• Tidak ada hasil yang ditemukan

Visualisasi Citra

Penelitian analisis tutupan lahan di Kecamatan Medan Belawan menggunakan data Citra SPOT 7 tahun perekaman 2018 menggunakan kombinasi band layer RGB 9-4-5 dan parameter linear.

Gambar 6. Visualisasi citra SPOT 7 tahun 2018 tampilan RGB 9,4,5

Visualisasi citra yang dihasilkan pada Citra SPOT 7 (Gambar 6) lebih tajam dan penampakan objek permukaan terlihat sangat jelas. Hal dijelaskan melalui pernyataan Suwargana (2013) bahwa resolusi spasial pada Citra SPOT 7 6 meter dan memiliki empat band multispektral. Pada saat perekaman, visualisasi citra terlihat awan yang menutupi sebagian objek permukaan lahan di Kecamatan Medan Belawan.

Karakteristik Tutupan Lahan

Berdasarkan pengamatan tutupan lahan yang dilakukan di lapangan diperoleh sebanyak 398 titik koordinat yang diklasifikasikan dalam 11 kelas penutupan lahan yang berbeda (Lampiran 1). Sedangkan klasifikasi kelas pada

Citra SPOT 7 terdiri dari 12 kelas. Klasifikasi tutupan lahan yang terlihat pada citra dan lapangan dapat diamati sebagai berikut:

1. Awan

Awan merupakan sekumpulan massa yang berasal dari tetesan air (kristal es) akibat dari proses pengembunan uap air yang terdapat di dalam udara dalam keadaan jenuh di atas permukaan bumi. Penampakan awan pada Citra SPOT berwarna putih yang sangat terlihat jelas diatas permukaan objek (Gambar 7).

Namun, menurut kondisi di lapangan, awan tidak merupakan tipe tutupan lahan.

Gambar 7. Penampakan visual awan (a) citra SPOT 7 (b) Kondisi di lapangan 2. Badan Air

Hamparan air yang meliputi laut dan sungai di permukaan bumi yang terlihat di Kecamatan Medan Belawan. Pada citra SPOT 7, penampakan visual air yang terlihat di citra berwarna hitam keabu-abuan dengan tekstur permukaan objek rata (Gambar 8).

Gambar 8. Penampakan visual badan air (a) citra SPOT 7 (b) Kondisi tipe tutupan lahan badan air di lapangan

a b

a b

3. Industri

Kelas industri merupakan salah satu tipe tutupan lahan berupa lahan terbangun yang fungsinya sebagai bangunan kegiatan operasional. Secara visual, tutupan lahan industri pada citra SPOT 7 sangat jelas objeknya berupa bangunan (industri) secara langsung. Penampakan dari citra SPOT 7 sama halnya dengan penampakan di lapangan secara langsung jika dilihat dari atas (Gambar 9).

Gambar 9. Penampakan visual industri (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan industri di lapangan.

4. Jalan

Bentuk permukaan bumi buatan yang berupa hamparan tutupan secara memanjang. Penampakan objek jalan di citra SPOT 7 sama halnya dengan penampakan visual di lapangan jika dilihat dari atas, bertekstur halus dan berwarna keabuan (Gambar 10).

Gambar 10. Penampakan visual jalan (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan jalan di lapangan

a b

a b

5. Kelapa Sawit

Tipe tutupan lahan kelapa sawit merupakan salah satu bagian jenis tanaman dari perkebunan secara homogen. Secara visual tutupan lahan perkebunan kelapa sawit pada citra SPOT 7 berupa hamparan berwarna cokelat dengan sebagian objek berwarna hijau gelap yang tersusun beraturan secara memanjang. Hal tersebut jelas terlihat dengan penampakan di lapangan jika diamati dari atas (Gambar 11)

Gambar 11. Penampakan visual kelapa sawit (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan kelapa sawit di lapangan

6. Lahan Terbangun

Kelas tutupan lahan berupa lahan terbangun secara visualnya berupa bangunan kontainer yang dapat dilihat dari citra SPOT 7 pada saat perekaman objek. Bentuk yang terlihat di citra SPOT 7 berupa sekumpulan bangunan tersusun (Gambar 12).

