• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Serapan N

Hasil pengukuran serapan N bibit sawit pada perlakuan pupuk hayati dan amandemen disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa serapan N bibit sawit terendah adalah pada perlakuan lumpur laut 5 ton (A3) yaitu 9.50 mg/

100 gram. Sedangkan yang tertinggi adalah pada perlakuan lumpur laut 10 ton (A4) yaitu 11.86 mg/ 100 gram.

Tabel 1. Serapan N Bibit Sawit pada Perlakuan Pupuk Hayati dan Amandemen pada Tanah Gambut Ajamu (mg/ 100 gr)

Pupuk Hayati A0 (Kontrol) A1 (5T.Kpr) A2 (10T.Kpr) A3 (5T.L.L) A4 (10T.L.L) A5 (5T.Kpr+5T.L.l) Rataan M0(Kontrol) 26.50 19.84 18.64 17.04 19.14 22.26 10.28 M1 (MOS) 19.82 20.44 28.48 21.99 25.39 18.15 11.19 M2(Mikoriza) 18.66 20.84 20.68 16.52 22.09 17.34 9.68 M3 (MOS + Miko) 26.69 15.89 16.20 20.46 28.27 31.58 11.59 Rataan 11.46 9.62 10.50 9.50 11.86 11.17

Adapun pemberian pupuk hayati terhadap serapan N bibit sawit menunjukkan bahwa pada perlakuan M3 (MOS + Mikoriza) menghasilkan serapan N tertinggi yaitu 11.59 mg/ 100 gram. Sedangkan dengan pemberian Mikoriza (M2) saja menghasilkan serapan N terendah.

Perlakuan pupuk hayati bersamaan dengan amandemen terlihat bahwa Mikoriza + MOS (M3) dan dolomit 5 ton + lumpur laut 5 ton (A5) menunjukkan peningkatan serapan N sebesar 5.08 mg/ 100 gram dari perlakuan kontrol (M0A0).

Walau secara statistik pengaruh faktor tunggal dan interaksinya tidak berbeda nyata.

Serapan P

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara pemberian pupuk hayati dan amandemen berpengaruh nyata terhadap serapan P bibit sawit (Tabel Lampiran 3). Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk hayati dan amandemen terhadap serapan P tanaman di sajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Serapan P Bibit Sawit pada Perlakuan Pupuk Hayati dan Amandemen pada Tanah Gambut Ajamu (mg/ 100 gr)

Pupuk Hayati A0 (Kontrol) A1 (5T.Kpr) A2 (10T.Kpr) A3 (5T.L.L) A4 (10T.L.L) A5 (5T.Kpr+5T.L.l) Rataan M0(Kontrol) 2.99ab 1.61defg 2.00bcdefg 2.00bcdefg 2.25bcdef 1.36efg 1.02 M1 (MOS) 1.52defg 1.51defg 1.78cdefg 2.12bcdefg 1.98cdefg 1.67defg 0.88 M2(Mikoriza) 2.73abc 1.93cdefg 1.57defg 2.15bcdefg 2.10bcdefg 1.30fg 0.98 M3 (MOS + Miko) 3.54a 1.08g 1.11g 2.21bcdef 2.42bcde 2.48bcd 1.07

Rataan 1.35 0.77 0.81 1.06 1.09 0.85

Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa serapan P tertinggi diperoleh pada perlakuan Mikoriza + MOS (M3) dan kontrol (A0) yaitu 3.54 mg/ 100 gram.

Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman bibit sawit selama pertumbuhan tanaman tertera pada Gambar 1 di bawah ini. Secara umum terlihat bahwa pola pertambahan tinggi tanaman bibit sawit menunjukkan kurva yang sigmoid. Dari garfik-grafik yang tertera di atas terlihat bahwa bibit sawit yang diberi perlakuan M0A0 (Kontrol) mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya, diikuti oleh M3A5 (MOS + Mikoriza dan 5 ton dolomite + 5 ton Lumpur laut) dan M1A2 (MOS + 10 ton dolomite). Tinggi tanaman yang paling rendah dijumpai pada perlakuan M3A2 (MOS + Mikoriza dan 10 ton dolomite).

