Kehilangan Berat Papan Unting Akibat Serangan Rayap Tanah
Hasil pengujian kehilangan berat selama 100 hari yang dilakukan terhadap contoh uji papan unting dari kayu akasia, gmelina dan eukaliptus dengan aplikasi perekat (PF Cair, PF Bubuk, Isosianat, PF Cair + Isosianat, dan PF Bubuk + Isosianat) akibat serangan rayap tanah dapat dilihat pada Gambar 2.
6,54 12,45 3,84 6,5 13,72 4,65 12,35 3,46 6,37 12,17 9,94 24,97 3,77 6,75 12,67 0 5 10 15 20 25 30
PF Cair PF Bubuk Isocianat PF Cair + Isocianat PF Bubuk + Isocianat Jenis Perekat (%) Ke hi la nga n B e ra t ( % ) Akasia Gmelina Eukaliptus
Gambar 2. Kehilangan Berat Papan Unting Akibat Serangan Rayap dari 3 Jenis
Kayu dengan 5 Jenis Perekat
Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa serangan rayap tanah terhadap contoh uji papan unting dari kayu akasia yang paling buruk adalah dari contoh uji yang menggunakan perekat PF Bubuk + Isocianat dengan persentase kehilangan berat yang dialami yaitu sebesar 13,17%, kemudian disusul contoh uji yang menggunakan perekat PF Bubuk dengan persentase kehilangan berat sebesar
12,45 %. Kehilangan berat contoh uji semakin besar, dikarenakan oleh kualitas dari jenis perekat yang digunakan. Perekat PF Bubuk merupakan perekat yang memiliki kualitas yang rendah pada kondisi eksterior yang mengakibatkan daya rekatan sangat kecil sehingga mempermudah serangan rayap terhadap contoh uji.
Menurut Ruhendi (2007) bahwa mekanisme dari aksi bersikunci perekat terjadi ketika permukaan substrat (tempat dimana perekat dilaburkan) porus (sarang), perekat dapat mengalir kedalamnya dan mulai mengeras, sehingga berfungsi sebagai jangkar perekat. Namun kemampuan perekat untuk memasuki sirekat dan kekuatan perekatan, akan berkurang pada saat porositas sirekat tidak cukup dalam. Demikian juga dengan perekat PF bubuk yang merupakan perekat yang terdiri dari serbuk- serbuk halus yang ditaburi kepermukaan kayu sehingga perekat tidak masuk ke porus kayu. Setelah dilakukan perekatan akan menghasilkan aksi bersikunci kurang maksimal.
Contoh uji papan unting dari kayu Akasia dengan jenis perekat PF Bubuk + Isocianat dan PF Bubuk merupakan contoh uji yang disukai oleh rayap karena kondisi dan strukturnya yang sangat mudah terhadap serangan rayap tanah. Untuk lebih jelasnya hasil ketahanan papan unting dari kayu Akasia terhadap serangan rayap tanah dapat dilihat pada Gambar 2. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Nandika et al. (2003) bahwa aktivitas makanan rayap secara umum dipengaruhi oleh ketersediaan dan tingkat kesukaan rayap terhadap sumber makanan dan kondisi lingkungan.
Pengujian terhadap sampel papan unting dari kayu gmelina dengan persentase kehilangan berat 3,46 % hingga 12,17 %. Dari hasil pengujian uji kubur dihasilkan persentase kehilangan berat yang paling buruk adalah contoh uji
papan unting dari kayu gmelina dengan aplikasi perekat PF Bubuk sebesar 12,17% dan PF Bubuk + Isocianat sebesar 12,35%. Hal ini di karenakan jenis perekat merupakan jenis perekat yang berupa bubuk ketika perekat dilaburkan perekat tidak dapat masuk ke dalam pori kayu dan hanya tertabur di permukaan kayu. Menurut Ruhendi (2007) menyatakan bahwa perekatan yang baik hanya terjadi ketika perekat masuk kedalam lumen, lubang atau celah yang tidak beraturan lainnya dari permukaan substrat sirekat, dan terkunci secara mekanik pada substrat. Namun kualitas perekatan dapat dilihat berdasarkan kontribusi aksi bersikunci perekat pada kekuatan perekatan. Dari hasil perekatan perekat PF Bubuk tidak dapat masuk kedalam pori kayu sehingga daya ikatan antara kayu dan perekat sangat rendah. Hal ini memudahkan rayap masuk kedalam rongga kayu dan mempercepat serangan rayap akibat ikatan perekatan yang rendah. Contoh uji yang mengalami kehilangan berat yang sangat sedikit dari contoh uji papan unting dari kayu gmelina adalah contoh uji dengan aplikasi perekat PF Cair sebesar 4,65 % dan Isosianat 3,46%. Hal ini dikarenakan oleh kualitas perekat yang baik dan merupakan perekat eksterior, sehingga memiliki daya rekatan yang kuat dan mempengaruhi tingkat serangan rayap terhadap contoh uji tersebut. Selain itu bahan kayu dari gmelina menurut Direktorat Pembenihan Tanaman Hutan (2008), memiliki tingkat keawetan kelas II dan kelas kuat II. Hal ini menjelaskan bahwa kayu gmelina merupakan kayu yang kuat dan awet.
