• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus

Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini didominasi oleh rerumputan dan tumbuhan liar lainnya, seperti Harendong. Sisa tumbuhan penutup tanah (basal cover) dan pohon pinus menjadi sumber bahan organik yang dimanfaatkan oleh organisme tanah. Hutan Pinus ini terkadang dilalui oleh petani atau warga yang memanfaatkan pohon pinus untuk diambil getahnya sehingga pada beberapa tempat tanah pada hutan ini mengalami pemadatan.

Gambar 2. Penggunaan lahan hutan pinus.

Kebun Sayuran

Komoditas yang ditanam pada kebun sayuran di desa ini cukup beragam, seperti wortel, caisin, tomat, kol, brokoli, jagung, dan kacang-kacangan. Di beberapa lahan ditemukan penanaman berbagai komoditas pada bedeng yang berbeda pada ladang yang sama. Pada lahan ini dilakukan pengolahan tanah yang cukup intensif, yakni tiap 1-4 bulan tergantung komoditas yang ditanam.

Kebun Cabai

Penggunaan lahan sebagai kebun cabai dibedakan dengan kebun sayuran. Hal ini karena karakteristik kebun yang sedikit berbeda. Pada penggunaan lahan sebagai kebun cabai pengolahan tanah relatif lebih jarang. Tanaman cabai dipanen beberapa kali hingga usia tanaman sekitar delapan bulan. Selama rentang waktu awal tanam hingga panen terakhir, pengolahan tanahnya tergolong minimum.

Gambar 4. Penggunaan lahan kebun cabai.

Lahan Berumput

Wilayah yang ditutupi rumput umumnya merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan. Pada beberapa bagian, rumput tumbuh cukup rapat menutupi permukaan tanah. Sedangkan pada bagian lainnya, intensitas tutupan rumput lebih jarang dan keadaan rumput relatif kering. Wilayah ini terkadang dilalui oleh petani atau warga sehingga cenderung agak terganggu. Perakaran rumput berupa akar serabut. Akar serabut cukup banyak menempati pori tanah. Pada kedalaman 0-20 cm tanah lahan berumput ditemui makrofauna tanah, yakni semut.

Gambar 5. Penggunaan lahan berumput.

Pemukiman

Pembangunan pemukiman dibuat berjajar di salah satu sisi lereng bukit dan tidak dominan dibanding lahan pertanian. Penggunaan lahan sebagai pemukiman di wilayah ini sebagian besar dibangun dengan halaman rumah yang sangat

minimum. Jarak antar satu rumah dengan rumah yang lain hanya dibatasi dengan dinding tembok rumah itu sendiri. Adapun halaman yang cukup luas umumnya digunakan sebagai tempat parkir atau tempat singgah kendaraan dan aktivitas manusia sehingga permukaan tanah relatif padat. Permukaan tanah juga ditumbuhi lumut sehingga pori permukaan tanah tertutup dan relatif kedap.

Gambar 6. Penggunaan lahan pemukiman.

Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan Bobot Isi

Bobot isi tanah pada kelima penggunaan lahan pada kedalaman 0-20 cm secara berurutan dari nilai tertinggi yakni 1,14 g/cm3 (pemukiman), 0,95 g/cm3 (hutan pinus), 0,89 g/cm3 (lahan berumput), 0,83 g/cm3 (kebun sayuran), dan 0,80 g/cm3 (kebun cabai). Pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah masing-masing penggunaan lahan bernilai 0,96 g/cm3 (pemukiman), 0,94 g/cm3 (lahan berumput), 0,93 g/cm3 (kebun cabai), 0,90 g/cm3 (hutan pinus) dan 0,80 g/cm3 (kebun sayuran). Perbandingan bobot isi tanah pada lapisan atas (kedalaman tanah 0-20 cm) dan lapisan di bawahnya (kedalaman 20-40 cm) pada kelima penggunaan tanah disajikan pada Gambar 7.

0,95 0,83 0,89 1,14 0,80 0,93 0,96 0,94 0,80 0,90 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20

Hutan Pinus Kebun

Sayuran

Kebun Cabai

Rumput Pemukiman

Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

Gambar 7. Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan.

