• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Pertanaman

Karakteristik umum lingkungan daerah tropis dicirikan oleh kondisi iklim yaitu suhu udara, kelembaban relative, lama penyinaran dan intensitas penyinaran. Khusus di Bogor berdasarkan musim tanam sebelumnya, ditetapkan bahwa penelitian tanaman gandum dimulai pada akhir musim hujan sampai musim kemarau (April-September). Keadaan yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan ternyata curah hujan yang turun jauh di atas normal (Lampiran 1). Hasil analisis contoh tanah di Cipanas dan Bogor juga tidak jauh berbeda (Lampiran 2). Keadaan ini menyebabkan kondisi lingkungan Bogor dan Cipanas

hampir sama, akibatnya keragaan pertanaman kurang optimal. Azwar et al. (1988)

menyatakan bahwa pertanaman gandum di daerah tropis sangat dipengaruhi oleh musim, sedangkan pengaruh suhu hanya pada peningkatan laju pertumbuhan dan tingkat produksi saja. Selanjutnya dinyatakan bahwa pengaruh suhu berkaitan dengan ada tidaknya bulan kering selama penanaman, dengan demikian parameter ini merupakan salah satu kriteria utama dalam pemilihan lokasi penanaman.

Kendala yang utama yang dihadapi kedua lokasi di lapangan adalah terjadinya perubahan kondisi cuaca yang begitu drastis, dimana pada bulan Juli sampai Agustus yang seharusnya memasuki musim kemarau, namun mulai dari awal pertanaman bulan Mei sampai Agustus curah hujan masih tinggi. Hal ini menjadi kendala pada pertanaman di dataran rendah dari banyaknya tanaman yang mati hingga munculnya beberapa penyakit yang disebabkan oleh cendawan, akibatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat.

Keragaan Karakter Agronomi

  Penelitian gandum dilaksanakan di dua ketinggian yaitu ketinggian 1100 m dpl

di kebun percobaan Balithi, Cipanas dan ketinggian 250 m dpl di kebun percobaan SEAMEO-Biotrop, Bogor. Penanaman di kedua lokasi dilakukan pada bulan Mei 2010. Pertanaman musim sebelumnya pada masing-masing lokasi adalah kangkung di Cipanas dan sorgum di Bogor.

  Keragaan pertumbuhan tanaman pada umur 10 HST, 30 HST dan fase generatif disajikan pada Gambar 2. Keragaan tanaman hingga memasuki fase generatif memperlihatkan penampilan yang baik. Penanaman pada kedua lokasi terlihat perbedaan dari segi kerimbunan dan kehijauan daun. Hal ini diduga adanya perbedaan suhu antara Bogor dan Cipanas. Dilain pihak, varietas Dewata hingga memasuki fase generatif di Bogor tidak berbunga akibatnya Dewata di Bogor tidak dapat diambil datanya (Gambar 3).

Gambar 2. Keragaan pertanaman gandum di Bogor dan Cipanas.

Adanya perbedaan suhu di kedua lokasi mengakibatkan perbedaan keragaan pertanaman antara Bogor dan Cipanas. Pada Gambar 2 pertanaman gandum di Bogor menunjukkan rumpun lebih sedikit dan intensitas kehijauan daun lebih rendah dibandingkan dengan Cipanas. Perbedaan suhu diduga sebagai salah satu penyebab yang membedakan penampilan tanaman di kedua lokasi. Suhu yang tinggi antara lain mengakibatkan layunya daun dan tertutupnya stomata, sehingga menyebabkan

terhambatnya difusi CO2 yang diperlukan untuk proses fotosintesis (Yang et al. 2002).

Bogor, 10 HST Bogor, 30 HST Bogor, Fase Generatif

Cipanas, 30 HST Cipanas, Fase Generatif Cipanas, 10 HST

Gambar 3. Keragaan gandum Varietas Dewata di Bogor dan Cipanas.

Gandum merupakan tanaman yang beradaptasi pada iklim subtropis dan

tumbuh baik pada suhu 10-21oC. Selain beradaptasi pada suhu rendah, gandum juga

memerlukan tingkat kelembaban yang rendah. Pada kelembaban 40%, gandum dapat

tumbuh baik sampai suhu 28oC, namun pada kelembaban 80% hanya dapat tumbuh

pada suhu 23oC (Ginkel dan Villareal 1996).