.Hasil pengujian kehilangan berat contoh uji papan unting dari kayu eukaliptus adalah ketahanan yang sangat buruk terdapat pada contoh uji yang menggunakan perekat PF Bubuk dengan persentase kehilangan berat yang dialami yaitu sebesar 24,97%, kemudian disusul contoh uji yang menggunakan perekat PF
Bubuk+Isocianat dengan persentase kehilangan berat sebesar 12,67%. Kehilangan berat contoh uji semakin besar, dikarenakan oleh kualitas dari jenis perekat yang digunakan. Perekat PF Bubuk merupakan perekat yang memiliki kualitas yang rendah, merupakan perekat interior dan kualitas kayu eukaliptus yang rendah sehingga mengakibatkan laju serangan rayap lebih cepat. Menurut Howse dan Supriana (1983) dalam Martawijaya (1996) penurunan berat adalah salah satu faktor yang menentukan ketahanan bahan baku kayu.
Adapun faktor yang mempengaruhi besarnya kehilangan berat contoh uji yaitu jenis perekat, jenis kayu, lama penyimpanan, kadar air dan kondisi umum lainnya. Jenis perekat merupakan jenis penentu kualitas dari produk papan unting. Perekat memiliki berbagai sifat kegunaannya yaitu interior dan eksterior. Jenis
eksterior merupakan jenis perekat yang digunakan di luar ruangan, yang tahan
terhadap kondisi lingkungan. Sedangkan perekat interior merupakan perekat yang digunakan di dalam ruangan tetapi tidak dapat digunakan di luar ruangan karena perekat interior tidak tahan dengan kondisi lingkungan seperti cuaca, iklim dan sebagainya (Ruhendi, 2007). Dari hasil pengujian kehilangan berat faktor dari sifat kegunaan perekat mempengaruhi kualitas dan ketahanan papan unting terhadap rayap. Perekat PF Bubuk merupakan perekat yang kurang baik pada kondisi eksterior sehingga mempengaruhi tingkat serangan rayap.
Jenis kayu juga mempengaruhi ketahanan dan keawetan produk papan unting seperti struktur anatomi, kadar air, kerapatan dan kandungan ekstratif kayu terhadap serangan rayap. Bahan baku papan unting ini dari akasia, gmelina dan eukaliptus merupakan kayu cepat tumbuh yang memiliki kelas keawetan II dan III serta memiliki kelas kekuatan II dan III dengan klasifikasi kekuatan dan keawetan
sedang. Kerapatan kayu bahan baku papan unting yang dijadikan contoh uji memiliki tingkat kerapatan sedang sehingga mempengaruhi tingkat serangan rayap. Menurut Martawijaya, (1994) bahwa 4000 jenis kayu tersebut hanya 14.3% saja yang termasuk jenis kayu awet I-II. Sisanya terdiri dari jenis kayu kurang atau tidak awet, yaitu sebanyak 85.7% termasuk kelas awet III-IV-V, sehingga untuk dapat dipergunakan dengan memuaskan, harus diawetkan.
Contoh uji papan unting yang digunakan merupakan contoh uji dari Nuryawan (2007). Lama penyimpanan contoh uji berkisar 2 tahun. Lamanya penyimpanan dapat mempengaruhi kekuatan rekat pada produk papan unting tersebut, sehingga dapat menurunkan kualitas dari produk papan unting tersebut. Menurut Jasni (2004) kayu sebagai hasil metabolisme dari pohon mempunyai banyak kelemahan terutama terhadap biodeteriorasi. Salah satu sifat yang sangat menentukan penggunaan akhir kayu adalah ketahanan terhadap serangan rayap. Hal ini disebabkan oleh serangan rayap merupakan salah satu hama yang menimbulkan kerusakan hebat dan kerugian besar pada produk-produk kayu (Bowyer et al, 2003).