B o b o t isi ( g /cm 3 )

Hutan Pinus

Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa bobot isi tanah hutan pinus sebesar 0,95 g/cm3 (kedalaman 0-20 cm ) dan 0,90 g/cm3 (pada kedalaman 20-40 cm). Menurut Hanafiah (2005), bobot isi tanah hutan pinus pada kedua kedalaman tanah termasuk ringan. Adanya aktifitas vegetasi dan flora-fauna tanah yang didukung pula oleh pasokan bahan organik yang tersedia menyebabkan bobot isi relatif ringan. Akar tumbuhan dan flora-fauna tanah menciptakan biopori sehingga tanah tidak menjadi padat. Bahan organik yang terdapat pada lahan ini berperan sebagai pemicu aktivitas mikroorganisme yang kemudian membantu penggemburan tanah dan penciptaan biopori. Namun, Hutan Pinus ini terkadang dilalui oleh petani atau warga yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada lapisan teratas sehingga bobot isi pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah pada kedalaman 20-40 cm.

Lahan Berumput

Bobot isi tanah lahan berumput sebesar 0,89 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan sebesar 0,94 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7) dan keduanya tergolong ringan. Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah lahan berumput pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah 5,75 %. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas flora dan fauna habitat rerumputan mampu menggemburkan lapisan tanah teratas secara nyata. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah lahan berumput 3,90 % lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus. Bobot isi yang tinggi dipengaruhi oleh gangguan aktifitas manusia yang menyebabkan pemadatan tanah. Selain itu, lahan berumput yang diamati diduga merupakan lapisan bagian dalam tanah yang telah disingkap melalui penterasan yang kemudian belum sempat dimanfaatkan sehingga bobot isi tanah tinggi.

Kebun Sayuran

Bobot isi tanah kebun sayuran pada kedalaman 0-20 cm senilai 0,83 g/cm3 dan 0,80 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7). Menurut klasifikasi Hanafiah (2005), bobot isi tanah kebun sayuran tersebut termasuk ringan. Pada kedalaman 0-20 cm, bobot isi tanah kebun sayuran 12,11 % lebih rendah daripada

bobot isi tanah Hutan Pinus. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah kebun sayuran 11,63 % lebih rendah dibandingkan bobot isi Hutan Pinus. Berdasarkan Tan (2009), rendahnya bobot isi tanah merupakan dampak dari pengolahan tanah dan penambahan pupuk kandang.

Kebun Cabai

Bobot isi tanah kebun cabai bernilai 0,80 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,93 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7). Berdasarkan klasifikasi Hanafiah (2005), bobot isi tanah kebun cabai tersebut termasuk ringan. Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah kebun cabai pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah 15,02 %. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah kebun cabai 2,79% lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus.

Tanah pada kebun sayuran dan kebun cabai mengalami proses pengolahan tanah. Tanah sengaja digemburkan sehingga bobot isi tanah menjadi ringan (Tan, 2009). Selain itu, pada tanah kebun sayuran dan kebun cabai dilakukan penambahan pupuk kandang sehingga bobot isi tanah lebih rendah daripada bobot isi tanah Hutan Pinus.

Lahan Pemukiman

Hasil pengamatan bobot isi menunjukkan bahwa tanah pada penggunaan lahan pemukiman memiliki bobot isi lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai maupun tanah lahan berumput (Gambar 7). Nilai bobot isi tanah lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm sebesar 1,14 g/cm3 dan 0,96 g /cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Menurut klasifikasi Hanafiah (2005), nilai bobot isi tanah pemukiman pada kedua kedalaman tergolong ringan. Dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus, bobot isi tanah pemukiman lebih tinggi 20,14 % pada kedalaman 0-20 cm dan lebih tinggi 6,29 % pada kedalaman 20-40 cm.

Faktor utama penyebab tingginya bobot isi tanah pada tanah pemukiman adalah pemadatan tanah (soil compaction). Adanya intensitas aktivitas manusia dan kendaraan pada permukaan tanah lahan ini menyebabkan agregat tanah dan termampatkan pori-pori tanah sehingga tanah menjadi padat. Pemadatan ini

berpengaruh langsung terhadap lapisan 0-20 cm. Sedangkan lapisan 20-40 cm terlindungi oleh lapisan diatasnya sehingga tidak terlalu terpadatkan. Namun, bobot isi pada lapisan 20-40 cm akan menjadi lebih tinggi lagi jika intensitas lalu lalang manusia dan kendaraan semakin intensif dan dalam jangka waktu yang lama.