Data keragaan karakter agronomi genotipe gandum di lingkungan tropis disajikan pada Tabel 3. Karakter jumlah anakan dan umur panen berbeda nyata antar genotipe di Cipanas, sedangkan tinggi tanaman, umur berbunga, dan umur panen berbeda nyata hanya di Bogor. Berdasarkan uji Dunnett, untuk karakter tinggi tanaman di Cipanas terdapat 10 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, H-21, G-18, Menemen, Basribey, Alibey, dan Selayar. Genotipe Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, Menemen, Basribey, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar di Bogor.

Terdapat perbedaan yang nyata pada tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif genotipe gandum saat ditanam di dataran tinggi dan dataran rendah. Kisaran Tinggi tanaman (55.89 – 73.27 cm), jumlah anakan (2.0 – 7.0), dan jumlah anakan produktif (2.0 – 7.0), dan nilai terendah dari ketiga karakter ada pada pertanaman di lokasi Bogor. Menurut laporan Subagyo (2001) di dataran tinggi, tinggi tanaman gandum dapat mencapai 102 cm.

Tabel 3. Rata-rata karakter agronomi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis

Genotipe Cipanas Bogor

TT JA JPR UB UP TT JA JPR UB UP OASIS/SKAUZ //4*BCN Var-28 63.07 6.0 5.0 62 99 63.44 2.0 2.0 62 93s- HP 1744 66.93 6.0 5.0 64 98 59.11 2.0 2.0 43s- 80s- LAJ/MO88 64.83 6.0 5.0 64 97 57.45 2.0 2.0 68 101 RABE/MO88 65.50 6.0 5.0 59 94 59.43 2.0 2.0 70 94s- H-21 65.70 7.0 6.0 62 99 73.77s+ 3.0 3.0 69 101 G-21 71.13s+ 7.0 5.0 66 100 74.36s+ 3.0 3.0 72 100s- G-18 69.80 7.0 6.0 61 105 72.61s+ 3.0 3.0 69 100s- MENEMEN 72.73 9.0s+ 7.0 68 105 56.63 3.0 3.0 67 96s- BASRIBEY 65.83 8.0 5.0 62 99 55.89 3.0 2.0 67 90s- ALIBEY 63.67 8.0 7.0 64 96 58.35 3.0 3.0 57s- 86s- SELAYAR 63.50 7.0 6.0 66 100 58.46 2.0 2.0 68 108 DEWATA 67.30 6.0 5.0 64 99 - - - - - Rata-rata 66.67 7.0 6.0 63 99 62.68 2.5 2.5 65 95 Genotipe tn ** tn tn ** ** tn tn ** ** KK (%) 12.9 12.1 16.2 6.7 3.1 5.3 13 17.6 4.9 3.3 Dunnett 0.05 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 TT:Tinggi tanaman (cm), JA:Jumlah anakan, JPR:Jumlah anakan produktif, UB:Umur berbunga (HST), UP:Umur panen (HST), **: berbeda nyata pada taraf 1%, tn: Tidak berbeda nyata s+/-: Berbeda nyata lebih atau kurang dibanding kontrol (Selayar).

Perbedaan ketinggian tempat juga menyebabkan karakter umur berbunga dan umur panen berbeda. Di Bogor umur berbunga dan umur panen lebih cepat dibandingkan di Cipanas, artinya semakin tinggi lokasi penanaman semakin lambat tanaman berbunga dan panen. Uji Dunnett menunjukkan bahwa untuk umur berbunga di Bogor terdapat 9 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, H- 21, G-21, G-18, Menemen,dan Basribey. Dilain pihak untuk umur panen terdapat 2 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Laj/Mo88 dan H-21.

Umur berbunga di Bogor berkisar 43 - 72 HST lebih cepat dibandingkan di Cipanas dengan kisaran 59 – 68 HST. Genotipe yang paling cepat berbunga di Bogor adalah HP 1744 (43 HST) sedangkan yang paling lambat adalah G-21 (72 HST). Penelitian di beberapa daerah lainnya di Indonesia membuktikan bahwa gandum dataran rendah (tropis) dapat berbunga lebih cepat yaitu 35 – 51

HST dibandingkan dengan gandum dataran tinggi yaitu 55 – 60 HST (Aqil et al.