Tinggi Tanaman 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Pengamatan (bulan) c m M0 A0 M0 A1 M0 A2 M0 A3 MO A4 MO A5 M1 AO M1 A1 M1 A2 M1 A3 M1 A4 M1 A5 M2 AO M2 A1 M2 A2 M2 A3 M2 A4 M2 A5 M3 AO M3 A1 M3 A2 M3 A3 M3 A4 M3 A5 Gambar 1. Pola pertambahan tinggi tanaman bibit sawit selama penelitian (P6-P14)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 4 memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tetapi pada perlakuan mikoriza dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap tinggi tanaman di sajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Mikoriza Terhadap Tinggi Tanaman Bibit Sawit di Tanah Gambut (Ajamu) {Rataan dari 2 ulangan}

Pupuk Hayati A0 (Kontrol) A1 (5T.Kpr)) A2 (10T.Kpr) A3 (5T.L.L) A4 (10T.L.L) A5 (5T.Kpr+5T.L.l) Rataan ...(Cm)... M0(Kontrol) 108.5 99.0 94.5 97.0 93.5 88.0 96.8a M1 (MOS) 88.5 85.5 99.0 87.0 88.5 86.5 89.2a M2(Mikoriza) 87.0 87.0 86.0 86.5 86.5 83.5 86.1a

M3 (MOS + Miko) 94.0 87.0 85.0 86.0 90.0 100.5 90.4a

Rataan

94.5 89.6 91.1 89.1 89.6 89.6

Dari Tabel 3 diatas terlihat pemberian pupuk hayati dan amandemen menurunkan tinggi tanaman.

Lingkar Batang

Pengamatan lingkar batang bibit sawit selama pertumbuhan tanaman tertera pada Gambar 2 di bawah ini .

Lingkar Batang 0 10 20 30 40 50 60 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Pengamatan (Bulan) m m M0 A0 M0 A1 M0 A2 M0 A3 MO A4 MO A5 M1 AO M1 A1 M1 A2 M1 A3 M1 A4 M1 A5 M2 AO M2 A1 M2 A2 M2 A3 M2 A4 M2 A5 M3 AO M3 A1 M3 A2 M3 A3 M3 A4 M3 A5 Gambar 2. Pola pertambahan lingkar batang bibit sawit selama penelitian (P6-P14)

Seperti halnya pada tinggi tanaman maka pola pertambahan lingkar batang bibit sawit juga menunjukkan kurva yang sigmoid. Dari garfik-grafik yang tertera di atas terlihat bahwa bibit sawit yang diberi perlakuan M3A5 (MOS + Mikoriza dan 5 ton dolomite + 5 ton Lumpur laut) mempunyai lingkar batang yang paling besar dibandingkan perlakuan yang lainnya dan M1A2 (MOS + 10 ton dolomite) Lingkar batang yang paling rendah dijumpai pada perlakuan M3A2 (MOS + Mikoriza dan 10 ton dolomite).

Hasil sidik ragam pada Lampiran 5 memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati, amandemen dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman. Nilai diameter batang tanaman disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Amandemen dan Mikoriza Terhadap Lingkar Batang Bibit Sawit di Tanah Gambut (Ajamu)

Pupuk Hayati A0 (Kontrol) A1 (5T.Kpr)) A2 (10T.Kpr) A3 (5T.L.L) A4 (10T.L.L) A5 (5T.Kpr+5T.L.l) Rataan ...(mm)... M0(Kontrol) 61.5 59.0 58.0 60.0 60.0 63.0 60.3 M1 (MOS) 60.0 60.0 57.5 59.5 59.5 61.5 60.0 M2(Mikoriza) 60.5 55.0 56.0 57.0 55.0 60.0 57.3 M3 (MOS + Miko) 63.0 57.5 54.5 58.0 61.5 63.5 60.0 Rataan 61.3 57.9 56.5 58.6 59.0 62.0

Dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa lingkar batang yang terendah diperoleh pada pemberian M2 (Mikoriza) saja. Sedangkan untuk faktor amandemen lingkar batang tertinggi diperoleh pada A5 (5T.Kpr+5T.L.l).

Dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa diameter batang pada perlakuan M0 cenderung lebih tinggi yaitu 60.3cm dari pada pemberian Isolat MOS (M1) dan pemberian lainnya untuk mikoriza. Demikian juga kalau A5 (5T.Kpr+5T.L.l) diberikan bersamaan dengan Mikoriza + MOS (M3) menghasilkan lingkar batang yang paling besar dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Jumlah Daun

Pola pertambahan jumlah daun bibit sawit selama pertumbuhan tanaman tertera pada Gambar 3 di balik.