Kerapatan contoh uji papan unting dari kayu akasia, gmelina, dan eukaliptus juga mempengaruhi tingkat serangan rayap terhadap kayu, dimana kayu akasia, gmelina, dan eukaliptus merupakan kayu yang memiliki berkerapatan kecil sampai sedang berkisar 0,5-0,6. Hal ini mempermudah konsumsi rayap terhadap kayu. Semakin kecil kerapatan kayu semakin besar aktivitas dan laju konsumsi rayap karena dipengaruhi oleh ketersediaan dan karakteristik bahan makanan (Nandika et al., 2003). Demikian juga dengan ikatan perekatan antara kayu dan perekat. Contoh uji papan unting dari kayu akasia,
gmelina dan eukaliptus memiliki kerapatan yang kecil sampai sedang sehingga daya ikatan antara perekat dan kayu kecil. Dimana kerapatan berhubungan langsung dengan kekuatannya. Dinding serat yang tebal dapat menghasilkan tegangan yang lebih besar sehingga kayu yang berkerapatan tinggi akan lebih kuat, lebih keras dan lebih kaku dibanding kayu yang berkerapatan rendah. Semakin kuat kayu maka semakin kuat juga ikatan rekatannya. (Ruhendi et al, 2003).
Kehilangan berat contoh uji papan unting yang menggunakan PF bubuk sangat besar dikarenakan sifat keterekatan perekat PF Bubuk sangat rendah. Hal ini menentukan kualitas dan daya ikatan rekatan antara perekat dan kayu semakin kecil. Hal ini mengakibatkan rayap mudah masuk ke rongga kayu dan mempercepat serangan terhadap kayu. Menurut Ruhendi (2007), keterekatan merupakan gambaran kemampuan kayu untuk melekat dengan menggunakan perekat. Tipe ekstraktif tertentu yang terkandung dalam kayu dapat melemahkan kekuatan ikatan dari perekat. Keterekatan merupakan karakteristik yang penting ketika mengaplikasikan perekat pada jenis kayu.
Hasil dari analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji menunjukkan bahwa pengujian papan unting terhadap serangan rayap berpengaruh nyata, ini menunjukkan bahwa besarnya kehilangan berat contoh uji papan unting dipengaruhi oleh jenis kayu dan perekat. Hasil analisis sidik ragan pada pengujian kehilangan berat terhadap serangan rayap tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kehilangan berat pada contoh uji papan unting dari kayu Eukaliptus dengan perekat PF Bubuk berbeda nyata dengan perlakuan contoh uji lainnya yang memiliki jarak nilai rataan sebesar
24,97%. Hasil kehilangan berat contoh uji papan unting dari kayu eukaliptus dengan perekat PF Bubuk sangat berbeda jauh dengan perlakuan lainnya.
Gambar 3. Sarang Rayap Tanah di Hutan Tri Dharma
Menurut Tarumingkeng (2004) makanan rayap merupakan bahan yang berasal dari selulosa. Rayap mempunyai banyak pilihan makanan dan memilih makanan yang paling sesuai tetapi mudah dimakan dan digigit. Demikian juga dengan kondisi tempat pengujian kehilangan berat contoh papan unting yang dilakukan di hutan Tridarma USU yang merupakan hutan mini yang didominasi oleh pohon mahoni. Tempat pengujian ini banyak terdapat koloni rayap tanah, hal ini dapat dilihat dari ditemukannya beberapa timbunan tanah yang dipastikan merupakan sarang rayap tanah yang bertipe sarang bukit, seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Rayap yang menempel pada contoh uji ketika diangkat setelah 100 hari adalah rayap dengan jenis Macrotermes gilvus (Gambar 4). Kerusakan yang ditimbulkan oleh rayap ini tidak begitu tampak pada contoh uji OSB. Menurut
Hunt and Garrat (1996) dalam Tambunan dan Nandika (1986), jenis –jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Rayap dari famili Termitidae bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Rayap yang biasanya paling menyerang bangunan terutama bahan yang berasal dari kayu adalah Macrotermes spp. Jenis- jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang objek-objek berjarak 200 meter dari sarangnya.
Gambar 4. Kasta Prajurit Rayap Tanah Macrotermes gilvus skala 1 kotak = 1 mm2
Menurut Tarumingkeng (2004) rayap mencapai obyek serangan berdasarkan obyek berhubungan langsung dengan tanah, kemudian rayap membangun pipa perlindungan (sheltertubes) dari tanah sampai obyek serangan. Melalui celah, retak kecil (minimum 0,4 mm) dan menembus obyek-obyek penghalang walaupun penghalang ini bukan merupakan obyek makanannya.