Hasil pengujian menunjukkan karakter panjang malai tidak nyata di Cipanas sedangkan di Bogor karakter panjang malai, jumlah spikelet, dan spikelet hampa berbeda nyata (Tabel 4). Panjang malai berkisar 6.69 – 11.92 cm, dimana genotipe yang tertinggi adalah HP 1744 di Cipanas yaitu 11.92 cm dan terendah genotipe Laj/Mo88 yaitu 6.69 cm. Berdasarkan uji Dunnett dari karakter panjang malai, jumlah spikelet, dan spikelet hampa semua genotipe tidak berbeda nyata dengan Selayar di Cipanas sedangkan di Bogor, untuk karakter panjang malai terdapat 6 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-18, HP 1744, Laj/Mo88, Rabe/Mo88, Menemen, Basribey, dan Alibey. Genotipe Oasis/Skauz//4*BCN Var-18, HP 1744, Rabe/MO88, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar untuk karakter jumlah spikelet.

Tabel 4. Rata-rata karakter agronomi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis

Genotipe Cipanas Bogor

PM JSP SHM PM JSP SHM OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 9.00 20.83 9.88 7.63 14.40 4.77 HP 1744 11.92 19.40 10.16 7.21 12.73 7.83 LAJ/MO88 7.98 18.00 8.46 6.69s- 12.98 6.46 RABE/MO88 8.18 18.20 8.32 6.98 13.04 6.34 H-21 8.38 18.60 8.82 8.66s+ 17.39s+ 9.53 G-21 9.20 19.97 8.91 8.64s+ 16.31s+ 7.57 G-18 9.75 21.30 10.41 8.32s+ 16.09s+ 5.28 MENEMEN 9.25 21.20 10.51 7.74 14.74 4.74 BASRIBEY 8.93 20.57 8.96 7.45 16.56s+ 5.71 ALIBEY 8.17 19.10 9.49 7.58 14.50 4.56 SELAYAR 8.32 19.77 10.16 7.32 13.58 5.69 DEWATA 8.90 20.97 10.62 - - - Rata-rata 9.00 19.83 9.56 7.66 14.76 6.22 Genotipe tn ** ** ** ** ** KK (%) 17.5 5.4 13.6 3.0 5.1 16.6 Dunnett 0.05 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98

PM:Panjang malai (cm), JSP:Jumlah spikelet, SHM:Spikelet hampa, **:Berbeda nyata pada taraf 1%, tn:Tidak berbeda nyata, s+/- : Berbeda nyata lebih atau kurang dibanding kontrol (Selayar).

Rendahnya jumlah spikelet dan tingginya jumlah spikelet hampa di Bogor diduga karena cekaman suhu yang tinggi, kelembaban udara, dan curah hujan yang tinggi di lokasi tersebut. Akibatnya, jumlah spikelet yang dihasilkan sedikit dan tingkat kehampaan spikelet pun menjadi tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Subagyo (2001) yang menunjukkan bahwa

penampilan dan produksi tanaman gandum di dataran tinggi lebih baik dibandingkan dataran rendah.

Produksi biomassa juga ditentukan oleh periode akumulasi biomassa selama pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu, semakin lama umur tanaman maka

semakin besar produksi biomassa dan hasil panen tanaman. Handoko et al.

(2008) menyatakan bahwa tanaman-tanaman yang sensitif terhadap perubahan suhu seperti gandum, penurunan hasil panennya sangat tajam jika tanaman tersebut ditanam pada ketinggian yang lebih rendah dengan suhu yang lebih tinggi.

Hasil analisis ragam komponen hasil genotipe gandum (Tabel 5)

menunjukkan bahwa hanya karakter jumlah biji per malai di Cipanas yang tidak berbeda nyata untuk semua genotipe sedangkan di Bogor terdapat 7 genotipe yang

tidak berbeda nyata dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, H-21,

G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey. Karakter bobot biji per malai pada Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, H-21, G-21, Menemen, Basribey, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar di Cipanas sedangkan di Bogor hanya HP 1744 dan Rabe/Mo88 yang berbeda nyata lebih rendah dari Selayar. Semua genotipe di Cipanas untuk karakter bobot 1000 biji tidak berbeda nyata dengan Selayar, dilain pihak Menemen dan Basribey berbeda nyata lebih rendah dari Selayar di Bogor. Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, H-21, G-18, Basribey, dan Alibey tidak berbeda nyata dengan Selayar untuk karakter bobot biji per petak di kedua lokasi.

