• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketimpangan PDRB Per Kapita

Kesenjangan atau ketimpangan selama ini identik dengan ketidakmerataan pendapatan atau pengeluaran. Hasil yang diperoleh dari perhitungan standar deviasi dan koefisien variasi, bahwa dispersi nilai PDRB per kapita mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun pada periode pengamatan yang disajikan pada Tabel 4. Kondisi yang berfluktuasi tersebut cukup membuktikan bahwa perkembangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Indonesia mengalami ketidakstabilan. Tabel 4 Koefisien variasi dari PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Indonesia

2005-2012 Tahun STDEV CV 2005 2008 2009 2010 2011 2012 0.458 0.412 0.443 0.455 0.449 0.448 0.068 0.061 0.066 0.068 0.066 0.064 Sumber:BPS, 2005-2012 [diolah]

Tingkat disparitas PDRB perkapita antar kabupaten/kota di Indonesia dapat dilihat dari nilai standar deviasi (STDEV) dan nilai koefisien variasi (CV) yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai STDEV dan CV dari PDRB per kapita menandakan bahwa tingkat ketimpangan yang semakin meningkat atau tinggi.

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai STDEV dan CV dari PDRB per kapita kabupaten/kota di Indonesia cenderung mengalami nilai yang semakin kecil. Pada tahun 2005 STDEV dan CV masing-masing sebesar 0.4582 dan 0.068. Pada tahun 2008 STDEV turun menjadi 0.4129 dan 0.061 dan kemudian menjadi 0.4487 dan 0.0649 pada tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Indonesia pada selang waktu 2005-2012 mengalami penurunan atau semakin kecil.

15

Sumber: BPS, 2005-2012 [diolah]

Gambar 4 Tingkat dispersi PDRB perkapita antar kabupaten/kota di Indonesia

Analisis Ketimpangan Infrastruktur

Keberadaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan suatu wilayah, yang dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (Pamungkas 2009). Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa studi terdahulu bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketersediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.

Tabel 5 Koefisien variasi infrastruktur kabupaten/kota di Indonesia tahun 2005 - 2012

Tahun Sekolah Listrik

Tempat Tidur di RS Air Panjang Jalan 2005 1.037 0.634 1.956 0.837 0.965 2008 0.991 1.029 2.152 0.849 0.983 2009 1.030 0.975 1.809 0.881 0.789 2010 1.015 1.071 1.715 0.902 0.791 2011 1.061 0.920 1.925 0.827 1.015 2012 0.848 1.160 2.398 0.826 1.104 Sumber: BPS, 2005-2012 [diolah] 0,030 0,080 0,130 0,180 0,230 0,280 0,330 0,380 0,430 0,480 2005 2008 2009 2010 2011 2012 Nilai CV dan STDEV Tahun STDEV CV

16

Untuk menganalisis ketimpangan infrastruktur dapat diukur dengan menggunakan ukuran koefisien variasi dari jumlah infrastruktur di kabupaten/kota di Indonesia. Tabel 5 menunjukkan kondisi nilai koefisien variasi infrastruktur di Indonesia selama 2005-2012. Nilai tersebut menunjukkan bahwa infrastruktur di Indonesia seperti jumlah sekolah dan jumlah pelanggan air mengalami nilai koefisien yang berfluktuasi selama 2005-2012.

Pada tahun 2005 jumlah sekolah di kabupaten/kota di Indonesia memiliki nilai koefisien variasi sebesar 1.037492 menjadi 0.848653 pada tahun 2012. Infrastruktur jumlah pelanggan air pada tahun 2005 memiliki koefisien variasi sebesar 0.83711 menjadi 0.82612. Ketimpangan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010 dimana jumlah sekolah dan jumlah pelanggan air memiliki nilai koefisien variasi paling tinggi pada 2005-2012.

