• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering domba lokal jantan dihitung dari total konsumsi hijauan dan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pellet yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa pemeliharaan domba lokal jantan. Data konsumsi bahan kering domba disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan konsumsi bahan kering pakan domba jantan lokal selama 7 hari (g/ekor/hari)

ULANGAN

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 531.45 536.24 494.20 511.19 2073.08 518.27A P2 292.95 332.62 320.84 318.42 1264.83 316.20 AB P3 235.64 255.56 264.64 264.69 1020.53 255.13 B Total 1060.04 1124.42 1079.68 1094.3 4358.44

Rataan 353.347 374.807 359.89 364.77 363.60

Keretangan : Notasi berbeda manunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat rataan konsumsi bahan kering domba sebesar 363.60 g/ekor/hari. Rataan konsumsi bahan kering pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P1( Hijauan 100% ) sebesar 518,27, sedangkan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan P3(Pakan komplit 100% )

sebesar 255,133 g/ekor/hari. Hasil uji analisis keragaman konsumsi bahan kering domba jantan lepasa sapih selama 7 hari dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisa sidik ragam konsumsi bahan kering domba jantan lepas sapih (g/ekor/hari) SK DB JK KT Fhit F. Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 19,76 9,88 12,13** 4,26 8,02 Galat 9 7,33 0,81 Total 11 27,09

Keterangan : * * menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Secara pengamatan dapat diketahui bahwa pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P>0,01) terhadap konsumsi bahan kering domba. hal ini dikarenakan kandungan nutrisi dari pakan perlakuan tidak sama, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hasil dari konsumsi pakan domba berbeda sangat nyata (P>0,01) antar perlakuan. Nilai kandungan nutrisi dan tingkat palatabilitas pakan mempengaruhi pakan yang dikonsumsi. Sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Parakkasi (1995) yang juga menyatakan bahwa palatabilitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Menurut Kartadisastra (1997) bahwa palatabilitas dicerminkan

pakan komplit hasil samping ubi klon berbentuk pelet ini berwarna coklat, bau tidak terlalu manis, rasa asin. Pakan komplit hasil samping kayu berbentuk pelet tidak merubah kenampakan, bau rasa, dan tekstur dari pakan pelet lainnya. Menurut Kartadisastra (1997), keadaan fisik dan kimiawi pakan ditunjukkan oleh kenampakan, bau, rasa, dan tekstur menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Konsumsi bahan kering biasanya dipengaruhi terutama oleh ukuran tubuh, jumlah energi yang terkandung dalam pakan dan laju

pencernaan (Kearl,1982). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Kardisastra (1997), palatabilitas pakan, kadar protein kasar dan perlakuan pakan

akan berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering ternak ruminansia.

Konsumsi bahan organik

Perhitungan konsumsi bahan organik pakan pada domba lokal jantan dihitung dari total konsumsi hijauan dan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pelet yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan organiknya. Data konsumsi bahan organik selama 7 hari dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan konsumsi bahan organik pakan domba jantan lokal selama 7 hari (g/ekor/hari)

ULANGAN

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 250 254 240 249 993.00 248.25± 5,91A P2 244 267 234 251 996.00 249.00 P3 251 255.56 244.64 248.69 999.89 249.97 Total 745 776.56 718.64 748.69 2988.89 Rataan 248.33 258.85 239.547 249.563 249.074

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat rataan konsumsi bahan organik pakan domba jantan lokal sebesar 249,074 g/ekor/hari. Rataan konsumsi bahan organik pakan pada domba jantan lokal tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 sebesar 249,97 g/ekor/hari dan konsumsi bahan organik terendah diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 248,25 kg/ekor/hari.

Tabel 11. Analisa sidik ragam konsumsi bahan oranik domba jantan lepas sapi (g/ekor/hari) SK DB JK KT Fhit F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 26,79 13,40 9,02 4,26 8,02 Galat 9 13,36 1,48 Total 11 40,15

Secara pengamatan dapat diketahui bahwa pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pelet memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P>0,01) terhadap konsumsi bahan organik domba jantan lokal. Hal ini sejalan dengan hasil analisis keragaman konsumsi bahan kering pakan yang juga menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P>0,01). Pemberian pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pellet menghasilkan konsumsi bahan organik tertinggi terletak pada P3 hal ini dikarenakan konsumsi bahan kering yang tinggi menghasilkan konsumsi bahan organik yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Kualitas pakan yang baik akan menghasilkan konsumsi pakan yang tinggi dan dapat meningkatkan kecernaan yang tinggi.