Kehilangan Berat Papan Unting Akibat Serangan Rayap Kayu Kering
Parameter yang digunakan untuk menilai ketahanan kayu papan unting dari serangan rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light adalah penurunan berat. Hasil pengujian kehilangan berat selama 100 hari yang dilakukan terhadap contoh uji papan papan unting dari kayu akasia, gmelina, dan eukaliptus dengan aplikasi perekat PF Cair, PF Bubuk, Isosianat, PF Cair + Isosianat, dan PF Bubuk + Isosianat terhadap serangan rayap kayu kering
Cryptotermes cynocephalus Light, tampak pada Gambar 5.
5,36 3,88 5,03 5,07 5,51 5,77 4,51 4,72 5,45 4,76 5,08 4,27 4,9 8,22 5,02 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
PF Cair PF Bubuk Isocianat PF Cair + Isocianat PF Bubuk + Isocianat Jenis Perekat (%) K e hi la ng a n B e ra t (% )
Akasia Gmelina Eukaliptus
Gambar 5. Kehilangan Berat Papan Unting Akibat Serangan Kayu Kering dari 3
Jenis Kayu dengan 5 Jenis Perekat
Kehilangan berat kayu akasia sebesar 3,88 % hingga 5,51 %. Contoh uji yang memiliki kelas ketahanan yang baik adalah papan unting dengan aplikasi perekat PF Bubuk sebesar 3,88% dengan kategori tahan. Papan unting dengan perekat PF Cair 5,36%, Isocianat 5,03%, PF Cair + Isocianat 5,07% dan PF Bubuk + Isocianat 5,51% memiliki kelas ketahanan sedang. Kehilangan berat papan unting
merupakan salah satu faktor untuk menentukan kelas ketahanan (keawetan) kayu tersebut. Terjadinya penurunan berat kayu setelah pengujian disebabkan hilangnya hemiselulosa atau selulosa yang ada dalam kayu yang dimakan oleh rayap sebelum rayap itu mati. Pada pengujian ini rayap dipaksa makan, sehingga rayap akan memakan kayu terlebih dulu kemudian baru mulai mati (Jasni 2004).
Hasil pengujian kehilangan berat papan unting dari kayu Gmelina akibat serangan rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light mengalami kehilangan berat yang seragam dengan kelas ketahanan sedang dengan tingkat kehilangan berat 4,51%-5,77%. Hal ini dikarenakan oleh kualitas bahan kayu dari Gmelina menurut Direktorat Pembenihan Tanaman Hutan (2008), memiliki tingkat keawetan kelas II dan kelas kuat II. Hal ini menjelaskan bahwa kayu Gmelina merupakan kayu yang kuat dan awet. Selain itu keawetan alami kayu juga dipengaruhi oleh kerapatan sehingga mempengaruhi laju serangan rayap (Rachmansyah, 2001).
Berdasarkan hasil pengujian papan unting dari kayu eukaliptus akibat serangan rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light mengalami persentase kehilangan berat 4,27 % hingga 8,22 %. Persentase kehilangan berat yang paling besar adalah contoh uji papan unting dari kayu eukaliptus dengan aplikasi perekat PF Cair + Isocianat sebesar 8,22 %. Kehilangan berat contoh uji semakin besar, dikarenakan oleh kualitas dari jenis perekat yang digunakan rendah dan kualitas kayu eukaliptus yang rendah sehingga mengakibatkan laju serangan rayap lebih cepat. Menurut Martawijaya (1996) penurunan berat adalah salah satu faktor yang menentukan ketahanan bahan baku kayu.
Mortalitas Rayap Kayu Kering
Parameter yang digunakan untuk menilai ketahanan papan unting dengan jenis perekat yang digunakan yakni PF Cair, PF Bubuk, Isosianat, PF Cair + Isosianat dan PF Bubuk + Isosianat terhadap serangan rayap kayu kering
Cryptotermes cynocephalus Light adalah jumlah kematian rayap (mortalitas).
Mortalitas rayap merupakan salah satu indikator dalam penentuan ketahanan papan unting terhadap serangan rayap dengan menghitung persentase jumlah rayap yang mati setelah diberikan perlakuan pengumpanan papan unting dari kayu akasia, gmelina dan eukaliptus. Hasil penelitian tingkat mortalitas rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light dari pengujian ketahanan papan unting dari kayu akasia, gmelina, dan eukaliptus ditunjukkan pada Gambar 6.