Kisaran jumlah biji per malai (13.40-32.70 g), bobot biji per malai (0.31- 1.11g), dan bobot 1000 biji (21.91- 31.02 g). Bobot 1000 biji tertinggi pada genotipe Laj/Mo88 yaitu 31.02 g di Cipanas dan terendah Basribey 21.92 g di Bogor. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian gandum di Merauke dimana bobot

Tabel 5. Rata-rata komponen hasil genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis

Genotipe Cipanas Bogor

JBM BBM B1B BPT JBM BBM B1B BPT OASIS/SKAUZ //4*BCN Var-28 22.40 0.77 24.75 904.70 28.90 0.50 27.91 429.67 HP 1744 24.80 0.89 26.83 1290.37s- 13.40s- 0.31s- 25.85 227.99s- LAJ/MO88 24.10 0.81s+ 31.02 1149.05s- 19.50s- 0.63 25.93 220.09s- RABE/MO88 29.60 1.09s+ 30.37 1251.11s- 20.10s- 0.41s- 24.22 255.51s H-21 29.30 1.11 29.43 1344.31 22.00 0.58 29.00 344.90 G-21 31.70 1.07 28.17 1063.45s- 23.40 0.56 25.63 214.05s- G-18 32.70 1.09s+ 29.28 758.47 32.50 0.82 29.44 367.53 MENEMEN 32.10 0.97 22.32 1293.79s- 30.00 0.60 23.08s- 317.00 BASRIBEY 29.60 1.05 24.10 1116.25 32.60 0.67 21.91s- 367.91 ALIBEY 29.70 0.92 25.96 1368.09 29.80 0.50 24.66 391.39 SELAYAR 28.80 0.75 23.24 1382.58 27.20 0.65 30.66 490.02 DEWATA 20.60 0.63 22.05 904.70 - - - - Rata-rata 27.90 0.93 26.46 1174.74 25.40 0.56 26.21 329.64 Genotipe tn * * ** ** ** * ** KK (%) 19.2 19.8 14.0 14.7 10.6 14.6 10.3 10 Dunnett 0.05 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98

JBM: Jumlah biji per malai, BBM: Bobot biji per malai (g), B1B: Bobot 1000 biji (g), BPT: Bobot biji per petak (g)(data ditransformasi Arc sin), *,** : Berbeda nyata pada taraf 5%

dan 1%, tn: Tidak berbeda nyata, s+/-:Berbeda nyata lebih atau kurang dibanding kontrol (Selayar).

Rendahnya hasil yang diperoleh di Bogor disebabkan cekaman suhu yang tinggi, akibatnya jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot 1000 biji, dan bobot biji per petak lebih rendah dibandingkan dengan Cipanas. Suhu selama

pengujian di Cipanas berkisar 17.4 – 22.5oC, di Bogor berkisar 23.7 – 28.0oC

( Lampiran 1). Di daerah subtropis, tanaman gandum dapat tumbuh optimal pada

suhu 4 – 31oC dan suhu optimum 20oC. Jika pada suhu rata-rata >22.5oC gandum

mampu menghasilkan 2.37 ton/ha (Aqil et al. 2011).

Keragaan karakter biji gandum di Cipanas dan Bogor (Gambar 4) menunjukkan bahwa biji-biji gandum yang ditanam di dataran tinggi (Cipanas) lebih bernas, padat dan bobot biji pun tinggi dibandingkan biji gandum yang ditanam di dataran rendah (Bogor). Pada Gambar 4, terlihat bahwa biji gandum di Bogor lebih kecil dan agak keriput, hal ini disebabkan karena proses pengisian biji tidak optimal.

Gambar 4. Keragaan biji gandum di Cipanas dan Bogor.

Menurut Stone (2001) pada suhu tinggi laju perkembangan tanaman meningkat sehingga mengurangi potensi akumulasi biomassa. Secara umum, pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan bulir pada serealia meliputi laju perkembangan bulir yang lebih cepat, penurunan berat bulir, biji keriput, dan

berkurangnya akumulasi pati. Maestri et al. (2002) menyatakan bahwa cekaman

suhu tinggi juga mempersingkat periode perkembangan tanaman sehingga menghasilkan organ yang lebih sedikit, ukuran organ yang lebih kecil, siklus hidup yang lebih pendek dan terganggunya proses yang berkaitan dengan asimilasi karbon, akibatnya hasil panen pada serealia berkurang.

Rata-rata karakter morfologi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis disajikan pada Tabel 6. Karakter ketebalan daun tidak berbeda nyata di Cipanas, demikian pula di Bogor untuk karakter kerapatan stomata dan ketebalan daun. Karakter luas daun dan ketebalan daun semua genotipe di Cipanas tidak berbeda nyata dengan Selayar. Di Bogor, selain luas daun dan kehijauan daun, kerapatan stomata juga tidak berbeda nyata dengan Selayar untuk semua genotipe.

