• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampus IPB Darmaga memiliki luas ± 277.16 ha yang secara geografis terletak di antara garis lintang 6° 33’ 22” Selatan hingga 6° 33’ 46” Selatan dan garis bujur 106° 43’ 32” Timur hingga 106° 43’ 55” Timur. Kampus IPB diapit oleh dua anak Sungai Cisadane yaitu Sungai Ciapus di sebelah Utara dan Sungai Cihideung di sebelah Barat.

Jenis tanah di Kampus IPB Dramaga termasuk dalam jenis tanah latosol coklat kemerahan dengan tekstur tanah halus. Wilayah Kampus IPB bergelombang dengan punggung – punggung memanjang. Berdasarkan uji sondir dalam Final

Report Soil Investigation untuk Perencanaan Pekerjaan Pembangunan Gedung

Pendidikan IPB (2011) dapat disimpulkan bahwa jenis tanah permukaan adalah tanah lempung sangat lunak sampai lunak kelanauan dan lunak bercampur organik.

Data curah hujan dan data iklim diperoleh dari stasiun klimatologi Dramaga yang terletak pada 06° 33' 13” LS dan 106° 44' 59” BT dengan elevasi 190 m dpl. Curah hujan rata – rata menunjukkan bahwa stasiun Dramaga memiliki jumlah bulan basah berturut-turut sebanyak 9 bulan (September s/d Mei). Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari hingga Februari yang merupakan puncak tertinggi terjadinya limpasan.

.

Gambar 6 Limpasan dan genangan di sekitar GWW – FEMA

Tiga lokasi utama di kampus IPB, yaitu parkiran GWW, Jalan Dekanat FEMA, dan Jalan Ramin seringkali mengalami banjir saat terjadi hujan. Gambar 6 menunjukkan limpasan dan genangan di sekitar area GWW – FEMA. Keadaan saluran drainase terkini kampus menunjukkan perawatan dan pemetaan yang tidak baik. Hal ini dapat dilihat dari sedimentasi saluran serta tidak adanya peta saluran drainase kampus pada direktorat sarana dan prasarana kampus IPB Darmaga, Bogor.

11

Tata Guna Lahan (Landuse)

Seiring dengan pertumbuhan manusia, kini sekitar 30-50 % permukaan bumi telah mengalami transformasi (Vitousek 1997). Urbanisasi telah menyebabkan perubahan yang ekstensif pada permukaan daratan melampaui batasnya (Lambin 1999). Tata guna lahan (landuse) menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan sehingga penggunaan lahan dapat dibatasi agar tidak berlebihan.

Tata guna lahan akan berdampak pada limpasan (run off) yang mengalir ke saluran drainase sampai ke outlet. Perubahan tata guna lahan akan mempengaruhi 2 macam limpasan, yaitu limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan (Derek 1991). Limpasan ini dapat sangat menggangu jika tidak ditangani dengan sistem drainase yang baik.

Pada dasarnya, tata guna lahan setiap tempat maupun wilayah akan berbeda-beda sesuai dengan pengembangan daerah tersebut dan hal inilah yang menyebabkan tata guna lahan pada setiap daerah akan terus berubah sehingga tidak akan pernah sama dengan kondisi awalnya. Pada pengamatan serta digitasi tata guna lahan menggunakan software ArcGIS 10, tata guna lahan yang ada pada daerah sekitar GWW – FEMA diketahui berupa aspal/paving, bangunan, lahan kosong, danau dan vegetasi tanaman yang memenuhi daerah tersebut. Adapun tata guna lahan sekitar GWW – FEMA ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7 Tata guna lahan dekitar gedung GWW–FEMA

Luas total tata guna lahan daerah GWW – FEMA yang mencapai 25.59 ha ini terdiri dari beberapa luasan tata guna lahan lainnya seperti aspal/paving (5.32 Ha), bangunan (5.59 ha), danau (0.50 ha) dan vegetasi (14.18 ha) yang mendominasi tata guna lahan pada daerah ini. Tabel 3 menunjukkan komposisi tata guna lahan pada daerah sekitar GWW – FEMA.

