tahun, dan adanya pelepah kelapa sawit menyebabkan air hujan melekat pada ketiak pelepah. Nilai koefisien korelasi (r) tertinggi terdapat pada tegakan umur 35 tahun senilai 0,938. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tegakan umur 35 tahun memiliki hubungan yang lebih signifikan antara curah hujan dengan aliran batang jika dibandingkan umur 10 tahun dan 25 tahun. Demikian juga halnya nilai R2 tertinggi terdapat pada tegakan kelapa

sawit umur 35 tahun yaitu 0,880. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 0,880 variasi nilai aliran batang yang dipengaruhi curah hujan. Variasi variabel aliran batang yang dijelaskan oleh persamaan regresi yang diperoleh adalah 88,00%, sementara sisanya 12,00% variasi variabel aliran batang dipengaruhi oleh variabel lain yang berada diluar persamaan atau model.

Gambar 20. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada

tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun

Gambar diatas menunjukkan bahwa aliran batang dengan curah hujan menunjukkan regresi linear dimana hal ini menunjukkan bahwa ketika curah hujan meningkat maka nilai aliran batang juga meningkat dan hal ini terjadi secara drastis yang tidak menunjukkan waktu konstan.

Gambar 21. Garis regresi linear hubungan aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun

Gambar diatas menunjukkan bahwa aliran batang dengan curah hujan menunjukkan regresi linear dimana hal ini menunjukkan bahwa ketika curah hujan meningkat maka nilai aliran batang juga meningkat dan hal ini terjadi secara drastis yang tidak menunjukkan waktu konstan.

Hubungan intersepsi dengan curah hujan

Intersepsi memiliki hubungan yang sangat erat dengan curah hujan. Semakin tinggi curah hujan, maka jumlah air yang diintersepsikan juga semakin besar. Namun ketika curah hujan yang turun lebih besar dari kapasitas tajuk maka proporsi air hujan yang diintersepsikan akan semakin kecil, hal ini terjadi karena kapasitas penampungan air intersepsi yang telah jenuh air. Namun ketika curah hujan yang turun kecil maka seluruh curah hujan yang turun akan diintersepsikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar et al., (2006) yang menyatakan bahwa kapasitas intersepsi beragam dan berbanding terbalik dengan curah hujan.

Gambar 22. Garis regresi hubungan intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 10 tahun

Garis regresi diatas menunjukkan bahwa curah hujan dengan intersepsi memiliki hubungan yang positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka nilai intersepsi juga akan semakin meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis.

Gash (1979) menyatakan bahwa banyak regresi-regresi intersepsi dengan curah hujan yang berkorelasi tinggi, dimana asumsinya seringkali memperlihatkan pendekatan yang teliti. Umumnya hubungan antara intersepsi dengan curah hujan mengikuti model regresi power. Hubungan curah hujan dengan intersepsi pada tegakan umur 10 tahun, 25 tahun dan 35 tahun disajikan pada Gambar 22, Gambar 23, Gambar 24. Koefisien korelasi, persamaan regresi dan nilai R2 dari intersepsi

dengan curah hujan disajikan pada tabel 4 .

Gambar 23. Garis regresi hubungan intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun

Garis regresi diatas menunjukkan bahwa curah hujan dengan intersepsi memiliki hubungan yang positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka nilai intersepsi juga akan semakin meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis.

Intersepsi yang diperoleh dari ketiga kelas umur tersebut secara berturut-turut untuk tegakan umur 10 tahun, 25 tahun dan 35 tahun adalah 52,38%, 57,98%, 70,90% dari total curah hujan. Sebagai pembanding hasil penelitian besarnya intersepsi yang terjadi pada beberapa tanaman hutan antara lain: pada tegakan karet (Hevea brasiliensis) pada umur pada umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun berturut- turut adalah : 31,5%, 40,7%, 51,8%. Besarnya intersepsi pada beberapa Eucaliptus relatif kecil seperti E. saligna, E.hybrid, E.urophylla yaitu 12,2%, 11,65%, 17,3% dari total curah hujan.

Hasil intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) tinggi jika dibandingkan dengan intersepsi pada tegakan hutan. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi tegakan padaa umur 25 dan 35 tahun yang terdapat tumbuhan liana diatasnya, sehingga intersepsinya menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pypker et al ., 2006 yang menyatakan bahwa ketika air mencapai batas maximum epifit dan liana akan menambah potensi penyimpanan air pada ranting epifit dan liana. Cabang tanaman epifit akan menambah periode penjenuhan selama hujan lebat dan kering setelah hujan berhenti.

Tabel 4. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan intersepsi dengan curah hujan

_________________________________________________________________ Umur Persamaan Regresi Koefisien Korelasi (r) R2

________________________________________________________________________________________________

10 Tahun I10= 0,155Ch1,440 0,944 0,891

25 Tahun I25= 0,645Ch0,904 0,867 0,751

35 Tahun I35= 0,458Ch1,146 0,939 0,881

__________________________________________________________________ Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai koeisien korelasi (r) terbaik terdapat pada tegakan umur 10 tahun senilai 0,944. Nilai tersebut menunjukkan korelasi yang lebih signifikan antara curah hujan dan intersepsi pada tegakan umur 10 tahun. Demikian juga halnya nilai R2 tertinggi terdapat pada tegakan kelapa sawit

umur 10 tahun. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 0,891 variasi nilai intersepsi dalam hubungannya dengan curah hujan yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang diperoleh adalah 89,10%, sementara sisanya 10,90% variasi variabel intersepsi yang dipengaruhi oleh variabel lain yang berada diluar persamaan atau model.

Gambar 24. Garis regresi hubungan intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun

Garis regresi diatas menunjukkan bahwa curah hujan dengan intersepsi memiliki hubungan yang positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka nilai intersepsi juga akan semakin meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase intersepsi tertinggi terjadi pada kelapa sawit (Elaeis guineensis) yang berumur 35 tahun yaitu 70,90% dan intersepsi terendah terdapat pada tegakan kelapa sawit yang berumur 10 tahun yaitu 52,38%. Perbedaan persentase intersepsi yang terjadi dapat disebabkan oleh perbedaan umur kelapa sawit.

Perbedaan umur memungkinkan perbedaan luas proyeksi tajuk. Tajuk berperan besar dalam menampung air hujan yang sampai ke tegakan sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (2004), menyatakan bahwa intersepsi dipengaruhi oleh umur tegakan tersebut. Ketika umur tegakan bertambah maka pertumbuhan Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009

bagian pohon juga semakin meningkat. Dengan adanya pertambahan kerapatan/luas tajuk, percabangan menyebabkan air intersepsi semakin meningkat.

Dokumen terkait