• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah potong hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor terletak di Jl. KH. Abdullah Bin Nuh RT. 02 / RW. 01 Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat. RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor ini terletak tepat di sisi jalur DAS Cisadane dengan curah hujan rata-rata yang tinggi, yaitu 552 mm pada bulan Februari dan 423 mm pada bulan Juli 2013 (BMKG 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pemerintah Kota Bogor tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031, bahwa lokasi Rumah Potong Hewan Bubulak Kota Bogor berada di kawasan Perlindungan plasma nuftah dan diapit oleh kawasan perumahan kepadatan sedang dan kawasan perumahan kepadatan tinggi.

Keadaan s. Cisadane saat ini cukup memperihatinkan sebagai sungai besar yang melewati empat kota dan kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Penggunaan lahan di kawasan ini mengalami perubahan yang sangat cepat. Lahan pertanian subur telah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman dan daerah industri. Oleh karena itu, fungsi kawasan sebagai wilayah resapan air berkurang, dan berakibat pada timbulnya ancaman banjir di daerah hilir.

Jumlah Bakteri dan Keberadaan Bakteri Patogen

Perkiraan jumlah bakteri, terutama bakteri kelompok coliform ditampilkan dalam bentuk angka paling mungkin seperti yang tercantum di dalam Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Angka paling mungkin dari bakteri kelompok coliform dari contoh air dan air limbah dari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor

Angka paling mungkin (APM/100 mL)

Dari contoh yang diambil berulang

Baku mutu air sungai1)

1 2 3 Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Air sumur 40 1000 5000 10.000 10.000

Air limbah 16.000 16.000 16.000 1000 5000 10.000 10.000

Air limbah hasil IPAL

2.300 1.400 70 1000 5000 10.000

Air sungai sebelum

outlet RPH

16.000 16.000 9.000 1000 5000 10.000 10.000

1)

PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari data di atas, dapat diketahui bahwa sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor memiliki kriteria mutu kelas I berdasarkan PP No 82 Tahun

16

2001. Artinya sumber air yang digunakan tidak dipengaruhi mutu air limbah yang menuju s. Cisadane. Air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor merupakan gabungan dari feses, darah, isi rumen, sisa-sisa daging yang tidak digunakan dan air cuciannya. Limbah cairnya menjadi media pertumbuhan mikroba yang sangat baik untuk bakteri coliform sehingga kandungan bakteri ini cukup tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kandungan bakteri coliform rata-rata pada s. Cisadane adalah 13.666 APM/100 ml yang melampaui batas maksimum yang diperbolehkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada lokasi pengamatan banyak terdapat sampah yang bersumber dari sisa-sisa tumbuhan, sisa-sisa makanan, dan bangkai–bangkai hewan yang merupakan substrat utama tumbuhnya bakteri coliform. Kurniawan (2006) mendapatkan hasil yang sama ketika sumber pencemar mikrobiologis dari sistem pembuangan sampah dapat meresap masuk ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk dan terakumulasi ke dalam sumur.

Bakteri E. coli tidak ditemukan pada berbagai contoh yang diperiksa dengan menggunakan teknik yang sama. Diduga keberadaan bakteri ini hilang pada proses pengolahan limbah dengan menggunakan zat kimia berupa klorin. Menurut (Silitonga et al 2013), ketika chlorine dilarutkan dengan air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat yang mampu menghasilkan reaksi hidrolisis dengan berbagai komponen kimia bakteri, seperti peptidoglikan, lipid dan protein yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis dan mekanisme seluler bakteri. Bakteri E. coli juga tidak ditemukan pada s. Cisadane, diduga akibat pengaruh arus deras air s. Cisadane yang besar mengakibatkan bakteri tersebut terlarut dalam perairan s. Cisadane.

Penelitian ini juga mengamati keberadaan beberapa bakteri patogen yang kemungkinan ada di contoh-contoh yang berkaitan dengan kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor seperti yang terpapar pada Tabel 4.

