Dari hasil penelitian dilapangan melaui observasi, kuisioner, wawancara dan studi pustaka diperoleh hasil-hasil yang dapat dikategorikan sebagai berikut: Karateristik Responden
Untuk memudahkan klasifikasi umur responden pengrajin bambu di tiga desa yang dilakukan penelitian, maka dilakukan pengelompokan umur menjadi 5 kelompok, yakni umur 20-29 tahun, 39-39 tahun, 40-49 tahun, 50-59 tahun serta umur diatas 60 tahun. Karateristik responden di masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram Karateristik Respinden Menurut Kelas Umur
Ditinjau dari segi umur, maka diketahui masyarakat pengrajin bambu di Kecamatan Sibolangit paling banyak pada kisaran umur 40-49 tahun, mencapai 42.89 %, dan yang paling rendah adalah pada kisaran diatas 60 tahun 10.18 %. Rendahnya pengrajin bambu pada kisaran umur diatas 60 tahun karena pandangan masayarakat di Suku Karo yang memandang kurang layak untuk membiarkan orang tua yang telah lanjut usianya untuk terus bekerja. Hal ini sependapat dengan pendapat Guntur (1995) yang menyatakan bahwa masyarakat Suku Karo adalah
kelompok sosial yang tinggal di daerah pegunungan yang memiliki tanah yang subur. Pada tatanan hidup dan kebudayaan masyarakat Suku Karo sangat menghormati orang tua yang telah lanjut usianya, hal tersebut terlihat jelas pada adanya pabdangan bahwa tabu bagi pihak keluarga jika tetap membiarkan orang tuanya yang telah lajut usia tetap bekerja, kisaran umur 20-29 tahun juga cukup rendah yang bekerja sebagai pengrajin bambu, karena pada kisaran umur tersebut masyarakat umumnya bekerja sebagai wiraswasta, PNS dan buruh/karyawan. Kisaran umur pengrajin bambu di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kisaran umur pengrajin bambu di lokasi penelitian
No. Kisaran Umur Durin Seregun Rumah Pil-Pil Suka Makmur 1 2 3 4 5 a. 20-29 tahun b. 30-39 tahun c. 40-49 tahun d. 50-59 tahun e. > 60 tahun 10 12 49 19 9 17 29 58 32 16 12 15 53 29 13
Sumber: Data Primer Dari Masing-Masing Desa
Ditinjau dari segi pendidikan tingkat pendidikan responden dari 3 desa dapat dikategorikan bahwa tidak ada masyarakat di 3 desa tersebut yang buta huruf. Dari hasil observasi lapangan dapat diketahui bahwa sebanyak 60.80 % responden adalah lulusan SMU sederajat, SLTP sebesar 30.29%, 5.36 % lususan SD dan hanya 3.75% responden yang lulusan D3 dan sarjana.
Saat ini usaha pengelolaan bambu menjadi bahan kerajinan belum menjadi usaha pokok, berdasarkan hasil observasi lapangan maka diketahui 56% dari responden menjadikan usaha kerajinan bambu sebagai usaha sampingan, 23% adalah usaha pokok dan 11% lainnya menjadikan usaha kerajinan bambu sebagai usaha musiman (dapat dilihat pada tabel 3). Usaha musiman maksudnya, responden akan melakukan usaha kerajinan bambu jika ada peningkatan permintaan dari konsumen, misalnya saat musim panen buah di Kabupaten Karo.
Usaha kerajinan bambu yang dilakukan masyarakat setempat tidak diperoleh dari pendidikan formal namun umumnya pemahaman pembuatan kerajinan bambu tersebut diperoleh secara turun temurun.