Gambar 12. Penampakan visual lahan terbangun (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan lahan terbangun di lapangan

7. Lahan Terbuka

Tipe tutupan lahan kelas lahan terbuka merupakan kawasan yang tidak ditumbuhi oleh vegetasi dan tidak terdapat bentuk objek buatan lainnya ataupun

a b

a b

hanya ditumbuhi oleh rerumputan dan termasuk areal perkuburan. Pada penampakan visual di citra SPOT 7, tipe tutupan lahan terbuka dapat terlihat jelas seperti keadaan di lapangan berwarna keabu-abuan seperti pasir (Gambar 13).

Gambar 13. Penampakan visual lahan terbuka (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan lahan terbuka di lapangan

8. Mangrove

Menurut Saparinto (2007) mangrove merupakan vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut yang ditimbuni lumpur atau pantai berlumpur.

Hamparan tutupan lahan ini berupa vegetasi hutan mangrove yang terdiri dari vegetasi jenis Rhizophora sp., Avicennia sp., dan Nypa fruticans. Secara visual, penampakan mangrove sedang berwarna hijau dengan tekstur persebaran secara rapat tetapi dengan sebagian persebaran terlihat jarang, Penampakan pada citra dapat terlihat secara langsung dengan keadaan di lapangan jika dilihat dari atas (Gambar 14).

Gambar 14. Penampakan visual mangrove sedang (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan mangrove di lapangan

a b

a b

9. Pelabuhan

Kelas tutupan lahan pelabuhan merupakan salah satu jenis lahan terbangun yang secara fungsional sebagai tempat jalur lintas pemberhentian transportasi laut.

Secara visual pada citra SPOT 7, tipe tutupan lahan pelabuhan terlihat seperti kondisi aslinya di lapangan yang dicirikan berwarna keabu-abuan dan terdiri dari objek transportasi laut maupun bangunan yang mendukung pada tutupan lahan tersebut (Gambar 15).

Gambar 15. Penampakan visual pelabuhan (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan pelabuhan di lapangan

10. Permukiman

Tipe tutupan lahan yang berupa hamparan lahan terbangun dapat berupa permukiman, sekolah, rumah dinas, pertokoan maupun perkantoran yang ada di Kecamatan Medan Belawan. Secara visual, penampakan tutupan lahan permukiman pada citra SPOT 7 terlihat sangat jelas seperti kondisi di lapangan jika diamati dari atas (Gambar 16).

Gambar 16. Penampakan visual permukiman (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan permukiman di lapangan

a b

a b

11. Tambak

Kelas tutupan lahan yang berupa hamparan perairan dengan cakupan sempit yang secara fungsional digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya hewan-hewan produksi seperti kepiting, udang, maupun ikan. Penampakan visual tambak pada citra SPOT 7 berupa perairan dengan bentuk objek persegi panjang. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan secara langsung jika diamati dari atas permukaan (Gambar 17).

Gambar 17. Penampakan visual tambak aktif (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan tambak di lapangan

12. Vegetasi Lain

Kelas tutupan lahan berupa kumpulan vegetasi pohon yang tidak merupakan vegetasi mangrove seperti jenis Swietenia sp. yang secara visual terlihat jelas pada citra SPOT 7. Tampilan pada citra dicirikan dengan warna hijau ketuaan bertekstur halus (Gambar 18).

Gambar 18. Penampakan visual vegetasi lain (a) citra SPOT 7 (b) kondisi tipe tutupan lahan vegetasi lain di lapagan

a b

a b

Segmentasi Objek

Segmentasi objek dilakukan sebagai pemisah objek klasifikasi dari klasifikasi tutupan lahan pada citra SPOT 7 dengan kondisi dan syarat tertentu.