Perbedaan yang sangat nyata dari konsumsi bahan organik ini disebabkan oleh konsumsi bahan kering yang berbeda sangat nyata pula. Jumlah konsumsi bahan kering akan berpengaruh terhadap konsumsi bahan organik, semakin meningkat konsumsi bahan kering maka konsumsi bahan organik juga meningkat dan sebaliknya (Kamal, 1994). Konsumsi bahan organik berkorelasi positif dengan konsumsi bahan kering, hal ini disebabkan karena zat-zat yang terkandung

dalam bahan organik terdapat pula pada bahan kering. Menurut Tillman et all., (1998), bahan kering terdiri dari bahan organik dan anorganik, di

dalam bahan organik itu sendiri terkandung lemak kasar, protein kasar, serat kasar, dan BETN, sedangkan bahan organik terdiri dari abu.

Kecernaan bahan kering

Kecernaan merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman et all., 1998). Kecernaan pakan dapat digunakan sabagai petunjuk tentang pemanfaatan pakan oleh ternak atau menentukan jumlah nutrisi dari bahan pakan yang diserap oleh saluran pencernaan ( Anggorodi, 1994).

Kecernaan bahan kering pakan pada domba jantan lokal dihitung dari selisih konsumsi bahan kering pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan feses domba (dalam bahan kering) yang dikeluarkan.

Kecernaan bahan kering pada domba menunjukkan tingginya zat makanan yang dapat dicerna oleh mikroba dan enzim pencernaan pada rumen. Semakin tinggi persentase kecernaan bahan kering suatu bahan pakan, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kualitas bahan pakan tersebut. Hasil rata-rata perhitungan pengukuran kecernaan bahan kering selama penelitian dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kecernaan bahan kering selama penelitian (%).

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 51.03 51.78 50.40 51.79 205.01 51.25

P2 51.39 52.56 52.23 52.37 208.56 52.14

P3 53.08 53.27 55.58 55.30 217.23 54.31

Total 155.51 157.61 158.21 159.46 630.79

Rataan 51.84 52.54 52.74 53.15 52.57

Keterangan : notasi yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (KcBK) masing- masing perlakuan adalah 51,25% ± 0,66 (P1), 52,14% ± 0,51(P2) , 54,31% ± 1,31 (P3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering paling tinggi terdapat pada P3 (54,31% ± 1,31) dan kecernaan bahan kering terendah pada P1 (51,25% ± 0,66). Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak. Sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Yusmadi et all., 2008).

Nilai koefisien kecernaan bahan kering pakan pada penelitian ini bisa dikatakan sedang karena nilai koefisiennya diantara 51,25%-54,31% dengan rataan 52,57%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harahap (2011), yang menyatakan bahwa tingkat kecernaan akan menentukan seberapa besar gizi yang terkandung dalam bahan pakan secara potensial dapat dimanfaatkan untuk produksi ternak. Kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70% dan rendah bila nilainya lebih kecil dari 50%.

Efek pakan hijauan dan pakan komplit hasil samping ubi kayu klon terhadap kecernaan bahan kering domba jantan lokal dapat diketahui dengan melakukan analisis keragaman. Analisis keragaman kecernaan bahan kering domba jantan lokal dapat dilihat pada Tabel 13 .

Tabel 13. Analisis keragaman kecernaan bahan kering domba jantan lokal lepas sapih SK DB JK KT Fhit F table 0.05 0.01 Perlakuan 2 19.76 9.88 12.13** 4.26 8.02 Galat 9 7.33 0.81 Total 11 27.09

Keterangan : * * menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Berdasarkan tabel analisis keragaman menunjukkan bahwa pakan komplit hasil samping ubi kayu klon memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering domba lokal jantan lepas sapih, hal ini disebabkan oleh pakan komplit hasil samping ubi kayu klon berbentuk pelet yang diberikan kepada ternak domba memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, sehingga dapat meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri dan yang mempengaruhi daya cerna

tersebut adalah komposisi pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tilman et all., (1991) yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi daya cerna

adalah konsumsi pakan dan pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap akan meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri.