Infrastruktur panjang jalan, jumlah tempat tidur di rumah sakit dan jumlah pelanggan listrik mengalami tingkat ketimpangan yang bervariasi dilihat dari nilai koefisien variasi masing-masing selama tahun 2005-2012. Infrastruktur jalan raya pada tahun 2005 memiliki nilai koefisien variasi sebesar 0.965798 menjadi 1.104692 pada 2012. Infrastruktur jumlah tempat tidur di rumah sakit memiliki nilai koefisien variasi sebesar 1.956533 pada 2005 menjadi 2.398171 pada 2012 dan infrastruktur jumlah pelanggan listrik memiliki nilai koefisien variasi sebesar 0.634283 pada 2005 menjadi 1.160909 pada 2012.

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa infrastruktur jumlah sekolah dan jumlah pelanggan air di kabupaten/kota di Indonesia mengalami tingkat ketimpangan yang menurun atau semakin kecil pada tahun 2005-2012. Sedangkan infrastruktur jumlah pelanggan listirk, jumlah tempat tidur di rumah sakit dan panjang jalan di kabupaten/kota di Indonesia mengalami tingkat ketimpangan yang meningkat pada tahun 2005-2012.

Ket: TT = Tempat tidur di Rumah Sakit Sumber:BPS, 2005-2012 [diolah]

Gambar 5 Nilai koefisien variasi PDRB per kapita dan infrastruktur kabupaten/kota di Indonesia tahun 2005-2012 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 2,4 2005 2008 2009 2010 2011 2012 Nilai CV Tahun PDRB Sekolah Listrik TT Air Jalan

17 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Analisis Tipologi Klassen dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang struktur pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota dan pertumbuhan infrastruktur di kabupaten/kota di Indonesia Tahun 2005-2012. Selanjutnya dilakukan analisis regresi untuk mempertegas hasil analisis.

Tabel 6 menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Indonesia diklasifikasikan menjadi empat kriteria. Kriteria pertama adalah daerah cepat maju dan cepat bertumbuh yang termasuk ke dalam kuadran I. Kriteria kedua adalah daerah berkembang cepat tetapi tidak maju yang temasuk kedalam kuadran II. Kriteria ketiga adalah daerah relatif tertinggal yang termasuk kedalam kuadran III, dan kriteria yang terakhir adalah daerah maju tetapi tertekan yang termasuk ke dalam kuadran IV.

Pembagian kriteria tersebut didasarkan pada nilai median dari rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita untuk garis vertikal dan median dari rata-rata PDRB per kapita untuk garis horizontal. Masing-masing nilai median tersebut adalah (6009620.865 , 4.499).

Berdasakan hasil analisis tersebut diperoleh hasil bahwa kabupaten/kota di Indonesia cenderung terdapat pada kuadran II yaitu daerah berkembang cepat dan kuadran III yaitu daerah tertinggal. Dalam jangka panjang, kabupaten/kota yang terdapat pada kuadran II akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena akan mampu mengejar pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang sudah maju seperti yang terdapat pada kuadran I.

Namun untuk kabupaten/kota yang terdapat pada kuadran III yaitu daerah relatif tertinggal, akan berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena akan menghambat pembangunan dan meningkatkan kesenjangan diantara kabupaten/kota di Indonesia. Hasil analisis ini membuktikan bahwa ketimpangan perekonomian kabupaten/kota di Indonesia masih tinggi. Analisis pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB per kapita kabupaten/kota di Indonesia (Gambar 6) memiliki nilai korelasi sebesar 0.25338. Kondisi ini menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara PDRB per kapita dengan pertumbuhan PDRB per kapita di kabupaten/kota di Indonesia

Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 0.74 yaitu lebih kecil dari nilai t tabel yaitu sebesar 1.98. Hal ini berarti persamaan garis regresi yang diperoleh y = 2E-08x + 2.2675 memiliki arti bahwa perekonomian kabupaten/kota di Indonesia mengalami cenderung divergensi akan tetapi tidak berpengaruh nyata jika dilihat dari hasil t hitung yang lebih kecil dari nilai t tabel.