Segmentasi objek dilakukan melalui aplikasi eCognition Developer 9.01 dengan menggunakan algoritma multiresolution segmentation. Segmentasi objek dipengaruhi oleh scale, shape, dan compactness dengan nilai yang bervariasi.

Parameter scale menunjukkan nilai maksimum heterogenitas yang dibolehkan dalam menghasilkan objek – objek citra. Shape merupakan parameter pembentuk objek pada citra secara tidak langsung dapat menentukan kriteria warna pada citra.

Sementara compactness merupakan tekstur atau kekompokkan yang terbentuk dari objek secara optimum (eCognition Developer, 2011).

Pada penelitian klasifikasi tutupan lahan berbasis objek, parameter segmentasi yang digunakan yakni scale 150, scale 100, dan scale 50 dengan masing-masing parameter komposisi shape 0,1 dan compactness 0,5. Ketiga parameter ini diisi nilai bervariasi untuk menghasilkan segmentasi yang sesuai dalam klasifikasi citra. Nilai scale yang digunakan untuk mengamati sejauh mana rentang objek dapat terklasifikasi. Nilai shape diberi 0,1 merupakan batas nilai minimum bentuk objek yang tersegmen, sedangkan parameter compactness diberi nilai 0,5 merupakan nilai batas minimum kekompakkan tekstur objek yang terbentuk. Apabila compactness diberi nilai kurang dari 0,5 maka tekstur yang dihasilkan oleh objek sangat halus sehingga sulit untuk membedakan antarobjek lainnya.

Perbandingan jumlah objek yang diperoleh dapat diamati dari masing-masing skala. Semakin kecil nilai segmentasi maka jumlah objek tersegmen akan semakin banyak, demikian sebaliknya (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan tingkat kedetailan poligon klasifikasi tutupan lahan yang semakin tinggi maka nilai skala segmentasi yang diperlukan semakin kecil.

Tabel 5. Segmentasi objek tipe tutupan lahan di Kecamatan Medan Belawan Tipe

Tutupan Lahan

Segmentasi Objek Scale 150; shape 0,1;

comp 0,5

Scale 100; shape 0,1;

comp 0,5

Scale 50; shape 0,1;

comp 0,5 Awan

448 objek 710 objek 1.365 objek

Badan Air

133 objek 285 objek 1.118 objek

Industri

260 objek 430 objek 1.159 objek

Jalan

83 objek 229 objek 718 objek

Kelapa Sawit

13 objek 14 objek 16 objek

Tabel 5 (Lanjutan) Tipe

Tutupan Lahan

Segmentasi Objek Scale 150; shape 0,1;

comp 0,5

Scale 100; shape 0,1;

comp 0,5

Scale 50; shape 0,1;

comp 0,5 Lahan

Terbangun

30 objek 78 objek 496 objek

Lahan Terbuka

102 objek 340 objek 1.529 objek

Mangrove

211 objek 453 objek 1.497 objek

Pelabuhan

72 objek 158 objek 681 objek

Permukiman

179 objek

391 objek 1.748 objek

Tabel 5 (Lanjutan) Total Objek 1.740 objek 3.600 objek 12.418 objek

Segmentasi objek dengan parameter skala yang berbeda-beda menghasilkan beberapa karakteristik objek dari citra berdasarkan bentuk (shape) dan tekstur (compactness) terkait objek itu sendiri. Tahapan segmentasi ini sesuai dengan pernyataan Blaschke (2010) bahwa penerapan pendekatan OBIA melalui tahap segmentasi menghasilkan segmen terbangun dari objek yang diperoleh untuk dilanjutkan ke proses klasifikasi.