Tabel 3. Jenis usaha pemanfaatan bambu di lokasi peneliian
No. Keterangan Durin Seregun Rumah Pil-Pil Suka Makmur % 1 2 3 a. Usaha pokok b. Usaha musiman c. Usaha sampingan 44 18 37 71 25 56 35 36 51 11 23 56
Sumber: Data Primer Dari Masing-Masing Desa
Potensi Tanaman Bambu
Indonesia bukan hanya kaya akan sumber daya alamnya, namun juga terkenal dengan sentra kerajinan tangan yang berkembang di pedesaan. Berbagai jenis souvenir dan produk kerajinan tangan tercipta dari aneka bahan baku yang melimpah. Salah satu jenis bahan baku kerajinan tangan adalah yang terbuat dari bambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prihatyanto (2004), yang menyatakan bahwa Kerajinan tangan telah lama hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia , terutama di pedesaan. Salah satu dari berbagai jenis bahan baku yang memiliki potensi sebagai bahan untuk kerajinan tangan adalah bambu. Bambu banyak tumbuh di berbagai wilayah di negeri ini. Rumpun-rumpun bambu dengan berbagai jenisnya banyak tumbuh secara liar, di daerah pegunungan hingga di tepi-tepi sungai dan perkampungan.
Bambu merupakan produk hasil hutan non kayu yang telah dikenal bahkan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat umum, bambu dapat tumbuh di antara tanaman perkebunan masyarakat dan umumnya dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Menurut Agus dkk. (2006), bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat
bilik,dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dn sebagainya. Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan industri suplit dan barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain. Berdasarkan hasil observasi lapangan selain dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kerajinan, bambu juga dimanfaatkan sebagai tumbuhan penahan erosi, dan pengaturan air di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan (2004) yang menyatakan bahwa bambu adalah pilihan utama untuk reboisasi pada daerah aliran sungai terutama lokasi sumber tangkapan air, karena memiliki kemampuan mempengaruhi retensi air dalam lapisan top soil yang mampu meningkatkan aliran air bawah tanah sangat nyata.
Hasil observasi yang dilakukan di tiga desa di Kecamatan Sibolangit membuktikan bahwa masih sangat banyak tumbuh tanaman bambu di daerah tersebut dan oleh masyarakat setempat di manfaatkan sebagai bahan baku keperluan rumah tangga dan bahan kerajinan tangan. Berikut akan diuraikan potensi dan dan pemanfaatan yang dilakukan oleh tiga desa yang berada di Kecamatan Sibolangit yakni Desa Durin Seregun, Desa Rumah Pil-pil dan Desa Suka Makmur.
Desa Durin Seregun
Desa Durin Seregun adalah salah satu yang merupakan sentra pengrajin bambu. Di daerah ini bambu umumnya dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, yakni mulai dari keperluan rumah tangga hingga sebagai mata pencaharian utama. Bambu yang tidak dapat dipakai atau sisa hasil kerajinan umumnya dimanfaatkan oleh masayarakat setempat sebagai bahan bakar.
Hasil observasi lapangan di Desa Durin Seregun diperoleh data bahwa terdapat 47 rumpun bambu dan dapat dibagi menjadi 4 jenis bambu yang tumbuh tersebar di perladangan milik penduduk setempat atau penduduk desa lain yang secara administratif lahan tanahnya masih berada di wilayah desa ini. Jumlah masing-masing rumpun bambu tersebut dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Jenis dan jumah rumpun bambu di Desa Durin Seregun
No Jenis Bambu Jumlah Rumpun
1 Bambu Apus (Gigantochloa apus) 16 2 Bambu Talang (Schizostachyum brachyladum) 19 3 Bambu Betung (Dendrocalamus asper) 7 4 Bambu Perling (Schizostachyum zollinggeri) 5
Sumber: Data Primer Dari Desa Durin Seregun
Jenis-jenis bambu ini umumnya ditanam tersebar di perladangan masyarakat yang curam atau dekat aliran air dan umumnya tidak ada jarak tanam antara satu rumpun dengan rumpun yang lain.Hal ini sesuai dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu umumnya di tanam di lokasi yang curam atau dekat dengan aliran air, dengan maksud agar perakaran bambu tersebut dapat mencegah pengikisan tanah atau erosi.