Cipanas Cipanas Cipanas

Tabel 6. Rata-rata karakter morfologi genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis

Genotipe Cipanas Bogor

LD KST KTD KHD LD KST KTD KHD OASIS/SKAUZ //4*BCN Var-28 14.12 53.50 187.47 42.63 8.19 50.96 216.05 44.87 HP 1744 13.10 49.26 199.73 41.57 8.33 49.26 206.83 42.07s- LAJ/MO88 11.98 54.35 204.31 42.30 6.88 56.05 231.90 43.70 RABE/MO88 12.90 66.24s+ 194.56 42.40 6.24 57.75 222.88 43.00s- H-21 13.91 66.24 216.92 44.60 11.67 58.60 209.08 44.43 G-21 13.03 56.05 229.15 44.87s+ 11.60 52.65 232.55 41.70s- G-18 16.65 64.54 206.09 45.97 10.52 61.15 221.21 44.63 MENEMEN 16.38 61.15 181.92 44.53 7.77 67.94 222.05 43.07s- BASRIBEY 13.36 61.15 202.87 43.37 9.15 49.26 211.16 42.63s- ALIBEY 11.86 66.24s+ 163.06 42.97 6.95 52.65 228.33 44.00 SELAYAR 12.41 61.15 185.89 43.20 7.89 50.96 235.09 47.93 DEWATA 12.74 59.45 184.76 41.83 - - - - Rata-rata 13.54 59.94 196.39 43.35 8.65 55.20 221.56 43.82 Genotipe ** ** tn ** ** tn tn * KK (%) 11.5 12.2 14.4 5.0 19.5 18 11.9 4.2 Dunnett 0.05 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 2.98 LD: Luas daun, KST: Kerapatan stomata, KTD: Ketebalan daun (µm), KHD: Kehijauan daun, *,**: Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%, tn: Tidak berbeda nyata, s+/- : Berbeda nyata lebih atau kurang dibanding kontrol (Selayar).

Terdapat 8 genotipe yang tidak berbeda nyata dengan Selayar untuk karakter kerapatan stomata di Cipanas yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, HP 1744, Laj/MO88, H-21, G-21, G-18, Menemen, dan Basribey. Hanya satu genotipe yang berbeda nyata lebih dibanding Selayar di Cipanas untuk karakter kehijauan daun yaitu G-21, sedangkan di Bogor untuk karakter yang sama terdapat 5 genotipe yang tidak berbeda dengan Selayar yaitu Oasis/Skauz//4*BCN Var-28, Laj/MO88, H-21, G-18, dan Alibey. Rata-rata tertinggi luas daun 16.65 pada genotipe G-18 dan kehijauan daun tertinggi 45.97 pada genotipe G-18 di Cipanas. Adanya perbedaan intensitas kehijauan daun dan luas daun pada kedua lokasi diduga karena cekaman suhu yang tinggi di Bogor.

Menurut Yang et al. (2004), respon utama gandum terhadap cekaman suhu

tinggi salah satunya adalah penuaan yang dicirikan oleh klorosis dan kemasakan dini pada bulir. Suhu tinggi juga menyebabkan tanaman mengalami kekurangan air

sehingga daun tanaman cepat layu, stomata tertutup, dan terhambatnya difusi CO2

Parameter Genetik dan Indeks Sensitivitas terhadap Suhu Tinggi Analisis Ragam Gabungan Dua Lokasi (Cipanas dan Bogor)

Uji kehomogenan ragam galat percobaan tunggal pada karakter hasil menunjukkan ragam galat yang homogen. Uji ini dilakukan sebagai syarat untuk melakukan analisis ragam gabungan. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa hampir faktor genotipe, lokasi maupun interaksi genotipe dan lokasi berpengaruh nyata dan sangat nyata pada hamper semua karakter (Tabel 7).