Objek terbanyak pada segmentasi skala 150 dan skala 100 adalah tutupan lahan pada kelas awan. Segmentasi skala 150 dan skala 100 masing-masing awan tersegmentasi menjadi 448 objek dan 710 objek. Berbeda dengan segmentasi skala 50, objek terbanyak terdapat pada tutupan lahan kelas permukiman yaitu 1.748 objek. Walaupun nilai shape dan compactness menggunakan nilai yang sama untuk skala yang berbeda, objek dapat tersegmen secara terpisah berdasarkan nilai masing-masing skala.

Segmentasi objek terbanyak pada skala 50, shape 0,1 compactness 0,5 menghasilkan 12.418 objek, sementara perolehan objek paling sedikit pada segmentasi skala 150 shape 0,1 compactness 0,5 yaitu 1.740 objek. Hal ini mencirikan bahwa semakin kecil skala yang digunakan dalam tahap segmentasi, maka semakin banyak objek yang dihasilkan.

Hasil Klasifikasi Berbasis Objek

Klasifikasi tutupan lahan berdasarkan pendekatan Object Based Image Analysis (OBIA) dilakukan dengan tahapan awal segmentasi objek agar terbentuk segmen-segmen objek yang sesuai berdasarkan pengelompokkan data dari titik lapangan (training area). Pembuatan training area dikatakan berhasil apabila segmen-segment objek yang dikelompokkan dapat terpisah dengan baik.

Pengambilan sample kelas tutupan lahan berbasis objek menggunakan pendekatan algoritma Classification Nearest Neighboar.

Hasil klasifikasi tutupan lahan di Kecamatan Medan Belawan menggunakan metode berbasis OBIA pada segmentasi skala 150 shape 0,1 compactness 0,5 (Gambar 19). Wilayah terluas terdapat pada tutupan lahan kelas mangrove seluas 1.169,85 ha dengan persentase 39,66% dari total luas wilayah penelitian. Sedangkan hasil klasifikasi tutupan lahan terendah pada tutupan lahan kelas vegetasi lain seluas 17,28 ha dengan persentase 0,59% (Tabel 6).

Berbeda dengan hasil klasifikasi tutupan lahan menggunakan skala segmentasi 100 shape 0,1 compactness 0,5 (Gambar 20). Wilayah kajian terluas terdapat pada tutupan lahan kelas mangrove dengan luas 1.096 ha dengan persentase 37,19% dari total luas wilayah kajian. Tutupan lahan kelas kelapa sawit merupakan hasil klasifikasi dengan luasan terendah yaitu 13,90 ha dengan persentase wilayah 0,47% dari total luas wilayah (Tabel 6).

Klasifikasi tutupan lahan berbasis objek untuk skala segmentasi 50 shape 0,1 compactness 0,5 menghasilkan beberapa kelas segmen objek yang lebih terperinci dibanding segmentasi skala 150 dan 100 (Gambar 21). Luas tutupan lahan terbesar yaitu tutupan lahan kelas mangrove dengan luas 1.039,3 ha dengan persentase sebesar 35,23% dari total luas wilayah kajian. Sedangkan untuk hasil klasifikasi tutupan lahan terkecil pada kelas kelapa sawit dengan luas 7,99 ha dengan persentase sebesar 0,27% dari total luas wilayah kajian (Tabel 6).

Gambar 19. Peta tutupan lahan hasil klasifikasi objek Kec. Medan Belawan menggunakan skala 150; shape 0,1; compactness 0,5

Gambar 20. Peta tutupan lahan hasil klasifikasi objek Kec. Medan Belawan menggunakan skala 100; shape 0,1; compactness 0,5

Gambar 21. Peta tutupan lahan hasil klasifikasi objek Kec. Medan Belawan menggunakan skala 50; shape 0,1; compactness 0,5

Skala yang digunakan dalam proses klasifikasi tutupan lahan berbasis OBIA menghasilkan luas wilayah objek yang berbeda-beda. Hasil tersebut dijelaskan oleh Setiani et al. (2016) dengan melalui dua tahapan utama yaitu segmentasi citra dan klasifikasi tiap segmen objek.