Bambu perling merupakan jenis yang paling sedikit ditemukan di desa ini, hal ini disebabkan karena kurangnya minat masyarakat untuk menanam jenis bambu ini. Kurangnya minat masyarakat untuk membudidayakan bambu jenis ini disebabkan karena bentuk rumpunnya yang begitu kecil, hanya 200-600 batang per rumpunnya. Hal ini sependapat dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu perling merupakan bahan baku pembuatan dinding rumah (tepas), tali, tirai dan peraatan memancing, namun karena pertumbuhan rumpunnya yang lambat maka dianggap kurang menguntungkan maka para petani dan pengrajin untuk membudidayakannya dan sebagai alternatip
petani dan pengrajin lebih memilih membudidayakan bambu talang sebagai bahan baku dinding rumah dan keperluan lain karena selain tidak mengurangi kualitas bambu talang juga mudah diperoleh dan sangat menguntungkan karena jumlah batang per rumpunnya yang cukup banyak dalam sekali panennya, 1000 batang per rumpunnya.
Desa Rumah Pil-Pil
Desa Rumah Pil-Pil meruakan sentra pengrajin bambu terbesar di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang dari 312 orang jumlah penduduk yang terdapat di desa ini 152 orang diantaranya adalah merupakan pengrajin bambu. Hasil kerajinan utama di daerah ini adalah keranjang bambu dan dinding rumah (tepas). Dari hasil obervasi lapangan diperoleh data bahwa desa ini di tumbuhi oleh 3 jenis tumbuhan bambu yang tumbuh menyebar di perladangan masyarakat setempat. Pada tabel 5 berikut dapat dlihat jenis dan jumlah rumpun bambu yang terdapat di Desa Ruah Pil-Pil.
Tabel 5. Jenis dan jumah rumpun bambu di Desa Rumah Pil-Pil
No Jenis Bambu Jumlah Rumpun
1 Bambu Apus (Gigantochloa apus) 33 2 Bambu Talang (Schizostachyum brachyladum) 21 3 Bambu Betung (Dendrocalamus asper) 17
Sumber: Data Primer Dari Desa Rumah Pil-Pil
Tempat tumbuh bambu di masing-masing perladangan masyarakat tersebut umumnya tidak berbeda jauh dengan yang ada di Desa Durin Seregun, penahan erosi merupakan alasan utama masyarakat menanan bambu di lokasi yang curam atau daerah aliran sungai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardi (2006), yang menyatakan bahwa bambu adalah tanaman yang berpotensi memperbaiki tata air adalah bambu. Di Jepang, Cina, dan Taiwan, bambu adalah jenis tumbuhan yang merupakan komoditas yang komersial, yakni untuk keperluan bahan baku industri
pulp dan kertas, kerajinan dan fungsi ekosistem. Selain memikiki potensi ekonomis, sebenarnya kegunaan bambu yang paling penting adalah menjaga ekosistem air. Sebagai jenis rumput-rumputan (Gramineae), bambu memiliki batang yang kuat dan lentur hingga tahan angin. Perakarannya tumbuh sangat rapat dan menyebar ke segala arah. Baik menyamping maupun ke dalam. Maka lahan di bawah tegakan bambu menjadi sangat stabil dan mudah meresapkan air.
Bambu yang terdapat di desa ini umumnya telah berusia 3-9 tahun dengan kata lain seluruh tanaman bambu tersebut telah dapat dipanen secara periodik yakni setiap enam bulan sekali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan (2004), yang menyatakan bahwa umumunya tipe pertumbuhan bambu di Indonesia adalah seragam yaitu bebentuk rumpun. Bambu yang tumbuh tersebar di Indonesia umumnya telah dapat di panen pada usia 3 tahun. Kualitas dari tanaman bambu akan mulai menurun setelah bambu berusia 15 tahun, dan harus di lakukan peremajaan kembali untuk memperoleh hasil yang lebih maksmal.
Masyarakat setempat umumnya tidak memanfaatkan rebung dari bambu-bambu tersebut sebagai bahan makanan atau untuk dijual, karena selain harganya yang murah juga karena dengan mengambil rebung tersebut dapat mengurangi jumlah batang bambu jika dipanen kelak. Selain untuk bahan baku kerajinan bambu betung dan apus umum juga di gunakan untuk bahan baku bangunan dan gubuk-gubuk di perladangan masyarakat setempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2000), yang menyatakan bahwa rebung adalah tinas atau batang bambu yang baru muncul dari permukaan dasar rumpun oleh karena itu pengambilan rebung bambu secara terus menurus akan dapat mengurangi produktifitas dari bambu tersebut.