Total Ruang Pori

Hasil pengamatan total ruang pori pada kedalaman 0-20 cm menunjukkan urutan total ruang pori dari total ruang pori tertinggi yakni 56,71 % (kebun cabai), 55,23 (kebun sayuran), 51,99 % (lahan berumput), 49,06 % (hutan pinus) dan 38,80 % (pemukiman). Pada kedalaman 20-40 cm, urutan total ruang pori pada masing-masing penggunaan lahan yakni 57,00 % (kebun sayuran), 51,34 % (hutan pinus), 49,98 % (kebun cabai), 49,43 % (lahan berumput) dan 48,28 % (pemukiman). Nilai total ruang pori pada berbagai penggunaan lahan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Total ruang pori tanah pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan lahan Kedalaman tanah (cm) Total ruang pori tanah (% bobot) Hutan Pinus 0-20 49,06 20-40 51,34 Kebun Sayuran 0-20 55,23 20-40 57,00 Kebun Cabai 0-20 56,71 20-40 49,98 Lahan berumput 0-20 51,99 20-40 49,43 Pemukiman 0-20 38,80 20-40 48,28 Hutan Pinus

Tanah pada penggunaan lahan hutan pinus memeiliki total ruang pori senilai 49,06 % (kedalaman 0-20 cm) dan 52,34 % (kedalaman 20-40 cm) (Tabel 3). Pada penggunaan lahan hutan pinus, pori-pori tanah terbentuk sebagai akibat adanya aktivitas perakaran dan organisme tanah. Aktivitas mikroorganisme tanah dan perakaran pinus serta tanaman penutup tanah lainnya membantu pembentukan pori-pori tanah. Total ruang pori tanah pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah

daripada total ruang pori tanah pada kedalaman 20-40 cm. Hal ini terjadi akibat adanya pemadatan tanah pada lapisan teratas.

Lahan Berumput

Pada lahan berumput, total ruang pori tanah pada kedalaman 0-20 cm adalah 51,99 % dan pada kedalaman 20-40 cm adalah 49,43 % (Tabel 3). Aktivitas perakaran rumput dan organisme tanah seperti semut meningkatkan ruang pori total tanah pada lapisan atas lahan berumput. Total ruang pori tanah pada lahan berumput lebih rendah dibandingkan dengan total ruang pori tanah pada kebun sayuran dan cabai. Hal ini terjadi karena lahan berumput digunakan sebagai tempat aktivitas manusia sehingga relatif lebih padat.

Kebun Sayuran

Penggunaan lahan kebun sayuran memiliki total ruang pori tanah sebesar 55,23 % pada kedalaman 0-20 cm dan 57,00 % pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 3). Tanah pada penggunaan lahan ini mengalami pengolahan tanah. Proses pengolahan tanah menyebabkan tanah pada lahan ini lebih gembur dibandingkan tanah pada pemukiman, lahan berumput, dan hutan pinus. Dengan demikian, total ruang pori tanah kebun sayuran lebih tinggi dibandingkan total ruang pori lahan pemukiman, lahan berumput dan hutan pinus.

Kebun Cabai

Total ruang pori tanah pada penggunaan lahan kebun cabai adalah 56,71 % pada kedalaman 0-20 cm dan 49,98 % pada kedalam 20-40 cm (Tabel 3). Pengolahan tanah yang dilakukan berpengaruh terhadap tingginya total ruang pori kebun cabai. Penggemburan tanah melalui pencangkulan dan penambahan pupuk kandang menyebabkan total ruang pori tanah kebun cabai lebih tinggi daripada total ruang pori lahan pemukiman, lahan berumput dan hutan pinus.

Lahan Pemukiman

Dari Tabel 3 diketahui bahwa tanah pada penggunaan lahan pemukiman memiliki total ruang pori paling rendah dibandingkan total ruang pori tanah pada penggunaan lahan lainnya. Pada kedalaman 0-20 cm, toal ruang pori tanah lahan pemukiman adalah 38,80 %. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, total ruang pori tanah lahan pemukiman adalah 48,28 %. Faktor utama rendahnya total ruang

pori tanah pada penggunaan lahan pemukiman adalah faktor pemadatan tanah. Permukaan tanah pada penggunaan lahan pemukiman mengalami tekanan yang cukup besar dari aktivitas manusia dan lalu-lintas kendaraan.