Tabel 3 Luas tata guna lahan sekitar GWW - FEMA

No. Landuse Luas (ha) Luas Total (ha) Persentase Luas (%)

1 Aspal/Paving 5.32 25.59 20.78 2 Bangunan 5.59 21.83 3 Vegetasi 14.18 55.42 4 Danau 0.50 1.97

Pemanfaatan lahan akan berdampak pada tata guna lahan sangat mempengaruhi limpasan (runoff) yang akan terjadi pada suatu lokasi. Hal ini disebabkan koefisien limpasan dari masing-masing bangunan tersebut berbeda-beda (Lampiran 2). Semakin banyak lahan yang dimanfaatkan untuk gedung akan berdampak pada tingginya limpasan (runoff) yang terjadi saat hujan turun. Hal ini tidak akan berdampak buruk jika saluran drainase di tata dengan baik dan benar. Drainase yang tidak tertata dengan baik akan menimbulkan masalah bagi pengguna jalan karena luapan air dari saluran sehingga dapat menyebabkan rusaknya jalan akibat genangan di jalan.

Penyebab lain dari hal ini juga dapat diakibatkan dari kurangnya daerah resapan air sekitar gedung, karena pada dasarnya setiap gedung harus memilki drainase dan resapan yang baik agar air yang keluar tidak tergenang atau melimpas di jalan. Hal inilah yang biasa di kenal dengan konsep zero runoff system (ZROS) atau konsep pembangunan dengan mengurangi limpasan sekecil mungkin. Konsep

zero runoff system (ZROS) ini sendiri akan sangat dipengaruhi oleh seberapa

banyak air yang bisa diresapkan pada tanah tanpa membuangnya ke sungai dan tidak menggenang pada jalan.

Pada konsep zero runoff system (ZROS), tata guna lahan (landuse) adalah faktor yang paling utama yang harus diperhatikan karena pengaruh tata guna lahan akan sangat berdampak pada limpasan (runoff) dan perencanaan konsep tersebut dengan tata guna lahan (landuse) yang sudah ada sebelumnya. Tata guna lahan

(landuse) bisa sangat bermacam-macam penggunaannya karena hal tersebut akan

didasarkan pada kondisi lokasi serta master plan yang akan direcanakan pada lokasi tersebut.

Analisis Pola Aliran

Pola aliran merupakan hal utama yang perlu di analisis dalam menentukan aspek lain untuk mengkaji aliran yang berkaitan satu sama lain (Montanes 2006). Pada daerah sekitar gedung GWW terdapat beberapa pola aliran yang mengalir ke beberapa daerah tangkapan air (DTA) dan outlet seperti Danau Cileutik serta outlet

jalan Perwira (kampung Babakan Doneng).

Pola aliran ini akan mengalir melalui saluran drainase sedangkan aliran atau

runoff pada jalan akan di sadap ke inlet pada saluran drainase. Berdasarkan hasil

pengamatan di lapangan, pada umumnya semua pola aliran pada daerah sekitar GWW akan mengarah ke Danau Cileutik melalui outlet pada saluran drainase FEMA maupun drainase dekat gedung Plasma, sedangkan sebagian lagi akan dibuang melalui outlet jalan Perwira, kampung Babakan Doneng.

13

Gambar 8 Pola aliran drainase daerah sekitar GWW - FEMA

Pada gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat outlet atau saluran pembuang yang mengarah ke desa Babakan Doneng atau Jalan Perwira. Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan dan Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, secara tersirat dituliskan bahwa pihak IPB Darmaga sebagai institusi tidak diperbolehkan menurut hukum untuk membuang air melalui gorong-gorong jalan ke desa Babakan Doneng atau Jalan Perwira. Hal ini ditujukan untuk mengurangi daya rusak terhadap lingkungan serta pemeliharaan fasilitas air yang lebih terjaga lagi.

Pada dasarnya, pola aliran dapat dijadikan acuan dalam menentukan pembagian daerah tangkapan air (DTA). Pola aliran dari kontur ini selanjutnya akan dibagi dalam sub DTA sesuai dengan jaringan pembuangan dari saluran drainase. Pembagian DTA ini juga akan didasarkan pada sistem saluran drainase/pola aliran saluran drainase terkini sehingga didapatkan DTA yang disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukkan pola aliran pada tiap sub DTA di area sekitar GWW – FEMA yang telah di plotting melalui software arcGIS. Berdasarkan hasil kontur dari hasil pengolahan data menggunakan software surfer 10 (Lampiran 3), pola aliran di sekitar GWW – FEMA memiliki pola yang sangat beragam arahnya namun akan diarahkan pada beberapa outlet seperti danau Cileutik dan saluran Perwira. Tidak beraturannya pola aliran ini mengharuskan adanya jaringan sistem drainase yang baik dan efektif dalam mengurangi limpasan atau aliran air yang mengarah pada cekungan-cekungan yang dapat menimbulkan adanya genangan.