Bambu yang digunakan untuk bahan bangunan umumnya tidak di beli atau hanya meminta kepada si pemilik saja, karena umumnya di daerah ini masih berlaku sistem kekerabatan dan demikian juga terjadi di Desa Durin Seregun dan Desa Suka Makur.
Desa Suka Makmur
Kerajinan keranjang bambu, dinding rumah dan atap merupakan mata pencaharian sebahagian besar dari masyarakat Desa Suka Makmur. Sama halnya dengan Desa Durin Seregun dan Rumah Pil-Pil keahlian kerajinan pembuatan keanjang bambu, dinding rumah dan atap umumnya diperoleh secara turun temurun.
Bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa Suka Makmur umumnya diperoleh dari lahan masyarakat itu sendiri dan hanya sebahagian kecil saja yang di beli dari desa tetangga wilayah lain seperti Kecamatan Namo Rambe dan Kecamatan Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang.
Bambu yang tumbuh di desa ini seperti yang telah di sebutkan Tan (2004), sebelumnya umumnya tidak berbeda jauh dengan Desa Durin
Seregun dan Desa Rumah Pil-Pil, hal ini mungkin disebabkan karena keperluan terhadap jenis bambu-bambu tersebut juga sama. Jumlah dan jenis bambu yang terdapat di Desa Suka makmur dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Jenis dan jumah rumpun bambu di Desa Suka Makmur
No Jenis Bambu Jumlah Rumpun
1 Bambu Apus (Gigantochloa apus) 28 2 Bambu Talang (Schizostachyum brachyladum) 23 3 Bambu Betung (Dendrocalamus asper) 14 4 Bambu Perling (Schizostachyum zollinggeri) 11
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bambu dapat dipanen setiap 6 bulan sekali dengan jumlah batang setiap rumpunnya mencapai 1000 batang, kecuali jenis bambu perling, jadi dengan kata lain setiap rumpunya pada periode 6 bulannya, masyarakat petani bambu akan dapat menghasilkan dan menjual bambu-bambunya sebanyak 1000 batang, hal ini sesuai dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu sebaiknya dipanen setiap 6 bulan sekali atau pada awal dan akhir musim kemarau, karena pada masa tersebut diperkirakan bambu mencapai masa produktif atau telah cukup tua untuk dipanen.
Tinggi bambu dalam satu rumpun di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Seregun sangat bervariasi dan sesuai dengan jenis masing-masing bambunya. Untuk jenis bambu apus dan bambu betung tingginya dapat mencapai 20-25 meter sedangkan untuk jenis bambu talang dan bambu perling tingginya hanya dapat mencapai 20 meter dan diameter masing-masing jenis bambu dapat mencapai 20 centimeter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berlin dan Estu (1995) yang menyatakan bahwa bambu merupakan jenis tumbuhan yang tumbuh merumpun dan tinggi masing-masing batang dapat mencapai 20-30 meter dan diameter 18-21 centimeter. Pernyataan tersebut didukung pula oleh Kanoh (2004) yang menyatakan bahwa tanaman bambu sudah bisa mulai dipanen saat berumur 3 tahun dengan produksi yang semakin meningkat ditahun-tahun berikutnya. Pemanenan dengan cara memotong bagian bawah dan dibersihkan dari rantingnya sehingga diperoleh batangan bambu sepanjang 20 – 28 meter.