Tabel 7. Analisis ragam pengaruh genotipe (G), lokasi (L) dan interaksi G x E pada karakter agronomi dan morfologi gandum di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor)

Karakter KT Genotipe (G) KT Lokasi (L) KT Interaksi (GxL) Tinggi Tanaman 170.04** 230.67tn 91.26* Jumlah Anakan 2.77** 336.12** 1.97** Jumlah Anakan Produktif 1.09tn 180.85** 0.45tn Umur Berbunga 120.46** 29.33tn 95.93** Umur Panen 205.38** 195.19tn 54.23**

Panjang Malai 2.84* 25.50tn 1.15*

Jumlah Spikelet/Malai 13.97** 375.60** 1.78tn Jumlah Spikelet Hampa/Malai 5.49** 168.45** 9.61** Jumlah Biji/Malai 98.92** 181.58** 72.90** Bobot Biji/Malai 0.85** 2.56** 0.65** Bobot 1000 Biji Bobot Biji/Petak 33.72** 73289.7tn 4.66tn 1.18** 28.74* 73531.4tn Ketebalan Daun 868.62tn 13099.4* 568.62tn Kerapatan Stomata 219.58* 454.77* 84.99tn Kehijauan Daun 10.01* 3.64tn 3.29** Luas Daun 2304.42** 36508.70** 295.89tn *,** = berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%, tn= tidak berbeda nyata

Pengaruh genotipe sangat nyata terhadap karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah spikelet, spikelet hampa, jumlah biji/malai, bobot biji/malai, bobot 1000 biji, dan luas daun. Perbedaan yang nyata ditunjukkan oleh kerapatan stomata, kehijauan daun, dan panjang malai. Karakter bobot biji/petak, jumlah anakan produktif dan ketebalan daun tidak berbeda nyata. Lokasi berpengaruh sangat nyata pada karakter jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah spikelet, spikelet hampa, jumlah biji/malai, bobot 1000 biji, dan bobot biji/petak. Terhadap karakter panjang malai, kerapatan stomata, dan

ketebalan daun, lokasi memberikan pengaruh yang nyata. Dilain pihak karakter tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, bobot 1000 biji, dan kehijauan daun tidak berbeda nyata antar lokasi.

Interaksi genotipe dan lingkungan (G x E) berpengaruh sangat nyata untuk jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, spikelet hampa, jumlah biji/malai, bobot biji/malai, dan kehijauan daun. Karakter tinggi tanaman dan bobot 1000 biji berpengaruh nyata pada pengaruh interaksi. Dilain pihak, interaksi G x E tidak berpengaruh nyata pada jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot biji/petak, luas daun, kerapatan stomata, ketebalan daun, dan kehijauan daun. Pengaruh interaksi yang nyata mengindikasikan bahwa terdapat perubahan tanggapan genotipe-genotipe yang sama dari suatu lokasi ke lokasi yang lain.

Menurut Baihaki dan Wicaksono (2005), adanya variasi lingkungan tumbuh makro tidak akan menjamin suatu genotipe atau varietas tanaman tumbuh baik dan menghasilkan hasil panen yang tinggi di semua wilayah dalam kisaran area yang luas, atau sebaliknya. Hal tersebut terkait dengan kemungkinan adanya interaksi genotipe atau genotipe-genotipe tanaman dengan kisaran variasi lingkungan pada area yang luas.

Rata-rata gabungan karakter agronomi dan morfologi genotipe gandum di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor) disajikan pada Tabel 8. Koefisien keragaman (KK) yang kecil (< 20%) untuk semua karakter. Nilai KK yang kecil mengandung arti bahwa keragaman yang ditimbulkan dari kesalahan atau faktor yang tidak bias dikendalikan kecil. Sebaliknya makin tinggi nilai KK makin rendah ketelitian percobaan tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pengujian maupun derajat ketelitian pengambilan data cukup tinggi (Gomez dan Gomez 1995).

33

Tabel 8. Rata-rata gabungan karakter agronomi dan morfologi gandum di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor)

