• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa dan volume pada biopelet (Saputro et al. 2012). Demirbas (1999) menambahkan bahwa kerapatan ditentukan oleh tekanan yang digunakan pada proses densifikasi. Kerapatan biopelet yang semakin tinggi dapat mempermudah proses penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Adapa et al. 2009). Nilai kerapatan biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Kerapatan biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 1.02-1.17g/cm3. Kerapatan biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 1.17 g/cm3. Sedangkan nilai kerapatan biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 1.02 g/cm3.

Gambar 1 Kerapatan biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit

1.02b 1.11a 1.13a 1.14a 1.17a 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 0 25 50 75 100 K er apa tan ( g/ cm ³)

7 Kerapatan biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar Swedia (SS 18 71 20), Amerika (PFI), dan Jerman (DIN 51371). Sedangkan yang memenuhi standar Austria (ONORM M 7135) terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%, 75%, dan 100%. Serta yang memenuhi standar Prancis (ITEBE) hanya terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100%. Perbandingan nilai kerapatan biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kerapatan di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 1. Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan nilai kerapatan yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kerapatan biopelet akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan biopelet lainnya. Sedangkan nilai kerapatan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25%, 50%, 75%, dan 100% memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan biopelet.

Tabel 1 Perbandingan standar mutu kerapatan biopelet di beberapa negara

Sumber Kerapatan (g/cm3)

Standar Austria (ONORM M 7135)a >1.12

Swedia (SS 18 71 20)a >0.60

Standar Amerika (PFI)b >0.64

Standar Jerman (DIN 51371)a 1.00- 1.40

Prancis (ITEBE)C >1.15

Hasil Penelitian 1.02 - 1.17

Sumber : a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)

Kerapatan biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar selulosa pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar selulosa cangkang kelapa sawit sebesar 26.6% sedangkan kadar selulosa tandan kosong kelapa sawit sebesar 36.81% (Novitri dan Nova 2010). Menurut Nelson dan Cox (2005), selulosa pada biomassa dapat memberikan kekuatan pada serat. Menurut Shaw (2008), lignin berperan sebagai perekat alami yang mampu berkontribusi terhadap kekuatan briket pada bahan lignoselulosa. Sehingga saat proses pengempaan dengan tekanan tinggi menyebabkan lignin masuk ke dalam rongga udara yang terdapat di antara partikel yang berukuran kecil dan seragam dan mengikat serat pada tandan kosong kelapa sawit. Selain itu tingginya kadar hemiselulosa pada tandan kelapa sawit mampu menjadi perekat alami. Menurut Bhattacharya et al. 1998, terjadi ikatan secara alami yang disebabkan oleh komponen perekat yang terdapat dalam hemiselulosa telah terdegradasi.

Keteguhan Tekan

Keteguhan tekan merupakan kemampuan suatu bahan yang memiliki daya tahan atau kekuatan untuk menahan tekanan luar sehingga menyebabkan bahan

8

tersebut pecah atau hancur. Uji keteguhan tekan biopelet bertujuan untuk menentukan daya tahan biopelet saat proses transportasi dan penyimpanan. Nilai keteguhan tekan biopelet berbanding lurus dengan daya tahan biopelet (Nurwigha 2012). Nilai keteguhan tekan biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 2. Keteguhan tekan biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 23.73-209.52 kgf/cm2. Keteguhan tekan biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 209.52 kgf/cm2. Sedangkan nilai keteguhan tekan biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 23.73 kgf/cm2.

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan nilai keteguhan tekan yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka nilai keteguhan tekan biopelet akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada keteguhan tekan menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap keteguhan tekan biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai keteguhan tekan menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh nyata terhadap keteguhan tekan biopelet lainnya. Sedangkan nilai keteguhan tekan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% dan 25% memberikan pengaruh yang sama terhadap keteguhan tekan biopelet. Selain itu nilai keteguhan tekan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50% dan 75% juga memberikan pengaruh yang sama terhadap keteguhan tekan biopelet.

Gambar 2 Keteguhan tekan biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan dan keteguhan tekan biopelet berbanding lurus. Keteguhaan tekan biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar selulosa pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar selulosa cangkang kelapa sawit sebesar 26.6% sedangkan kadar selulosa tandan kosong kelapa sawit sebesar 36.81% (Novitri dan Nova 2010). Menurut Nelson dan Cox (2005), selulosa pada biomassa dapat memberikan kekuatan pada serat. Sehingga dengan adanya ikatan antar serat mampu meningkatkan nilai keteguhan tekan

23.73c 48.02c 117.50b 124.71b 209.52a 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 0 25 50 75 100 K et eguh an t eka n ( kgf /cm 2 )

9 biopelet. Menurut Rahman (2011), ukuran serbuk yang semakin kecil dan seragam menghasilkan nilai keteguhan tekan yang semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena ukuran bahan yang kecil mampu mengisi rongga udara pada biopelet, sehingga menutupi rongga udara pada biopelet. Pada penelitian ini ukuran serbuk seragam sehingga tidak memberikan pengaruh pada nilai keteguhan tekan biopelet akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit.