Berdasarkan analisis pola aliran serta pengamatan di lapangan maka dapat diketahui terdapat beberapa titik lokasi genangan. Lokasi genangan itu sendiri terdapat pada daerah dan DTA yang berbeda-beda. Genangan tersebut disebabkan oleh pola aliran yang mengarah pada lokasi dengan elevasi lebih rendah dan terkumpul namun tidak dapat tertampung oleh saluran drainase sehingga menyebabkan terjadinya genangan yang dapat sangat mengganggu pengguna jalan yang melewati lokasi tersebut. Lokasi genangan pada daerah sekitar gedung GWW – FEMA dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Lokasi genangan daerah sekitar gedung GWW – FEMA Genangan yang terdapat pada area sekitar GWW, Jalan Ramin serta depan Dekanat FEMA cukup luas karena sangat menggangu pengguna jalan saat hujan turun. Genangan ini dapat dengan mudah timbul ketika hujan dengan intensitas tinggi turun maupun hujan dengan intensitas rendah turun dalam rentang waktu yang cukup lama. Dari hasil pengukuran di lapangan dapat juga diketahui bahwa lama genangan pada jalan adalah sekitar ± 30 menit, sedangkan pada parkiran ± 40-50 menit. Adapun luas genangan berdasarkan hasil pengukuran dilapangan pada tiap lokasi disajikan pada tabel 4.

15 Tabel 4 Luas genangan berdasarkan pengukuran di lapangan

Tanggal

Curah Hujan

Luas Genangan Air (m2)

GGW I GGW II GWW III Jln. Ramin FEMA (mm) 11 Januari 57.4 690.9 48.9 155.6 169.8 581.0 12 Januari 73.4 883.5 62.5 199.0 217.1 743.0 25 Februari 10.6 127.6 9.0 28.7 31.4 107.3 16 Maret 13.2 158.9 11.2 35.8 39.0 133.6 17 Maret 27.2 327.4 23.2 73.8 80.5 275.3 19 Maret 40.2 483.9 34.2 109.0 118.9 406.9 5 April 113.4 1365 96.6 307.5 335.433 1147.9 Rentang waktu surutnya genangan yang cukup lama sangat menggangu pengguna jalan dan jika hal ini terus dibiarkan maka tentu akan menimbulkan kerusakan jalan sehingga jalan akan mudah rusak dan berlubang. Hal ini akan berdampak buruk pada kondisi jalan yang tidak dapat digunakan lagi karena dapat mengancam keselamatan pengguna jalan di kampus IPB Darmaga. Kerusakan jalan ini terjadi pada beberapa lokasi jalan yang berupa aspal maupun paving block

seperti pada jalan depan Dekanat FEMA, FAPERTA, Jalan Ramin, serta parkiran GWW. Kerusakan pada jalan aspal menyebabkan jalan menjadi berlubang sedangkan pada paving menyebabkan jalan menjadi tidak rata dan bergelombang.

Gambar 11 Jalan dan paving block yang rusak akibat hujan : (a) (c) paving sekitar GWW ; (b) (d) Jalan Ramin

Kerusakan jalan dan lahan parkir serta sistem drainase yang kurang baik pada daerah sekitar gedung GWW–FEMA ini mengharuskan adanya tindakan penanganan khusus pada sistem saluran drainase di daerah tersebut. Oleh karena itu, perencanaan saluran drainase berdasarkan konsep zero runoff system (ZROS) sangat perlu untuk dilakukan agar hujan maupun air yang dibuang dari setiap saluran dari gedung-gedung kuliah dapat tertampung dan terinfiltrasi kedalam tanah

sehingga dapat menjadi cadangan air tanah yang berguna bagi masyarakat maupun IPB.

