Karakterisasi Meniran
Karakter Kuantitatif
Hasil sidik ragam terhadap karakter-karakter yang diamati menunjukkan aksesi memberikan pengaruh yang nyata dan sangat nyata pada karakter tinggi tanaman, berpengaruh nyata dan sangat nyata hingga 3 MSP (minggu setelah pindah tanam) terhadap jumlah daun, berpengaruh nyata dan sangat nyata pada karakter diameter batang mulai 2 MSP, serta berpengaruh nyata dan sangat nyata pada karakter jumlah buah pada umur 2 hingga 4 MSP (Tabel 1). Aksesi meniran tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot 100 butir biji.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam aksesi terhadap karakter pertumbuhan Minggu pengamatan (MSP) Karakter pertumbuhan Tinggi tanaman KK (%) Jumlah daun KK (%) Jumlah cabang KK (%) Diameter batang KK (%) Jumlah buah KK (%) 1 ** 12.17 ** 22.56 tn 22.22 tn 25.06 - - 2 * 19.27 * 16.23 tn 21.76 * 17.89 ** 18.48 3 ** 10.35 ** 16.81 tn 25.97 * 17.52 ** 16.55 4 ** 11.06T tn 14.20 tn 24.24 * 10.68 * 16.54T 5 ** 11.69 tn 26.70 tn 26.86 * 12.10 tn 18.74T 6 ** 14.59 tn 24.16 tn 25.52 * 11.06 tn 25.09T 7 ** 18.20 tn 22.52 tn 19.40 * 14.66 tn 27.43T 8 * 27.05T tn 15.54 tn 24.63 ** 10.55 tn 29.50T 9 * 25.85T tn 29.33 tn 23.15 ** 10.21 tn 29.64T
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * = berpengaruh nyata pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata
KK= koefisien keragaman T = hasil transformasi
Pengamatan bobot kering brangkasan dilakukan pada 3 umur panen yaitu 4, 6, dan 9 MSP. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa aksesi memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering brangkasan saat panen apabila dilakukan pada 4 MSP. Aksesi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering brangkasan jika panen dilakukan pada 6 atau 9 MSP (Tabel 2).
Tabel 2. Rekapitulasi hasi sidik ragam aksesi terhadap bobot kering brangkasan
Karakter pengamatan
Bobot kering brangkasan Panen I (4 MSP) Panen II (6 MSP) Panen III (9 MSP) Aksesi ** tn tn KK 15.88% T 25.63% T 24.36% T
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * = berpengaruh nyata pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata
KK= koefisien keragaman T = hasil transformasi
Berdasarkan pertumbuhan tinggi tanaman enam aksesi meniran, setiap aksesi mengalami peningkatan tinggi tanaman selama periode pertumbuhan vegetatif sampai akhir generatif yaitu dari 1 hingga 9 MSP (Tabel 3), hal ini menunjukkan bahwa tanaman meniran merupakan tanaman indeterminate, dimana tanaman masih mengalami pertambahan tinggi tanaman di masa reproduktif karena tipe ini merupakan tipe pertumbuhan tanaman yang batang utamanya tidak diakhiri dengan bunga, namun oleh tunas vegetatif sedangkan bunga muncul di bawah anak daun majemuk. Pengaruh aksesi terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh aksesi terhadap tinggi tanaman
Aksesi Umur tanaman (MSP)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gresik 3.78c 5.97 d 8.28 c 10.13c 10.59c 10.78c 11.22b 11.25c 11.40c Jember 8.22a 10.03bc 12.15b 13.64bc 14.34bc 15.37bc 15.49b 15.67c 16.42c Kebon Kalapa 6.18b 10.95ab 18.24a 24.96a 29.24a 34.62a 38.41a 38.65a 44.03a Leuwikopo 8.44a 7.23 dc 20.47a 27.27a 31.48a 33.72a 36.22a 29.98ab 31.08ab Sawah Baru 9.74a 13.94a 18.24a 23.34a 26.99a 31.98a 37.99a 39.03a 39.50a Semplak 3.48c 6.32 d 10.73c 14.13b 15.74b 17.47b 18.63b 20.28bc 20.75bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.