Perbedaan jumlah objek perkelas setiap parameter skala menghasilkan luasan yang berbeda pada masing-masing skala. Perbedaan tersebut menjelaskan bahwa setiap kelas tutupan lahan mengalami perubahan luas pada setiap skala segmentasi yang digunakan (Tabel 6).

Tabel 6. Luasan kelas tutupan lahan skala segmentasi 150, 100, dan 50

Tutupan Lahan

Skala Segmentasi 150 Skala Segmentasi 100 Skala Segmentasi 50 Luas (Ha) Persentase

Lanjut 6 (Lanjutan)

Tutupan Lahan

Skala Segmentasi 150 Skala Segmentasi 100 Skala Segmentasi 50 Luas (Ha) Persentase

Masing-masing skala segmentasi menghasilkan luas kelas tutupan lahan yang berbeda. Luasan tutupan lahan pada masing-masing skala segmentasi dengan tutupan lahan terluas terdapat pada kelas tutupan lahan mangrove dan luasan terendah pada kelas tutupan lahan kelapa sawit (Gambar 22). Hal ini menjelaskan bahwa tutupan lahan di Kecamatan Medan Belawan didominasi oleh tipe tutupan mangrove.

Gambar 22. Grafik luas kelas tutupan lahan skala segmentasi 150, 100, dan 50 Algoritma Decision Tree

Setiap kelas tutupan lahan digunakan untuk pembuatan tree algorrithm.

Tree algorithm yang digunakan untuk menentuan sampel dalam proses klasifikasi tutupan lahan berbasis objek yaitu algoritma pohon keputusan (Decision tree).

Pembuatan skema decision tree pada Gambar 23 ditentukan dengan mempertimbangkan parameter segmentasi dari region segmen objek yang dijadikan sampel untuk proses klasifikasi tutupan lahan berbasis OBIA.

0

Skala Segmentasi 50 Skala Segmentasi 100 Skala Segmentasi 150

Gambar 23. Algrotima Decision tree pada klasifikasi tutupan lahan di Kecamatan Belawan dengan citra SPOT 7 tahun perekaman 2018

Hasil Uji Geostatistik

Hasil klasifikasi tutupan lahan berbasis objek (OBIA) pada peneltian ini selanjutnya dilakukan pengujian akurasi dengan pendekatan geostatistik.

Berdasarkan referensi eCognition Developer (2011), pengujian geostatistik pada eCognition Developer meliputi classification stability, best classification result, dan error matrix based on sample. Metode ini dilakukan untuk melihat kestabilan objek berdasarkan nilai mean, standard deviasi, minimum, dan maksimum.

Pada hasil klasifikasi tutupan lahan berbasis objek skala 150, skala 100 dan skala 50 dilakukan uji classification stability pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9. Hasil classification stability menunjukkan adanya kestabilan dalam proses klasifikasi. Hal ini didasarkan bahwa maksimum yang dihasilkan bernilai kecil (nilai dibawah 1). Sesuai literatur Julzarikadan Carolita (2015) pengaruh nilai mean dan standard deviasi yang diperoleh bernilai kecil akan menghasilkan nilai korelasi mendekati satu pada objek yang sama sebaliknya jika nilai korelasi pada objek yang berbeda maka nilai mendekati nol.