Tanaman bambu menpunyai dua tipe pertumbuhan rumpun, yaitu simpodial (clump type) dan monopodial (running type). Berdasarkan hasil observasi di
masing-masing lokasi penelitian maka diperoleh ragam bentuk rumpun bambu pada masing-masing jenis yang terdapat di lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2. Bambu Apus Gambar 3. Bambu Betung
Gambar 4. Bambu Perling Gambar 5. Bambu Talang
Bila dilihat dari data kepemilikan bambu di lokasi penelitian pada tabel 7 dapat ketahui bahwa sumber bahan baku bambu pada umumnya berasal dari lahan sendiri dan hanya sebahagian kecil saja yang dibeli, hal ini memungkinkan bahwa di lokasi penelitian masih sangat potensial dilakukan pemanfaatan bambu secara maksimal. Dari hasil observasi lapangan diketahui terdapat 47 rumpun bambu di Desa Durin Seregun, 76 rumpun bambu di Desa Rumah Pil-Pil dan 71 rumpun bambu di Desa Suka Makmur, umumnya seluruh bambu tersebut telah busia diatas 4 tahun dan telah dapat dipanen.
Tabel 7. sumber bahan baku bambu di lokasi penelitian
No. Keterangan Durin Seregun Rumah Pil-Pil Suka Makmur 1 2 Milik sendiri Dibeli 69 30 98 53 62 60
Sumber: Data Primer Dari Masing-Masing Desa
Pemanfaatan Tanaman Bambu
Menurut Duryatmo (2000) bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman bambu yakni mulai dari akar, batang, kelopak, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Dari berbagai macam bagian-bagian bambu yang dapat dimanfaatkan sampai saat ini di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, khususnya di Desa Durin Seregun, Rumah Pil-Pil bambu belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih dimanfaatkan untuk kerajinan keranjang, tepas, rangka atap dan bahan bangunan saja, dan hanya jenis-jenis bambu tertentu saja yang dimanfaatkan sebagai makanan.
a. Keranjang
Keranjang bambu dibuat dengan cara mengayam lembaran-lembaran bambu yang telah dibelah terlebih dahulu. Menurut Duryatmo (2000) mengayam bambu adalah adalah menyatukan helaian-helaian bambu untuk menghasilkan suatu bentuk. Selain faktor desain dan motif, bahan baku merupakan faktor utama penentu kualitas dan harga jual dari ayaman bambu. Bambu yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan keranjang bambu adalah bambu jenis bambu apus (Gigantochloa apus) atau buluh belin bahasa setempat, bambu jenis apus digunakan karena bambu tersebut kekuatan dan kelenturan yang tinggi sehingga dalam proses pengayamannya menjadi keranjang pengrajin tidak memperoleh kesulitan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Annonim (2008) yang menyatakan
bahwa Batang bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik. Bentuk batang bambu apus dapat dilihat pada gambar 6, dibawah ini.
Gambar 6. Batang Bambu Apus
Setelah bambu apus tersebut tua maka bambu tersebut kemudian dipisahkan dari rumpunnya (ditebang) dan kemudian dibersihkan. Batang bambu yang telah ditebang dan dibersihkan tersebut kemudian dipotong-potong dengan ukuran masing 2.80 meter dan kemudian dibelah kecil-kecil pada posisi lebarnya menjadi 1,5cm - 2,5 cm cm. Hasil belahan bambu posisi lebar tersebut tersebut dibelah lagi untuk memisahan sembilu (wilah) dengan daging bambu. Sembilu (wilah) dan daging bambu tersebut merupakan dua jenis yang merupakan bahan baku kerajinan keranjang bambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prihatyanto (2004), bambu adalah bahan baku kerajinan pembuatan keranjang. Bahan baku bambu yang tebal dapat dibelah menjadi beberapa bagian yang tipis, dan selanjutnya di ayam menjadi kerajinan bambu (keranjang). Untuk mengasilkan 3 keranjang bambu dibutuhakn 5 batang bambu berukuran 2.80 meter. Untuk 5 batang bambu pengrajin membelinya dengan harga Rp. 2000. Dalam satu harinya pada kondisi