Karakter kuantitatif yang dipengaruhi secara nyata dan sangat nyata oleh aksesi adalah tinggi tanaman. Pada umur 9 MSP aksesi asal Kebon Kalapa (44.03 cm), Sawah Baru (39.50 cm) dan Leuwikopo (31.08 cm) mempunyai karakter tinggi tanaman yang tidak berbeda (Gambar 1). Keragaan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 1 dan 2.
15
Keterangan : Keragaan tinggi aksesi Kebon Kalapa (a), aksesi Leuwikopo (b), dan aksesi Sawah Baru (c).
Gambar 1. Keragaan tinggi tanaman meniran pada umur 4 MSP.
Keterangan : Keragaan tinggi aksesi Gresik (a), aksesi Jember (b), dan aksesi Semplak (c).
Gambar 2. Keragaan tinggi tanaman meniran pada umur 4 MSP.
Ketiga aksesi tersebut nyata lebih tinggi dibandingkan aksesi Gresik (11.40 cm) yang tidak berbeda nyata dengan aksesi Jember (16.42 cm), sementara itu, aksesi Semplak (20.75) mempunyai tinggi diantara aksesi Leuwikopo, Gresik, Jember (Gambar 2).
Jumlah daun hanya menunjukkan perbedaan antar aksesi sampai umur 3 MSP. Secara umum aksesi Leuwikopo dan Sawah Baru mempunyai jumlah daun lebih banyak dibanding aksesi yang lain (Tabel 4). Pada umur 3 MSP tanaman meniran aksesi Leuwikopo menunjukkan jumlah daun sebanyak 19 daun. Berdasarkan data statistik tidak berbeda nyata dengan aksesi Sawah baru (17
daun), dan tidak berbeda nyata dengan Kebon Kalapa (14 daun), hal ini dapat diartikan bahwa ketiga aksesi asal Leuwikopo, Sawah Baru dan Kebon Kalapa mempunyai karakter jumlah daun yang sama. Pengaruh aksesi terhadap jumlah daun tanaman disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh aksesi terhadap jumlah daun tanaman
Aksesi Umur tanaman (MSP)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gresik 4.40 c 7.53 c 10.73c 15.25 17.92 21.00 21.33 18.83 9.83
Jember 4.27 c 8.60 bc 14.13bc 14.83 17.92 17.78 17.78 19.17 8.17
Kebon Kalapa 7.67 b 11.60b 14.67abc 17.25 22.92 23.22 28.33 32.50 28.00
Leuwikopo 12.93a 15.80a 19.00a 21.25 28.67 27.56 28.39 13.83 16.75
Sawah Baru 12.93a 16.27a 17.60ab 19.33 29.33 27.22 28.56 30.00 30.50
Semplak 5.13 c 7.93 c 11.40c 13.50 16.00 17.33 20.11 22.83 16.33
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.
Pada umur 3 MSP jumlah daun pada aksesi Gresik (10 daun) dan berdasarkan uji statistik tidak berbeda nyata dengan aksesi Jember (14 daun) dan tidak berbeda nyata aksesi asal Semplak (14 daun). Berdasarkan hasil uji analisa statistik, nilai tersebut menunjukkan bahwa ketiga aksesi asal Gresik, Jember dan Semplak mempunyai karakter jumlah daun yang sama nilainya.
Pengamatan terhadap diameter batang tanaman meniran menunjukkan bahwa pada umur 9 MSP diameter batang tanaman meniran pada aksesi Kebon Kalapa yaitu 0.12 cm, yang tidak berbeda nyata dengan aksesi Sawah baru (0.11 cm), dan tidak berbeda nyata dengan aksesi asal Semplak (0.10 cm). Diameter aksesi asal Leuwikopo (0.10 cm) dan aksesi Jember (0.09 cm) tidak berbeda nyata. Pertumbuhan diameter batang disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh aksesi terhadap diameter batang tanaman
Aksesi Umur tanaman (MSP)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gresik 0.04 0.04bc 0.05bc 0.07c 0.07c 0.07c 0.07c 0.08c 0.08c
Jember 0.04 0.04bc 0.06ab 0.08bc 0.08bc 0.08bc 0.08bc 0.09bc 0.09bc
Kebon Kalapa 0.03 0.03c 0.06ab 0.09ab 0.09ab 0.10ab 0.11a 0.12a 0.12a
Leuwikopo 0.05 0.06a 0.07a 0.09a 0.11a 0.10a 0.10ab 0.10ab 0.10b
Sawah Baru 0.05 0.06ab 0.07ab 0.08abc 0.09ab 0.09ab 0.11ab 0.11ab 0.11ab
Semplak 0.04 0.05ab 0.04c 0.08ab 0.09bc 0.09abc 0.09abc 0.10ab 0.10ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.