Hasil pengamatan terhadap contoh air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari aktifitas RPH tidak ditemukan Salmonella sp. Berbeda dengan contoh air yang berasal dari limbah cair, Air limbah IPAL, dan air s. Cisadane sebelum outlet RPH mengandung bakteri Salmonella sp. Hal ini membuktikan bahwa air limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor mencemari s. Cisadane walaupun pada kenyatannya s. Cisadane sebelumnya telah tercemar bakteri Salmonella sp sebelum outlet pembuangan limbah RPH. Keberadaan bakteri ini di perairan umum dapat berakibat fatal, pada manusia gejala klinis yang muncul setelah terinfeksi Salmonella tergantung jenisnya. Salmonella thypimurium akan menyebabkan demam enterik ditandai dengan demam tinggi, diare, pusing, dan nyeri perut. Gejala klinis akan muncul setelah 28 hari terinfeksi. Gejala klinis yang muncul akibat Salmonella enteridis sangat cepat yaitu 8–72 jam setelah terinfeksi. Gejala klinis yang muncul yaitu sakit perut, diare, pusing, muntah dan demam. Kasus Salmonelosis di Indonesia dari tahun 1989–1997 terdapat 828 kasus dari ayam, 219 dari telur, 95 dari babi, dan 59 dari sapi. Menurut Bahri 2008, kejadian penyakit Salmonelosis terjadi karena sanitasi yang buruk.

17

Tabel 4 Beberapa bakteri patogen yang diisolasi dari contoh yang diambil di lokasi RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor

Bakteri

Contoh yang Diperiksa dan pada Pemeriksaan ke- Sumur sumber

air bersih Air limbah

Air limbah hasil pengolahan IPAL Air sungai sebelum outlet RPH 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Coliform Escherichia coli Staphylococcus sp Streptococcus sp Salmonella sp Bacillus anthracis Brucella sp + - - - - - - + - - - - - - + - - - - - - + - + + + - - + - + + + - - + - - - + - - + - - - + - - + - - - + - - + - - - + - - + - + + + - - + - + + + - - + - + + + - -

Staphylococcus sp, dan Streptococcus sp tidak ditemukan di dalam contoh air sumur dan air limbah yang telah melewati instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RPH. Kedua bakteri tersebut memang ditemukan di air limbah yang keluar dari ruang pemotongan. Akan tetapi, bakteri tersebut hilang dalam proses instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor yang menggunakan zat kimia berupa klorin. Menurut (Yunus 2000), kemampuan klorin dalam mengendalikan bakteri dapat melalui persenyawaan dengan protein membran sel yang membentuk N-kloro yang kemudian melalui metabolisme sel mengakibatkan kematian organisme. Menurut (Silitonga et al) ketika chlorine dilarutkan dengan air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan yang mampu menghasilkan reaksi hidrolisis dengan berbagai komponen kimia bakteri peptidoglikan, lipid dan protein yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis dan mekanisme seluler bakteri. Kedua bakteri terdapat di contoh air s. Cisadane yang berarti perairan sungai tersebut telah mengalami pencemaran sebelum lokasi outlet pembuangan limbah RPH Terpadu Bubulak Dinas Pertanian Kota Bogor. Dari hasil tersebut di atas, air limbah RPH tidak memberikan cemaran bakteri patogen ini karena proses instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor mampu membunuh bakteri tersebut dengan zat kimia klorin yang digunakan.

Staphylococcus sp merupakan bakteri yang bisa ditemukan di berbagai tempat seperti udara, debu, air, susu, makanan dan peralatan makanan, lingkungan, tubuh manusia dan hewan seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di saluran pernafasan pada individu sehat bakteri ini dapat ditemukan. Staphylococcus sp. merupakan bakteri patogen yang mampu menghasilkan zat toksik yang disebut enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan. Keracunan makanan tersebut disebabkan oleh terserapnya enterotoksin tahan panas yang masuk ke makanan seperti daging dan produk olahannya yang menyebabkan terjadinya gastroenteritis (Chotijah 2009). Selain menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia, bakteri Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. juga

18

menimbulkan kerugian bagi para peternak di Indonesia. Menurut (Sugiri dan Anri 2008), bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae merupakan penyebab mastitis klinis maupun subklinis yang merupakan masalah penting dan merugikan dari segi ekonomi bagi peternak sapi perah berupa penurunan produksi dan kualitas susu segar dan olahannya.