Jumlah Daun 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Pengamatan H e la i M0 A0 M0 A1 M0 A2 M0 A3 MO A4 MO A5 M1 AO M1 A1 M1 A2 M1 A3 M1 A4 M1 A5 M2 AO M2 A1 M2 A2 M2 A3 M2 A4 M2 A5 M3 AO M3 A1 M3 A2 M3 A3 M3 A4 M3 A5 Gambar 3. Pola pertambahan jumlah daun bibit sawit selama penelitian (P6-P14)

Hasil pengamatan pada pertambahan jumlah daun menunjukkan pola yang sama dengan tinggi tanaman dan lingkar batang bibit sawit. Dari garfik-grafik yang tertera di atas terlihat bahwa bibit sawit yang diberi perlakuan M1A2 (MOS dan 10 ton dolomite) mempunyai jumlah daun yang paling banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya, diikuti oleh M3A3 (MOS + Mikoriza dan 5 ton lumpur laut). Jumlah daun yang paling sedikit dijumpai pada perlakuan M3A4 (MOS + Mikoriza dan 10 ton Lumpur laut)

Pengamatan jumlah daun pada akhir penelitian tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Amandemen dan Mikoriza Terhadap Jumlah Daun Bibit Sawit di Tanah Gambut (Ajamu)

Pupuk Hayati A0 (Kontrol) A1 (5T.Kpr)) A2 (10T.Kpr) A3 (5T.L.L) A4 (10T.L.L) A5 (5T.Kpr+5T.L.l) Rataan ...(Helai)... M0(Kontrol) 17.5 18.5 17.5 17.5 17.5 18.5 17.8 M1 (MOS) 18.0 18.5 18.5 18.0 18.5 17.0 18.1 M2(Mikoriza) 18.0 17.5 17.5 16.5 17.5 18.0 17.5 M3 (MOS + Miko) 18.0 17.0 18.0 18.5 16.0 17.0 17.4 Rataan 18.0 18.0 18.0 18.0 17.4 17.6

Dari Tabel 5 diatas terlihat bahwa jumlah daun yang paling banyak pada perlakuan M1 (MOS). Sedangkan untuk pengaruh amandemen jumlah daun yang paling sedikit dijumpai pada A4 (10 Ton L.laut). Demikian juga jika A4 (10 Ton L. Laut) diberikan bersamaan dengan M3 (MOS + Mikoriza) menghasilkan jumlah daun yang paling sedikit dibandingkan kombinasi perlakuan yang lain.

Bobot Kering Tanaman

Hasil pengukuran bobot kering tanaman bibit sawit pada perlakuan pupuk hayati dan amandemen disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa bobot kering tanaman bibit sawit terberat adalah pada perlakuan lumpur laut secara tunggal sebanyak 10 ton (A4) yaitu 940.6 gram.

Tabel 6. Bobot Kering Tanaman Bibit Sawit pada Perlakuan Pupuk Hayati dan Amandemen pada Tanah Gambut Ajamu (gram)

Pupuk Hayati A0 (Kontrol) A1 (5T.Kpr) A2 (10T.Kpr) A3 (5T.L.L) A4 (10T.L.L) A5 (5T.Kpr+5T.L.l) Rataan M0(Kontrol) 1953.0 1788.5 1436.5 1539.5 1724.5 1678.0 843.3 M1 (MOS) 1452.5 1891.0 2246.5 1741.5 2017.0 1368.0 893.0 M2(Mikoriza) 1679.5 1528.0 1535.5 1403.5 1756.0 1464.5 780.6 M3 (MOS + Miko) 1933.5 1265.5 1318.0 1545.0 2027.5 2268.5 863.2 Rataan 877.3 809.1 817.1 778.7 940.6 847.4

Adapun pemberian pupuk hayati secara tunggal meningkatkan bobot kering tanaman bibit sawit, pada perlakuan M1 (MOS) yaitu 893.0 gram. Meskipun tidak nyata dibandingkan jenis pupuk hayati lainnya.

Perlakuan lumpur laut sebesar 5 ton (A5) bersamaan dengan pupuk MOS + Mikoriza (M3) menghasilkan bobot kering tanaman terberat yakni sebesar 2268.5 gram. Meskipun tidak nyata dibandingkan jenis amandemen lainnya.