Debit Rancangan Saluran Drainase

Menurut Suripin (2004) curah hujan yang berlebih akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Curah hujan ini dapat digunakan dalam menentukan debit rencana suatu perencanaan saluran untuk beberapa tahun periode ulang sehingga akan menghasilkan debit rencana sesuai dengan data curah hujan yang masuk pada data curah hujan harian maksimum 10 tahun (Lampiran 4). Perhitungan curah hujan dengan beberapa periode ulang akan di analisis menggunakan beberapa metode mulai dari metode Normal, Log Normal, Log Person III dan Gumbel. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa jenis distribusi Gumbel merupakan metode yang paling tepat digunakan karena dari hasil uji parameter menunjukan bahwa metode ini memenuhi syarat nilai koefisien kemencengan (Cs ≤ 1.1396) dan Koefisien Kurtois (Ck ≤ 5.4002) (Suripin 2004). Selain itu, dari hasil uji kecocokan maupun parameter statistik, jenis distribusi ini adalah jenis distribusi yang paling memenuhi kriteria. Adapun hasil rekapitulasi perhitungan curah hujan dengan periode ulang dan beberapa jenis distribusi ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rekapitulasi perhitungan curah hujan dengan periode ulang Periode

Ulang (T tahun)

Analisis Probabilitas Hujan Rencana (mm/hari) Normal Log Normal Log Person III Gumbel

2 128.16 126.93 128.76 125.68

5 143.57 143.78 144.13 147.58

10 151.65 153.47 151.71 162.09

25 159.54 163.59 159.35 180.41

50 165.78 172.05 164.01 194.01

Pada dasarnya, penentuan debit rancangan dapat dibagi berdasarkan jenis atau perbedaan tiap DTA maupun sub DTA (Lampiran 5). Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan kondisi area sekitar GWW – FEMA memiliki sistem saluran drainase yang sangat kompleks. Oleh karena itu, debit rancangan pada beberapa sub DTA akan dibagi lagi kedalam sub sub DTA sehingga menghasilkan debit rancangan yang berbeda dari satu sub DTA tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sub DTA 1A, sub DTA 1C, Sub DTA 2A dan sub DTA 2H yang memiliki beberapa saluran dalam satu sub DTA dengan elevasi yang menurun sehingga diperlukan debit rancangan saluran berbeda di tiap salurannya. Debit pada sub sub DTA ini diperlukan untuk merancang debit rencana dan evaluasi saluran karena lokasi saluran yang berada pada saluran terkecil (tersier) sehingga membutuhkan debit saluran yang sesuai dengan lokasi tangkapan saluran tersebut (Tabel 6).

Pada debit rancangan ini akan dibandingkan debit rencana dengan debit aktual yang didapatkan berdasarkan data curah hujan maksimum selama penelitian

17 berlangsung (Lampiran 6) serta perbandingan pengamatan validasi masalah dilapangan. Hal ini dilakukan agar terdapat pembuktian atau validasi permasalahan genangan yang ada dengan curah hujan atau air hujan yang turun sehingga menyebabkan genangan yang cukup luas di tiap lokasi genangan. Menurut Suripin (2004) kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan untuk luas daerah 10 - 100 ha cukup menggunakan periode ulang 2 tahun. Adapun perbandingan debit rancangan dengan debit aktual yang diperoleh berdasarkan data curah hujan secara singkat dapat disajikan pada Tabel 6 (Detail debit rancangan dapat dilihat pada Lampiran 7).

Tabel 6 Perbandingan debit rencana dan debit aktual pada lokasi penelitian

DTA Lokasi

Saluran Nama Saluran

Qhujan-rencana (CH = 125.68 mm) Qhujan-aktual (CH = 113.4 mm) (m3/detik) (m3/detik) DTA 1 Sub DTA 1A Parkiran I 0.09 0.08 Parkiran II 0.14 0.13 Parkiran III 0.19 0.17 Parkiran Outlet I 0.31 0.28

Sub DTA 1B GWW-Perwira 0.39 0.35

Sub DTA 1C Parkiran A 0.09 0.08 Parkiran B 0.12 0.11 Parkiran C 0.14 0.12 DTA 2 Sub DTA 2A Parkiran X 0.23 0.20 Parkiran Y 0.31 0.28 Parkiran Z 0.39 0.35 Parkiran Outlet II 0.56 0.51

