• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Pendahuluan

Kadar Air

Air yang dikandung oleh bahan pangan terdiri dari air bebas, air yang terikat kuat dan air yang terikat lemah. Air yang terikat kuat sangat sukar untuk dihilangkan atau diuapkan. Sedangkan kedua jenis air lainnya sangat mudah diuapkan dengan pemanasan biasa (Suhardi et al 1996). Lebih kurang 95 % air dalam daging diklasifikasikan sebagai air bebas dan 5 % sebagai air yang terikat.

Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap kadar air menghasilkan nilai F hitung lebih kecil terhadap F tabel ( Tabel Lampiran 1) artinya semua sampel memiliki nilai yang tidak berbeda nyata sehingga tidak dapat diujikan lebih lanjut (melalui uji duncan). Pada hari ke 1 yaitu kadar air paling besar

pada sampel tanpa iradiasi (0 kGy) karena pada kondisi tanpa iradiasi penguapan air sebagai akibat adanya transpirasi lebih sulit, sedangkan dosis yang lainnya memiliki nilai kadar air yang tidak berbeda jauh tetapi dosis 7 kGy nilai kadar airnya lebih rendah (62,55 %) dari nilai blanko dan dosis yang lain sehingga dosis 7 kGy memiliki nilai kadar air yang baik artinya daging dengan dosis 7 kGy masih terlihat segar karena kandungan airnya sedikit. Data lengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. Semakin besar dosis yang diberikan maka kadar airnya semakin kecil. Hal ini dikarenakan ikatan molekul air akan terpecah akibat energi yang diterima sampel sangat besar sehingga molekul air akan lebih mudah untuk transpirasi. Nilai rata-rata kadar air daging pada berbagai perlakuan selama penyimpanan pada suhu ruang dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2.

50 55 60 65 70 75 80 1 3 7

lam a penyim panan (hari)

ka d ar ai r ( % ) 0 kGy 1 kGy 2,5 kGy 3,5 kGy 4,5 kGy 5,5 kGy 7 kGy

Gambar 9 Hubungan Kadar Air terhadap Lama Penyimpanan (hari) Perlakuan dosis iradiasi terhadap kadar air pada hari ke 3 memperlihatkan pengaruh yang nyata artinya terdapat perbedaan nilai pada semua sampel. Sampel dengan dosis 1 kGy memiliki kandungan air daging sedikit (58,09%) selama penyimpanan daripada dosis yang lain jika dibandingkan terhadap sampel tanpa iradiasi (0 kGy). Hal ini memberikan arti bahwa penguapan air dengan dosis 1 kGy lebih cepat sehingga daging masih terlihat segar.

Pada pengamatan hari ke 7, daging dalam kondisi yang baik dan dapat diamati kecuali pada daging tanpa iradiasi (0 kGy) karena pada daging tersebut terdapat mikroorganisme jenis belatung yang memenuhi seluruh permukaan daging dan dapat dinyatakan bahwa daging telah mengalami pembusukan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Sampel dengan dosis 4,5 kGy lebih rendah dari dosis lainnya. Dikatakan bahwa daging dengan dosis 4,5 kGy kandungan airnya sedikit (54,17%) sehingga proses pelunakan daging menjadi lambat. Gambar 9

11

memperlihatkan penurunan kadar air daging dengan beberapa dosis iradiasi dan tanpa iradiasi (blanko) selama penyimpanan.

Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka maka kadar air akan mencapai kesetimbangan dengan kelembaban udara di sekitarnya. Dalam proses pengukuran kadar air sangat dimungkinkan terjadinya penurunan suhu. Hal ini disebabkan pada saat pengukuran massa akhir, bahan yang ditimbang diluar pemanas, suhu bahan tersebut dipengaruhi oleh udara luar. Pengurangan kadar air pada daging terjadi akibat proses transpirasi yaitu penguapan air (air yang tidak terikat kuat pada permukaan) dan dapat juga diakibatkan karena proses respirasi. Kadar air sangat berpengaruh terhadap konsistensi dan keawetan bahan pangan. Hilangnya kandungan air dalam jumlah yang kecil akan mengakibatkan penampakan daging menjadi keriput dan lembek. Semakin besar kadar air maka mikroorganisme cepat tumbuh, karena air merupakan suatu media atau sarana perkembangan bakteri. Kadar air yang dipilih berdasarkan hasil dari 3 dosis iradiasi yaitu dosis 2,5 kGy, 4,5 kGy, 7 kGy.