santai seorang pengrajin keranjang bambu dapat menghasilkan 3-5 keranjang bambu, namun apabila di Kabupaten Karo sedang musim buah dimana permintaan keranjang meningkat seorang pengrajin keranjang bambu dapat menghasilkan 5-13 keranjang bambu per hari, dapat dilihat pada tabel 8. Harga untuk satu buah keranjang bambu jika dijual ke agen, dihargai sebesar Rp. 7.000 dan sampai ke konsumen akhir Rp. 8.500, dan jika di Kabupaten Karo sedang musim buah harganya dapat mencapai Rp. 9.000 dan setelah sampai ke konsumen mencapai Rp. 10.000. Keranjang hasil olahan masyarakat di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Seregun umumnya dijual ke Kabupaten Karo (Berastagi dan Kaban Jahe) untuk keranjang kemasan buah dan ke Kota Medan untuk tempat sampah dan keperluan lainnya. Gambar dan hasil dari pembuatan kerajinan keranjang dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Gambar dan hasil dari pembuatan kerajinan keranjang bambu b. Dinding Rumah (Tepas)
Bambu merupakan jenis tanaman yang memiliki sifat yang elastis dan kuat. Widjaja dkk. (1994), menyatakan bahwa bambu merupakan bahan baku kerajinan ayaman yang sangat potensial untuk dimanfaatkan, karena selain bambu sangat mudah di peroleh dan harga bahan bakunya yang relatif rendah bambu juga sangat
kuat dan awet. Di Desa Suka Makmur, Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Durin Serigun bambu dapat pula di olah menjadi bahan baku dinding perumahan. Dinding yang terbuat dari bahan baku bambu tersebut berasal dari jenis bambu talang (Schizostachyum brachyladum) dan bambu perling atau buluh nipes bahasa setempat (Schizostachyum zollinggeri). Adapun alasan masyarakat memanfaatkan bambu talang sebagai bahan baku dinding rumah adalah karena jenis bambu tersebut tidak terlalu tebal, sehingga mudah untuk dibuat menjadi keranjang. Walaupun tidak begitu tebal namun jenis bambu ini cukup kuat untuk di jadikan dinding rumah. Dinding rumah atau tepas bahasa setempat dibuat dari lembaran-lebaran bambu yang diayam berbentuk bujur sangkar. Setelah dipisahkan dari rumpunya dan dibersihkan kemudian di potong-potong dengan ukuran 2 meter. Bentuk bambu jenis ini dapat dilihat pada gambar 8 dan 9 dibawah ini.
Gambar 8. Bambu Talang Gambar 9. Bambu Perling
Bambu yang telah dipotong-potong tersebut kemudian dibelah menjadi dua bagian. Kedua bagian hasil belahan bambu tersebut kemudian dibersihkan bagian dalamnya (daging bambunya) dan kemudian dipukul-pukul dengan palu untuk melunakkan atau meremukannya, sehigga mudah untuk diayam. Bambu-bambu yang telah remuk kemudian diayam mendatar hingga membentuk persegi panjang. Adapun mengapa masayarakat setempat memakai jenis bambu ini sebagai bahan
baku pembuatan dinding rumah karena sifatnya yang lunak dan mudah dibentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2000), yang menyatakan bahwa di luar Jawa khususnya, bambu talang popular digunakan sebagai bahan baku anyaman, karena jenis bambu ini memiliki serat yang sangat halus dan lebih mudah untuk diperoleh untuk bahan baku. Bambu talang yang dimanfaatkan untuk bahan baku dinding rumah umumnya bambu talang yang sudah tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Annonim (2008) yang menyatakan bambu talang banyak digunakan untuk bahan atap, dinding, dan lantai rumah adat Toraja. Selain itu bambu talang juga digunakan untuk rakit, tempat air, dan bahan kerajinan tangan seperti ukiran dan anyaman. Pemanfaatan bambu talang yang belum tua dapat menurunkan kualitas dati dinding rumah tersebut. Gambar dan bentuknya dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. Bentuk tepas
Pemanfaatan tepas sebagai dinding rumah saat ini masih umum ita temukan di daerah-daerah pedesaan di Kota Medan. Tepas umum gunakan oleh masyarakat pedesaan karena harga yang relatif terjangkau dan dan daya tahannya yang cukup lama atau memili kelas awet cukup tinggi terhadap serangan hama, mencapai usia