Distribusi Pori

Hasil pengamatan distribusi pori pada kedalaman 0-20 cm menunjukkan urutan total pori drainase tertinggi hingga terendah sebagai berikut; 21,81 % (kebun cabai), 19,85 % (hutan pinus), 17,55 % (lahan berumput), 10,28 % (kebun sayuran) dan 4,24 % (pemukiman). Pada kedalaman 20-40 %, urutan total pori drainase tertinggi hingga terendah adalah 20,21 % (kebun sayuran), 19,53 % (kebun cabai), 19,29 % (hutan pinus), 15,93 % (lahan berumput) dan 14,95 % (pemukiman) (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi pori pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan lahan KT (cm) TRP PDSC PDC PDL TPD PK PH ………...……..% volume……….. Hutan Pinus 0-20 46.44 10,56 2,30 6,99 19.85 1,73 24,86 20-40 46.42 12,34 4,62 2,33 19.29 3,76 23,38 Kebun Sayuran 0-20 45.95 3,66 4,61 2,01 10.28 9,88 25,78 20-40 45.55 17,20 2,49 0,52 20.21 6,15 19,19 Kebun Cabai 0-20 45.62 17,17 3,78 0,87 21.81 6,45 17,35 20-40 46.46 16,59 1,39 1,55 19.53 3,89 23,04 Lahan berumput 0-20 46.38 14,79 0,86 1,90 17.48 5,85 22,98 20-40 46.45 11,47 3,05 1,41 15.93 6,23 24,29 Pemukiman 0-20 44.13 0,37 0,61 3,26 4.24 4,32 35,57 20-40 46.40 9,63 1,39 3,92 14.95 0,71 30,75 KT : Kedalaman tanah TRP : Total ruang pori

PDSC : Pori drainase sangat cepat PDC : Pori drainase cepat

PDL : Pori drainase lambat TPD : Total pori drainase PK : Pori kapiler PH : Pori higroskopis

Pori kapiler pada kedalaman 0-20 cm secara berurutan dari tertinggi hingga terendah adalah 9,88 % (kebun sayuran), 6,45 % (kebun cabai), 5,85 % (lahan berumput), 4,32 % (pemukiman) dan 1,73 % (hutan pinus). Pada kedalaman 20-40 cm, urutan pori kapiler tertinggi hingga terendah adalah 6,23 % (pemukiman), 6,15 % (kebun cabai), 3,89 % (lahan berumput), 3,76 % (kebun sayuran) dan 0,71 % (hutan pinus) (Tabel 4).

Urutan pori higroskopis tertinggi hingga terendah pada kedalaman 0-20 cm yakni 35,57 % (pemukiman), 25,78 % (kebun sayuran), 24,86 % (hutan pinus), 22,98 % (lahan berumput) dan 17,35 % (kebun cabai). Pada kedalaman 20-40 cm, urutan pori higroskopis tertinggi hingga terendah adalah 30,75 % (pemukiman), 24,29 % (lahan berumput), 23,38 % (hutan pinus), 23,04 % (kebun cabai) dan 19,19 (kebun sayuran) (Tabel 4).

Kurva pF untuk masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Gambar 8, 9, 10, 11 dan 12.

Gambar 8. Kurva pF penggunaan lahan hutan pinus.

Gambar 10. Kurva pF penggunaan lahan kebun cabai.

Gambar 11. Kurva pF penggunaan lahan berumput.

Gambar 12. Kurva pF penggunaan lahan pemukiman.

Hutan Pinus

Distribusi pori tanah pada penggunaan lahan hutan pinus yakni 10,56 % pori drainase sangat cepat, 2,30 % pori drainase cepat, 6,99 % pori drainase lambat, 1,73 % pori kapilar dan 24,86 % pori higroskopis (kedalaman 0-20 cm). Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, pori sangat cepat mencapai 12,34 %, pori

cepat 4,62 %, pori lambat 2,33 %, pori kapilar 3,76 % dan pori higroskopis 23,38 % (Tabel 4).