85 100 79 83 71 82 88 84 82 94 88 87 85 83 78 0 20 40 60 80 100 120
PF Cair PF Bubuk Isocianat PF Cair + Isocianat PF Bubuk + Isocianat Jenis Perekat (%) K e hi la ng a n B e ra t ( % )
Akasia Gmelina Eukaliptus
Gambar 6. Rataan Mortalitas Rayap Kayu Kering dari 3 Jenis Kayu dengan 5
Jenis Perekat
Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa papan unting dari kayu Akasia yang diumpankan selama 100 hari, terjadi keragaman nilai mortalitas rayap
Cryptotermes cynocephalus Light. Mortalitas rayap Cryptotermes cynocephalus
Light 100 % terjadi pada kayu Akasia dengan perekat PF Bubuk. Dari interaksi perlakuan ini terjadi mortalitas yang cukup besar dikarenakan adanya zat ekstraktif dan juga jenis perekat yang dapat menjadi racun bagi rayap. Hal ini di duga karena ketiga jenis kayu ini memiliki kandungan ekstraktif (Nuryanti, et
al.2003).
Kekhasan jenis-jenis kayu akan mempengaruhi perilaku rayap, pada saat rayap mencicipi sumber makanan dan jika dirasakan adanya zat ekstraktif maka rayap akan berpindah ke bagian lain dari makanan tersebut atau mencari sumber makanan lain. Serangan rayap terhadap contoh uji diduga karena aroma gula yang terdapat dalam kayu merupakan ransangan awal dari rayap untuk mendatanginya. Selain itu kelembaban yang tinggi atau kekeringan hebat akan menyebabkan kematian yang tinggi pada rayap (Nuryantin, et al. 2003)
Mortalitas tertinggi dari pengujian ketahanan papan unting terhadap rayap kayu kering dari kayu gmelina dengan perekat PF Bubuk + Isosianat sebesar 94 %, sedangkan mortalitas rayap yang paling rendah adalah kayu gmelina dengan perekat PF Bubuk dan PF Cair + Isosianat sebesar 82 %. Menurut Nandika (2006), habitat rayap membutuhkan kisaran suhu 21,1-26,6oC dengan kelembaban optimal 95-98% yang merupakan surga bagi rayap. Sementara suhu pada tempat penelitian 27 – 28oC, hal ini merupakan neraka bagi rayap, sehingga tingkat kematian rayap lebih tinggi. Besarnya tingkat mortalitas rayap juga dapat dipengaruhi oleh perilaku makan rayap. Menurut Rachmansyah (2001), perilaku makan Cryptotermes cynocephalus Light berbeda di laboratorium dan pada habitat aslinya. Dalam laboratorium rayap dihadapkan kepada satu pilihan atau
keadaan tunggal (terpaksa) sehingga dalam keadaan terpaksa rayap memakan bahan yang diberikan.
Hasil pengujian pengumpanan papan unting dari kayu eukaliptus terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light menunjukkan bahwa tingkat mortalitas rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light terhadap papan unting dari kayu eukaliptus sangat bervariasi. Tingkat mortalitas yang sangat rendah sebesar 78% dihasilkan dari pengujian papan unting dari kayu Eukaliptus dengan aplikasi perekat PF Bubuk + Isocianat. Dan tingkat mortalitas yang paling tinggi sebesar 87% dihasilkan pada papan unting dari kayu Eukaliptus dengan perekat PF Bubuk. Menurut Nandika (2006), semakin tinggi tingkat mortalitas rayap maka kehilangan berat contoh uji semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah tingkat mortalitas rayap maka kehilangan berat contoh uji semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat mortalitas rayap dipengaruhi oleh sifat yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Masih bertahannya hidup rayap Cryptotermes
cynocephalus Light tersebut dikarenakan makanan rayap masih tersedia, dimana
diketahui bahwa makanan utama rayap. Kayu atau bahan makanan rayap yang utama terdiri atas selulosa. Rayap makan (menyerap) selulosa dengan cara melumatkan dan menyerapnya sehingga sebagian besar ekskremen hanya tinggal lignin saja (Tarumingkeng, 2001).
Waktu penyimpanan kayu juga mempengaruhi tingkat mortalitas rayap. Contoh uji papan unting telah mengalami penyimpanan selama 2 tahun (Nuryawan, 2007), sehingga mengakibatkan tingkat mortalitas yang tinggi. Menurut Gudiwidayanto (2003), perbedaan lama penyimpanan kayu berpengaruh
terhadap tingkat mortalitas rayap dan pengaruh berat cantoh uji. Semakin lama waktu penyimpanan contoh uji, maka mortalitas rayap semakin tinggi.