Bakteri patogen yang diidentifikasi selain Salmonella, Staphylococcus sp & Streptococcus sp juga diuji keberadaan bakteri Brucella sp dan B. anthracis. Bakteri Brucella sp dapat menyebabkan penyakit Brucellosis yang hubungannya erat dengan pekerjaan (occupational disease). Orang-orang yang sangat rentan terhadap penyakit tersebut adalah pekerja di RPH, dokter hewan, pemburu, dan petani. Brucellosis merupakan zoonosis yang dikenal sebagai penyakit reproduksi menular pada ternak (ICCA 2007). Hewan yang terinfeksi kuman Brucella dapat mengalami abortus, retensi plasenta, orchitis, dan epididimitis serta dapat mengeskresikan kuman ke dalam uterus dan susu. Berat ringan penyakit tergantung strain Brucella yang menginfeksi (ICCA 2007). Brucella abortus, B. melitensis, B. suis, dan B. canis adalah jenis yang patogen ke manusia. Gejala klinis Brucellosis pada manusia yaitu demam intermitten, sakit kepala, lemah, arthralgia, myalgia, dan turunnya berat badan ( ICCA 2007).

Antraks adalah penyakit zoonosis yang dapat ditularkan oleh hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus anthracis. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun dalam tanah dan bisa menjadi sumber penularan pada manusia dan hewan. Hewan dapat tertular penyakit ini jika memakan spora yang menempel pada tanaman yang dimakan. Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan yang sakit (kulit, daging, tulang atau darah), mengonsumsi produk hewan yang kena antraks atau melalui udara yang mengandung spora misalnya pada pekerja yang bekerja di pabrik wool, kulit binatang dan rumah potong hewan (Siregar 2002). Tingkat kematian karena antraks sangat tinggi terutama pada hewan herbivora, mengakibatkan kerugian ekonomi dan mengancam keselamatan manusia.

Bakteri Brucella sp dan B. anthracis tidak diketemukan di seluruh contoh yang diperiksa pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh pemeriksaan antemortem rutin yang dilakukan oleh petugas dokter hewan yang berada di RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor. Hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa hewan yang akan dipotong tersebut bebas dari infeksi bakteri Brucella sp dan B. anthracis.

Karakter Fisik dan Kimiawi

Mutu air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Mutu air sangat tergantung dari komponen penyusunnya, dan juga banyak dipengaruhi oleh masukan komponen yang berasal dari pemukiman di sekitarnya. Komponen limbah yang berasal dari pemukiman dan dari daerah industri banyak mengandung bakteri, virus dan berbagai macam parasit patogen (Widya et al. 2008). Mutu air dinyatakan dengan dengan beberapa parameter mutu air yang meliputi parameter fisika, kimia dan biologi (Efendi 2003). Karakter fisik dan kimiawi contoh yang diperiksa terpapar di dalam Tabel 5 di bawah ini.

19

Tabel 5. Karakter fisika dan kimiawi contoh air s. Cisadane dan air limbah dari RPH

Paramter yang diamati

Nilai Parameter

Dari contoh yang diambil Baku mutu air sungai1)

Sumur Air limbah Air

limbah IPAL

Sungai 12)

I II III IV

FISIK Jernih Darah

bercampur feses Jernih keruh Jernih Darah bercampur feses Jernih Keruh Bau Tidak ada Busuk Tidak ada Khas Tidak ada Busuk Tidak ada Khas pH 5,73 6,92 6,92 7,65 6-9 6-9 6-9 5-9 5,64 7,8 7,8 7,79 KIMIAWI DO (mg/mL) 1,12 3,36 3,55 6 4 3 0 1,61 3,24 3,36 BOD (mg/mL) 0,39 660 0,79 0,79 2 3 6 12 68 670 4,80 4.60 COD (mg/mL) 38,55 1041 39,55 40,55 10 25 50 100 16,1 1054,33 34,60 19,10 1)

PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air

2)

s. Cisadane sebelum titik pembuangan limbah hasil IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor

Bau merupakan parameter penting dalam mutu air minum. Parameter tersebut merupakan sifat fisik air yang secara langsung dapat dirasakan oleh indra perasa. Hasil analisis kualitatif secara langsung (in situ) di lokasi pengambilan contoh air menunjukkan bahwa limbah cair hasil kegiatan RPH memiliki bau yang sangat busuk karena merupakan gabungan dari feses, darah, urin dan isi perut. Sedangkan contoh air yang berasal dari sumber air RPH Bubulak Kota Bogor, air hasil pengolahan IPAL dan s. Cisadane tidak berbau.