Kekerasan

Nilai kekerasan diukur dengan

menggunakan hardnessmeter Hanedi (hasil

yang didapat dikalikan dengan 7197,80

dyne/cm2). Semakin dalam penekanan oleh

ujung kayu berarti angka kekerasan tinggi artinya daging tersebut teksturnya lunak. Terjadinya pelunakan diakibatkan oleh perubahan tekanan turgor sel. Perubahan turgor sel ini pada umumnya disebabkan oleh terjadinya perubahan komposisi dinding sel. Salah satu senyawa penyusun dinding sel tersebut adalah pektin. Pada saat penyimpanan, pektin yang tidak dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya karena diubah menjadi pektin yang dapat larut (Winarno 1981). Zat pektin merupakan salah satu komponen dari dinding sel atau lamella. Menurunnya kekerasan terjadi karena degradasi pektin yang dikatalis oleh enzim pektin metil esterase yang menghasilkan asam poligalakturanat bebas dan metanol serat enzim poligalakturonase yang memecah ikatan 1,4 glikolisik dari molekul pektin.

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 1 3 7

lam a penyim panan (hari)

k eke ras an ( d yn e/ c m 2 ) 0 kGy 1 kGy 2,5 kGy 3,5 kGy 4,5 kGy 5,5 kGy 7 kGy

Gambar 10 Hubungan Kekerasan terhadap Lama Penyimpanan (hari) Hasil analisis sidik ragam kekerasan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari analisis sidik ragam menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel (Tabel Lampiran 2). Sebenarnya, efek iradiasi terhadap kekerasan tidak segera muncul setelah iradiasi tetapi terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah iradiasi (Maha 1981). Pada hari ke 1 dosis 7 kGy memiliki nilai kekerasan yang kecil (37788,4 dyne/cm2) sehingga daging memiliki struktur yang kuat jika dibandingkan dengan dosis yang lain dan sampel tanpa iradiasi (blanko). Langerak (1990) dalam Rosalina et al (1992) mengemukakan bahwa dosis iradiasi mempengaruhi permeabilitas dinding sel sehingga nilai kekerasan semakin rendah dengan semakin tingginya dosis yang diberikan.

Pada hari ke 3 semua dosis memiliki nilai kekerasan yang berbeda satu sama lain. Dosis 2,5 kGy menunjukkan nilai yang lebih rendah (23392,8 dyne/cm2) dibanding dosis yang lain dan tanpa iradiasi sehingga dikatakan bahwa daging dengan dosis 2,5 kGy mengalami kelayuan sedikit dibanding dosis yang lain.

Pada hari ke 7 nilai kekerasan untuk semua sampel mengalami penurunan (dilihat pada Tabel Lampiran 2). Nilai kekerasan daging pada dosis 4,5 kGy dan 7 kGy lebih rendah (17994,5 dyne/cm2) dari dosis yang lainnya artinya daging dengan dosis 4,5 kGy dan 7 kGy masih memiliki struktur yang kuat. Ini menunjukkan bahwa daging masih dalam kondisi baik dan segar. Gambar 10 menunjukkan penurunan kekerasan daging dengan beberapa dosis iradiasi dan tanpa iradiasi selama penyimpanan. Kekerasan mengalami penurunan yang disebabkan oleh penguapan air. Penguapan air menjadikan sel mengkerut, ruang antar sel menjadi menyatu dan zat pektin yang berada pada ruang antar sel akan saling berikatan. Kekerasan yang dipilih berdasarkan hasil dari 3 dosis iradiasi yaitu 2,5 kGy, 4,5 kGy, 7 kGy.

12

Warna Notasi L

Warna merupakan salah satu ukuran kualitas dari daging. Jika warna kurang menarik seperti kecoklatan atau kehijauan maka nilainya akan berkurang karena kurang menarik konsumen.