Genotipe TT JA JPR UB UP PM JSP SHM JBM BBM B1B HSL LD KST KTD KHD OASIS/SKAUZ//4*B CN Var-28 62.65 4.0 4.0 62.0 96 8.05 16.89 7.45 25.45 0.61 28.10 667.18 10.52 51.38 191.49 44.10 HP 1744 66.55 4.0 4.0 53.0 86 9.02 14.68 8.14 17.51 0.63 27.90 759.18 10.17 49.26 200.55 40.58 LAJ/MO88 59.69 4.0 4.0 66.0 100 7.56 15.77 7.50 25.40 0.89 28.68 684.57 9.97 61.15 221.57 43.70 RABE/MO88 62.13 4.0 4.0 66.0 94 7.36 15.17 6.69 25.45 0.78 28.27 753.31 8.52 64.54 219.97 42.95 H-21 70.42 5.0 4.0 65.0 103 8.96 18.99 9.37 27.33 0.84 26.99 844.61 13.03 57.32 197.91 45.22 G-21 74.81 5.0 4.0 69.0 102 9.33 19.14 9.31 28.08 0.76 26.97 638.75 14.56 54.35 225.88 44.15 G-18 69.64 5.0 4.0 67.0 104 9.07 18.78 8.15 31.89 0.99 27.99 563.00 13.92 64.54 212.56 45.03 MENEMEN 62.18 6.0 5.0 66.0 96 8.14 17.65 7.38 30.82 0.70 22.05 805.39 10.70 65.39 213.40 42.58 BASRIBEY 62.18 5.0 4.0 67.0 92 7.87 17.91 6.29 32.24 0.83 22.91 742.08 10.38 53.50 195.01 43.33 ALIBEY 63.53 5.0 5.0 60.0 91 7.88 17.08 8.25 26.92 0.66 23.80 879.74 9.01 62.85 195.57 43.33 SELAYAR 56.28 4.0 4.0 65.0 104 7.81 16.49 7.51 26.57 0.67 27.54 936.30 10.30 51.80 208.27 44.47 Rata-rata 64.60 4.8 4.1 64.0 97.0 8.30 17.10 7.80 27.1 0.8 26.5 752.19 11.01 57.80 207.50 43.60 KK (%) 9.80 13.8 18.1 6.0 3.3 14.2 5.5 15 14.3 19.3 12.4 12.2 14.70 15.30 12.90 4.80 TT:Tinggi tanaman (cm), JA:Jumlah anakan, JPR:Jumlah anakan produktif, UB:Umur berbunga (HST), UP:Umur panen (HST), PM:Panjang malai (cm), JSP:Jumlah spikelet, SHM:Spikelet hampa, JBM:Jumlah biji per malai, BBM:Bobot biji per malai (g), B1B:Bobot 1000 biji (g), BPT:Bobot biji per petak (g), LD:Luas daun, KST:Kerapatan stomata, KTD:Ketebalan daun, KHD:Kehijauan daun.

Tinggi tanaman genotipe gandum berkisar 56.28 – 74.81 cm, dimana genotipe tertinggi adalah G-21 dan terendah Selayar. Jumlah anakan dan jumlah anakan produktif genotipe gandum yang diuji berkisar 4 – 6. Menemen memiliki jumlah anakan tertinggi yaitu 6. Genotipe HP 1744 mengalami pembungaan dan panen yang lebih cepat dibandingkan genotipe lain yaitu masing-masing 53 HST dan 86 HST. Bobot biji/malai berkisar 0.61 – 0.99 g, tertinggi adalah Menemen dan terendah Oasis/Skauz//4*BCN Var-28. Bobot 1000 biji berkisar 22.05 - 28.68 g, tertinggi Laj/Mo88 dan terendah Menemen. Dilain pihak bobot biji/petak berkisar 563 – 936.30 g, tertinggi Selayar dan terendah G-18.

Parameter Genetik

Hasil analisis ragam gabungan dua lokasi (Cipanas dan Bogor) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada hampir semua karakter yang diamati (Tabel 7). Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksinya. Nilai ragam yang diduga dari komponen ragam dapat dipartisi menjadi ragam genotipe, ragam fenotipe, ragam lingkungan, dan ragam interaksi G x E sehingga dapat diperoleh informasi tentang besarnya peran ragam genetik terhadap total keragaman yang diamati.

Heritabilitas merupakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe yang dinyatakan dalam satuan persen. Heritabilitas dikelompokkan menjadi dua, yaitu heritabilitas arti luas dan arti sempit. Stansfield (1983) membagi nilai

heritabilitas arti luas menjadi tiga kelompok yaitu rendah (h2bs ≤ 0.2), sedang (0.2

≤ h2bs ≤ 0.5), dan tinggi (h2bs > 0.5). Roy (2000) menyatakan bahwa keberhasilan

seleksi sangat ditentukan oleh adanya keragaman yang dikendalikan oleh faktor genetik.

Hasil pendugaan ragam fenotipe, ragam genetik, ragam lingkungan, dan ragam interaksi G x E karakter gandum di lingkungan tropis (Tabel 9) menunjukkan bahwa pada karakter jumlah anakan dan ketebalan daun pengaruh lingkungan masih cukup besar terhadap keragaman karakter tersebut, sedangkan pada jumlah anakan produktif, luas daun dan kerapatan stomata faktor genetik lebih dominan mengendalikan karakter tersebut yang ditunjukkan oleh nilai heritabilitas arti luas yang tinggi (lebih dari 50%).