Meskipun tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang menunjukkan perbedaan antar aksesi, tetapi tidak ada perbedaan yang nyata antar aksesi pada
17
karakter jumlah cabang. Berdasarkan uji statistik, sampai akhir pengamatan yaitu pada saat tanaman berumur 9 MSP, jumlah cabang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata data statistik menunjukkan bahwa jumlah cabang aksesi tidak berbeda nyata dengan semua aksesi, hal ini dapat diartikan bahwa semua aksesi mempunyai karakter jumlah cabang tanaman yang sama (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh aksesi terhadap jumlah cabang tanaman
Aksesi Umur tanaman (MSP)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gresik 1 1 2 3 4 5 7 7 7 Jember 0 1 2 4 4 6 6 7 6 Kebon Kalapa 0 0 0 1 2 4 6 7 6 Leuwikopo 0 1 1 2 2 4 5 6 6 Sawah Baru 0 1 1 3 5 7 8 8 8 Semplak 1 2 2 3 3 4 4 5 5 .
Berdasarkan tabel pertambahan cabang tanaman enam aksesi meniran, terlihat bahwa setiap aksesi mengalami peningkatan jumlah cabang tanaman selama periode pertumbuhan vegetatif sampai akhir generatif yaitu dari 1 hingga 8 MSP, kemudian jumlah cabang menurun untuk semua aksesi pada 9 MSP. Penurunan jumlah cabang beriringan dengan masa hidup tanaman meniran itu sendiri, tanaman meniran berumur 13 minggu, semakin tua tanaman meniran tentu pertumbuhannya akan semakin menurun, termasuk penurunan jumlah cabang. Penurunan jumlah cabang disebabkan semakin banyak cabang yang rontok.
Pengamatan kuantitatif terhadap fase generatif adalah jumlah buah. Tanaman mulai berbuah pada 2 MSP. Buah meniran biasanya dari bunga mekar sampai panen/rontok perlu waktu tujuh hari. Tabel 7 menunjukkan buah yang ada pada tanaman pada setiap periode pengamatan (tidak termasuk buah yang rontok atau telah dipanen karena dianggap telah melalui masak fisiologis dengan ciri warna buah lebih kusam dan ukuran benih lebih besar dari benih dengan warna lebih muda, kulit buah terasa lebih kering bila dibanding dengan kulit buah yang belum masak, bobot kering meningkat, kadar air menurun, bila buah diambil saat masak fisiologis dan disimpan dalam kertas, maka buah akan pecah secara alami). Pemanenan buah dilakukan pada umur 3, 5, dan 8 MSP. Jumlah buah tanaman meniran disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh aksesi terhadap jumlah buah pertanaman
Aksesi Umur tanaman minggu setelah pindah tanam (MSP)
2 3* 4 5* 6 7* 8 9
Gresik 6.40 c 12.53c 25.83b 24.67 30.11 25.78 17.33 8.83
Jember 8.60 c 14.33c 23.33b 28.17 26.56 18.11 10.83 13.50
Kebon Kalapa 36.00b 47.67a 52.58a 48.67 49.22 47.56 31.00 36.67
Leuwikopo 47.93a 43.73ab 50.33a 50.33 49.11 43.67 12.83 6.17
Sawah Baru 50.67a 35.47b 47.33a 47.67 51.78 50.11 38.00 33.17
Semplak 7.33 c 12.00c 20.50b 26.08 33.11 22.56 7.50 24.67
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT. Panen buah dilakukan pada 3, 5 dan 7 MSP. Perhitungan jumlah buah dilakukan sebelum buah dipanen pada minggu tersebut.