Limbah hasil pengolahan IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor memiliki pH sebesar 7,8-7,99. Nilai pH tersebut termasuk dalam kisaran nilai pH air Kelas I berdasarkan peraturan yang ada. Air limbah RPH yang memasuki perairan umum s. Cisadane tidak mempengaruhi pH air s. Cisadane dan layak untuk digunakan sebagai air baku air minum sebagaimana peruntukan air kategori mutu air kelas I. Batas toleransi organisme terhadap pH sangat beragam dan bergantung pada suhu, oksigen terlarut dan kandungan garam-garam ionik suatu

20

perairan. Kebanyakan perairan alami memiliki kisaran pH 6,0-9,0. Sebagian besar biota perairan peka terhadap pH dan menyukai pH sekitar 7,0-8,5 (Effendi 2003).

Oksigen terlarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolisme organisme, terutama untuk proses respirasi. Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Oksigen merupakan salah satu gas terlarut dalam perairan. Kadar oksigen di perairan tawar berkisar antara 15 mg/L pada suhu 0 oC dan 8 mg/L pada suhu 25 oC. Kadar oksigen terlarut biasanya dipengaruhi oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi, oksidasi limbah (Efendi 2003). Nilai kandungan oksigen terlarut air limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dan s. Cisadane sebelum titik masuknya pembuangan limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor masuk ke dalam kategori kriteria air Kelas III berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Nilai oksigen terlarut s. Cisadane masih dalam keadaan baik karena kecepatan aliran dan besarnya arus dalam perairan s. Cisadane dapat mengencerkan dan menjadikan bahan pencemar tidak berbahaya. Berdasarkan pengamatan s. Cisadane di sekitar RPH dikategorikan sebagai sungai yang dalam dengan aliran deras yang dicirikan dengan substrat yang berbatu dan berpasir (Habib 2009). Berdasarkan hasil analisis nilai oksigen terlarut pada limbah hasil dapat dinyatakan bahwa IPAL RPH tidak mempengaruhi nilai kadar oksigen terlarut pada s. Cisadane.

Kadar oksigen terlarut air limbah sebelum IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor sangat kecil bahkan tidak ada. Nilai tersebut diduga karena bahan-bahan yang terlarut pada air limbah tersebut adalah bahan-bahan-bahan-bahan organik yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan garam-garam mineral yang merupakan media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga mudah mengalami pembusukan. Aktifitas bakteri dalam proses pembusukan limbah organik di dalam air limbah RPH menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut. Menurut Widya et al (2008), lemak yang terdapat pada limbah RPH memiliki dampak yang sangat besar terhadap kadar oksigen terlarut. Lapisan lipid yang ada pada permukaan perairan akan menghalangi masuknya cahaya dalam badan air sehingga proses fotosintesis yang berlangsung akan terhambat. Kondisi ini menyebabkan kadar oksigen akan rendah dan menyebabkan organisme aerobik akan mati.

Kebutuhan oksigen secara biokimiawi menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi zat-zat organik menjadi zat anorganik yang stabil (Chapmann 2000). Dalam air buangan, zat organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan unsur tambahan yang lain seperti nitrogen dan belerang cenderung menyerap oksigen yang menyebabkan air menjadi keruh dan berbau busuk. Semakin banyak polutan organik di dalam air maka akan semakin banyak oksigen yang dibutuhkan oleh organisme hidup akuatik (Kristanto 2002).

Nilai BOD untuk air hasil instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dan air s. Cisadane sebelum outlet pembuangan limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor termasuk ke dalam kategori kriteria air kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Perbedaan nilai BOD pada

21

pengambilan contoh air yang pertama dan kedua disebabkan oleh perbedaan arus s. Cisadane pada saat pengambilan contoh air (Habib 2009). Berdasarkan nilai BOD pada kedua lokasi tersebut, air hasil instalasi pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor tidak mempengaruhi nilai BOD s. Cisadane.