Notasi L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam) dengan kisaran nilai dari 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar daging makin pucat artinya fisik daging makin rusak.

Perubahan nilai L pada daging menunjukkan adanya perubahan tingkat kecerahan. Tingkat kecerahan berhubungan dengan pigmen yang dihasilkan oleh protein yaitu mioglobin. Semakin rendah konsentrasi mioglobinnya maka semakin cepat proses pelayuan. Nilai rata-rata L daging dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3.

20 25 30 35 40 45 50 55 60 1 3 7

lam a penyim panan (hari)

wa rn a n o ta s i L 0 kGy 1 kGy 2,5 kGy 3,5 kGy 4,5 kGy 5,5 kGy 7 kGy

Gambar 11 Hubungan Warna Notasi L terhadap Lama Penyimpanan (hari)

Berdasarkan analisis sidik ragam warna daging tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dosis iradiasi tidak berpengaruh terhadap tingkat kecerahan daging. Pada hari ke 1 sampel dengan dosis 7 kGy memiliki tingkat kecerahan yang rendah (41,99). Pada hari ke 3 nilai L pada umumnya mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan daging yang diiradiasi mengalami kenaikan konsentrasi mioglobin yang lebih cepat. kenaikan konsentrasi mioglobin disebabkan oleh keadaan oksigen yang berlebih maka akan terjadi oksigenasi sehingga daging menjadi lebih cerah (oksimioglobin). Sebaliknya, L mengalami penurunan jika konsentrasi mioglobin berkurang. Dosis iradiasi yang mengalami kenaikan tingkat kecerahan daging tetapi masih dalam batas minimum dari kondisi kontrol yaitu dosis 4,5 kGy (34,06).

Penurunan konsentrasi mioglobin terjadi pada hari ke 7. hal tersebut menggambarkan bahwa pelayuan mulai terjadi. Sampel dengan

dosis 7 kGy menunjukkan nilai L lebih rendah (40,26) dari dosis yang lainnya selama penyimpanan sehingga dapat dinyatakan bahwa dosis 7 kGy tingkat kecerahannya berkurang sedikit atau sedikit mengalami pelayuan dibanding dengan dosis yang lain. Perubahan warna terjadi karena adanya perubahan status ion besi dalam pigmen daging (mioglobin). Jika terjadi oksidasi maka ion ferro (Fe2+) akan berubah menjadi ion ferri

(Fe3+) dan warna daging akan berubah

menjadi coklat karena terbentuknya metmioglobin artinya daging sudah mengalami pembusukan. Gambar 11 memperlihatkan nilai L daging dengan beberapa dosis iradiasi dan tanpa iradiasi selama penyimpanan. Kecerahan yang dipilih berdasarkan hasil dari 3 dosis iradiasi yaitu 2,5 kGy, 4,5 kGy, 7 kGy.

Warna Notasi a

Nilai a menyatakan warna akromatik campuran merah dan hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai a pada penelitian ini berkisar pada harga yang positif sehingga nilainya dapat dijadikan sebagai indikasi tingkat warna merah pada daging.

Pada umumnya, nilai a pada daging mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan warna merah pada daging selama penyimpanan. Nilai a pada daging yang semakin besar menunjukkan bahwa daging menjadi rusak.

10 12 14 16 18 20 22 24 1 3 7

lama penyimpanan (hari)

w a rn a n o tas i a 0 kGy 1 kGy 2,5 kGy 3,5 kGy 4,5 kGy 5,5 kGy 7 kGy

Gambar 12 Hubungan Warna Notasi a terhadap Lama Penyimpanan (hari)

Hasil analisis sidik ragam untuk nilai a tidak berbeda nyata. Pada umumnya nilai a mengalami kenaikan. Berdasarkan nilai rata-rata (Tabel Lampiran 3) pada hari ke 1 nilai a tidak menunjukkan perbedaan satu sama lain.