Pembahasan Serapan N

Serapan nitrogen pada pemberian lumpur laut 10 ton (A4) cenderung lebih tinggi yaitu 11.86 mg/ 100 gr. Sedangkan yang terendah adalah pada pemberian lumpur laut 5 ton (A3). Hal ini diduga karena pada perlakuan 10 ton (A4) memiliki kadar garam yang lebih tinggi di daerah perakaran daripada perlakuan lainnya. Dikarenakan tanah gambut merupakan berasal dari bahan organik yang kandungan unsur hara mineralnya rendah, sehingga dengan pemberian lumpur laut 10 ton lebih banyak mempunyai basa-basa tukar yang tinggi dimana kegiatan biologis seperti fixasi N dan pertumbuhan tanaman bibit sawit menjadi lebih baik. Serapan N bibit sawit menunjukkan bahwa pada perlakuan M3 (MOS + Mikoriza) menghasilkan serapan N tertinggi yaitu 11.59 mg/ 100 gr. Sedangkan dengan pemberian Mikoriza (M2) saja menghasilkan serapan N terendah. Jadi, dengan pemberian 5 ton lumpur laut bersamaan 5 ton kapur dolomit akan memberikan respon positif terhadap pertumbuhan tanaman bibit sawit, dikarenakan unsur hara yang banyak dikandung oleh lumpur laut sehingga tanaman mempunyai unsur hara yang banyak dan pemakaian kapur dapat

menaikkan pH tanah. Dengan kombinasi inilah dan takaran dosis seperti ini dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dan optimal, jika dibandingkan dengan pemberian 5 atau 10 ton lumpur laut saja dan 5 atau 10 ton kapur dolomit saja. Hal ini juga terjadi karena MOS yang dikombinasikan dengan pemberian mikoriza pada tanah gambut akan menigkatkan laju dekomposisi serta serapan hara oleh tanaman. Mikoriza menginfeksi perakaran, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara. Sedangkan MOS membantu merombak selulosa yang ada pada tanah gambut yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman. Pada pemberian mikoriza saja, hanya dapat meningkatkan daya serap hara oleh akar tanaman, tidak dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Berdasarkan penelitian Wahyuni (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mikroorganisme selulotik tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Nitrogen tanah. Hal ini juga sejalan dengan serapan N pada penelitian ini. Karena kadar N di tanah sangat mempengaruhi serapan N oleh tanaman. Semakin banyak ketersediaan N di dalam tanah, maka akar tanaman dapat menyerapnya lebih banyak.

Pemberian pupuk hayati bersamaan dengan amandemen terlihat bahwa serapan N tertinggi diperoleh pada pemberian Mikoriza + MOS (M3) dan dolomit 5 ton + lumpur laut 5 ton (A5) dengan kenaikan serapan N sebesar 5.08 mg/ 100 gr dari perlakuan kontrol (M0A0). Hal ini terjadi karena mikoriza yang membantu meningkatkan daya serap hara, MOS yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui perombakan selulosa pada tanah gambut dan perombakan bahan

organik akan lebih cepat sehingga N tersedia lebih banyak sehingga serapan N tinggi, lumpur laut yang dapat meningkatkan kejenuhan basa tanah serta kapur dolomite dapat meningkatkan pH sehingga ketersediaan unsur hara menjadi lebih banyak. Hal tersebut sejalan dengan tingginya nilai C/N tanah setelah panen. Agustian (2011), menyatakan bahwa perlakuan pupuk hayati dan amandemen berpengaruh nyata terhadap C/N tanah, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap C/N tanah. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) nilai C/N tanah gambut ini tergolong sangat tinggi, dengan nilai C/N Tanah yang terukur berkisar 18.6 – 36.5. Hal ini menurut Buckman and Brady (1982) dikarenakan nisbah C/N yang besar akan menyebabkan N yang dihasilkan dalam proses mineralisasi diimobilisasi oleh jasad mikro untuk kebutuhan hidupnya, sehingga terjadi kompetisi yang mempengaruhi tanaman dalam menyerap N.