Tabel 7. Classification stability klasifikasi tutupan lahan skala 150

Class Objects Mean StdDev Minimum Maximum

Awan 448 0,00998 0,02688 0 0,24680

Permukiman 179 0,00262 0,00984 267624,855 0,13734

Tambak 193 0,00310 0,00424 19848,347 0,03435

Vegetasi 11 0,00551 0,00648 0 0,02223

Tabel 8. Classification stability klasifikasi tutupan lahan skala 100

Class Objects Mean StdDev Minimum Maximum

Awan 710 0,00764 0,01763 1,23E+05 0,25682

Badan Air 285 0,00381 0,00493 2,31E+05 0,04051

Industri 430 0,01000 0,03051 1,07E+05 0,48851

Jalan 229 0,00246 0,00243 3,46E+03 0,01969

Kelapa Sawit 14 0,00209 0,00234 1,43E+05 0,00842

Lahan Terbangun 78 0,00574 0,01022 7,40E+05 0,06315

Lahan Terbuka 340 0,00375 0,00715 1,92E+05 0,08704

Mangrove 453 0,01752 0,04515 4,04E+05 0,35262

Pelabuhan 158 0,01579 0,06109 1,00E+06 0,55648

Permukiman 391 0,00278 0,00646 4,24E+04 0,12295

Tambak 368 0,00272 0,00324 2,86E+04 0,02719

Vegetasi Lain 40 0,00269 0,00247 1,24E+05 0,01121

Tabel 9. Classification stability klasifikasi tutupan lahan skala 50

Class Objects Mean StdDev Minimum Maximum

Awan 1365 0,00535 0,01054 1,85E+03 0,13118

Badan Air 1118 0,00217 0,00680 3,58E+03 0,19572

Industri 1159 0,00820 0,02684 1,01E+04 0,62865

Jalan 718 0,00200 0,00402 3,58E+03 0,03971

Kelapa Sawit 16 0,00114 0,00128 3,94E+05 0,00658

Lahan Terbangun 496 0,00648 0,01694 7,75E+03 0,24271

Lahan Terbuka 1529 0,00233 0,00410 1,49E+04 0,06246

Mangrove 1497 0,00600 0,01191 1,25E+04 0,09404

Pelabuhan 681 0,00708 0,03426 1,79E+04 0,73102

Permukiman 1748 0,00420 0,01700 6,56E+03 0,34098

Tambak 1541 0,00221 0,00375 3,58E+04 0,04230

Vegetasi Lain 181 0,00291 0,00751 3,28E+04 0,08924

Nilai uji geostatistik lainnya adalah best classification result yaitu pendekatan algortima dengan mencari nilai maksimum pada setiap kelas tutupan lahan berbasis objek. Nilai maksimum diusahan mencapai nilai satu agar nilai mean dan standard deviasi secara signifikan akan bertambah. Sama halnya dengan nilai classification stability, untuk nilai korelasi pada objek sama bernilai mendekati satu dan nilai korelasi objek berbeda, nilai mendekati nol. Nilai best classification result pada klasifikasi skala 150, skala 100, dan skala 50 (Tabel 10, Tabel 11 dan Tabel 12).

Tabel 10. Best classification result klasifikasi tutupan lahan skala 150

Class Objects Mean StdDev Minimum Maximum

Awan 448 0,99561 0,01293 0,86808 1

Tabel 11. Best classification result klasifikasi tutupan lahan skala 100

Class Objects Mean StdDev Minimum Maximum

Awan 710 0,99542 0,01544 0,73276 1

Tabel 11 (Lanjutan)

Class Objects Mean StdDev Minimum Maximum

Permukiman 391 0,99877 0,00433 0,92327 1

Tambak 368 0,99811 0,00408 0,96665 1

Vegetasi Lain 40 0,99819 0,00214 0,98899 1

Tabel 12. Best classification result klasifikasi tutupan lahan skala 50

Class Objects Mean StdDev Minimum Maximum

Awan 1365 0,99475 0,01547 0,75135 1

Nilai korelasi pada masing-masing skala menghasilkan nilai yang berbeda-beda. Nilai korelasi pada skala 150 yaitu 0,46 (Gambar 24), nilai korelasi pada skala 100 sebesar 0,53 (Gambar 25) dan nilai korelasi untuk skala 50 sebesar 0,57 (Gambar 26). Menurut Astuti (2017) hasil korelasi masing-masing skala berdasarkan tabel interpretasi terhadap koefisien korelasi tergolong korelasi sedang. Hasil korelasi dari masing-masing skala bernilai positif. Hal ini menunjukkan hubungan erat antara mean dan standard deviasi searah. Semakin meningkatnya nilai mean maka nilai standard deviasi akan semakin meningkat.