Komposisi ini merupakan hasil interaksi antara aktifitas berbagai organisme pada tanah hutan pinus. Mulai dari perakaran pinus yang dapat membentuk pori drainase sangat cepat, hingga mikroorganisme yang dapat membentuk pori kapilar. Adanya bahan organik meningkatkan aktifitas organisme tanah sehingga jumlah pori drainase tanah tinggi (Jury, Gardner dan Gardner, 1991).

Lahan Berumput

Pada kedalaman 0-20 cm, distribusi pori tanah pada lahan berumput menunjukkan jumlah pori drainase sangat cepat 14,79 %, pori drainase cepat 0,86 %, pori drainase lambat 1,90%, pori kapiler 5,85 % dan pori higrokopis 22,98 % (Tabel 4). Distribusi pori menunjukkan jumlah pori drainase sangat cepat sebanyak 11,47 %, pori drainase cepat sebanyak 3,05%, pori drainase lambat sebanyak 1,41 %, pori kapilar 6.23 %, dan pori higroskopis 24,29 % (Tabel 4).

Tanah pada lahan berumput memiliki pori drainase lebih banyak dari pada pori drainase tanah pada lahan pemukiman. Hal ini terjadi karena pada lahan berumput terdapat aktivitas perakaran dan organisme tanah. Aktivitas organisme tanah, terutama semut, menghasilkan pori drainase (Hamblin, 1985 dalam Lal dan Shukla, 2004) dan akar rumput yang mati menyebabkan pori-pori tanah menjadi kosong. Selain itu, gangguan akibat aktivitas manusia dan kendaraan pada lahan berumput lebih ringan dibandingkan aktivitas manusia dan kendaraan pada lahan pemukiman. Gangguan aktivitas ringan ini pulalah yang menyebabkan pori drainase lahan berumput lebih rendah dibanding kebun sayuran, kebun cabai dan hutan pinus.

Kebun Sayuran

Jumlah pori drainase sangat cepat pada tanah kebun sayuran mencapai 3,66 %, pori drainase cepat 4,61 %, pori drainase lambat 2, 01 % , 9,88 % pori kapiler dan 25,78 % pori higroskopis. Pada kedalaman 20-40 cm, pori drainase sangat cepat mencapai 17,20 %, pori drainase cepat 2,49 %, pori drainase lambat 0,52% pori kapilar 6,15% dan pori higroskopis sebesar 19,19 % (Tabel 4).

Rendahnya pori drainase sangat cepat pada kedalaman 0-20 cm diakibatkan oleh intensitas pengolahan tanah yang cukup tinggi. Pada penggunaan lahan kebun sayuran dilakukan pengolahan tanah. Perlakuan ini menyebabkan penurunan bobot isi dan pori drainase sangat cepat. Akan tetapi, seiring pertumbuhan tanaman, aktifitas akar, bahan organik dan organisme tanah terjadi perbaikan sifat fisik tanah, diantaranya pori-pori tanah.

Kebun Cabai

Lahan kebun cabai mengalami pengolahan tanah yang lebih jarang dibandingkan lahan kebun sayuran. Pada saat pengamatan, lahan cabai mencapai masa tanam sekitar lebih dari enam bulan. Hal ini berarti, hampir selama enam bulan terakhir lahan tersebut tidak dikenai pencangkulan. Dengan demikian, pori-pori tanah relatif memiliki waktu lebih lama untuk peningkatan jumlah pori-pori.

Pori drainase sangat cepat tanah kebun cabai mencapai 17,17% pada kedalaman 0-20 cm dan 16,59 % pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 4). Pada kedalaman 0-20 cm, tanah kebun cabai memiliki 3,78% pori drainase cepat, 0,87 % pori drainase lambat, 6,45 % pori kapilar dan 17,35% pori higroskopis. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm tanah kebun cabai memiliki 1,39 % pori drainase cepat, 1,55 % pori drainase lambat, , 3,89 % pori kapilar dan 23,04 % pori higroskopis (Tabel 4). Pori drainase sangat cepat kebun cabai lebih banyak dibandingkan pori drainase sangat cepat pada tanah kebun sayuran. Hal ini disebabkan pengolahan tanah pada tanah kebun cabai lebih jarang dibandingkan pengolahan tanah pada kebun sayuran.