13

Sampel dengan dosis 7 kGy memiliki warna merah yang lebih rendah (15,31) dari dosis yang lainnya dan sampel tanpa iradiasi (blanko) sehingga sample terlihat masih segar. Pada hari ke 3 semua sampel memiliki nilai yang berbeda. Dosis 2,5 kGy memiliki nilai a yang lebih rendah (16,35) dari dosis yang lainnya dan tanpa iradiasi (blanko). Pada hari ke 7 mengalami perubahan. Dosis 4,5 kGy memiliki nilai yang lebih rendah (16,38) dibandingkan dosis yang lain yang artinya daging dengan dosis 4,5 kGy memiliki penampakan warna yang masih merah dan terlihat masih segar. Gambar 12 memperlihatkan kenaikan nilai a daging dengan beberapa dosis iradiasi dan tanpa dosis iradiasi selama penyimpanan. Warna merah yang dipilih berdasarkan hasil dari 3 dosis iradiasi yaitu 2,5 kGy, 4,5 kGy, 7 kGy.

Bertambahnya mikroorganisme tertentu dan adanya jaringan in vivo yang rusak juga dapat mempengaruhi warna daging. Warna yang terbentuk yaitu warna hijau sulfimioglobin hasil reaksi mioglobin dengan hidrogen sulfida dan oksigen dan warna hijau koleglobin dari reaksi mioglobin dengan hidrogen peroksida. Hal yang sama akan terjadi pada daging dalam bungkusan yang oksigennya terbatas. Oksigen berkurang karena adanya aktivitas biokimia dan mikroorganisme aerobik, dan daging tersebut berubah warnanya menjadi keungu-unguan yang kurang menarik yang dihasilkan dari mioglobin yang tereduksi.

Warna Notasi b

Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning. Dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai 70 untuk warna kuning dan –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Nilai b yang didapat pada penelitian berkisar pada b positif yang menunjukkan tingkat warna kuning pada daging.

Pada umumnya nilai b daging selama penyimpanan mengalami kenaikan. Adanya kenaikan pada nilai b pada daging menunjukkan adanya kenaikan kadar kekuningan pada daging yang berarti kualitas daging tidak bagus. Kadar kekuningan karena daging memiliki kadar lemak. Warna lemak daging bergantung pada pigmen daging yaitu karotenoid yang menyebabkan warna daging menjadi kuning kemerahan. Karotenoid sangat larut dalam air dan merupakan hidrokarbon dengan banyak ikatan tidak jenuh. Bila lemak dihidrogenasi maka akan terjadi hidrogenasi

karotenoid sehingga warna merah akan berkurang dan warna kuning meningkat.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 3 7

lam a penyim panan (hari)

w a rna not a s i b 0 kGy 1 kGy 2,5 kGy 3,5 kGy 4,5 kGy 5,5 kGy 7 kGy

Gambar 13 Hubungan Warna Notasi b terhadap Lama Penyimpanan (hari)

Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan semua sampel tidak berbeda nyata berdasarkan perbedaan dosis tersebut. Pada hari ke 1 sampel dengan dosis 7 kGy memiliki nilai b yang lebih rendah (1,16) dari nilai dosis tanpa iradiasi (blanko) dan dosis yang lainnya sehingga dikatakan dosis 7 kGy memiliki nilai kadar kekuningan yang kecil atau sedikit dan memiliki warna merah yang banyak sehingga daging masih terlihat segar. Pada hari ke 3 dosis 2,5 kGy memiliki nilai b yang rendah (1,06) dari dosis yang lainnya. Pada hari ke 7 menunjukkan dosis 2,5 kGy tetap memiliki nilai b yang paling rendah (1,02). Dosis 2,5 kGy memiliki nilai yang cenderung konstan sehingga dapat dikatakan bahwa warna daging masih terlihat bagus sampai akhir penyimpanan. Gambar 13 memperlihatkan peningkatan nilai b daging dengan beberapa dosis iradiasi dan tanpa iradiasi selama penyimpanan. Warna kuning yang dipilih berdasarkan hasil dari 3 dosis iradiasi yaitu 2,5 kGy, 4,5 kGy, 7 kGy.

Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan untuk mengukur nilai sifat listrik, pH, total bakteri dan nilai laju respirasi.