Gambar 24. Nilai korelasi pada klasifikasi tutupan lahan skala 150

Gambar 25. Nilai korelasi pada klasifikasi tutupan lahan skala 100

Gambar 26. Nilai korelasi pada klasifikasi tutupan lahan skala 50

Berdasarkan training area dalam proses klasifikasi tutupan lahan berbasis objek (OBIA), nilai akurasi yang diperoleh dapat diamati melalui pendekatan error matrix based on sample. Nilai akurasi pada masing-masing skala klasifikasi menghasilkan nilai yang berbeda. Pada skala 150, nilai akurasi pengguna (user accuracy) terbesar pada kelas badan air, mangrove, permukiman, tambak, pelabuhan, vegetasi lain, dan lahan terbangun sebesar 100% sedangkan nilai akurasi terendah pada kelas kelapa sawit (0,3%). Nilai akurasi pembuat (producer accuracy) terbesar pada kelas kelapa sawit, jalan, tambak, awan dan lahan

terbangun (100%) sedangkan nilai terendah pada kelas vegetasi lain (0,61%).

Nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) dan akurasi Kappa sebesar 97,0%

(Tabel 13).

Berbeda halnya dengan skala segmentasi 100. Nilai akurasi klasifikasi tutupan lahan (Tabel 14) yang diperoleh lebih tinggi dibanding dengan skala segmentasi 150. Nilai akurasi pengguna (user accuracy) dan nilai akurasi pembuat (procedur accuracy) setiap kelas tutupan lahan bernilai maksimal yaitu 100%. Dengan demikian, nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) dan akurasi kappa yang dihasilkan sebesar 100%.

Demikian halnya dengan perolehan nilai akurasi pada skala segmentasi 50 (Tabel 15) dengan nilai akurasi klasifikasi tutupan lahan dengan skala segmentasi 100 menghasilkan akurasi yang sama. Nilai akurasi pengguna (user accuracy) dan nilai akurasi pembuat (procedur accuracy) setiap kelas tutupan lahan bernilai maksimal yaitu 100%. Dengan demikian, nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) yang diperoleh sebesar 100%.

Berdasarkan perolehan nilai akurasi klasifikasi pada masing-masing skala segmentasi menunjukkan bahwa semakin kecil skala segmentasi yang digunakan maka semakin tinggi keakurasian yang diperoleh, demikian sebaliknya. Hal ini menjelaskan bahwa untuk mendapatkan nilai akurasi tinggi maka skala segmentasi yang dibutuhkan harus semakin kecil. Secara umum, klasifikasi tutupan lahan berbasis objek dapat memenuhi stadard klasifikasi tutupan lahan dalam skala internasional dan nasional yaitu diatas angka 80%.

Tabel 13. Error matrix based on sample klasifikasi tutupan lahan skala 150

User Class \ Sample

Badan

Air Mangrove Kelapa

Sawit Permukiman Industri Lahan

Terbuka Jalan Tambak Awan Pelabuhan Vegetasi Lahan

Terbangun Sum

Tabel 14. Error matrix based on sample klasifikasi tutupan lahan skala 100

User Class \ Sample

Badan

Air Mangrove Kelapa

Sawit Permukiman Industri Lahan

Terbuka Jalan Tambak Awan Pelabuhan Vegetasi Lain

Tabel 15. Error matrix based on sample klasifikasi tutupan lahan skala 50

User Class \ Sample

Badan

Air Mangrove Kelapa

Sawit Permukiman Industri Lahan

Terbuka Jalan Tambak Awan Pelabuhan Vegetasi Lain

Hasil Uji Validasi Lapangan

Selain dilakukan uji geostatistik pada hasil klasifikasi tutupan lahan berbasis objek di Kecamatan Medan Belawan, perlu diketahui pengujian validasi kesesuaian tutupan lahan berdasarkan titik di lapangan. Jumlah titik referensi yang diperoleh di lapangan sebanyak 398 titik. Pengujian validasi pada penelitian ini menggunakan Confusion Matrix sehingga menghasilkan hasil nilai keakuratan validasi keseluruhan (overall validation).