Hasil tersebut juga membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Indonesia tidak dapat disimpulkan dengan tegas cenderung mengalami divergensi karena rentang waktu yang digunakan dalam penelitian tersebut sempit yaitu 2009-2012.

18

Tabel 6. Klasifikasi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Indonesia tahun 2009 - 2012 menurut Tipologi Klassen

PDRB per kapita(y) Laju Pertumbuhan (r) Ydi>yni Ydi<yni Rdi>rni

Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I)

Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Bukit Tinggi, Mentawai, Kota Solok, Pasaman Barat, Kota Payakumbuh, Padang Pariaman, Solok, Sinjunjung, Pasaman, Pesisir Selatan,, Katingan, Lamandau, Kotawaringin Timur, Barito Selatan, , Pulang Pisau, Palangkaraya, Kotawaringin Barat,

Daerah berkembang cepat tapi tidak maju (kuadran II)

Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Pulau Morotai, Halmahera Selatan, Tidore Kepulauan, Ternate, Lingga, Kep. Sula, Lebong, Pohuwato, Kota Gorontalo, Sorong Selatan, Banjar Negara, Gorontalo,

Kep.Anambas, Kota Tanjung Pinang, Gorontalo Utara, Karimun, Bone Bolango, Kuningan, Tual, Rejang , Kota SawahluntoLebong, Solok Selatan.

Rdi<rni

Daerah maju tapi tertekan (kuadran IV)

Sukoharjo, Teluk Wondama, Bekasi, Kota Bogor, Seruyan, Raja Ampat, Kota Banda Aceh, Sukamara, Kota Sorong, Kota Lhokseumawe, Kotawaringin Barat, Fak-fak, Aceh Utara, Manokwari, Gunung Mas, Cilacap, Barito Timur, Karanganyar, Kaimana, Kota Bengkulu.

Daerah relatif tertinggal (kuadran III)

Grobogan, Kaur, Boalemo, Purbalingga, Wonogiri, magelang, Klaten, Boyolali, Cirebon, Kebumen, Sorong Selatan, Bengkulu Tengah, Purworejo, Karawang, Ciamis, Kuningan, Batam, Cianjur, Purworejo, Majalengka, Sumedang, Kep. Seribu, Kep Aru, Seram Bagian Barat, Banjarbaru, Magelang, Sragen, Seram Bagian Timur, Muko-muko, Wonosobo, Kota Baru, Hulu Sungai Selatan,

19

Sumber: BPS, 2009-2012 [diolah]

Gambar 6 Analisis pertumbuhan ekonomi tahun 2009-2012 menurut Tipologi Klassen

-9 -6 -3 0 3 6 9 12 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 R a ta -ra ta P e rt u m b u h a n P D R B p e r k a p it a k a b u p a te n /k o ta d i I n d o n e si a 2 0 0 9 -2012

Rata-rata PDRB per kapita kabupaten/kota di Indoensia 2009-2012 Aceh Utara Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Padang Panjang Kab Solok Kab Lima Puluh Kota Kab Solok Selatan Pasaman Kab Kepulauan Mentawai Padang Pariaman Kota Solok Kota Sawahlunto Kab Pesisir Selatan Kota Bukit Tinggi Kab Pasaman Barat Kab Sijunjung Kota Payakumbuh Bengkulu Selatan Bengkulu Utara Bengkulu Utara Kota Bengkulu

Kaur Seluma Lebong

Muko-muko Kepahiang Bengkulu Tengah

Batam Bintan Karimun

Kota Tanjung Pinang Kep. Seribu Cianjur

Bandung Ciamis Kuningan

Cirebon Majalengka Sumedang

Karawang Bekasi Kota Bogor

Kota Sukabumi Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen

Boyolali Purworejo Wonosobo

Magelang Klaten Sukoharjo

Wonogiri Karanganyar Sragen

Grobogan Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara

Sukamara Lamandau Seruyan

Katingan Pulang Pisau Gunung Mas Barito Timur Palangkaraya Tanah Laut Kota Baru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Tanah Bumbu Balangan Banjarmasin Banjarbaru Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Pulau Morotai Ternate Tidore Kepulauan M. Tenggara Barat M. Barat daya Maluku tenggara Maluku Tengah Buru Buru Selatan Kep.Aru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur

y = 2E-0.8x + 2.267 r = 0.253 ____ garis regresi I IV III II

20

Analisis Pertumbuhan Infrastruktur Infrastruktur Pendidikan

Berdasakan hasil analisis pertumbuhan infrastruktur jumlah sekolah di kabupaten/kota di Indonesia bahwa kabupaten/kota di Indonesia cenderung terdapat pada kuadran II yaitu daerah berkembang cepat dan kuadran III yaitu daerah tertinggal. Dalam jangka panjang, kabupaten/kota yang terdapat pada kuadran II akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena akan mampu mengejar pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang sudah maju seperti yang terdapat pada kuadran I. Namun untuk kabupaten/kota yang terdapat pada kuadran III yaitu daerah relatif tertinggal, akan berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena akan menghambat pembangunan dan meningkatkan kesenjangan diantara kabupaten/kota di Indonesia.

Tabel 7. Klasifikasi pertumbuhan infrastruktur sekolah kabupaten/kota di Indonesia tahun 2009 – 2012 menurut Tipologi Klassen

PDRB per kapita (y)

Laju

Pertumbuhan (r)

Ydi>yni Ydi<yni

Rdi>rni

Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I)

Cilacap, Magelang, Wonosobo, Sukoharjo, Aceh Utara, Solok, Pasaman Barat, Halmahera Selatan, Aceh Timur, Bireun, Halmahera Barat, Aceh Tenggara,

Daerah berkembang cepat tapi tidak maju (kuadran II)

Kepulauan Seribu, Tidore Kepulauan, Ternate, Raja Ampat, Fakfak, Gorontalo Utara, Kota Bengkulu, Halmahera Timur, Teluk Bintumi, Muko-muko, Pohuwato, Nagan Raya, Kep.Mentawai, Lhokseumawe, tambrau, Bone Bolango, Bener Meriah, Seruyan, Boalemo, Pidie Jaya, Banda Aceh, Kaimana, teluk Wondama, Kota Padang Panjang, Lebong, Simeuleu, Kota Langsa.

Rdi<rni

Daerah maju tapi tertekan (kuadran IV)

Katingan, Pulang Pisau, Barito Utara, Seluma, Gunung Mas, Pidie, Manokwari, Aceh Barat, Batam, Pesisir Selatan, Limapuluh Kota, Kotawaringin Timur, Gorontalo, Kapuas, Karanganyar, Purbalingga, Kota Padang, batam, Sragen, Boyolali, Purworejo, Banjarnegara, Wonogiri, Kebumen, Grobogan, Klaten, Banyumas.

Daerah relatif tertinggal (kuadran III)

Gayo Luwes, Lamandau, Barito Timur, Kota Gorontalo,

Bengkulu Selatan, Kota Sorong, Bukit Tinggi, Kota Solok, Solok Selatan, Lingga, Kaur, Kota Payakumbuh, Kep.Anambas, Natuna, Bintan, Kota Sawahlunto, Karimun, Palangkaraya, Kota Tanjung Pinang, Sukamara.

21

Gambar 7 Analisis pertumbuhan jumlah sekolah di kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012 menurut Tipologi Klassen

Analisis pertumbuhan jumlah sekolah di kabupaten/kota di Indonesia memiliki nilai korelasi sebesar 0.107936 dengan sumbu gradien (221.5 , 0.834) yang diperoleh dari nilai median dari rata-rata jumlah sekolah kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012 dan median dari rata-rata pertumbuhan jumlah sekolah kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012.