Kadar Air

Kadar air adalah rasio kandungan air dalam bahan yang hilang selama proses pengeringan dibanding dengan berat bahan awal. Kadar air merupakan salah satu parameter penentu kualitas biopelet yang berpengaruh pada nilai kalor pembakaran, kemudahan menyala, daya pembakaran, dan jumlah asap yang dihasilkan selama pembakaran (Rahman 2011). Kadar air biopelet yang semakin tinggi menyebabkan nilai kalor pembakaran biopelet semakin rendah dan asap yang dihasilkan semakin banyak. Sehingga efisiensi pembakaran biopelet akan menurun dan saat proses penyalaan akan semakin sulit karena api terlebih dahulu menguapkan air (Hansen et al. 2009).

Nilai kadar air biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Kadar air biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2.38-4.76%. Kadar air biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 4.76%. Sedangkan kadar air biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 2.38%. Kadar air biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE). Perbandingan nilai kadar air biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kadar air di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 2.

Gambar 3 Kadar air biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan kadar air yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kadar air akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kadar air menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai

2.38c 3.23b 3.67b 4.00b 4.76a 0.00 2.00 4.00 6.00 0 25 50 75 100 K ada r a ir (%)

10

kadar air menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air biopelet lainnya. Selain itu, biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air biopelet lainnya. Tetapi, nilai kadar air biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 25%, 50%, dan 75% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air biopelet.

Tabel 2 Perbandingan standar mutu kadar air biopelet di beberapa negara

Sumber Kadar air (%)

Standar Austria (ONORM M 7135)a <10

Swedia (SS 18 71 20)a ≤10

Standar Jerman (DIN 51371)a <12

Prancis (ITEBE)b ≤15

Hasil Penelitian 2.38 - 4.76

Sumber : a)Hahn (2004); b)Douard (2007)

Kadar air biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar air pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Nurwigha (2012) kadar air cangkang kelapa sawit sebesar 8.91% sedangkan kadar air tandan kosong kelapa sawit sebesar 15.3% (Nugraha 2014). Selain itu, pada proses densifikasi tinggi rendahnya tekanan mesin dapat mempengaruhi nilai kadar air biopelet. Tekanan yang tinggi menyebabkan biopelet semakin padat, halus, dan seragam, sehingga partikel biomassa mengisi pori yang kosong dan menurunkan molekul air yang dapat menempati pori-pori tersebut (Rahman 2011). Karena adanya pemanasan saat pencetakan biopelet sehingga molekul air dalam bahan baku menguap.

Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang merupakan kandungan hidrokarbon dalam suatu bahan bakar (Zamirza 2009). Kadar zat terbang bahan bakar yang semakin tinggi akan menghasilkan jumlah asap yang semakin tinggi (Hendra dan Pari 2000). Nurwigha (2012) menambahkan bahwa kadar zat terbang yang semakin tinggi akan menghasilkan efisiensi pembakaran yang semakin rendah. Nilai kadar zat terbang biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 4. Kadar zat terbang biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 67.24-72.83%. Kadar zat terbang biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 72.83%. Sedangkan kadar zat terbang biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 67.24%.

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan kadar zat terbang yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kadar zat terbang biopelet akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kadar zat terbang menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap kadar zat terbang biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar zat terbang menunjukkan

11 bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya. Selain itu, biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya. Hasil biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 75% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar zat terbang biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%. Selain itu, pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar zat terbang biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%.

Gambar 4 Kadar zat terbang biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Kadar zat terbang yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar hemiselulosa dan air pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Fuwape dan Akindele (1997) kadar zat terbang yang tinggi dipengaruhi oleh komponen kimia seperti zat ekstraktif, hemiselulosa, dan air yang mudah menguap pada saat pembakaran suhu tinggi. Kadar hemiselulosa pada tandan kosong kelapa sawit cukup tinggi dan kadar air pada tandan kosong kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan cangkang kelapa sawit. Sehingga kadar zat terbang akan semakin tinggi dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit. Selain itu, kadar zat terbang biopelet yang tinggi disebabkan karena tidak adanya proses karbonisasi. Liliana (2010) menyatakan bahwa karbonisasi mampu mengurangi kadar zat terbang karena tidak terdapat oksigen dalam proses karbonisasi yang menyebabkan hilangnya komponen zat terbang dari bahan dan karbon tetap tertinggal dalam bahan.

