• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering kambing kacang jantan dihitung dari total konsumsi pakan yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa pemeliharaan kambing kacang jantan. Data konsumsi bahan kering kambing kacang jantan dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10.Rataan konsumsi bahan kering pada kambing kacang jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 P0 504.89 762.69 497.53 707.85 522.18 2995.13 599.03tn P1 460.17 660.70 404.57 597.71 635.49 2758.65 551.73tn P2 585.38 579.71 585.79 532.09 509.87 2792.84 558.57tn P3 510.30 469.65 727.77 543.60 636.64 2887.96 577.59tn Rataan 515.19 618.19 553.91 595.31 576.04 2136.65 571.63tn tn = Tidak Berbeda Nyata

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi bahan kering pakan kambing kacang adalah 427.33 g/ekor/hari. Pada perlakuan P0 sebesar 599.03 g/ekor/hari; P1 sebesar 551.73 g/ekor/hari; P2 sebesar 558.57 g/ekor/hari dan P3 sebesar 577.59 g/ekor/hari, dimana rataan konsumsi tertinggi yaitu pada perlakuan P0 dan terendah pada perlakuan P1.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan menggunakan kulit buah kakao dan kulit pisang yang tidak difermentasi dan yang difermentasi dalam pakan kambing kacang memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering pakan. Pakan yang diberikan dalam

perlakuan dilihat dari segi organoleptiknya memiliki bau, tekstur dan kenampakan yang sama sehingga tingkat palabilitas ternak terhadap perlakuan memiliki respon yang sama. Tingkat palabilitas yang tidak berbeda antar perlakuan diduga menyebabkan tingkat konsumsi pakan juga tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999), menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Selain itu Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang mempengaruhi palatabilitas untuk ternak ruminansia adalah sifat fisik (rasa dan tekstur pakan), kandungan nutrisi dan kandungan kimia pakan.

Konsumsi Bahan Organik

Perhitungan konsumsi bahan organik pakan pada kambing kacang jantan sama halnya dengan perhitungan konsumsi bahan kering yaitu dengan menghitung total konsumsi pakan yang diberikan dalam bentuk bahan organik. Data konsumsi bahan organik pada kambing kacang dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 12. Rataan konsumsi bahan organik kambing kacang jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 P0 458.83 694.07 450.24 646.97 472.24 2722.35 544.47tn P1 413.44 598.72 359.00 539.68 574.62 2485.46 497.09tn P2 537.54 528.25 534.32 485.02 462.64 2547.77 509.55tn P3 463.42 430.03 662.58 491.18 580.25 2627.45 525.49tn Rataan 468.31 562.77 501.54 540.71 522.44 2595.76 519.15tn tn= Tidak Berbeda Nyata

Tabel 11 memperlihatkan rataan konsumsi bahan organik pada kambing kacang 519.15 g/ekor/hari dengan rataan dari masing-masing perlakuan adalah P0 544.47 g/ekor/hari; P1 sebesar 497.09 g/ekor/hari; P2 sebesar 509.55 g/ekor/hari dan

P3 sebesar 525.49 g/ekor/hari dimana rataan konsumsi bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan P0 dan terendah pada perlakuan P1. Pemberian kulit buah kakao dan kulit buah pisang dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik pakan kambing kacang jantan. Hal ini serupa dengan konsumsi bahan kering yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dapat dikatakan bahwa pola konsumsi bahan organik sejalan dengan pola konsumsi bahan kering. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Tillman et al. (2001), yang menyatakan bahwa sebagian dari bahan kering merupakan bahan organik sehingga besarnya konsumsi bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering.

Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering dihitung dengan cara bahan kering konsumsi dikurangi dengan bahan kering feses,kemudian dibagi dengan bahan kering konsumsi setelah itu dikalikan 100 %. Untuk melihat pengaruh dari uji pemberian kulit buah kakao dan kulit buah pisang dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering kambing kacang jantan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 P0 71.68 70.07 71.07 72.12 68.01 352.96 70.59tn P1 65.33 74.26 64.99 70.76 75.23 350.57 70.11tn P2 70.22 69.37 71.59 63.38 75.22 349.77 69.95tn P3 68.79 75.03 72.71 70.04 74.97 361.54 72.31tn Rataan 69.26 72.68 70.84 70.08 74.61 70.74 tn= Tidak Berbeda Nyata

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai koefisien cerna bahan kering (KcBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara 69.95±72.31. Kecernaan bahan kering dari hasil penelitian ini tergolong tinggi karena kisaran normal kecernaan bahan kering menurut Osuji dan Khalili (1993), bahwa kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan

tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Kisaran normal bahan kering yaitu 50,7-59,7%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian kulit buah kakao dan kulit pisang dalam ransum pada kambing kacang jantan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering kambing kacang jantan. Dapat dilihat bahwa konsumsi serta kandungan nilai nutrisi dari pakan yang diberikan hampir sama antar perlakuan sehingga kecernaan bahan kering yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Osuji dan Khalili (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam ransum tersebut. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein ransum, persentase lemak dan mineral.

Mackie et al. (2002), menyatakan adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Namun hal ini tidak terbukti dalam perlakuan dimana tidak terjadi perbedaan yang signifikan antar perlakuan.

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik dihitung dengan cara bahan organik yang dikonsumsi dikurangi dengan bahan organik feses dibagi dengan bahan organik yang dikonsumsi setelah itu dikalikan 100 %. Data rataan kecernaan bahan organik selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 P0 80.65 82.70 78.84 80.34 75.56 398.09 79.62tn P1 76.84 80.83 74.67 82.04 82.03 396.42 79.28tn P2 79.52 78.18 79.48 71.10 86.13 394.40 78.88tn P3 77.13 83.42 80.78 79.41 82.50 403.24 80.65tn Total 314.14 325.13 313.78 312.89 326.22 1592.16 318.43 Rataan 78.54 81.28 78.44 78.22 81.55 398.04 79.61tn tn= Tidak Berbeda Nyata

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat koefisien cerna bahan organik (KcBO) pakan penelitian ini berkisar antara 78.88% - 80.65 %, dimana nilai KcBO pada perlakuan P0 (20 % kulit buah kakao dan 30% kulit fermentasi tanpa fermentasi) sebesar 79.62%, P1 (20% kulit buah kakao dan 30 % kulit pisang yang difermentasi MOL) sebesar 79.28%, P2 (20% kulit buah kakao dan 30% kulit pisang yang difermentasi isolate bakteri rumen kerbau) sebesar 78.88 % dan P3 (20 % kulit buah kakao dan 30 % kulit pisang difermentasi probiotik starbio) sebesar 80.65 %.

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kulit buah kakao dan kulit pisang dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan organik pada kambing kacang jantan. Hal ini sejalan dengan kecernaan bahan kering yang juga tidak memberikan

pengaruh yang berbeda nyata pada setiap perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999), yang menyatakan kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Tilman et al (1989) menjelaskan bahwa kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik menurun atau sebaliknya.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rataan dari parameter penelitian yaitu konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14.Rekapitulasi hasil penelitian kecernaan kulit buah kakao dan kulit pisang dalam ransum dengan berbagai pengolahan pada kambing kacang jantan Perlakuan Konsumsi BK (g/ekor/hari) Konsumsi BO (g/ekor/hari) KcBK (%) KcBO (%) P0 599.03tn 544.47tn 70.59tn 79.62tn P1 551.73tn 497.09tn 70.11tn 79.28tn P2 558.57tn 509.55tn 69.95tn 78.88tn P3 577.59tn 525.49tn 72.31tn 80.65tn Rataan 571.63tn 519.15tn 70.74tn 79.61tn Ket: tn= tidak berbeda nyata

Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa pemanfaatan kulit buah kakao dan kulit pisang difermentasi berbagai bioaktivator dengan masing-masing level yang sama memberikan respon yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap parameter konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Dengan rataan untuk konsumsi bahan kering 571.63 g/ekor/hari, rataan konsumsi bahan organik 519.15 g/ekor/hari, rataan kecernaan bahan kering 70.74 % dan rataan kecernaan bahan organik 79.61 %.

Dokumen terkait