Persamaan garis regresi yang diperoleh y = 0.0027x + 0.5138 memiliki arti bahwa kabupaten/kota di Indonesia mengalami divergensi dalam hal

-27 -17 -7 3 13 23 33 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 R a ta -r a ta P e rt u m b u h a n Ju m la h S e k o la h d i Ka b u p a te n /k o ta d i In d o n e si a 2 0 0 9 -2012

Rata-rata Jumlah Sekolah Kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012

Gayo Luwes Pidie Jaya Kab Bireuen Kab Bener Meriah Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Pidie Simeuleu Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Nagan Raya Kota Padang Panjang Kab Solok Kab Lima Puluh Kota Kab Solok Selatan Pasaman

Kab Kepulauan Mentawai Padang Pariaman Kota Solok Kota Sawahlunto Kab Pesisir Selatan Kota Bukit Tinggi Kab Pasaman Barat Kota Padang Kab Sijunjung Kota Payakumbuh Bengkulu Selatan Bengkulu Utara Rejang Lebong Kota Bengkulu Kaur Seluma Muko-muko Lebong Kepahiang Bengkulu Tengah

Batam Bintan Natuna Karimun

Kota Tanjung Pinang Lingga Kep Anambas Cianjur

Bandung Garut Ciamis Kuningan

Cirebon Majalengka Sumedang Karawang

Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen

Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali

Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar

Sragen Grobogan Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Sukamara Lamandau Seruyan Pulang Pisau Katingan Barito Timur Palangkaraya Tanah Laut Kota Baru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Tanah Bumbu Balangan Banjarmasin Banjarbaru Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Pulau Morotai Ternate Tidore Kepulauan M. Tenggara Barat M. Barat daya Maluku tenggara Maluku Tengah Buru Kep.Aru Seram Bagian Selatan Seram Bagian Timur

Ambon Boalemo Gorontalo Pohuwato

Bone Bolango Gorontalo Utara Kota Gorontalo Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintumi Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrau

y = 0.003x + 0.514 r = 0.108 ___ garis regresi I IV III II

22

infrastruktur jumlah sekolah. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 1.27 yaitu lebih kecil dari nilai t tabel yaitu sebesar 1.97. Hal ini berarti persamaan garis regresi yang diperoleh y = 0.0027x + 0.5138 tidak berpengaruh nyata. Hasil tersebut juga membuktikan bahwa pertumbuhan infrastruktur jumlah sekolah di kabupaten/kota di Indonesia tidak dapat disimpulkan dengan tegas cenderung mengalami divergensi karena rentang waktu yang digunakan dalam penelitian tersebut sempit yaitu 2009-2012.

Infrastruktur Air

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di dunia ini. Kebutuhan akan air oleh manusia menyangkut dua hal, yaitu air untuk kehidupan kita sebagai makhluk hayati dan air untuk kehidupan kita sebagai manusia berbudaya (Mahida 1984).

Kebutuhan akan air diperlukan dalam produksi bahan makanan kita, seperti untuk tanaman padi, sayur-sayuran, holtikultura, kehidupan ikan, ternak dan sebagainya. Infrastruktur air yang mewakili dalam penelitian ini adalah jumlah pelanggan air PDAM di kabupaten/kota di Indonesia.

Gambar 8 Analisis pertumbuhan jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia tahun 2009 - 2012 menurut Tipologi Klassen

-30 20 70 120 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 ra ta -r a ta P e rt u m b u h a n Ju m la h P e la n g g a n Ai r d i Ka b u p a te n /k o ta d i In d o e n si a 2 0 0 9 -2012

Rata-rat jumlah pelanggan Air di kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012

Aceh Singkil Aceh Barat Aceh Utara Pidie Simeuleu Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Padang Panjang Kab Solok Kab Lima Puluh Kota Kab Solok Selatan Pasaman Kab Kepulauan Mentawai Padang Pariaman Kota Solok Kota Sawahlunto Kab Pesisir Selatan Kota Bukit Tinggi Kab Pasaman Barat Kota Padang Kab Sijunjung Kota Payakumbuh Bengkulu Selatan Bengkulu Utara Rejang Lebong Kota Bengkulu Kaur