Tingkat kecernaan bahan kering dapat dipengaruhi oleh konsumsi ransum perlakuan dan komposisi kimia ransum perlakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1979) faktor yang berpengaruh terhadap daya cerna diantaranya adalahbentuk fisik pakan, komposisi ransum, suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan dan pengaruh terhadap perbandingan nutrien lainnya.

Kecernaan bahan organik

Kecernaan bahan organik pakan pada domba jantan lokal dihitung dari selisih konsumsi bahan organik pakan pada domba yang dikurangi dengan feses domba (dalam bahan organik) yang dikeluarkan dibandingkan dengan konsumsi bahan organik domba. Data kecernaan bahan organik domba dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Data kecernaan bahan organik selama penelitian (%)

PERLAKUAN I II III IV Total Rataan

P1 56.85 56.44 55.01 56.89 225.19 56.30

P2 58.10 59.57 55.93 59.61 233.21 58.30

P3 60.75 60.17 58.79 60.10 239.81 59.95

Total 175.70 176.17 169.73 176.60 698.20

Rataan 58.57 58.72 56.58 58.87 58.18

Menurut Sutardi (1980), nilai kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut. Berdasarkan dapat dilihat rataan kecernaan bahan organik feses domba jantan lokal sebesar 58,18%. Rataan kecernaan bahan organik feses pada domba jantan lokal tertinggi diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 59,95% dan kecernaan bahan kering feses terendah diperoleh dari perlakuan P1 sebesar 56,30%.

Efek penggunaan hijauan dan hasil samping ubi kayu klon berbentuk pellet terhadap kecernaan bahan organik dapat diketahui dengan melakukan

analisis keragaman. Analisis keragam kecernaan bahan organik domba jantan lokal dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisis keragaman kecernaan bahan organik domba jantan lokal lepas sapih SK DB JK KT Fhit F table 0.05 0.01 Perlakuan 2 26.79 13.40 9.02** 4.26 8.02 Galat 9 13.36 1.48 Total 11 40.15

Keterangan : * * menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata

Pakan yang diberikan pada domba jantan lepas sapi penelitian tersebut cukup memberikan nilai nutrisi bagi pertumbuhan mikroorganisme rumen, terutama dalam sintesis protein tubuhnya,. Menurut (Van Soest, 1994) kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatau bahan makanan atau ransum tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya.

Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak (Elita, 2006). Kecernaan BO menggambarkan ketersediaan nutrien dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi KcBO (Tillman et all.,1998). Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan

berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin (Gatenby, 1986). Peningkatan kecernaan bahan organik selalu diiringi dengan meningkatnya kecernaan bahan kering ransum. Seperti yang dilaporkan oleh Sutardi (2001), peningkatan kecernaan bahan kering sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan organik, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya kecernaan bahan organik.

Rekapitulasi hasil penelitian

Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Konsumsi BK (g/ekor/hari) Konsumsi BO (g/ekor/hari) Kecernaan BK (%) Kecernaan BO (%) P1 518.27 248.25 51.25 248.25 P2 316.208 249.00 52.14 249.00 P3 255.133 249.97 54.31 249.97

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata Berdasarkan rekapitulasi data penelitian diperoleh bahan kering P1 (hijauan 100 %) yaitu 518.27, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 316.208 dan P3 (pakan komplit 100 %) 255.133, konsumsi bahan organik yaitu P1 (hijauan 100 %) yaitu 248.25, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 249.00 dan P3 (pakan komplit 100 %) 249.97, kecernaan bahan kering P1 (hijauan 100 %) yaitu 51.25, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 51.14 dan P3 (pakan komplit 100 %) 54.31 dan kecernaan bahan organik yaitu P1 (hijauan 100 %)

yaitu 248.25, P2 (Hijauan 50 % + pakan komplit 50 %) 249.00 dan P3 (pakan komplit 100 %) 249.97.

Dokumen terkait