Pada saat immobilisasi, N tersedia yang ada sebelumnya di dalam tanah diambil mikroorganisme untuk mencukupi kebutuhannya, karena tidak tercukupi dari bahan organik yang dirombak sehingga keberadaan N tersedia tanah menjadi sangat sedikit bagi tanaman yang akan menyebabkan tanaman tidak menyerap unsur hara N. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handayanto, dkk (1999) yang menyatakan pelepasan N dari bahan organik tergantung pada sifat fisik, kimia bahan organik, kondisi lingkungan, dan komunitas organisme perombak. Saat immobilisasi, N tersedia yang ada sebelumnya di dalam tanah diambil mikroorganisme untuk mencukupi kebutuhannya, karena tidak tercukupi dari bahan organik yang dirombak sehingga keberadaan N tersedia tanah menjadi sangat sedikit bagi tanaman yang akan menyebabkan tanaman kekurangan N.

Driessen (1978) menyatakan bahwa pada tanah gambut, N- tersedia kurang dari 3% dan selebihnya terdapat dalam bentuk bahan organik yang kompleks.

Serapan P

Serapan fosfat pada kontrol (A0) cenderung lebih tinggi yaitu 1.35 mg/ 100 gr dari pada pemberian dolomit 5 ton (A1) yaitu 0.77 mg/ 100 gr dan pemberian lainnya untuk amandemen. Dikarenakan bahwa basa-basa tukar yang dikandung baik lumpur laut maupun kapur dolomit kemungkinan besar terjadi pengkhelatan fosfat seperti : Ca-P dan Mg-P. Sehingga dengan pemberian dolomit atau lumpur laut dapat menyebabkan fosfat menjadi tidak tersedia pada tanah. Hal ini sesuai hasil analisis lumpur laut pada tanah gambut oleh (Sahar Hanafiah, A. 2009)

Sifat/ Unsur Lumpur Laut

Liat (%) 52.03 pH H20 7.1 C (%) 2.73 N total (%) 0.11 P Tersedia (ppm) 3.26 KTK (me/ 100 gr) - Ca (me/ 100gr) 17.00 Mg (me/ 100gr) 8.07 K (me/ 100gr) 0.99 Na (me/ 100gr) 20.05

Serapan fosfat pada pemberian Mikoriza + MOS (M3) lebih tinggi yaitu

1.07 mg/ 100 gr dari pada pemberian Isolat MOS (M1) yaitu 0.88 mg/ 100gr dan pemberian lainnya untuk pupuk hayati. Hal ini karena selain mikoriza dapat meningkatkan daya serap unsur hara oleh akar tanaman, mikoriza juga berperan sebagai penetralisir garam-garam atau unsur-unsur bersifat toksik seperti Al dan Fe dalam tanah. Killham (1994) menyatakan bahwa mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur toksik oleh mikoriza melalui proses filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Dibantu lagi dengan adanya MOS yang dapat meningkatkan laju dekomposisi. Sehingga ketersediaan unsur hara P dalam tanah menjadi lebih banyak dan serapan hara P menjadi lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Gusmawartati (1999), penambahan isolat yang dikombinasikan dengan jamur, bakteri dan aktinomisetes memberikan hasil yang terbaik yaitu dapat menurunkan nisbah C/N dari 52 pada waktu awal menjadi 13 dalam waktu 28 hari, dan meningkatnya kandungan N, P, K. Dengan demikian serapan P juga meningkat sejalan dengan meningkatnya kandungan hara P dalam tanah. Disamping itu, berdasarkan penelitian Ramadhani (2007), serapan P tanaman akibat pemberian mikoriza menunjukkan peningkatan yang dinamis dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan Salisbury and Ross (1995) yang menyatakan bahwa keuntungan pemberian mikoriza bagi tanaman adalah meningkatkan serapan fosfat.

Pada pemberian pupuk hayati dan amandemen terlihat bahwa pemberian Mikoriza + MOS (M3) dan kontrol (A0) tidak berbeda nyata menghasilkan serapan P tertinggi yaitu 3.54 mg/ 100 gr. Hal ini terjadi karena mikoriza berperan

meningkatkan daya serap unsur hara oleh akar tanaman dan sebagai penetralisir garam-garam atau unsur-unsur bersifat toksik seperti Al dan Fe yang dapat mengikat P dalam tanah sehingga kelarutan P dalam tanah menjadi meningkat. Keterlibatan MOS juga yang dapat meningkatkan laju dekomposisi melalui perombakan selulosa gambut dapat meningkatkan ketersediaan unsur P untuk diserap akar tanaman. Hal ini juga sejalan dengan nilai P-tersedia tanah gambut pada perlakuan M3A0 setelah panen 12 bulan. Agustian (2011), menyatakan bahwa pemberian pupuk hayati mikoriza tanpa amandemen (M3A0) mengakibatkan P- tersedia tanah gambut nyata lebih tinggi dari P- tersedia tanah gambut pada perlakuan lainnya dan kontrol (M0A0).