Jumlah buah dipengaruhi oleh perbedaan aksesi hanya pada umur 2 hingga 4 MSP. Umur 4 MSP tanaman meniran aksesi Kebon Kalapa menunjukkan jumlah buah sebanyak 52 buah. Berdasarkan uji satistik, tidak berbeda nyata dengan aksesi Leuwikopo dan Sawah Baru, dimana aksesi Leuwikopo (50 buah) dan Sawah Baru (47 buah), sementara itu pada umur 4 MSP aksesi Semplak (20 buah) yang tidak berbeda nyata dengan aksesi Gresik (25 buah) dan tidak berbeda nyata dengan asal Jember (23 buah) (Tabel 7). Pada akhir pengamatan yaitu pada saat tanaman berumur 9 MSP, jumlah buah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Tanaman meniran dipanen dengan mencabut seluruh tanaman (akar, batang, daun) karena setiap bagiannya berguna untuk obat. Produksi biomassa kering yang tinggi disebabkan karena pertambahan tinggi tanaman yang diikuti dengan semakin banyak cabang, semakin banyak daun dan semakin besar diameter batang sehingga menghasilkan produksi brangkasan kering yang tinggi. Hasil panen brangkasan kering tanaman meniran disajikan pada Gambar 3.
Pengamatan hasil panen (brangkasan) dilakukan pada tiga periode pengamatan, yaitu pada 4, 6, dan 9 MSP. Pemanenan dilakukan pada tanaman yang berbeda disetiap periode pengamatan, namun masih dalam satu ulangan. Gambar 3 menunjukkan aksesi Leuwikopo, aksesi Kebon Kalapa dan aksesi Sawah Baru dapat dikelompokkan pada aksesi yang mempunyai bobot kering brangkasan yang tinggi pada panen 4, 6, dan 9 MSP. Aksesi Gresik, aksesi Jember, dan aksesi Semplak dapat dikelompokkan pada aksesi yang menunjukkan bobot panen brangkasan rendah (Gambar 3).
19
Gambar 3. Bobot kering brangkasan tanaman meniran
Masing-masing mempunyai potensi produksi (dinilai dari bobot kering brangkasan) yang berbeda-beda, potensi produksi aksesi Gresik 0.38 g, aksesi Jember 0.45 g, aksesi Kebon Kalapa 1.23 g, aksesi Leuwikopo 2.35 g, aksesi Sawah Baru 1.94 g, aksesi Semplak 0.67 g.
Karakter Kualitatif
Karakterisasi adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi sifat-sifat tanaman berdasarkan karakter-karakter yang dimiliki tanaman tersebut. Karakterisasi juga dapat dilakukan untuk mengetahui potensi suatu tanaman (Nursandi, 1997). Analisis gerombol adalah analisis yang digunakan untuk mengelompokkan objek yang diamati berdasarkan peubah-peubah atau karakter yang diamati. Ukuran yang digunakan dalam analisis ini adalah kemiripan atau
0.10 b 0.15 b 0.23 b 0.39 a 0.25 b 0.18 b 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
Gresik Jember Kebon
Kalapa Leuwikopo Sawah Baru Semplak B obot k er ing br ang k as an 4 MSP (g ) 0.29 0.20 0.43 0.84 0.69 0.51 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80
Gresik Jember Kebon
Kalapa Leuwikopo Sawah Baru Semplak B obo t k er ing brang k asan 6 MSP (g ) 0.38 0.45 1.23 2.35 1.94 0.67 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
Gresik Jember Kebon
Kalapa Leuwikopo Sawah Baru Semplak B obot k er ing br ang k as an 9 MSP (g ) Aksesi
ketidakmiripan. Karakter-karakter yang digunakan sangat menentukan hasil penggerombolan. Hasil penggerombolan ditampilkan dalam bentuk dendrogram melalui metode penggerombolan berhirarki pautan rataan (Gomez dan Gomez, 1995).
Pengelompokan berdasarkan karakteristik tanaman didasarkan pada deskripsi morfologi dari masing-masing tanaman. Pengelompokan karakter tanaman dapat merujuk pada International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI), namun untuk tanaman meniran belum terdapat deskripsi karakternya. Oktavidiati (2012) telah melakukan pengelompokan meniran, pengelompokan dilakukan berdasarkan karakter agronomi. Pengelompokan berdasarkan karakter morfologi meniran belum terdapat rujukan dari penelitian sebelumnya. Pengelompokan karakter meniran pada penelitian ini didasarkan pada morfologi tumbuhan yang telah dilakukan oleh Tjitrosoepomo (2009).