Kadar Abu

Kadar abu merupakan bahan sisa proses pembakaran yang tidak memiliki unsur karbon atau nilai kalor (Nugrahaeni 2008). Komponen utama abu dalam biomassa berupa kalsium, potassium, magnesium, dan silika (Ragland dan Aerts 1991). Kadar abu yang tinggi beresiko terbentuknya endapan atau kerak mineral pada saat pembakaran, sehingga mengakibatkan permukaan tungku kotor, korosi,

67.24d 69.39c 70.23bc 70.66b 72.83a 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 0 25 50 75 100 K ada r zat t er b an g (% )

12

dan konduktifitas termal serta kualitas pembakaran menurun. Kadar abu yang semakin rendah akan menghasilkan biopelet yang semakin baik (Prasetyo 2004).

Nilai kadar abu biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 5. Kadar abu biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4.50-7.41%. Kadar abu biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 7.41%. Sedangkan kadar abu biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% sebesar 4.50%. Kadar abu biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini tidak memenuhi standar Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Amerika (PFI), dan Jerman (DIN 51371). Namun, biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar Prancis (ITEBE) kecuali pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0%. Perbandingan nilai kadar abu biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kadar abu di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 3.

Gambar 5 Kadar abu biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Hasil penelitin Saragih (2013) menunjukkan bahwa kadar abu biopelet yang mengandung cangkang kelapa sawit murni sebesar 1.59%. Sehingga penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan kadar abu yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kadar abu biopelet akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kadar abu menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar abu menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet lainnya. Hasil biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar abu biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 75%. Biopelet pada penambahan tandan kosong 50% dan 75% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar abu biopelet. Pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar abu biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%.

7.41a 4.50d 4.67cd 4.84bc 5.05b 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 0 25 50 75 100 K ada r ab u (%)

13 Tabel 3 Perbandingan standar mutu kadar abu biopelet di beberapa negara

Sumber Kadar abu (%)

Standar Austria (ONORM M 7135)a <0.50

Swedia (SS 18 71 20)a <0.70

Amerika (PFI)b <3.00 (Premium)

<1.00 (Standar)

Standar Jerman (DIN 51371)a ≤1.5

Prancis (ITEBE)c ≤6.00

Hasil Penelitian 2.38 - 4.76

Sumber : a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)

Kadar abu biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh kadar abu tandan kosong kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan cangkang kelapa sawit. Kadar abu cangkang kelapa sawit sebesar 0.6% (Pranata 2007) dan kadar abu tandan kelapa sawit sebesar 1.6% (Eka 2000). Menurut Rahman (2011) kadar silika pada biomassa yang semakin tinggi, akan menghasilkan abu yang semakin tinggi saat proses pembakaran.

Kadar Karbon Terikat

Karbon terikat menunjukkan jumlah material padat terbakar setelah komponen zat terbang menghilang dari bahan tersebut. Karbon terikat adalah komponen fraksi karbon (C) yang terdapat di dalam bahan selain air, abu, dan zat terbang (Speight 2005). Kadar karbon sebagai parameter kualitas bahan bakar karena mempengaruhi besarnya nilai kalor. Kandungan kadar karbon terikat yang semakin tinggi akan menghasilkan nilai kalor semakin tinggi, sehingga kualitas bahan bakar akan semakin baik (Saputro et al. 2012). Karbon terikat dipengaruhi oleh unsur penyusunnya seperti karbon, hidrogen, dan oksigen (Basu 2010). Nilai kadar karbon terikat biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 6. Kadar karbon terikat biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 17.36%-22.97%. Kadar karbon terikat biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 22.97%. Sedangkan kadar karbon terikat terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 17.36%.

Gambar 6 Kadar karbon terikat biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

22.97a 22.89a 21.42ab 20.51b 17.36c 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 0 25 50 75 100 K ada r ka rb o n t er ika t( % )

14

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding terbalik dengan kadar karbon terikat yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kadar karbon terikat biopelet akan semakin rendah. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kadar air menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar karbon terikat menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat biopelet lainnya. Sedangkan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0%, 25%, dan 50% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar karbon terikat biopelet. Serta biopelet pada penambahan tandan kosong 75% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar karbon terikat biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%.