Frekuensi berpengaruh terhadap bahan dielektrik itu sendiri, yaitu dengan naiknya frekuensi maka semakin banyak gelombang yang ditransmisikan tiap detiknya, sebelum kapasitor terisi penuh arah arus listrik sudah berbalik sehingga terjadi pegosongan muatan pada plat kapasitor dengan cepat yang mengakibatkan muatan dalam kapasitor semakin berkurang dan kemampuan kapasitor untuk menyimpan muatan semakin kecil (Sutrisno 1984).

14

Variasi Kapasitans pada Frekuensi Berbeda Selama Penyimpanan

0 200 400 600 800 1000 1200 1 100 200 300 400 500 600 700 800 900 frekuensi (Hz) kap asi tan si ( µ F ) 0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 14 Hubungan Kapasitans terhadap Frekuensi Berbeda pada Hari 1

0 100 200 300 400 500 600 700 800 1 150 300 450 600 750 900 fre k ue ns i (Hz) k a pa s it a ns i ( µ F) 0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 15 Hubungan Kapasitans terhadap Frekuensi Berbeda pada Hari 2

0 200 400 600 800 1000 1200 10 0 25 0 40 0 55 0 70 0 85 0 frekuensi (Hz) k a p a s ita n s i (µ F ) 0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 16 Hubungan Kapasitans terhadap Frekuensi Berbeda pada Hari 3

0 100 200 300 400 500 600 700 800 1 150 300 450 600 750 900 frekuensi (Hz) kap asi tan si ( µ F ) 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 17 Hubungan Kapasitans terhadap Frekuensi Berbeda pada Hari 4

0 100 200 300 400 500 600 1 150 300 450 600 750 900 frekuensi (Hz) k a pa s it a ns i ( µ F) 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 18 Hubungan Kapasitans terhadap Frekuensi Berbeda pada Hari 5

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1 150 300 450 600 750 900 frekuensi (Hz) kap asit an si ( µ F ) 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 19 Hubungan Kapasitans terhadap Frekuensi Berbeda pada Hari 6 Hasil analisis sidik ragam menunjukkan semua sampel tidak berbeda nyata. Dilihat pada Tabel Lampiran 4 nilai kapasitans mengalami penurunan. Nilai kapasitans sampel tanpa iradiasi pada hari ke 1 dan hari ke 2 mengalami penurunan yang stabil tetapi pada hari ke 3 nilai kapasitansnya mengalami kenaikan kembali yang disebabkan oleh ada bakteri di dalam daging tersebut sudah mulai melakukan proses pembusukan dan mulai menguraikan zat-zat kimia sehingga menimbulkan warna hijau atau kecoklatan dan berbau.

Nilai kapasitans pada sampel dengan dosis 2,5 kGy, 4,5 kGy dan 7 kGy menunjukkan nilai yang tidak berbeda dengan sampel tanpa iradiasi. Pada umumnya nilai kapasitans yang bervariasi terhadap frekuensi mengalami penurunan dengan meningkatnya nilai frekuensi. Pada hari ke 6 semua sampel mulai mengalami pembusukan sehingga nilai kapasitans yang diperoleh tidak stabil. Sampel yang memiliki nilai kapasitans yang kecil artinya memiliki nilai kadar air yang kecil sehingga sampel masih terlihat segar selama penyimpanan yaitu pada sampel dosis 7 kGy. Semakin kecil nilai kadar air maka nilai kapasitansnya semakin rendah dan sebaliknya semakin besar kadar air maka nilai kapasitansnya semakin tinggi dan sampel

15

mengalami pembusukan. Hal ini dikarenakan ketika suatu dielektrik diletakkan di antara keping kapasitor, medan listrik dari kapasitor mempolarisasikan molekul - molekul dielektrik. Hasilnya yaitu terdapat suatu muatan terikat pada permukaan dielektrik yang menghasilkan medan listrik yang berlawanan dengan medan listrik luar. Dengan demikian, medan listrik antara keping-keping kapasitor menjadi lebih lemah dengan adanya dielektrik. Semakin lemah medan listrik maka nilai kapasitansinya mengalami kenaikan. Pada saat sampel diberikan suatu asupan energi yang besar maka molekul-molekul air baik yang terikat maupun yang bebas akan terpecah sehingga molekul air tersebut menjadi mudah lepas. Akibatnya molekul air yang masih terikat pada sampel akan berkurang. Berkurangnya molekul air akan mengakibatkan kemampuan kapasitor untuk menyimpan muatan (nilai kapasitansnya) menjadi kecil. Gambar 20 menunjukkan hubungan kadar air terhadap kapasitans.