Lahan Pemukiman

Distribusi pori pada tanah pemukiman pada kedalaman 0-20 cm terdiri dari 0,37 % pori drainase sangat cepat, 0,61% pori drainase cepat, 3,26 % pori drainase lambat, 4,32 % pori kapilar dan 35,57% pori higroskopis. Pada kedalaman 20-40 cm, distribusi pori tanah pemukiman terdiri dari 9,63 % pori drainase sangat cepat, 1,39 % pori drainase cepat, 3,92 % pori drainase lambat dan 0,71 % pori kapilar dan 30,75 % pori higroskopis (Tabel 4).

Pori-pori yang dominan pada tanah pemukiman adalah pori higroskopis. Jumlah pori ini mencapai 39,89 % (90,39% dari total ruang pori tanah) pada

kedalaman 0-20 cm dan 31,46 % (67,79 % dari total ruang pori tanah) pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 4). Dominasi pori higroskopis terjadi akibat adanya pemadatan tanah. Lalu-lalang kendaraan dan manusia pada permukaan tanah menyebabkan agregat tanah termampatkan dan jumlah pori drainase menurun.

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan

Laju infiltrasi rata-rata konstan tanah hutan pinus merupakan laju infiltrasi rata-rata konstan tertinggi, yakni sebesar 660 mm/jam. Dalam klasifikasi laju infiltrasi Kohnke (1968), laju infiltrasi konstan tersebut termasuk sangat cepat. Laju infiltrasi konstan dengan nilai tersebut diklasifikasikan sebagai laju sedang-lambat. Nilai rata-rata laju infiltrasi konstan pada kelima penggunaan lahan disajikan pada Tabel 5.

Rata-rata laju peresapan konstan air tanah pada kebun cabai sebesar 180 mm/jam. Laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan kebun sayuran sebesar 140 mm/jam. Kedua laju infiltrasi termasuk laju infiltrasi konstan cepat. Demikian pula pada penggunaan lahan berumput, laju infiltrasi konstan tergolong cepat dengan nilai rata-rata sebesar 136 mm/jam. Adapun pada penggunaan lahan pemukiman, laju infiltrasi rata-rata konstan hanya sebesar 7,33 mm/jam

Tabel 5. Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan lahan Rataan laju infiltrasi

konstan (mm/jam)

Klasifikasi laju infiltrasi Kohnke (1968) Hutan Pinus 660 Sangat cepat Kebun Cabai 180 Cepat Kebun Sayuran 140 Cepat Lahan berumput 136 Cepat Pemukiman 7,33 Sedang-lambat Perbandingan laju infiltrasi pada kelima penggunaan lahan disajikan pada Gambar 13. Terlihat bahwa laju infiltrasi dari berbagai penggunaan lahan di awal waktu memperlihatkan perbedaan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ketika mencapai laju infiltrasi konstan dimana perbedaannya mengecil. Pada awal waktu laju infiltrasi lebih ditentukan oleh pori drainase, sedangkan ketika mendekati konstan, laju infiltrasi lebih dikendalikan oleh pori yang berukuran lebih kecil yaitu pori kapiler dan higroskopis.

Gambar 13. Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan.

Hutan Pinus

Laju infiltrasi tanah maksimum dan laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan hutan pinus merupakan laju infiltrasi tertinggi (Gambar 13). Tingginya laju infiltrasi pada penggunaan lahan hutan pinus dipengaruhi oleh jumlah pori drainase. Distribusi pori tanah hutan pinus menunjukkan jumlah pori drainase sebanyak 19,85 % pada kedalaman 0-20 cm dan 19,29 % pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 4). Selain itu, vegetasi hutan dan kontinuitas biopori tanah yang terbentuk secara alami juga berpengaruh besar terhadap tingginya infiltrasi tanah. Tanaman membentuk saluran air di dalam tanah melalui sisa-sisa akar yang membusuk sehingga air meresap lebih mudah (Sofyan, 2006).