Seluma Muko-muko Lebong Kepahiang

Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Sukamara Lamandau Seruyan Katingan Pulang Pisau Gunung Mas Barito Timur Palangkaraya Halmahera Barat Halmahera Tengah Halmahera Selatan Halmahera Utara Ternate Tidore Kepulauan M. Tenggara Barat

Maluku tenggara Buru Ambon Boalemo

Gorontalo Pohuwato Bone Bolango Gorontalo Utara Kota Gorontalo Fakfak Kaimana Manokwari Sorong Kota Sorong

y = - 238.84x+ 24.035 r = 0.283 ___ garis regresi I III IV II

23 Analisis pertumbuhan jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia (Gambar 8) memiliki nilai korelasi sebesar -0.28378 dengan sumbu gradien (0.027 , 2.456) yang diperoleh dari nilai median dari rata-rata jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012 dan median dari rata-rata pertumbuhan jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012.

Persamaan garis regresi yang diperoleh y = -238.84x + 24.035 memiliki arti bahwa jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia mengalami konvergensi. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar – 2.37 yaitu lebih kecil dari nilai t tabel yaitu sebesar 1.98. Hal ini berarti persamaan garis regresi yang diperoleh y = -238.84x + 24.035 tidak berpengaruh nyata. Hasil tersebut juga membuktikan bahwa pertumbuhan infrastruktur jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia tidak dapat disimpulkan dengan tegas cenderung mengalami konvergensi karena rentang waktu yang digunakan dalam penelitian tersebut sempit yaitu 2009-2012.

Tabel 8 Klasifikasi pertumbuhan pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia tahun 2009 - 2012 menurut Tipologi Klassen

PDRB per kapita (y)

Laju Pertumbuhan (r)

Ydi>yni Ydi<yni

Rdi>rni

Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I)

Barito Selatan, Kota Paya Kumbuh, Kota Padang Panjang, Kota Sawah Lunto, Kota Bengkulu, Kota Padang, Barito Utara, Pohuwato, Solok Selatan, Padang Pariaman, Kotawaringin Barat.

Daerah berkembang cepat tapi tidak maju (kuadran II)

Gorontalo, Halmahera Tengah, Gorontalo Utara, Sorong, Lamandau, Pesisir Selatan, Katingan, Solok, Pasaman Barat, Sukamara, Kepahiang, Sinjunjung, Gunung Mas, Tidore Kepulauan.

Rdi<rni

Daerah maju tapi tertekan (kuadran IV)

Bone Bolango, Simeuleu, Kota Sorong, Aceh Utara, Bengkulu Utara, Lebong, Kota Langsa, Aceh Barat, Fakfak,

Palangkaraya, Kotawaringin Timur, Kota Gorontalo, Kota Bukit Tinggi, Kota Sabang.

Daerah relatif tertinggal (kuadran III)

Kaur, Bireun, Boalemo, Pidie, Seruyan, Kepulauan Sula, Kaimana, Muko-muko, Halmahera Utara, Limapuluh Kota, Pasaman, Rejang Lebong.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 bahwa pertumbuhan jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia cenderung mengalami konvergensi yaitu lebih banyak terdapat pada kuadran II yaitu daerah berkembang cepat dan kuadran IV yaitu daerah maju tapi tertekan. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan infrastruktur jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia karena dalam jangka kabupaten/kota yang tertinggal namun memiliki

24

pertumbuhan cepat akan mampu mengejar kemajuan daerah yang terdapat pada kuadran IV sehingga akan mengurangi tingkat kesenjangan.

Infrastruktur Jalan

Jalan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi transportasi darat yang berfungsi sebagai penghubung suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Dalam konteks pembangunan ekonomi, jaringan jalan sangat dibutuhkan untuk kelancaran arus faktor produksi maupun pemasaran hasil. Jalan merupakan infrastruktur penting untuk memperlancar distribusi barang dan faktor produksi antar daerah serta meningkatkan mobilitas penduduk.