Sub DTA 2F GYM-FAPERTA 1.05 0.95

Gorong-gorong FAPERTA 0.84 0.76

Sub DTA 2G FEMA (Kanan) 2.24 2.03

Gorong-Gorong FEMA 1.08 0.97

Sub DTA 2H

Ramin (Kanan) 0.29 0.26

Ramin (Kiri) 0.28 0.25

Gorong-Gorong Ramin 0.22 0.20

Sub DTA 2I Outlet Danau 0.80 0.16

Berdasarkan Tabel 6, hasil debit rencana pada tiap lokasi saluran lebih besar dibandingkan debit aktual yang didapatkan. Oleh karena itu, pada perancangan saluran akan digunakan debit rencana sebagai debit terbesar untuk menjaga kapasitas saluran yang cukup ketika hujan dengan intensitas tinggi turun. Debit rancangan ini akan digunakan dalam menentukan dimensi saluran baru dimana terdapat lokasi genangan untuk di evaluasi, sehingga diharapkan dengan sistem drainase yang baru dan dimensi saluran yang baru air yang turun atau masuk ke

saluran dapat tertampung secara penuh berdasarkan konsep zero runoff system

(ZROS).

Perencanaan Saluran Drainase

Dalam pengembangan aliran permukaan diperlukan adanya struktur-struktur maupun desain praktis (Brooks et al. 2003). Perencanaan hidrolika merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengembangan ini. Perencanaan saluran drainase ini akan dibagi ke dalam beberapa sub bab seperti evaluasi saluran terkini, perencanaan saluran baru, perencanaan inlet saluran serta Rencana Anggaran Biaya (RAB) bahan saluran.

Evaluasi Saluran Drainase Terkini

Filosofi dari sistem drainase perkotaan adalah adanya perbedaan antara sistem drainase minor dan mayor. Menurut Hans (2006) sistem drainase minor di desain untuk mengatasi limpasan dari hujan dengan frekuensi tinggi (curah hujan kecil) yang biasa digunakan pada taman, lapangan parkir dan lainnya, sedangkan sistem drainase mayor di rancang untuk mengatasi limpasan dari hujan dengan frekuensi rendah (curah hujan tinggi) dan ketika kapasitas sistem drainase minor terlampaui.

Pada daerah sekitar gedung GWW – FEMA terdapat banyak saluran dan percabangannya. Dari hasil pengamatan dan analisis di lapangan berdasarkan lokasi dan permasalahan yang ada, dapat diketahui bahwa semua saluran primer pada daerah GWW dan Dekanat FEMA serta saluran tersier di areal parkiran GWW perlu di evaluasi lebih lanjut dalam menentukan perencanaan yang benar pada saluran drainase. Gambar 12 menunjukkan kondisi dan sistem drainase terkini pada area GWW - FEMA.

19 Dalam merencanakan sistem drainase diperlukan adanya evaluasi tampungan saluran lama. Evaluasi debit tampungan saluran ini didasarkan pada kondisi saluran terkini (tanpa sedimen) sehingga dapat diketahui tampungan maksimal saluran yang ada. Adapun ringkasan evaluasi saluran yang menunjukkan perbandingan debit tampungan dan debit rencana pada lokasi penelitian dapat di lihat pada Tabel 7 (detail evaluasi serta dimensi saluran dapat di lihat pada lampiran 8).

Tabel 7 Hasil evluasi saluran terkini berdasarkan debit rencana

Lokasi

Saluran Nama Saluran

Qtampungan Qrencana Evaluasi Saat Hujan (m3/detik) (m3/detik) (M/TM) (T/TT) Sub DTA 1A Parkiran I 0.021 0.088 TM T Parkiran II 0.021 0.144 TM T Parkiran III 0.021 0.189 TM T Parkiran Outlet I 1.168 0.308 M TT

Sub DTA 1B GWW-Perwira 0.312 0.391 TM T

Sub DTA 1C Parkiran A 0.025 0.086 TM T Parkiran B 0.025 0.117 TM T Parkiran C 0.025 0.138 TM T Sub DTA 2A Parkiran X 0.050 0.227 TM T Parkiran Y 0.050 0.310 TM T Parkiran Z 0.050 0.392 TM T Parkiran Outlet II 1.135 0.563 M TT