Tinggi Tanaman, Lingkar Batang dan Jumlah Daun

Perlakuan pupuk hayati cenderung menurunkan tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun. Terjadi peningkatan yang tidak mencolok pada tinggi tanaman sawit pada perlakuan pupuk hayati (kombinasi MOS dan mikoriza) meskipun cenderung menurun dibandingkan dengan kontrol. Demikian juga dengan jumlah daun yang meningkat dengan perlakuan MOS, sehingga secara keseluruhan bobot tanaman sawit meningkat dengan adanya perlakuan MOS. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan (Sutedjo dkk, 1996). Selain itu, pupuk hayati berupa MOS berperan dalam menghancurkan limbah organik, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fospat, merangsang

pertumbuhan, biokontrol pathogen, dan membantu penyerapan unsur hara sehingga berpengaruh positif terhadap tinggi tanaman sawit. Sedangkan perlakuan amandemen dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini disebabkan karena amandemen yang diberikan mempunyai basa- basa tukar yang tinggi yang dapat mengganggu aktivitas MOS (Mikroorganisme sellulotik) dan mikoriza serta belum mampu untuk mensuplai hara secara cukup untuk memenuhi kebutuhan hara untuk pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit sehingga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman.

Hasil penelitian yang saya lakukan juga menunjukkan bahwa perlakuan amandemen, pupuk hayati maupun interaksi ke-2 nya tidak mempengaruhi secara nyata terhadap tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun tanaman. Hal ini sejalan dengan berat kering tanaman dan kadar serapan N yang juga tidak berpengaruh nyata. Ke-3 hal tersebut sangat berhubungan erat. Oleh karena itu diasumsikan bahwa baik tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun dipengaruhi oleh serapan N tanaman, karena nitrogen merupakan unsur yang merangsang pertumbuhan sel pada tanaman.

Bobot Kering Tanaman

Bobot kering tanaman bibit sawit pada perlakuan lumpur laut 10 ton (A4) lebih berat dibandingkan bobot bibit sawit lain. Kondisi ini didukung kelembaban yang diciptakan lumpur laut yang lebih tinggi pada bobot lumpur laut sebanyak 10 ton tersebut. Selain itu lumpur laut mengandung kation basa yang tinggi seperti Mg, dimana Mg ini merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan klorofil. Semakin banyak klorofil yang terbentuk maka semakin

besar kemampuan daun melakukan proses fotosintesis yang mempercepat proses pembentukan metabolisme pada tanaman kelapa sawit.

Bobot kering tanaman bibit sawit untuk pemberian M1 (MOS) cenderung lebih berat. Karena diketahui bahwa fungsi MOS yaitu mempercepat kematangan gambut menjadi tersedia untuk tanah, sehingga akan berpengaruh pada berat tanaman yang akan dihasilkan nanti. Ini terbukti bahwa pada penelitian yang telah saya lakukan membuktikan dengan pemberian MOS menambah bobot kering tanaman bibit sawit. Hal ini sesuai dengan Azhari (2000) yang menyatakan bahwa MOS (Mikroorganisme sellulotik) seperti jamur, bakteri dan aktinomycetes banyak ditemukan pada tanah-tanah pertanian, hutan dan jaringan tanaman yang telah membusuk. Beberapa diantaranya diketahui dengan mudah cepat merombak sellulosa seperti penambahan inokulasi MOS (Mikroorganisme sellulotik).

Dengan pemberian kombinasi M3 (Mikoriza + MOS) dan A5 (5 Ton Dolomit + 5 Ton Lumpur Laut) menunjukkan peningkatan berat kering tanaman bibit sawit. Dimana fungsi dari Mikoriza dan MOS adalah untuk membantu tanaman untuk menyerap unsur hara, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit. Sehingga jika suatu tanaman tidak terserang oleh penyakit maka otomatis akan menghasilkan tanaman yang berkualitas, seperti berat yang maksimal.

Dokumen terkait