0 5 10 15 20 25 74,11 73,88 72,58 72,15 71,83 72,29 1 2 3 4 5 6

kadar air selama penyimpanan (hari)

ka p asi tan s i (mF ) 0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 20 Hubungan Kapasitans terhadap Kadar Air Selama Penyimpanan

Variasi Konstanta Dielektrik pada

Frekuensi Berbeda Selama Penyimpanan

0 5 10 15 20 25 30 35 100 200 300 400 500 frekuensi (Hz) ko n st a n ta d iel ek tr ik 0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 21 Hubungan Konstanta Dielektrik terhadap Frekuensi pada Hari 1

0 5 10 15 20 25 100 200 300 400 500 frekuensi (Hz) k ons ta nt a die le k tr ik 0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 22 Hubungan Konstanta Dielektrik terhadap Frekuensi pada Hari 2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 100 200 300 400 500 frekuensi (Hz) k o ns ta nt a d ie le k tr ik 0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 23 Hubungan Konstanta Dielektrik terhadap Frekuensi pada Hari 3

0 5 10 15 20 25 100 200 300 400 500 frekuensi (Hz) ko n st an ta d iel ekt ri k 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 24 Hubungan Konstanta Dielektrik terhadap Frekuensi pada Hari 4

0 5 10 15 20 25 30 100 200 300 400 500 frekuensi (Hz) k ons ta n ta di e le k tr ik 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 25 Hubungan Konstanta Dielektrik terhadap Frekuensi pada Hari 5

16

0 5 10 15 20 25 30 35 100 200 300 400 500 frekuensi (Hz) ko n st a n ta d ielek tr ik 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 26 Hubungan Konstanta Dielektrik terhadap Frekuensi pada Hari 6 Analisis sidik ragam menunjukkan semua sampel tidak berbeda nyata tetapi pada hari ke 4 sampel menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini dikarenakan dosis iradiasi yang diberikan pada sampel mempengaruhi struktur sampel ditinjau dari dielektriknya. Dosis iradiasi 4,5 kGy memiliki nilai yang nyata terhadap dosis yang lainnya artinya dosis 4,5 kGy mampu mempengaruhi struktur daging. Bahan dielektrik dapat didefinisikan sebagai suatu bahan nonkonduktor yang tidak mempunyai elektron bebas, apabila diberikan suatu medan listrik muatan positif dan muatan negatif akan bergerak kearah elektroda negatif dan positif keadaan ini disebut polarisasi (Harmen 2001). Pengaruh polarisasi mengakibatkan medan listrik diantara keping kapasitor menjadi lemah. Frekuensi mengalami kenaikan maka total polarisasi berkurang dan mengakibatkan konstanta dielektriknya berkurang. Nilai kapasitans berkurang sebanding dengan faktor konstanta dielektriknya (κ).

Pada penyimpanan hari ke 1 sampai hari ke 3 nilai konstanta dielektrik dari sampel blanko tinggi dari sampel dengan dosis yang lain. Ini menyatakan bahwa sampel dengan dosis tanpa iradiasi memiliki ketahanan yang lemah. Semakin besar nilai kapasitansnya maka nilai konstanta dielektriknya semakin besar pula dan kadar air yang dikandung semakin besar artinya bahan tersebut sulit mengalami penguapan sehingga secara fisik daging menjadi lembek.

Selanjutnya pada penyimpanan hari ke 4 sampai hari ke 6 terlihat bahwa sampel yang memiliki nilai konstanta dielektrik yang rendah yaitu sampel dengan dosis 7 kGy. Ini menunjukkan bahwa daging dengan dosis tersebut mampu bertahan sehingga secara fisik terlihat masih bagus artinya nilai kandungan airnya sedikit sehingga terlihat masih segar.