Tabel 9. Parameter genetik karakter agronomi dan morfologis genotipe gandum introduksi di lingkungan tropis (Cipanas dan Bogor)

Karakter σ2 GxE σ 2 G σ(σ 2 G) σ 2 E σ 2 P h 2 (bs) Tinggi tanaman 17.13 13.13 13.13 (S) 6.64 36.40 35.58 Jumlah anakan 0.51 0.13 0.23 (S) 0.07 0.72 18.70 Jumlah anakan prod -0.03 0.11 0.08 (L) 0.09 0.16 64.69 Umur berbunga 27.08 4.09 10.48 (L) 2.45 33.62 12.16 Umur panen 14.67 25.19 14.45 (S) 1.71 41.56 60.61 Panjang malai -0.08 0.28 0.21 (S) 0.23 0.43 64.91 Jumlah spikelet 0.29 2.03 0.96 (L) 0.15 2.48 82.03 Spikelet hampa 2.74 -0.69 0.75 (S) 0.23 0.28 0 Jumlah biji/malai 19.29 4.34 8.36 (S) 2.50 26.13 16.59 Bobot biji/malai 0.01 0.003 0.007 (S) 0.003 0.02 15.86 Bobot 1000 biji 5.99 0.83 3.01 (S) 1.79 8.62 9.62 Bobot biji/petak 10710.87 -40.28 7063.94(S) 6899.80 17570.38 0 Luas daun 11.44 334.75 158.08(L) 43.60 389.79 85.88 Kerapatan stomata 2.29 22.43 16.02 (S) 13.02 37.74 59.43 Ketebalan daun -50.99 49.70 70.63 (S) 120.23 119.24 41.90 Kehijauan daun 2.98 -0.55 1.13 (S) 0.72 3.16 0

S = Sempit, L = Luas, σ2 P = Ragam fenotipe, σ2 G = Ragam genetik, dimana nilai (-) diasumsikan nol dalam perhitungan heritabilitas, σ(σ2G) = Standar deviasi ragam genetik, σ2E = Ragam lokasi, σ2 GxE = Ragam interaksi, h2 (bs) = Heritabilitas.

Parameter genetik pada Tabel 9 menunjukkan bahwa karakter-karakter jumlah anakan produktif, umur panen, panjang malai, jumlah spikelet, luas daun, dan kerapatan stomata memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keragaan karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik sehingga karakter dengan heritabilitas yang tinggi juga menggambarkan bahwa karakter-karakter yang diamati tersebut stabil dan mudah diwariskan. Nilai KKG berkisar 0.007 – 158.08 %, nilai KKG yang luas ditunjukkan oleh jumlah anakan produktif, umur berbunga, jumlah spikelet, dan luas daun.

Menurut Rachmadi et al. (1990) dan Wicaksono (2001), karakter yang

memiliki nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan faktor genetik lebih dominan atau faktor genetik memberi sumbangan yang lebih besar daripada faktor lingkungan dan seleksi dari karakter ini dapat dimulai pada generasi awal. Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan bahwa seleksi terhadap karakter unggul dengan heritabilitas tinggi akan menjamin diperolehnya keunggulan pada generasi berikutnya, sehingga seleksinya akan berlangsung efektif.

Karakter jumlah biji dan bobot biji memiliki nilai heritabilitas yang rendah. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian Ehdaie dan Waines (1989) dan

Moghaddam et al. (1997). Selanjutnya dikemukakan bahwa rendahnya nilai

duga heritabilitas karakter jumlah biji dan bobot biji per tanaman dibandingkan dengan berbagai karakter lain pada gandum menunjukkan bahwa faktor lingkungan merupakan penyumbang terbesar bagi total keragaman fenotipik.

Indeks Sensitivitas terhadap Suhu Tinggi

Indeks sensitivitas suhu tinggi telah umum digunakan pada berbagai jenis tanaman untuk mengetahui tingkat toleransu suatu genotipe. Genotipe dikategorikan sangat toleran jika S < 0.5, medium toleran 0.5 < S < 1 dan peka jika S >1 (Fisher dan Maurer 1978).

Hasil dan komponen hasil telah digunakan secara luas sebagai indikator toleransi gandum terhadap cekaman panas pada fase akhir pertumbuhan, namun demikian penggunaan karakter hasil membutuhkan waktu yang lama dan sumber

daya yang banyak. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Yang et al. (2002) dengan

menggunakan karakter bobot biji menunjukkan adanya variasi nilai ISH di antara 30

Dokumen terkait