Berdasarkan analisis Tipologi Klassen bahwa panjang jalan kabupaten/kota di Indonesia (Tabel 9) lebih banyak terdapat pada kuadran III yaitu daerah daerah tertinggal dan kuadran IV yaitu daerah maju tetapi tertekan. Tabel 9 Klasifikasi pertumbuhan panjang jalan kabupaten/kota di Indonesia tahun

2009 - 2012 menurut Tipologi Klassen PDRB per kapita (y)

Laju Pertumbuhan (r)

Ydi>yni Ydi<yni

Rdi>rni

Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I)

Rejang Lebong, Bogor, Cilacap, Kebumen, Purwakarta, Banyumas, Purbalingga, Garut, Grobogan, Bengkulu Utara, Lebong, Kepahiang.

Daerah berkembang cepat tapi tidak maju (kuadran II) Maluku Tenggara Barat, Simeuleu, Aceh Singkil, Maluku Barat Daya, Halmahera Barat, Halmahera Utara, Kabupaten Sinjunjung,

Rdi<rni

Daerah maju tapi tertekan (kuadran IV)

Pesisir Selatan, Buru, Garut, Banjarnegara, Sukoharjo, Pidie, Klaten, Maluku Tengah, Barito Selatan, Sukabumi, Padang Pariaman, Kuningan, Wonosobo, Bone Bolango, karanganyer, Klaten, Cianjur, Bintan, Bengkulu Selatan, Kuningan, Kota Bogor, Sukoharjo, Kota Sawahlunto, Cirebon, Sumedang, Lingga, Bengkulu Selatan

Daerah relatif tertinggal (kuadran III)

Kota Suka Bumi, Aceh Barat, Ambon, Kota Langsa, Banda Aceh, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Bener Meriah, Tidore Kepulauan, Halmahera Utara, Ternate, Payakumbuh, Ternate, Kep. Mentawai, Maluku Tenggara Barat, Halmahera Tengah, Kota Tanjung Pinang

Analisis pertumbuhan panjang jalan kabupaten/kota di Indonesia (Gambar 9) memiliki nilai korelasi sebesar -0.113 dengan sumbu gradien ( 103.36 , 110) yang diperoleh dari nilai median dari rata-rata panjang jalan kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012 dan median dari rata-rata pertumbuhan panjang jalan kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012.

Persamaan garis regresi yang diperoleh y = -0.0763x + 72.176 memiliki arti bahwa jumlah pelanggan air kabupaten/kota di Indonesia mengalami konvergensi. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar -1.11 yaitu lebih kecil dari nilai

25 t tabel yaitu sebesar 1.98. Hal ini berarti persamaan garis regresi yang diperoleh y = -0.0763x + 72.176 tidak berpengaruh nyata. Hasil tersebut juga membuktikan bahwa pertumbuhan infrastruktur panjang jalan kabupaten/kota di Indonesia tidak dapat disimpulkan dengan tegas cenderung mengalami konvergensi karena rentang waktu yang digunakan dalam penelitian tersebut sempit yaitu 2009-2012.

Gambar 9 Analisis pertumbuhan infrastruktur panjang jalan kabupaten/kota di Indonesia tahun 2009-2012 menurut Tipologi Klassen

-100 0 100 200 300 400 500 -100 100 300 500 700 900 R a ta -r a ta P e rt u m b u h a n P a n ja n g Ja la n d i Ka b u p a te n /k o ta d i In d o n e si a 2 0 0 9 -2 0 1 2 ( %)

Rata-rata Panjang Jalan di kabupaten/kota di Indonesia 2009-2012 (Km) Gayo Luwes Aceh Singkil Kab Bireuen Kab Bener Meriah Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Utara Pidie

Simeuleu Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Nagan Raya Kota Padang Panjang Kab Solok

Pasaman Kab Lima Puluh Kota Kab Solok Selatan Kab Kepulauan Mentawai Padang Pariaman Kota Sawahlunto Kota Solok Kab Pesisir Selatan Kota Bukit Tinggi Kab Pasaman Barat Kota Padang Kab Sijunjung Kota Payakumbuh Bengkulu Selatan Bengkulu Utara Rejang Lembong

Dokumen terkait