Lahan Berumput

Laju infiltrasi lahan berumput lebih rendah dibandingkan laju infiltrasi tanah hutan pinus (Gambar 13). Meskipun lahan berumput memiliki bobot isi lebih rendah dan pori total yang lebih tinggi dibandingkan hutan pinus, namun total pori drainase tanah lahan berumput lebih rendah daripada total pori drainase hutan pinus. Selain itu, pada lahan berumput, perakaran rumput hanya lebat pada lapisan atas (0-20 cm) saja, dan berkurang pada lapisan tanah kedalaman 20-40 cm. Selain itu, lahan berumput diduga merupakan bekas lapisan bagian dalam tanah yang telah disingkap melalui penterasan yang kemudian belum sempat dimanfaatkan dan ditumbuhi rumput sehingga baru lapisan atasnya saja yang telah mengalami penggemburan akibat perakaran rerumputan sehingga aliran air agak terhambat dibanding hutan pinus.

Kebun Sayuran

Penggunaan lahan kebun sayuran memiliki laju infiltrasi yang lebih rendah dibandingkan laju infiltrasi hutan pinus (Gambar 13). Pada kedalaman 0-20 cm, total ruang pori tanah pada kebun sayuran (55,23 %) lebih tinggi daripada total ruang pori hutan pinus (49,06 %) (Tabel 3). Meskipun demikian, total pori drainase hutan pinus lebih tinggi dibandingkan total pori drainase kebun sayuran (Tabel 3). Selain itu, tutupan tajuk vegetasi pada kebun sayuran lebih jarang dibandingkan tutupan tajuk vegetasi hutan pinus. Hal ini mengakibatkan terjadinya efek pukulan air hujan pada kebun sayuran yang mengakibatkan pori tanah tertutup sehingga menurunkan laju infiltrasi.

Kebun Cabai

Penggunaan lahan kebun cabai memiliki laju infiltrasi tanah yang lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi kebun sayuran (Gambar 13). Pada kedalaman 0-20 cm, total ruang pori tanah kebun cabai (56,71 %) lebih tinggi daripada total ruang pori tanah kebun sayuran (55,23 %) (Tabel 3). Selain itu, jumlah pori drainase kebun sayuran pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah daripada jumlah pori drainase kebun cabai (Tabel 4).

Rata-rata laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan kebun cabai lebih tinggi daripada rata-rata laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan kebun sayuran (Gambar 13). Total ruang pori tanah kebun cabai lebih tinggi daripada total ruang pori tanah kebun sayuran. Jumlah pori drainase kebun cabai ( 17,17 %) pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi daripada jumlah pori drainase kebun sayuran (10,28 %) (Tabel 4). Hal ini terjadi karena pengolahan tanah kebun sayuran lebih intensif daripada pengolahan tanah di kebun cabai. Dengan demikian, laju infiltrasi tanah kebun cabai lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah kebun sayuran.

Lahan Pemukiman

Tanah pada lahan pemukiman memiliki laju infiltrasi konstan paling rendah dibanding laju infiltrasi konstan penggunaan lahan hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai dan lahan berumput (Gambar 13). Faktor utama rendahnya laju infiltrasi maksimum dan laju infiltrasi konstan tanah pada tanah pemukiman

adalah adanya pemadatan tanah. Aktivitas lalu lintas kendaraan dan manusia menyebabkan tanah menjadi padat. Adanya pemadatan menyebabkan bobot isi tanah menjadi tinggi, yakni senilai 1,14 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm (Gambar 7) dengan total pori total tanah terendah, yaitu 38,80 (% bobot).

Akibat lain dari pemadatan adalah susunan dan distribusi pori didominasi pori higroskopis sebesar 35,57% (Tabel 4) atau sekitar 80,61 % dari total ruang pori tanah. Minimnya pori drainase tanah pemukiman, yakni hanya sebesar 0,37 %, menyebabkan air sulit meresap. Selain itu, tumbuhnya lumut pada permukaan tanah dan menutupi pori permukaan tanah turut memperlambat laju infiltrasi. Dengan demikian laju infiltrasi pada penggunaan lahan pemukiman menjadi paling rendah dibandingkan laju infiltrasi pada penggunaan lahan lainnya.

Model Infiltrasi

Pemodelan infiltrasi digunakan untuk membuat kurva laju infiltrasi yang

Dokumen terkait