Karakter morfologi tanaman yang diamati, meliputi 11 karakter kualitatif antara lain warna batang, warna cabang, warna daun muda dan daun tua, warna bunga, warna buah, warna akar, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk biji dan bentuk daun. Hasil pengujian karakter kualitatif disajikan dalam bentuk dendogram yang menunjukkan tingkat kedekatan kekerabatan antar aksesi yang diuji (Gambar 4).
Metode analisis untuk menggerombolkan aksesi berdasarkan tingkat kemiripan, dengan metode ini dapat dilihat keragaman aksesi berdasarkan seluruh peubah yang diamati. Hasil analisis dapat menampilkan jarak perbedaan dan kesamaan berbagai aksesi dalam bentuk dendrogram disajikan pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil analisis dengan dendrogram, pengelompokan I terbagi menjadi dua gerombol utama dengan koefisien kemiripan sebesar 11.58%, kelompok terdiri atas aksesi Gresik, aksesi Semplak, aksesi Kebon Kalapa, aksesi Leuwikopo, aksesi Sawah Baru. Kelompok yang terdiri atas aksesi Jember. Pengelompokan II, dengan koefisien kemiripan 45.21% membagi aksesi menjadi tiga gerombol, aksesi Jember terpisah dari dua gerombol yang lain, aksesi Gresik dan Semplak pada satu gerombol serta Kebon Kalapa, Leuwikopo, Sawah Baru pada gerombol yang lain (Gambar 4).
21 Aksesi K em ir ip an ( % ) Jem ber Saw ah B aru Leuw ikop o Keb on K alap a Sem plak Gre sik 11.58 41.05 70.53 100.00 I II III IV V
Gambar 4. Dendrogram kemiripan aksesi
Pengelompokan III dengan koefisien kemiripan 76.63% membagi aksesi menjadi dua gerombol yaitu aksesi Gresik dan aksesi Semplak. Berdasarkan pengelompokan IV, aksesi menggerombol menjadi dua gerombol yaitu aksesi Kebon Kalapa, aksesi Leuwikopo dan aksesi Sawah Baru dengan koefisien kemiripan 76.63%. Koefisien dengan kemiripan tertinggi dengan nilai 100%, menggerombolkan aksesi Kebon Kalapa dan aksesi Leuwikopo.
Karakter yang menentukan terbentuknya pengelompokkan I dengan koefisien kemiripan 11.58% terdiri atas kemiripan karakter warna akar, bentuk bunga, bentuk buah dan bentuk daun tunggal. Koefisien kemiripan 11.58% mempunyai arti dimana dua gerombol utama hanya memiliki kemiripan sebesar 11.58%. Artinya dari keenam aksesi yaitu aksesi Gresik, Jember, Kebon Kalapa, Leuwikopo, Sawah Baru dan aksesi Semplak hanya memiliki kemiripan sebesar 11.58%. Karakter kualitatif yang mewakili nilai koefisien kemiripan 11.58% terdiri atas karakter warna akar, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk biji dan bentuk anak daun.
Pengelompokan II, dengan koefisien kemiripan 45.21% membagi aksesi menjadi dua gerombol yang terdiri atas aksesi Gresik, aksesi Semplak dan aksesi Kebon Kalapa, aksesi Leuwikopo, aksesi Sawah Baru. Karakter kualitatif yang
membentuk gerombol aksesi tersebut adalah warna buah, warna akar, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk biji dan bentuk anak daun. Artinya karakter tersebut mewakili sebanyak 45.21% kemiripan antar aksesi pada pengelompokkan II.
Karakter yang menentukan terbentuknya pengelompokkan III aksesi Gresik dan aksesi Semplak, pengelompokkan IV dengan koefisien kemiripan 77.63% terdiri atas karakter warna cabang, warna daun muda, warna daun tua, warna bunga, warna buah, warna akar, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk biji warna buah, warna akar, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk biji, bentuk anak daun, artinya karakter tersebut mewakili kemiripan aksesi sebesar 77.63% dari karakter aksesi yang dianalisis.