Kebutuhan oksigen secara kimiawi adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Nilai COD merupakan ukuran pencemaran zat-zat organik secara alamiah yang dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologik dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts 1984). Keberadaan bahan organik tersebut dapat berasal dari alam ataupun aktifitas manusia melalui rumah tangga dan industri. Nilai COD hasil IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dan s. Cisadane sebelum titik pembuangan limbah IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor masuk kedalam kriteria mutu air kelas III berdasarkan peraturan yang ada. Nilai COD pada pengambilan contoh air s. Cisadane yang ke-2 diperoleh nilai yang berbeda yaitu 40,55 mg/L dan 19,10 mg/l. Perbedaan nilai tersebut diduga disebabkan oleh kecepatan aliran dan besarnya arus dalam perairan s. Cisadane yang dapat mengencerkan dan menjadikan bahan pencemar tidak berbahaya. Berdasarkan pengamatan s. Cisadane di sekitar RPH dikategorikan sebagai sungai yang dalam dengan aliran deras yang dicirikan dengan substrat yang berbatu dan berpasir (Habib 2009).

Mutu air yang diperoleh dari hasil analisis mikrobilogik, kimiawi dan fisika limbah cair hasil aktivitas RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor sangat buruk. Mutu air tersebut dipengaruhi oleh kandungan limbah cair RPH yang berasal dari aktivitas RPH berupa darah, urin, feses, isi rumen dan air yang digunakan untuk membersihkan lantai dan peralatan RPH. Setelah limbah cair tersebut masuk dan diproses di IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor, didapatkan hasil berupa mutu air yang lebih baik dan hampir sama dengan mutu air s. Cisadane. Dari hasil analisis mikrobiologik, nilai coliform total yang semula tinggi pada limbah cair hasil aktivitas sehari-hari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor menjadi rendah. Bakteri yang semula ditemukan di limbah cair hasil aktivitas RPH juga tidak ditemukan lagi di air limbah hasil IPAL RPH, seperti yaitu Staphylococcus sp dan Streptococcus sp. Padatan tersuspensi yang jumlahnya banyak pada limbah cair RPH menjadi berkurang dan lebih murni dengan proses pemurnian air dengan menambahkan flokulan pada proses di IPAL. Padatan tersuspensi tersebut ditengarai merupakan pencemaran utama di dalam air yang menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme, menyebabkan kekeruhan dan warna air, menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air yang akhirnya mengganggu keseimbangan ekosistem secara keseluruhan (Purwanto et al 2013). Mutu air yang diperoleh dari hasil IPAL RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor secara umum hampir sama dengan mutu air s. Cisadane. Menurut baku mutu air limbah kegiatan rumah potong hewan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah Potong Hewan, mutu air limbah hasil IPAL yang masuk ke perairan s. Cisadane berada di bawah kadar batas maksimum yang ditentukan.

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi yang dilakukan terhadap limbah limbah cair hasil instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor yang masuk ke perairan umum s. Cisadane terdapat bakteri Salmonella sp. Contoh air yang berasal dari perairan umum s. Cisadane sebelum outlet RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor terdapat bakteri Salmonella sp., Streptococcus sp., Staphylococcus sp. dan bakteri Coliform yang tinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan rataan hasil pengujian fisika dan kimia menunjukkan bahwa air hasil pengolahan limbah cair RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor berada di bawah kadar maksimum yang ditetapkan. Menurut PP No 82 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Air, secara umum air s. Cisadane masuk kedalam kriteria Kelas III yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, untuk mengairi tanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sumber air yang digunakan untuk aktivitas RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor masuk kedalam kriteria Kelas I dan tidak mempengaruhi pencemaran terhadap s. Cisadane.

Saran

Dari hasil yang sudah diperoleh ini, maka saran yang perlu disampaikan adalah melakukan penelitian terhadap parameter mutu air s. Cisadane yang dipengaruhi oleh aktifitas limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor di musim kemarau dan musim hujan.

Dokumen terkait