Sub DTA 2F GYM-FAPERTA 5.337 1.053 M TT

Gorong-gorong FAPERTA 2.368 0.842 M TT

Sub DTA 2G FEMA 3.008 2.245 M T

Gorong-Gorong FEMA 1.064 1.077 M TT

Sub DTA 2H

Ramin (Kanan) 0.724 0.293 M T

Ramin (Kiri) 0.388 0.278 M T

Gorong-Gorong Ramin 0.350 0.222 M TT

Sub DTA 2I Outlet Danau 0.808 0.802 M TT

Keterangan : TM = Tidak Memenuhi ; M = Memenuhi ; T = Tergenang ; TT = Tidak Tergenang Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa debit tampungan saluran lebih kecil dibandingkan dengan debit rencana saluran pada lokasi saluran di sub DTA 1A (parkiran I, II dan III), Sub DTA 1B (Saluran GWW-Perwira), Sub DTA 1C (Saluran Parkiran A, B dan C) serta Sub DTA 2A (Saluran parkiran X, Y dan Z). Hal ini menunjukkan bahwa saluran tersebut tidak mampu menampung air hujan sehingga diperlukan perencanaan saluran dengan dimensi baru yang dapat menampung debit maksimum ketika hujan turun.

Pada Tabel 7, perhitungan didasarkan pada keadaan saluran tanpa adanya sedimen. Pada kondisi di lapangan terdapat sangat banyak sedimen dan berpotensi untuk terus bertambah karena banyaknya lahan kritis yang rawan akan erosi sehingga dapat menyebabkan sedimentasi pada saluran. Oleh karena itu, sebaiknya sedimen tersebut dikeruk sehingga kondisi saluran dapat kembali normal sehingga

dapat menampung debit maksimum. Adapun data kondisi sedimen saluran pada DTA 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

Pada hasil evaluasi saluran berdasarkan perhitungan serta pengamatan genangan telah diketahui bahwa pada umumnya saluran yang tidak mencukupi debit rencana atau hujan akan menyebabkan genangan pada areal sekitar saluran. Akan tetapi, pada saluran di lokasi sub DTA 2G (saluran FEMA) dan sub DTA 2H (saluran Ramin kanan dan kiri) walaupun saluran telah memenuhi hasil evaluasi namun masih terdapat genangan pada sekitar saluran. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal seperti permasalahan lubang drainase (inlet) yang kurang baik atau sampah yang menghambat laju air pada saluran sehingga perlu dilakukan tindak lanjut untuk pencegahannya ketika hujan turun.

Berdasarkan pengamatan dilapangan permasalahan di atas diakibatkan tertutupnya inlet drainase pada beberapa jalan dan kurang mencukupinya dimensi

inlet dalam menampung limpasan pada jalan. Oleh karena itu, perencanaan inlet

drainase sangat perlu untuk dilakukan agar limpasan pada jalan dapat berkurang sesuai dengan konsep zero runoff system (ZROS).

Perencanaan Saluran Drainase Baru

Menurut Guo (2004) saluran drainase yang paling efisien dapat diperoleh dengan meminimalisir penampang saluran sehingga sesuai dengan debit rencana atau merancang jaringan drainase sehingga diperoleh debit rencana yang sesuai dengan kemampuan konstruksi saluran dengan dimensi penampang tertentu.

Berdasarkan evaluasi saluran drainase, terdapat saluran yang telah cukup atau mampu menampung debit rancangan sehingga tidak perlu di rancang ulang. Namun, pada beberapa saluran yang perlu di rancang ulang karena dimensi terkini saluran tidak cukup menampung debit rencana. Tabel 8 menunjukan ringkasan dimensi saluran baru yang dirancang pada beberapa saluran (detail rancangan dapat dilihat pada lampiran 11).