Kemiripan karakter yang tinggi akan ditandai dengan semakin tingginya nilai koefisien kemiripan. Hal ini terbukti pada karakter pada aksesi Kebon Kalapa dan aksesi Leuwikopo yang mempunyai kemiripan karakter yang sangat tinggi dan akhirnya menentukan kedua aksesi membentuk kelompok V dengan koefisien kemiripan 100%. Artinya aksesi Kebon Kalapa dan aksesi Leuwikopo mempunyai karakter yang sangat mirip yang terdiri atas karakter warna batang, warna cabang, warna daun muda, warna daun tua, warna bunga, warna buah, warna akar, bentuk bunga, bentuk buah bentuk biji dan bentuk anak daun antar kedua aksesi.
Perbedaan kelompok aksesi tersebut (Gambar 4) dapat digunakan untuk mengetahui kesamaan dan kekerabatan antar aksesi, hal ini dikuatkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa genotipe yang berada pada kelompok yang sama, memiliki kesamaan dan tingkat kekerabatan yang dekat (Faiza, 2010).
Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat pada pengelompokkan II bahwa bahwa aksesi Kebon Kalapa, Leuwikopo dan aksesi Sawah Baru mengelompok pada kelompok yang sama, artinya ketiga aksesi mempunyai kekerabatan yang tinggi berdsarkan karakter yang telah dianalisis. Hal ini karena kondisi lingkungan tumbuh tanaman tidak berbeda jauh dan berasal dari daerah yang sama yaitu Bogor, berbeda dengan aksesi Gresik dan aksesi Semplak, walaupun berasal dari tempat yang berbeda, aksesi ini menggerombol karena mempunyai karakter morfologi yang sama, yang terdiri atas karakter warna cabang, warna daun muda, warna daun tua, warna bunga, warna buah, warna akar, bentuk bunga, bentuk
23
buah, bentuk biji warna buah, warna akar, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk biji, bentuk anak daun.
Aksesi Jember sangat berbeda dari kelima aksesi lain, kemiripannya kurang dari 11.58%, hanya meliputi kemiripan karakter warna akar, bentuk bunga, bentuk buah dan bentuk daun tunggal. Pada kemiripan 11.58% aksesi Jember sudah terpisah dari kelima aksesi yang lain. Aksesi Jember tidak mengelompok bersama dengan ketiga aksesi yang lain, hal ini karena aksesi Jember memiliki kekerabatan yang cukup berbeda jauh. Perbedaan menonjol aksesi Jember dibandingkan aksesi lain terletak pada karakter warna buah (merah), warna cabang (merah keunguan), sementara pada aksesi lain berwarna hijau.
Kekerabatan yang jauh ini dapat dianalisis melalui karakter kualitatif. Karakter kualitatif yang menyebabkan adanya perbedaan pengelompokan antara lain warna batang, warna cabang, warna bunga dan warna buah. Hal ini dapat terjadi karena aksesi Jember mempunyai warna yang berbeda dengan warna karakter batang, cabang, bunga dan buah bila dibandingkan dengan kelima aksesi yang lain. Perbedaan ini terlihat jelas pada karakter kualitatif warna cabang dan buah yang disajikan dalam Gambar 5 dan 6.
Keterangan: a. Aksesi Gresik, warna batang hijau, b.Aksesi Jember, warna batang merah keunguan, c. Aksesi Kebon Kalapa, warna batang hijau, d. Aksesi Leuwikopo, warna batang hijau, e. Aksesi Sawah Baru, warna batang hijau, f. Aksesi Semplak, warna batang hijau.
Keterangan: a. Aksesi Gresik, warna buah hijau, b.Aksesi Jember, warna buah merah, c. Aksesi Kebon Kalapa, warna buah hijau, d. Aksesi Leuwikopo, warna buah hijau, e. Aksesi Sawah Baru, warna buah hijau, f. Aksesi Semplak, warna buah hijau.
Gambar 6. Warna buah enam aksesi meniran
Indriani (2000) menyebutkan bahwa aksesi yang berasal dari satu negara atau letak geografis yang sama cenderung memiliki jarak genetik yang dekat. Keragaman genetik yang terjadi cenderung disebabkan oleh adaptasi yang terus menerus sehingga terjadi perubahan-perubahan baik secara biokimia maupun fisiologisnya. Sebaliknya menurut Hartati (2007), pengelompokan tidak berhubungan dengan letak geografis melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan.