Nilai validasi keseluruhan (overall validation) yang diperoleh dari titik di lapangan pada Tabel 16, klasifikasi tutupan lahan skala segmentasi 150 diperoleh nilai validasi keseluruhan sebesar 81,66%, nilai validasi kappa sebesar 76,78%.

Klasifikasi tutupan lahan skala segmentasi 100 (Tabel 17) diperoleh validasi keseluruhan sebesar 82,41%, validasi kappa sebesar 78,05% dan nilai validasi keseluruhan klasifikasi tutupan lahan skala segmentasi 50 sebesar 91,46%

sedangkan validasi kappa sebesar 89,32% (Tabel 18).

Tabel 16. Hasil validasi lapangan klasifikasi tutupan lahan skala segmentasi 150

Tutupan

Keterangan : Awn: Awan, BA: Badan Air, Ind: Industri, Jln: Jalan, KS: Kelapa Sawit, Lhn Bgn:

Lahan Terbangun, Lhn Tbk: Lahan Terbuka, MJ: Mangrove Jarang, MR: Mangrove Rapat, MS: Mangrove Sedang, Plbh: Pelabuhan, Perm: permukiman, TA: Tambak Aktif, TP: Tambak Pasif, VL: Vegetasi Lain

Hasil perhitungan overall validation yang diperoleh : 325/398 x 100% = 81,66%

Hasil perhitungan Kappa validation yang diperoleh sebesar 76,78%

Kappa accuracy

=

(398∗325)−33.291

3982− 33.291

x 100%

Kappa accuracy = 76,78%

Tabel 17. Hasil validasi lapangan klasifikasi tutupan lahan skala segmentasi 100

Keterangan : Awn: Awan, BA: Badan Air, Ind: Industri, Jln: Jalan, KS: Kelapa Sawit, Lhn Bgn:

Lahan Terbangun, Lhn Tbk: Lahan Terbuka, MJ: Mangrove Jarang, MR: Mangrove Rapat, MS: Mangrove Sedang, Plbh: Pelabuhan, Perm: permukiman, TA: Tambak Aktif, TP: Tambak Pasif, VL: Vegetasi Lain

Hasil perhitungan overall accuracy yang diperoleh : 328/398 x 100% = 82,41%

Hasil perhitungan Kappa accuracy yang diperoleh sebesar 78,05%

Kappa accuracy

=

(398∗328)−31.463

3982− 31.463

x 100%

Kappa accuracy = 78,05%

Tabel 18. Hasil validasi lapangan klasifikasi tutupan lahan skala segmentasi 50

Tutupan

Keterangan : Awn: Awan, BA: Badan Air, Ind: Industri, Jln: Jalan, KS: Kelapa Sawit, Lhn Bgn:

Lahan Terbangun, Lhn Tbk: Lahan Terbuka, MJ: Mangrove Jarang, MR: Mangrove Rapat, MS: Mangrove Sedang, Plbh: Pelabuhan, Perm: permukiman, TA: Tambak Aktif, TP: Tambak Pasif, VL: Vegetasi Lain

Hasil perhitungan overall accuracy yang diperoleh : 364/398 x 100% = 91,46%

Hasil perhitungan Kappa accuracy yang diperoleh sebesar 89,32%

Kappa accuracy

=

(398∗364)−31.664

3982− 31.664

x 100%

Kappa accuracy = 89,32%

Hasil penelitian menunjukkan nilai validasi keseluruhan (overall validation) yang diperoleh diatas 80%. Secara umum, klasifikasi tutupan lahan berbasis objek dapat memenuhi standard klasifikasi tutupan lahan dalam skala internasional dan nasional yaitu validasi diatas persentase 80%.

Dokumen terkait