Tabel 8 Perencanaan saluran dengan dimensi baru Lokasi

Saluran Nama Saluran

s v b h FB

Saluran Baru

Q' s-baru Qhujan-rencana Evaluasi b y (m/dtk) (m) (m) (m) (m) (m) (m3/detik) (m3/detik) M/TM Sub DTA 1A Parkiran I 0.001 0.67 0.4 0.4 0.1 0.4 0.5 0.1123 0.088 M Parkiran II 0.001 0.76 0.4 0.4 0.1 0.4 0.5 0.1774 0.144 M Parkiran III 0.001 0.82 0.5 0.5 0.1 0.5 0.6 0.2288 0.189 M Sub DTA 1B GWW-Perwira 0.006 1.07 0.6 0.6 0.1 0.6 0.7 0.4551 0.391 M

Sub DTA 1C Parkiran A 0.002 0.75 0.3 0.3 0.1 0.3 0.4 0.1115 0.086 M Parkiran B 0.002 0.81 0.4 0.4 0.1 0.4 0.5 0.1475 0.117 M Parkiran C 0.002 0.85 0.4 0.4 0.1 0.4 0.5 0.1724 0.138 M Sub DTA 2A Parkiran X 0.006 1.61 0.4 0.4 0.1 0.4 0.5 0.2875 0.227 M Parkiran Y 0.006 1.74 0.4 0.4 0.1 0.4 0.5 0.3830 0.310 M Parkiran Z 0.006 1.85 0.5 0.5 0.1 0.5 0.6 0.4772 0.392 M Keterangan : M = Memenuhi ; TM = Tidak Memenuhi

21 Pada pola sistem drainase terkini dapat diketahui bahwa salah satu saluran pembuang kampus IPB diarahkan ke desa Babakan Doneng (perwira) (Gambar 12). Hal ini tidak diperbolehkan secara hukum maupun undang-undang karena IPB merupakan suatu institusi dan tidak diperkenankan membuang limbah institusinya pada desa yang dapat menyebabkan dampak lingkungan dan beban saluran yang semakin besar sehingga untuk selanjutnya perancangan sistem saluran baru perlu dilakukan, adapun sistem saluran baru yang di rancang dapat dilihat pada Gambar 13. Potongan memanjang saluran dari hulu ke hilir outlet danau Cileutik pada dua lokasi saluran dapat dilihat pada Lampiran 12.

Gambar 13 Perencanaan Sistem Saluran Baru

Pada sistem saluran drainase yang baru, aliran air akan sepenuhnya diarahkan ke danau sesuai dengan penerapan konsep zero runoff system (ZROS). Perancangan ini akan menyambungkan saluran di dekat shelter sepeda GWW yang akan di arah ke saluran di ujung jalan ramin sehingga akan tersambung melalui gorong-gorong Jalan Ramin. Selanjutnya aliran air akan mengalir melalui gladiator dengan dibuatnya saluran baru pada pinggir gladiator. Pembuatan saluran baru ini disebabkan oleh tidak berfungsinya gorong-gorong pada lokasi tersebut karena adanya penumpukan sedimen sehingga perlu dirancang ulang saluran terbuka agar lebih memudahkan perawatannya.

Boks kontrol dibuat untuk meredam laju aliran dan akan dibangun pada dua titik di dekat shelter GWW dan gladiator sehingga aliran yang melewati saluran dapat melaju dengan konstan. Dimensi boks kontrol ini akan lebih dalam dua kali lipat dari saluran sebelumnya sehingga air yang jatuh akan tertampung sementara untuk dialirkan lagi pada saluran selanjutnya. Adapun rancangan saluran dengan sistem drainase yang baru dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10 (rincian rancangan dapat dilihat pada Lampiran 13).

Tabel 9 Debit rencana saluran dengan sistem saluran drainase barua

Lokasi Saluran Lsaluran s tc A C

Qhujan-rencana

(CH=125.68)

Qhujan-aktual

(CH=113.4) (m) (jam) (ha) (m3/detik) (m3/detik) Shelter GWW - Ujung Jalan Ramin 45 0.006 0.044 2.28 0.531 1.181 1.066 Jalan Ramin - Gladiator 25 0.016 0.019 4.59 0.36 2.805 2.531

aGambar teknik saluran terlampir

Tabel 10 Rancsangan Saluran dengan Sistem Saluran Drainase Barub Lokasi Saluran s v b h FB Saluran Baru Q' s-baru Qhujan-rencana b y (m/dtk) (m) (m) (m) (m) (m) (m3/detik) (m3/detik) Shelter GWW - Ujung Jalan Ramin 0.006 1.4478 1.3 0.6 0.10 1.3 0.7 1.3668 1.182

Dokumen terkait