Hasil penelitian menunjukkan kadar karbon terikat biopelet dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu. Kadar zat terbang dan kadar zat abu yang semakin tinggi akan menghasilkan kadar karbon terikat yang semakin rendah. Karena menurut Nurwigha (2012) selama proses pembakaran dalam menghasilkan energi jumlah karbon yang bereaksi dengan oksigen rendah. Kadar zat terbang yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dipengaruhi oleh rendahnya kadar lignin pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar lignin cangkang kelapa sawit sebesar 29.4%, sedangkan kadar lignin pada tandan kosong kelapa sawit sebesar 15.07% (Novitri dan Nova 2010). Kadar karbon di dalam lignin relatif tinggi dibandingka n selulosa dan hemiselulosa, sehingga mampu menaikkan kadar karbon terikat pada biopelet.

Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan parameter penting dalam menentukan efisiensi suatu bahan bakar. Nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, dan kadar karbon terikat (Basu 2010). Kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu berbanding terbalik dengan nilai kalor (Haygreen dan Bowyer 1986; Yuniarti et

al. 2011; Fang et al. 2013). Sedangkan kadar karbon terikat berbanding lurus

dengan nilai kalor (Saputra et al. 2012). Selain itu kadar lignin yang tinggi akan meningkatkan nilai kalor (White 1987). Nilai kalor biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 7. Nilai Kalor biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4172.5-4666 kal/g. Nilai kalor biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 4666 kal/g. Sedangkan nilai kalor terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 75% sebesar 4172.5 kal/g.

15

Gambar 7 Nilai kalor biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Nilai kalor biopelet pada penelitian ini telah memenuhi standar Swedia (SS 18 71 20) dan Prancis (ITEBE). Biopelet yang memenuhi standar Austria (ONORM M 7135) terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0%, 25%, dan 50%. Serta biopelet yang memenuhi standar Jerman (DIN 51371) terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25%, 50%, dan 75%. Perbandingan nilai kalor biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kalor di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan standar mutu nilai kalor biopelet di beberapa negara

Sumber Kalor (kal/g)

Standar Austria (ONORM M 7135)a ≥4299.3

Swedia (SS 18 71 20)a ≥4036.6

Standar Jerman (DIN 51371)a 4179.9-4657.6

Prancis (ITEBE)b ≥4036.6

Hasil Penelitian 4172.5-4666

Sumber : a)Hahn (2004); b)Douard (2007)

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding terbalik dengan nilai kalor yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong sawit kelapa sawit, maka nilai kalor akan semakin rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan lignin tandan kosong kelapa sawit lebih rendah dibandingkan cangkang kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar lignin cangkang kelapa sawit sebesar 29.4%, sedangkan kadar lignin pada tandan kosong kelapa sawit sebesar 15.07% (Novitri dan Nova 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air yang semakin tinggi menghasilkan nilai kalor yang semakin rendah. Karena kalor terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan komponen air dalam biopelet (Nurwigha 2012). Selain itu, nilai kadar karbon terikat yang semakin tinggi menghasilkan nilai kalor yang semakin tinggi. Hal ini terjadi karena tingginya kandungan karbon dalam biopelet yang dapat terbakar (Nurwigha 2012).

4666 4456.50 4389 4205.50 4172.5 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 25 50 75 100 N ila i ka lo r ka l/ g

16

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan tandan kosong kelapa sawit pada biopelet dapat menaikkan kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu. Namun penambahan tandan kosong kelapa sawit pada biopelet dapat menurunkan kadar karbon terikat dan nilai kalor biopelet. Biopelet yang dihasilkan memiliki nilai kerapatan berkisar antara 1.02-1.17g/cm3, keteguhan tekan berkisar antara 23.73-209.52 kgf/cm2, kadar air berkisar antara 2.38-4.76 %, kadar zat terbang berkisar antara 67.24-72.83 %, kadar abu berkisar 4.50-7.41%, kadar karbon terikat berkisar antara 17.36-22.97%, dan nilai kalor berkisar antara 4172.5-4666 kal/g. Biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% bagus untuk dijadikan bahan bakar alternatif karena memiliki nilai kalor yang tinggi, sedangkan kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar air rendah.

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengurangi nilai kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu biopelet. Serta upaya meningkatkan nilai kerapatan, keteguhan tekan, dan kadar karbon terikat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai kalor biopelet cangkang dan tandan kosong kelapa sawit. Serta perlu adanya uji pembakaran biopelet cangkang dan tandan kosong kelapa sawit yang meliputi

Dokumen terkait