Keragaman pada meniran, telah dieksplorasi oleh Emmyzar et al., (1993) yang menyatakan bahwa meniran hijau lebih dominan hasilnya baik untuk pertumbuhan maupun produksi dibanding dengan meniran merah. Oktavidiati (2012) menambahkan bahwa meniran hijau (Gresik) menunjukkan respon pertumbuhan dan peningkatan biomassa yang tinggi pada berbagai perlakuan naungan dan pemupukan, meniran hijau menunjukkan kemampuan untuk menggunakan hara nitrogen, fosfor dan kalium yang lebih tinggi dibandingkan dengan meniran merah. Menurut Oktavidiati et al. (2011) kandungan total filantin
dan hipofilantin tertinggi diperoleh pada meniran Gresik. Keragaman pada aksesi
merah menunjukkan respon pertumbuhan dan peningkatan biomassa total yang rendah tetapi menunjukkan kemampuan beradaptasi pada kondisi cahaya penuh
25
maupun di bawah naungan. Aksesi merah dengan pemberian pupuk kandang + NPK memberikan kandungan antosianin tertinggi. Meniran merah secara genetis mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Meniran merah mempunyai kandungan antosianin yang tinggi pada daunnya. Meniran merah pada penelitian Oktavidiati (2012) mempunyai warna merah pada seluruh bagian pertanaman (daun, batang dan buah), namun pada peneltian ini aksesi Jember hanya mempunyai karakter warna merah pada cabang dan buah saja.
Pada penelitian ini, perbedaan yang terdapat pada aksesi Jember merupakan salah satu keragaman genetik pada tanaman meniran. Adanya perbedaan antar aksesi yang diteliti pada percobaan ini, menunjukkan adanya keragaman genetik pada tanaman meniran, menurut Oktavidiati (2012) hal ini dapat terjadi karena adanya mutasi spontan dan seleksi alami yang terjadi sehingga timbul perbedaan genetik antar aksesi.
Seleksi akan sulit dilakukan pada karakter yang mempunyai keragaman genetik yang sempit. Okatvidiati (2012) menyatakan keragaman suatu populasi tanaman dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Keragaman yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang baik dalam proses seleksi karena proses perbaikan karakter tanaman dapat sesuai yang diharapkan.
Menurut Bermawie et al. (2006), terdapat keragaman tanaman meniran terhadap karakter morfologi kuantitatif yang terdiri atas karakter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah bunga per tangkai daun, jumlah helaian daun per tangkai daun, panjang dan lebar daun. Informasi yang dihasilkan dari karakterisasi tanaman meniran dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih bahan pemuliaan yang memiliki kontribusi dalam menghasilkan meniran yang unggul, terutama untuk sifat daya hasil tinggi.
Hasil pengelompokan aksesi meniran berdasarkan kuantitatif selaras dengan kelompok berdasarkan karakter kualitatif untuk aksesi Kebon Kalapa, aksesi Leuwikopo, aksesi Sawah Baru. Data kuantitatif dan kualitatif juga menunjukkan bahwa aksesi Gresik menggerombol bersama dengan aksesi Semplak. Aksesi yang mengerombol dalam satu kelompok dalam dendrogram berdasarkan kuantitatif memiliki karakter morfologi yang sama. Data kuantitatif
aksesi Jember terlihat tidak jauh berbeda dengan data kuantitatif aksesi Gresik dan aksesi Semplak, namun data kualitatif aksesi Jember menunjukkan hal yang berbeda dengan aksesi Gresik dan aksesi Semplak. Aksesi Kebon Kalapa, Leuwikopo dan Sawah Baru mempunyai keunggulan dalam hal produksi brangkasan yang tinggi, aksesi Jember mempunyai keistimewaan dalam hal warna buah yang merah. Menurut Oktavidiati (2012) meniran merah secara genetis mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Kandungan total filantin dan
hipofilantin tertinggi diperoleh pada aksesi Gresik. Deskripsi masing-masing
aksesi berdasarkan penelitian ini selengkapnya disajikan pada Lampiran 3 dan 4.
Pengaruh Pra perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Meniran
Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Salah satu tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Salah satunya dengan melakukan pra perkecambahan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh. Pengaruh aksesi terhadap tolok ukur DB dan KCT pada berbagai perlakuan pra perkecambahan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rekapitulasi pengaruh berbagai aksesi terhadap DB dan KCT pada