Nilai pH

pH merupakan ukuran keasaman yang dimiliki oleh suatu bahan. Makin rendah nilai pH menyatakan keasaman dan semakin tinggi nilai pH menyatakan sifat basa.

. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6

lam a penyim panan (hari)

pH

0 kGy 2,5 kGy 4,5 kGy 7 kGy

Gambar 27 Hubungan Nilai pH terhadap Lama Penyimpanan (hari)

Analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada semua sampel. Gambar 27 menunjukkan penurunan dan kenaikan nilai pH selama penyimpanan. Penurunan pH pada daging akibat penimbunan asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama poses glikolisis seperti lelah, kelaparan dan ketakuatan. Pada kondisi normal daging mempunyai nilai pH berkisar 5,3-5,7 (pH ultimat) yang merupakan selang pH lingkungan yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Forrest et al 1975).

Pada penyimpanan hari ke 1 dan hari ke 2 nilai pH tidak menunjukkan perbedaan satu sama lain. Pada hari ke 3 semua perlakuan memiliki nilai yang berbeda kecuali pada dosis 2,5 kGy dan 7 kGy yaitu memiliki nilai pH berkisar 5. Nilai pH tertinggi pada dosis tanpa iradiasi yaitu berkisar 7.

Menurut Ilyas (1983) peningkatan nilai pH disebabkan oleh aktivitas bakteri yang mendekomposisi daging serta kerja enzim yang terlihat nyata. Menurut Brown (1982) adanya perombakan protein oleh enzim yang terkandung dalam daging atau mikroba kontaminan, menghasilkan residu berupa senyawa-senyawa alkali seperti amoniak dan nitrogen yang dapat menetralisir asam laktat, sehingga nilai pHnya naik kembali setelah mencapai pH terendah. Sedangkan kecenderungan penurunan nilai pH pada daging yang diiradiasi terjadi karena aktivitas bakteri dan enzim yang dihambat oleh iradiasi.

Pada penyimpanan hari ke 7 nilai pH tidak menunjukkan perbedaan (Tabel Lampiran 7). Dosis 7 kGy memiliki nilai pH 5,5 atau masih dalam selang pH ultimat sehingga sampel dosis 7 kGy memiliki nilai pH yang bagus sampai akhir penyimpanan.

17

Total Bakteri

Prinsip pengawetan dengan iradiasi yaitu merusak komponen sel DNA bakteri perusak sehingga menyebabkan pembelahan sel terganggu. Hal ini sangat bermanfaat untuk memperpanjang umur simpan daging.

Tabel 4 Pengaruh Dosis Iradiasi Berbeda terhadap Jumlah Bakteri Selama Penyimpanan

Lama Penyimpanan (hari) Dosis Iradiasi (kGy) 1 3 6 Blanko 1,1× 107 6,1× 107 2,2× 109 2,5 1,3× 105 4,2× 106 6,9× 108 4,5 7,6× 105 3,7× 106 3,7× 108 7 8,6× 104 1,2× 105 1,3× 106

Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan Tabel 4, jumlah mikroba pada daging yang tidak diiradiasi pada penyimpanan hari ke 1 cukup tinggi yaitu sebesar 1,1× 107, melewati ambang batas SNI yaitu 5 × 105 koloni/g. Perlakuan iradiasi dengan dosis 2,5 kGy mampu menurunkan jumlah bakteri begitu juga dengan dosis 4,5 kGy dan 7 kGy.

Pada penyimpanan hari ke 3, jumlah bakteri pada daging sapi baik pada kontrol maupun yang diberi perlakuan dosis 2,5 kGy dan 4,5 kGy cukup tinggi. Jumlah bakteri pada ketiga perlakuan ini melewati batas SNI yang ditetapkan. Berbeda halnya dengan daging pada dosis 7 kGy, dimana jumlah bakteri pada daging tersebut sebesar 1,2 × 105 koloni/g masih berada di bawah ambang SNI. Tingginya total bakteri pada daging yang mendapat perlakuan iradiasi 2,5 kGy dan 4,5

Dokumen terkait